Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

CUTANEOUS LARVA MIGRANS

Disusun Oleh
Iftitah Jasmine Hayat, S.Ked
NIM : 71 2019 095

Pembimbing
dr. Lucille Annisa Suardin, Sp.KK, FINSDV

DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus berjudul

Cutaneous Larva Migrans

Dipersiapkan dan disusun oleh

Iftitah Jasmine Hayat, S.Ked

712019095

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kulit dan Rumah Sakit Daerah Palembang
Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
Periode Februari 2021

Palembang, Februari 2021

Dosen Pembimbing

dr. Lucille Annisa Suardin, Sp.KK, FINSDV

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus mengenai
“Cutaneous Larva Migrans” sebagai salah satu tugas individu di Departemen Kulit
dan KelaminRumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari. Shalawat dan salam
selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan dimasa mendatang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun
tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih terutama kepada:
1. dr. Lucille Annisa Suardin, Sp.KK,FINSDV selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan
laporan kasus ini.
2. Orang tua dan saudara yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus
dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Februari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1.Latar Belakang......................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................2


2.1 Cutaneous Larva Migrans.....................................................................2
2.2 Scabies.................................................................................................. 7
2.3 Tinea Pedis............................................................................................ 15

BAB III LAPORAN KASUS............................................................................27

BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................25

BAB V KESIMPULAN....................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 31

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption adalah erupsi di kulit
berbentuk penjalaran serpiginosa, sebagai reaksi hipersensitivitas kulit terhadap
invasi larva cacing tambang atau nematodes (Roundworms) atau produknya. Larva
cacing tersebut berasal dari cacing yang hidup di usus kucing atau anjing. Umumnya
mampu menginvasi kulit di kaki, tangan, bokong atau abdomen.1
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir yang mengandung
larva tersebut. Demikian pula para petani atau tantara yang sering mengalami hal
yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropic yang hangat
dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia pun
banyak dijumpai. Walaupun demikian dengan berkembangnya pariwisata, infeksi
CLM dapat terjadi pada para wisatawan (trevelers).1
Cutaneous larva migrans adalah self-limiting disease. Penyakit ini akan
sembuh dengan sendirinya dalam 6-8 minggu setelah larva mati karena tidak dapat
meneruskan siklus hidupnya. Namun pemberian antihelminthes juga berperan besar
pada pengobatan pasien karena dapat mempercepat proses penyembuhan.
Pada lesi yang luas, pemberian per oral ivermectin atau albendazole dapat
menjadi pilihan. Pencegahan infeksi dilakukan dengan memakai alas kaki serta
penggunaan sarung tangan ketika berkebun, terutama pada daerah endemik cacing
tambang.2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cutaneous Larva Migrans (Crepeing Erpution)


2.1.1 Definisi
Cutaneous Larva Migran adalah kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif,
disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari feses anjing
dan kucing.1

2.1.2 Epidemiologi
Insidens yang sebenarnya sulit diketahui, di Amerika Serikat
(pantai Florida, Texas, dan New Jersey) tercatat 6,7% dari 13,300
wisatawan mengalami CLM setelah berkunjung ke daerah tropis. Hampir
semua negara beriklim tropis dan subtropis, misalnya Amerika Tengah dan
Amerika Selatan, Karibia, Afrika, Australia dan Asia Tenggara termasuk
Indonesia, banyak ditemukan CLM. Pada Invasi ini tidak terdapat
perbedaan ras, usia, maupun jenis kelamin.1

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang
yang hidup di usus anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliens dan
Ancylostoma caninum. Di Asia Timur, disebabkan oleh gnastoma babi
dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides
sterconalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat
pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya
Castrophilus (the horse boot fly) dan Cattle fly. Larva ini merupakan
stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum
(telur cacing) terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan
(misalnya di tanah berpasir yang basah dan lembab) berubah menjadi
larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di

2
kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang taut dermo-epidermal dan
gejala beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.1

2.1.4 Patogenesis

Gambar 2.1 Siklus Hidup Cutaneous Larva Migrans

Cutaneous larva migrans (creeping eruption) adalah infeksi


zoonosis dengan spesies cacing tambang yang tidak menggunakan
manusia sebagai inang definitif, yang paling umum adalah Ancylostoma
braziliense dan A. caninum. Siklus pada inang definitif sangat mirip
dengan siklus pada spesies manusia, yang melibatkan migrasi trakea ke
usus halus. Beberapa larva tertahan di jaringan dan menjadi sumber infeksi
pada anakan melalui jalur transmammary (dan mungkin
transplasenta). Cacing tambang dewasa berkembang biak di usus kecil,

dan telur dikeluarkan melalui kotoran inang definitif hewan , dan


dalam kondisi yang menguntungkan (lembab, hangat, teduh), larva
menetas dalam 1 hingga 2 hari. Larva rhabditiform yang dilepaskan

tumbuh di dalam tinja dan / atau tanah , dan setelah 5-10 hari mereka

3
menjadi larva filariform (tahap ketiga) yang infektif . Larva infektif ini
dapat bertahan hidup 3-4 minggu dalam kondisi lingkungan yang

menguntungkan. Saat bersentuhan dengan inang hewan , larva


menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah ke jantung dan
kemudian ke paru-paru. Mereka menembus ke dalam alveoli paru, naik ke
pohon bronkial ke faring, dan ditelan. Larva memakan usus kecil, tempat
mereka tinggal dan menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup di lumen usus
kecil, tempat menempel di dinding usus. Beberapa larva tertahan di
jaringan, dan menjadi sumber infeksi bagi anakan melalui jalur

transmammary (dan mungkin transplasenta). . Manusia terinfeksi

ketika larva filariform menembus kulit . Pada kebanyakan spesies,


larva tidak dapat menjadi dewasa lebih jauh dalam inang manusia dan
bermigrasi tanpa tujuan di dalam epidermis, kadang-kadang sebanyak
beberapa sentimeter sehari. Beberapa larva dapat ditangkap di jaringan
yang lebih dalam setelah migrasi kulit.4

2.1.5 Gejala Klinis


Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas.
Mula-mula akan timbul papul kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni
lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-
3mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini
menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit, selama beberapa
jam atau hari.
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar, menyerupai
benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan
membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa
gatal biasanya lebih hebat pada malam hari.1

4
Gambar 2.2 Cutaneous larva migrans (Creeping eruption)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, sehingga tidak memerlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang seperti tes darah dapat dilakukan untuk melihat
peningkatan kadar eosinofil dan peningkatan kadar IgE serum. Tetapi
tidak dapat secara spesifik mendiagnosa penyakit cutaneous larva
migrans. Selain itu, keadaan eosinofilia hanya ditemukan pada kurang dari
40% kasus saja.
Pemeriksaan penunjang lain seperti non-invasive optical
coherence tomography dapat digunakan, tetapi jarang dilakukan. Bila
dilakukan biopsi kulit, hasil yang didapatkan adalah gambaran nematoda
di dalam kanal sirkular epidermis atau di bawahnya yang dikeliilingi oleh
infiltrat eosinofilik. Spongiotic dermatitis dengan vesikel yang
mengandung neutrofil dan eosinofil juga dapat ditemukan. Biopsi tidak
mutlak diperlukan karena tidak sensitif dan diagnosis dapat ditegakkan
secara klinis.
Pada pasien Cutaneous larva migrans dengan komplikasi sindrom
loeffler, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan CT scan yang
memperlihatkan gambaran inflitrat retikulonodular pada kedua paru.3,5,6

5
2.1.7 Tatalaksana
Sebelum tahun 1960 terapi CLM adalah dengan ethyl chloride
spary (disemprotkan sepanjang lesi), liquid nitrogen, phenol, carbon dioxide
snow (CO2 snow dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, 2
hari berturut-turut), piperazine citrate, elektro-kauterisasi dan radiasi.
Pengobatan tersebut sering tidak berhasil karena tidak mengetahui
secara pasti larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan
di sekitarnya. Kemoterapi dengan chloroquine, antimony, dan
diethylcarbamazine juga tidak memuaskan.1
Sejak tahun 1993 telah diketahui bahwa antihelmintes
berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol), ternyata efektif.
Dosisnya 25-50 mg /KgBB/hari, sehari dua kali, diberikan berturut-
turut selama 2-5 hari. Dosis maksimum 3 gr sehari, jika belum sempuh
dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek
sampingnya mual, pusing dan muntah. Eyster mencobakan
pengobatan topikal solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata
efektif. Demikian pula Davis dan Israel menggunakan suspense obat
tersebut (500mg/5ml) secara oklusi selama 24-48 jam. Sekarang
albendazole dan invermectin diluar negeri merupakan obat lini
pertama. Di luar negeri terapi dengan invermectin per oral (200µg/kg)
dosis tunggal dan diulang setelah 1 -2 minggu memberikan
kesembuhan 94-100%.1
Berdasarkan Divisi kulit anak, poliklinik kulit dan kelamin
RSCM, penggobatan dengan albendazole 400mg sebagai dosis
tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut, sangat efektif. Bila tidak
berhasil dapat diulang pada minggu berikutnya.1Kelebihan albendazole
dibandingkan modalitas terapi yang lain adalah dapat diberikan pada anak-
anak mulai usia >6 bulan dan aman diberikan pada wanita yang sedang
menyusui. Dosis albendazole pada anak adalah 15 mg/kg berat badan per
hari selama 3 hari.6

6
2.1.8 Prognosis
CLM tidak mengancam kehidupan, umumnya sembuh dengan
terapi antihelmintes albendazole atu tiabendazole.1

2.1.9 Komplikasi
Infeksi bakteri sekunder pada lesi cutaneous larva migrans akibat
garukan yang berlebihan dapat menjadi komplikasi, sehingga dibutuhkan
pemberian antibiotik tambahan yang sesuai. Bakteri tersering penyebab
infeksi sekunder adalah Staphylococcus aureus dan bakteri
Streptococcus sp. Infeksi sekunder merupakan komplikasi tersering
dengan prevalensi hingga 8%. Jika infeksi dibiarkan berlangsung dalam
waktu lama, pernah dilaporkan terjadinya post-streptococcal
glomerulonephritis.5

2.2 Scabies
2.2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sesnsitasi terhadap Sarcoptes Scabieil var, horminis dan produknya.
Ditandai gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat
predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis
dapat terlihat polimorfik tersebar di seluruh badan.7

2.2.2 Epidemiologi
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi scabies.
Banyak factor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain
social ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual
bersifat promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam Infeksi
Menular Seksual (IMS).
Cara Penularan (transmisi)
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual.

7
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,
sprei, bantal dan lain-lain.
Penularan biasanya oleh Sarcoptes Scabiei betina yang sudah
diabuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes
Scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapt menulari manusia,
terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan,
misalnya anjing.7

2.2.3 Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Athropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli
biologi Diacinto Cestoni (1637-1718). Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var. hominis. Selain itu, terdapat S. scabiei yang lain, misalnya
pada kambing dan babi.
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tunggau scabies,
tetapi juga dapat oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekstreta tunggau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta
dan infeksi sekunder.7
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggung cembung, bagian perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tunggau
ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang
betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan yang keempat berakhir dengan alat perekat.7

8
Aktifitas S. scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan
menimbulkan respon imunitas selular dan humoral serta mampu
meningkatkan IgE baik diserum maupun dikulit. Masa inkubasi
beralangsung lama 4-6 minggu. Scabies sangat menular, transmisi melalui
kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak langsung melalui berbagai
benda yang terkontaminasi (sprei, sarung bantal, handuk dan
sebagainya). Tungau scabies dapat hidup diluar tubuh manusia selama
24-36 jam. Tunggau dapat ditransmisi melalui kontak seksual, walaupun
menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit diluar kondom.7

2.2.4 Patogenesis

Gambar 2.3 a. Siklus Hidup Scabies

9
Gambar 2.3 b. Siklus Hidup Scabies

Sarcoptes scabiei mengalami empat tahapan dalam siklus


hidupnya: telur, larva, nimfa dan dewasa. Betina menyimpan 2-3 telur
per hari saat mereka bersembunyi di bawah kulit . Telur berbentuk oval
dan panjang 0,10 sampai 0,15 mm dan menetas dalam 3 sampai 4
hari. Setelah telur menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit dan
menggali ke dalam stratum korneum utuh untuk membangun liang pendek
yang hampir tak terlihat yang disebut kantong molting. Tahap larva,
yang muncul dari telur, hanya memiliki 3 pasang kaki dan berlangsung
sekitar 3 hingga 4 hari. Setelah larva meranggas, nimfa yang dihasilkan
memiliki 4 pasang kaki . Bentuk ini berubah menjadi nimfa yang
sedikit lebih besar sebelum berganti kulit menjadi nimfa dewasa. Larva
dan nimfa mungkin sering ditemukan di kantong molting atau di folikel
rambut dan terlihat mirip dengan orang dewasa, hanya saja lebih kecil.
Kutu dewasa berbentuk bulat, seperti kantung tanpa mata. Betina memiliki
panjang 0,30 hingga 0,45 mm dan lebar 0,25 hingga 0,35 mm, dan jantan
berukuran sedikit lebih dari setengahnya. Perkawinan terjadi setelah
jantan aktif menembus kantong molting betina dewasa . Perkawinan
terjadi hanya sekali dan membuat betina subur selama sisa hidupnya. Betina
yang hamil meninggalkan kantong molting mereka dan berkeliaran di
permukaan kulit sampai mereka menemukan tempat yang cocok untuk
liang

1
permanen. Sementara di permukaan kulit, tungau menahan kulit
menggunakan pulvilli mirip pengisap yang ditempelkan pada dua pasang
kaki paling anterior. Ketika tungau betina yang terimpregnasi menemukan
lokasi yang cocok, ia mulai membuat liang serpentin yang khas, bertelur
dalam prosesnya. Setelah liang betina yang dibuahi masuk ke dalam
kulit, dia tetap di sana dan terus memperpanjang liangnya dan bertelur
selama sisa hidupnya (1-2 bulan). Di bawah kondisi yang paling
menguntungkan, sekitar 10% telurnya akhirnya melahirkan tungau dewasa.
Laki-laki jarang terlihat;
Penularan terjadi terutama melalui transfer betina yang hamil
selama kontak kulit-ke-kulit dari orang ke orang. Kadang-kadang
penularan dapat terjadi melalui fomites (misalnya, tempat tidur atau
pakaian). Tungau kudis manusia sering ditemukan di antara jari-jari
tangan dan di pergelangan tangan.8

2.2.5 Manifestasi Klinis


Diagnosis dapat dengan membuat 2 dari 4 tanda cardinal sebagai berikut:
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh
aktivitas tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah
keluarga, sehingga seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama, atau
pondokan. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya. Sebagian besar tetangga berdekatan akan diserang oleh
tungau tersebut. Walaupun seluruh anggota keluarga mengalami
investasi tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini dikenal
sebagai hiposensitisasi. Penderita bersifat sebagai pembawa
(carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-
kelok, rata-rata panjang1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul
atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Namun, kunikulus biasanya sukar

1
terlihat, karena sangat gatal pasien selalu menggaruk, kunikulus
dapat rusak karenanya. Tempat predileksi biasanya merupakan
tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mame (perempuan), umbilicus, bokong,
genitalian eksterna (laki-laki), dan perut bagian belakang. Pada bayi,
dapat menyerang telapak tangan, telapak kaki, wajah dan kepala.
4. Menemukan tungan merupakan hal yang paling menunjang diagnosis.
Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau. Selain tungau
dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).7

Gambar 2.4 Scabies Mite

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ada beberapa
cara yang tepat dipakai untuk menemukan Sarcoptes scabiei, telur atau
terowongan yaitu:10
a. Kerokan kulit: papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh
ditetesi minyak mineral, kemudian dikerok scalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan
digelas objek dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian
diamati dibawah mikroskop.

1
b. Mengambil Sarcoptes scabiei dengan jarum: jarum ditusukkan
pada terowongan dibagian yang gelap dan digerakkan tangensial.
Sarcoptes scabiei akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
keluar.
c. Burrow ink test: papul skabies dilapisi tinta cina dengan
menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit kemudian
dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke
dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis
zikzag.
d. Uji tetrasiklin: tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada
terowongan. Kemudian dibersihkan dan diperiksa dan diperiksa
dengan lampu wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan
menunjukkan flouresensi.

2.2.6 Tatalaksana
Syarat obat yang ideal adalah:7
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksis
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah
Cara pengobatan ialah seluruh anggota keluarga harus diobati
(termasuk penderiata yang hiposensitisasi).
Jenis obat topikal:7
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektid terhadap
stadium telur, maka penggunaan dilakukan selama 3 hari berturut-
turut. Kekurangan yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian
serta kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi
berumur kurang dari 2 tahun

1
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
iritasi, dan kadang-kadang makin gatal dan panas setelah dipakai.
3. Gamma benzene heksa klorida (gemeksan = gammexane) kadarnya
1% dalam krim atau losio, termausk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi
iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan ibu
hamil karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup
sekali, kecual jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus
dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.
5. Permethrin dengan kadar 5% dalam krim, efektivitas sama, aplikasi
hanya sekali, dan dibersihkan dengan mandi setelah 8-10 jam.
Pengobatan diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di
bawah umur 2 bulan.

Di luar negeri dianjurkan pemakaian ivermectin (200µg/kg) per oral,


terutama pasien yang persisten atau resisten terhadap permethrin. 7
Pencegahan
Dalam upaya preventif, perlu dilakukan edukasi pada pasien
tentang penyakit scabies, perjalanan penyakit, penularan, cara edukasi
tuungau scabies, menjaga hygiene pribadi, dan tata cara pengolesan obat.
Rasa gatal terkadang tetap berlangsung walaupun kulit sudah bersih.
Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan orang di sekitar pasien
yang berhubungan erat.7

2.2.7 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,
serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, hygiene,
serta semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati,
maka penyakit ini dapat diberantaas dan prognosis baik.7

1
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi akibat skabies sangat jarang terjadi, biasanya muncul
akibat garukan hebat yang menyebabkan rusaknya lapisan kulit yang dapat
menjadi port de entree bagi bakteri dan menyebabkan infeksi sekunder.
Penyebab infeksi sekunder adalah Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus aureus. Komplikasi juga dapat terjadi bila
infestasi skabies mengeksaserbasi penyakit awal yang telah diderita
seperti dermatitis atopik, psoriasis, transient acantholytic dermatosis,
serta dermatitis lainnya.9

2.3 Tinea Pedis


2.3.1 Definisi
Tinea pedis adalah infeksi kaki akibat jamur dermatofita. Infeksi
dermatofita paling umum dan sangat lazim di lingkungan perkotaan yang
panas dan tropis. Keterlibatan interdigital paling sering terlihat (presentasi
ini juga dikenal sebagai kaki atlet). Tinea pedis dapat disertai dengan tinea
cruris , tinea manuum atau tinea unguium.11

2.3.2 Epidemiologi
Tinea pedis merupakan dermatofitosis yang paling umum terjadi
di seluruh dunia. Dilaporkan bahwa sekitar 70% dari total populasi akan
terinfeksi tinea pedis pada suatu waktu dalam hidupnya. Tinea pedis
tidak memiliki kecenderungan untuk kelompok ras atau etnis mana pun.
Tinea pedis lebih sering menyerang pria dibandingkan dengan wanita.
Prevalensi tinea pedis meningkat seiring bertambahnya usia. Kebanyakan
kasus terjadi setelah pubertas. Tinea pedis masa kecil jarang terjadi.12

2.3.3 Etiologi
T rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Epidermophyton
floccosum paling sering menyebabkan tinea pedis, dengan T
rubrum menjadi penyebab paling umum di seluruh dunia. Trichophyton

1
tonsurans juga telah ditemukan pada anak-anak. Penyebab nondermatofit
termasuk Scytalidium dimidiatum, Scytalidium hyalinum, dan,
jarang, spesies Candida.12

2.3.4 Patogenesis
Menggunakan enzim yang disebut keratinase, jamur dermatofita
menyerang keratin superfisial kulit, dan infeksi tetap terbatas pada
lapisan ini. Dinding sel dermatofit juga mengandung mannans, yang
dapat menghambat respon imun tubuh. T rubrum khususnya
mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit,
mengakibatkan penurunan laju peluruhan dan infeksi kronis.
Faktor suhu dan serum, seperti beta globulin dan feritin, tampaknya
memiliki efek penghambatan pertumbuhan pada dermatofita; Namun,
patofisiologi ini tidak sepenuhnya dipahami. Sebum juga bersifat
menghambat, sehingga sebagian menjelaskan kecenderungan infeksi
dermatofita pada kaki, yang tidak memiliki kelenjar sebaceous. Faktor
host seperti kerusakan pada kulit dan maserasi pada kulit dapat
membantu invasi dermatofita. Presentasi kulit tinea pedis juga
bergantung pada sistem kekebalan tubuh dan dermatofit yang
menginfeksi.12

2.3.5 Manifestasi Klinis


Gatal di sela-sela jari. Kulit kaki bersisik, basah dan mengelupas.
1. Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
Bentuk klinis yang paling banyak dijumpai. Terdapat skuama,
maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan subdigital kaki,
terutama pada tiga jari lateral. Infeksi dapat menyebar ke telapak kaki
yang berdekatan dan bagian dorsum pedis. Oklusi dan ko-infeksi
dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor
(dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot).
2. Tipe hiperkeratotik kronik
Klinis tampak skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang

1
tebal (telapak kaki, lateral dan medial kaki), dikenal sebagai

1
“moccasin-type.” Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan
skuama kolaret dengan diameter kurang dari 2 mm. Tinea manum
unilateral umumnya berhubungan dengan tinea pedis hiperkeratotik
sehingga terjadi “two feet-one hand syndrome”.
3. Tipe vesikobulosa
Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm,
vesikopustul, atau bula pada kulit tipis telapak kaki dan periplantar.
Jarang dilaporkan pada anak-anak.
4.
Tipe ulseratif akut
Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan
vesikopustul dan daerah luas dengan ulserasi purulen pada permukaan
plantar. Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan
demam.10

Gambar 2.5 Tinea Pedis

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan
mikroskop dan KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.
2. Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus (Mycosel , Mycobiotic):
pada suhu 280C selama 1-4 minggu (bila dihubungkan dengan
pengobatan, kultur tidak harus selalu dikerjakan kecuali pada tinea
unguium).10

1
2.3.7 Tatalaksana
Nonmedikamentosa
1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
2. Mencegah penularan
Medikamentosa
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi.
Tinea pedis
1. Topikal:
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin**) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
 Alternatif:
o Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
o Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali

sehari selama 4 minggu untuk tinea pedis dan tinea interdigitalis.


2. Sistemik:
 Obat pilihan: terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak
5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
 Alternatif: itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 minggu atau 100
mg/hari selama 4 minggu.10

2.3.8 Prognosis
Jenis infeksi tinea pedis dan kondisi yang mendasari (mis.,
Imunosupresi, diabetes) mempengaruhi prognosis; namun, dengan
pengobatan yang tepat, prognosisnya secara umum baik. Tinea pedis tidak
terkait dengan mortalitas atau morbiditas yang signifikan.12

2.3.9 Komplikasi
Infeksi dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh, termasuk:13
 Tangan. Orang yang menggaruk atau mencongkel bagian kaki
yang terinfeksi dapat mengalami infeksi serupa di salah satu tangan
mereka.

1
 Kuku. Jamur yang terkait dengan kutu air juga dapat
menginfeksi kuku kaki Anda, lokasi yang cenderung lebih
resisten terhadap pengobatan.
 Selangkangan. Gatal di selangkangan sering kali disebabkan oleh
jamur yang sama yang menyebabkan kutu air. Infeksi biasanya
menyebar dari kaki ke selangkangan karena jamur dapat menyebar
di tangan atau di atas handuk.

2
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 25 Tahun
Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 27 April
1996 Alamat : Jl. Panca
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status : Sudah Menikah

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Timbul bercak merah dan bintil merah pada punggung kaki kanan sejak 1
minggu yang lalu.

3.2.2 Keluhan Tambahan


Gatal, rasa terbakar dan nyeri.

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak satu minggu yang lalu pasien mengeluh bercak merah dan
bintil merah di punggung kaki kanan. Lokasi bintil tidak ditemukan di
daerah lain. Awalnya bintil hanya berukuran seperti jarum pentul,
bertambah banyak dan menjalar berwarna kemerahan, pasien juga
mengeluhkan rasa terbakar, nyeri dan gatal. Gatal dirasakan terus-menerus
dan lebih terasa saat malam hari, tidak dipengaruhi oleh cuaca, keringat,
dan tidak sampai mengganggu aktivitas. Untuk mengurangi gatal pasien
menggaruk dan merendamkan kaki dengan air hangat. Pasien memilki
riawayat 8 hari yang lalu berpergian ke pantai, saat di pantai pasien tidak

2
menggunakan alas kaki dan hanya mencuci kaki dengan air pantai dan
dikeringkan. Keluhan bercak merah dan bintil merah timbul satu hari
setelah berpergian ke pantai. Pasien memelihara hewan peliharaan
seperti anjing di rumahnya, hewan peliharaan selalu dibersihkan setiap
hari, dan dibersihkan dari kotoran dua kali sehari. Pasien juga rutin satu
bulan sekali untuk memandikan hewan peliharaan. Pasien mengaku
sebelumnnya tidak pernah mengalami hal seperti ini, serta tidak pernah
kontak dengan orang dengan keluhan yang sama di sekelilingnya. Pasien
mengaku tinggal bersama keluarga, dan keluarga di rumah tidak ada
yang mengalami hal serupa. Pasien mengaku memakai sepatu tertutup
dan menggunakan kaos kaki untuk berkerja dari pagi sampai malam hari,
kaos kaki di ganti setiap hari dan menggunakan kaos kaki dengan bahan
yang tidak terlalu tebal. Pasien tidak berkeringan saat memakai kaos kaki
dan sepatu tersebut. Pasien mengaku tubuhnya tidak mudah berkeringat
dan tidak memiliki tipe kulit kering. Pasien tidak memilki sisik-sisik
putih keabuan dan kulit yang mudah terkelupas pada kaki. Pada kaki
pasien juga tidak terdapat bagian yang lebih putih di tengah dengan tepi
yang lebih berwarna kemerahan. Keluhan ini belum pernah di obati oleh
pasien.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya tidak ada

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

3.2.6 Riwayata Kebiasaan


 Pasien selalu menggunakan alas kaki saat keluar rumah,
membersihkan sepatu dan mengganti kaos kaki setiap hari.
 Paisen mandi dua kali dalam sehari.
 Pasien tidak memakai barang yang sama dengan keluarga seperti
pakaian, handuk, dll.
 Pasien selalu menjemur handuk setelah di gunakan.
 Akses air bersih di tempat tinggal pasien baik, ventilasi baik,
pencahayaan baik.
 Pasien tidak tinggal dilingkungan yang padat penduduk.

2
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Statsus Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit
ringan Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : Dalam batas
normal Nadi : Dalam batas
normal
Suhu : Dalam batas normal
Pernapasan : Dalam batas normal
BB : 55 kg
TB : Dalam batas normal

3.3.2 Keadaan Spesifik


Kepala : Dalam batas normal
Wajah : Dalam batas normal
Mata : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas
normal Thoraks : Dalam batas
normal Abdomen : Dalam batas
normal
Ekstremitas : Sesuai dengan status dermatologikus

2
3.3.3 Status Dermatologikus

Pada regio dorsum pedis dextra, regio interdigitalis dextra 2-3, 3-4, 4-5,
regio dorsum digitalis 2,3,4,5 dextra terdapat papul eritematosa multiple
berbatas tegas bentuk bulat, ukuran diameter 0,5 cm, dengan susunan
serpiginosa, distribusi diskret sampai konfluen. Pada regio interdigiti 2-
3, 3-4, terdapat plak eritematosa soliter berbentuk ireguler dengan
ukuran 0,3x0,2x0,1 cm, dengan sususan serpiginosa, distribusi diskret.
Pada regio dorsum pedis dextra terdapat vesikel dengan dasar eritema,
soliter, bulat, ukuran 0,2x0,4 cm, distribusi soliter.

3.4 Diagnosis Banding


1. Cutaneous Larva Migrans
2. Scabies
3. Tinea Pedis

3.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Kerokan Kulit
2. Burrow Ink Test
3. Pemeriksaan KOH 10-20%

2
3.6 Diagnosis Kerja
Cutaneous Larva Migrans

3.7 Tatalaksana
A. Non-medikamentosa
1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya.
2. Melakukan edukasi kepada pasien untuk menjaga kebersihannya, selalu
menggunakan alas kaki apabila berada di luar rumah maupun dan mencuci
tangan dan kaki apabila setelah menyentuh pasir/tanah dan melakukan
kontak dengan hewan peliharaan.
3. Menjelaskan penggunaan obat.
B. Medikamentosa
1. Farmakologi
 Albendazol 1x400 mg selama 3 hari
 Cetirizine 1x10 mg selama 3 hari
2. Topikal
 Albendazol 10%10 gr, dioleskan 3 kali sehari selama 7
hari 10 gr  diberikan 1x pemakaian 1 FTU : 0,5gr
3x1 selama 7 hari = 3x0,5 gr (1FTU) = 1,5 gr
 1,5gr /hari x 7 hari = 10,5gr /mgg

3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
Quo ad Kosmetika : Bonam

2
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus membahas Tn. A seorang laki-laki, berusia 25 tahun pekerjaan
seorang karyawan swasta dan beragama Islam. Dalam menegakkan suatu diagnosis klinis
dapat diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta
status dermatologikus pasien tersebut. Pasien ini berusia 25 tahun. Pada teori dikatakan
bahwa creeping eruption ini menyerang semua ras, usia, maupun jenis kelamin.1,7,12
Dari hasil anamnesis ditinjau berdasarkan aspek gejala klinis pada kasus diketahui
bahwa sejak satu minggu yang lalu pasien mengeluh bercak merah dan bintil merah di
punggung kaki kanan. Lokasi bintil tidak ditemukan di daerah lain. Awalnya bintil hanya
berukuran seperti jarum pentul, bertambah banyak dan menjalar berwarna kemerahan,
pasien juga mengeluhkan rasa terbakar, nyeri dan gatal. Gatal dirasakan terus-menerus
dan lebih terasa saat malam hari, tidak dipengaruhi oleh cuaca, keringat, dan tidak sampai
mengganggu aktivitas. Berdasarkan teori masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa
gatal dan panas. mula-mula akan timbul papul kemudian diikuti bentuk yang khas,
yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3mm, dan
berwarna kemerahan. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar, menyerupai
benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan
(burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam
hari.1
Untuk mengurangi gatal pasien menggaruk dan merendamkan kaki dengan air
hangat. Pasien memilki riawayat 8 hari yang lalu berpergian ke pantai, saat di pantai
pasien tidak menggunakan alas kaki dan hanya mencuci kaki dengan air pantai dan
dikeringkan. Keluhan bercak merah dan bintil merah timbul satu hari setelah berpergian
ke pantai. Sesuai dengan terori bahwa invasi ini sering terjadi terutama yang sering
berjalan tanpa alas kaki atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir yang
mengandung larva tersebut. Demikian dengan berkembangnya pariwisata, infeksi CLM
dapat terjadi pada para wisatawan (trevelers).1

2
Pasien memelihara hewan peliharaan seperti anjing di rumahnya, hewan
peliharaan selalu dibersihkan setiap hari, dan dibersihkan dari kotoran dua kali sehari.
Pasien juga rutin satu bulan sekali untuk memandikan hewan peliharaan. Sesuai dengan
teori cacing tambang dewasa berkembang biak di usus kecil, dan telur dikeluarkan melalui
kotoran anjing dan kucing.1, 4
Pasien mengaku sebelumnnya tidak pernah mengalami hal seperti ini, serta tidak
pernah kontak dengan orang dengan keluhan yang sama di sekelilingnya. Pasien mengaku
tinggal bersama keluarga, dan keluarga di rumah tidak ada yang mengalami hal serupa.
Pada scabies, dapat menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah keluarga,
sehingga seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama, atau pondokan.7
Pasien mengaku memakai sepatu tertutup dan menggunakan kaos kaki untuk
berkerja dari pagi sampai malam hari, kaos kaki di ganti setiap hari dan menggunakan
kaos kaki dengan bahan yang tidak terlalu tebal. Pasien tidak berkeringan saat memakai
kaos kaki dan sepatu tersebut. Pasien mengaku tubuhnya tidak mudah berkeringat dan
tidak memiliki tipe kulit kering. Pasien tidak memilki sisik-sisik putih keabuan dan kulit
yang mudah terkelupas pada kaki. Pada kaki pasien juga tidak terdapat bagian yang
lebih putih di tengah dengan tepi yang lebih berwarna kemerahan. Pada tinea pedis, klinis
yang paling banyak dijumpai. Terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah
interdigital dan subdigital kaki, terutama pada tiga jari lateral. Infeksi dapat menyebar ke
telapak kaki yang berdekatan dan bagian dorsum pedis.10
Dilihat dari pemeriksaan fisik dari keadaan umum dan keadaan spesifik semua
dalam batas normal. Untuk status dermatologikus didapatkan pada regio dorsum pedis
dextra, regio interdigitalis dextra 2-3, 3-4, 4-5, regio dorsum digitalis 2,3,4,5 dextra
terdapat papul eritematosa multiple berbatas tegas bentuk bulat, ukuran diameter 0,5
cm, dengan susunan serpiginosa, distribusi diskret sampai konfluen. Pada regio
interdigiti 2- 3, 3-4, terdapat plak eritematosa soliter berbentuk ireguler dengan ukuran
0,3x0,2x0,1 cm, dengan sususan serpiginosa, distribusi diskret. Pada regio dorsum pedis
dextra terdapat vesikel dengan dasar eritema, soliter, bulat, ukuran 0,2x0,4 cm, distribusi
soliter. Pada creeping eruption, mula-mula akan timbul papul kemudian diikuti bentuk yang
khas, yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-
3mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan
bahwa larva
2
tersebut telah berada di kulit, selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya
papul merah ini menjalar, menyerupai benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa,
menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm.1
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan pemeriksaan kerokan kulit,
burrow ink test dan pemeriksaan KOH 10-20%, dengan hasil negative pada semua
pemeriksaan. Pada cutaneous larva migrans, diagnosis umumnya dapat ditegakkan
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, sehingga tidak memerlukan pemeriksaan
penunjang.3 Pada scabies burrow ink test: Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke
dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zikzag. 10 Pada tine pedis,
Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan mikroskop dan
KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.10
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan statu
dermatologikus maka diagnosis kerja kasus ini dapat lebih mengarah ke diagnosis
banding cutaneous larva migrans, scabies dan tinea pedis. Diagnosis banding dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

Kasus Cutaneous Larva Scabies Tinea Pedis


Migrans
Epidemiologi Jenis kelamin - Di negara Faktor perkembanan: Tidak terdapat
laki-laki, usia beriklim tropis dan - Sosial ekonomi perbedaan usia /
25 tahun. subtropis rendah jenis kelamin /
- Pada invasi tidak - Higiene yang semua umur.
terdapaat buruk Higiene buruk,
perbedaan ras, - Hubungan kebiasaan memakai
usia seksual pakaian yang tidak
/ jenis kelamin - Perkembangan menyerap keringat
- Sering pada dermografik dan ketat.
anak-anak,
wisatawan, petani
Gejala Bercak merah Timbul bintil Cardinal sign: Ruam kemerahan
dan bintil kemerahan yang - Pruritus nocturnal yang disertai gatal
merah, rasa terasa gatal - Menyerang pada kaki paling
gatal pada terutama malam kelompok sering
malam hari hari. - Adanya terowongan interdigitaslis.
pada tempat Gatal ringan
predileksi dirasakan ketika
- Menemukan tungau berkeringat.
Cuaca panas /
lembab.

2
Predilkesi Kaki dan jari- Kaki, telapak kaki, Sela jari tangan, Sela jari dan
jari kaki tangan, bokong, pergelangan tangan, telapak kaki.
abdomen fosa cubiti, axilla,
umbilicalis, areola
mammae, gluteal
Efloresensi Papul Papul eritematosa, - Terowongan Skuama, eritema
eritematosa lesi berbentuk berbentuk garis lurus/ dan maserasi pada
serpiginosa liner berkelok,warna putih/ daerah interdigital.
distribusi / berkelok-kelok, abu, panjang 1 cm. Aspek klinis
diskret sampai menimbul, - Ujung terowongan maserasi kulit putih
konfluens, membentuk terdapat papul/ dan rapuh.
terdapat plak terowongan, vesikel.
eritematosa, Diameter 2-3mm, -Jika timbul infeksi
vesikel lesi tunggal/ sekunder ruam kulit
eritematosa multiple. menjadi polimorfik
Papul menjalar (pustule, ekskoriasi,
seperti benang dll)
berkelok,
polisiklik,
serpiginosa,
menimbul,
burrow, panjang
mencapai
beberapa cm.
Pemeriksaan - Kerokan - Kerokan kulit - Tes kerokan kulit Pemeriksaan KOH :
Penunjang kulit - Burrow ink test - Burrow test hyfa panjang,
- Burrow ink - Biposi irisan berspektrum dan
test
- Biopsi eksisional acrosopra.
- Pemeriksaan
KOH 10-20%

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan status


dermatologikus, maka pada kasus ini dapat ditegakkan diagnosis cutaneous larva migrans.
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasein yaitu menjelaskan kepada pasien
mengenai penyakit, penyebabnya, perkembangan lesi yang akan timbul, dan
penyembuhan lesi nya. Menjelaskan kepada pasien agar untuk menjaga kebersihannya,
selalu menggunakan alas kaki apabila berada di luar rumah maupun dan mencuci tangan
dan kaki apabila setelah menyentuh pasir/tanah dan melakukan kontak dengan hewan
peliharaan.
Secara farmakologi diberikan Albendazol 1x 400mg/hari PO selama 3 hari,
albendazole 10% 10 gr. Berdasarkan Divisi kulit anak, poliklinik kulit dan kelamin

2
RSCM, penggobatan dengan albendazole 400mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3
hari berturut-turut, sangat efektif. Bila tidak berhasil dapat diulang pada minggu
berikutnya.1Kelebihan albendazole dibandingkan modalitas terapi yang lain adalah dapat
diberikan pada anak-anak mulai usia >6 bulan dan aman diberikan pada wanita yang
sedang menyusui. Dosis albendazole pada anak adalah 15 mg/kg berat badan per hari
selama 3 hari.6
Dilihat dari keadaan umum pasien dan berdasarkan teori prognosis pasien ini
adalah:
1. Quo ad vitam : bonam karena penyakit ini tidak mengancam kehidupan, sebab dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi
2. Quo ad functionam: bonam, karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak terganggu
3. Quo ad sanationam: bonam karena cutaneous larva migrans merupakan penyakit yang
self limiting disease
4. Quo ad kosmetikum: bonam karena tidak meninggalkan scar.

3
BAB V

KESIMPULAN

1. Diagnosis pada Tn. A adalah cutaneous larva migrans.


2. Penegakkan diagnosis pada pasien Tn. A ini berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan status dermatologikus.
3. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasein yaitu menjelaskan kepada pasien
mengenai penyakit, penyebabnya, perkembangan lesi yang akan timbul, dan
penyembuhan lesi nya. Menjelaskan kepada pasien agar menggunakan alas kaki
apabila berada di luar rumah maupun dan mencuci tangan dan kaki apabila setelah
menyentuh pasir/tanah dan melakukan kontak dengan hewan peliharaan.
Menjelaskan pengobatan yang akan diberikan ke pasien. Secara farmakologi
diberikan Albendazol 1x 400 mg/hari PO selama 3 hari dan Albendazol topikal
10% 10gr, 3 kali sehari selama 7 hari.
4. Prognosis pada pasien varisela quo ad vitam bonam, quo ad funtionam bonam,
quo ad sanationam bonam, dan quo ad kosmetikum bonam.

3
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S. Creeping Eruption (Cutaneous Larva migrans). Dalam: Sri Linuwih SW


Menaldi, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7: Balai Penerbit
FKUI; 2018. hlm. 141-2

2. Wolff, Klaus., Johnson, R.A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Maxfield, Luke and Crane JS. Cutaneous larva migrans. StatPearls. 2019.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507706/

3. Shahmoradi Z et al. Creeping eruption of the hand in an Iranian patient: Cutaneous


larva migrans. Adv Biomed Res. 2014; 3: 263. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4298879/

4. Center for Disease Control and Prevention. Parasites - Zoonotic Hookworm. 2015.
Available from: https://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm/biology.html

5. Maxfield, Luke and Crane JS. Cutaneous larva migrans. StatPearls. 2019. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507706/

6. Robles DT. Cutaneous larva migrans. 2018. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/1108784-overview

7. Boediardja SA, Handoko RP. Skabies. Dalam: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi
W (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2017. P. 137-40.

8. Center for Disease Control and Prevention. Parasites – Scabies. 2010. Available from:
https://www.cdc.gov/parasites/scabies/biology.html

9. Barry M, Kauffman CL. Scabies. 2020. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/1109204-overview

10. PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis. Available from:


https://www.perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf

3
11. Stewart, T. DermNet NZ. 2018. Topics A-Z. Tinea Pedis. Available from:
https://dermnetnz.org/topics/tinea-pedis/

12. Robbins, C.M. Medscape 2018. Drugs & Diseases. Tinea Pedis. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1091684-overview

13. Mayo Clinic. 2019. Diseases & Conditions. Athlete’s Foot.

Anda mungkin juga menyukai