Anda di halaman 1dari 21

Referat

KUTANEUS LARVA MIGRAN


Oleh:
M. REZA RAMDHIKA
MEIDIA WINDANI
NAUFAL JIHAD ALFALAH

Preseptor:

DR. dr. H. Yosse Rizal, Sp.KK, FINSDV, FAADV

dr. Yola Fadilla, Sp.DV

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN DERMATOVENEROLOGY


RSUD ACHMAD MOCHTAR FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2023
LATAR BELAKANG
Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption adalah erupsi di kulit berbentuk
penjalaran serpinginosa, sebagai reaksi hipersensivitas kulit terhadap invasi larva cacing tambang
atau nematodes (roundworms).
Invasi larva cacing dapat terjadi oleh karena adanya kontak dengan tanah yang
terkontaminasi dengan feses hewan (anjing, kucing). Daerah paling sering adalah kaki, tangan,
bokong, dan genital. Migrasi parasit menyebabkan gatal yang hebat, yang sering menyebabkan
kerusakan epidermis dan infeksi sekunder. Larva nematoda tidak menyelesaikan siklus hidupnya di
dalam tubuh manusia yang menjadi host, tapi tetap hanya terbatas pada epidermis dan jarang pada
permukaan dermis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Cutaneus larva migrans (dermatosis linearis migrans, sand-worm disease, creeping eruption,
plumber's itch, dukhunter's itch)

Digunakaan pada kelainan kulit berupa peradangan berbentuk linier atau berkelok-kelok,
menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari feses
anjing dan kucing
EPIDEMIOLOGI

• Insidens yang sebenarnya sulit diketahui

• Di amerika serikat (pantai florida, texas, dan new jersy)  6,7% dari 13.300 wisatawan mengalami
CLM setelah berkunjung ke daerah tropis.
• Clm ditemukan hampir disemua negara iklim tropis dan subtropics yang hangat dan lembab (amerika
tengah dan amerika selatan, karibia, afrika, australia dan asia tenggara, termasuk indonesia)

• Tidak terdapat perbedaan ras, usia, maupun jenis kelamin


• Beberapa kasus anak lebih sering daripada dewasa

• Belum pernah dilaporkan kematian akibat CLM


MORFOLOGI
• ancylostoma braziliense mirip ancylostoma
• Ancylostoma caninum memiliki tiga pasang
caninum, tetapi kapsul bukalnya memanjang
gigi
dan berisi dua pasang gigi sentral. Gigi
• Panjang cacing jantan dewasa ancylostoma sebelah lateral lebih besar, sedangkan gigi
caninum berukuran 11-13 mm dengan bursa sebelah medial sangat kecil.
kopulatriks dan cacing betina dewasa
• Cacing betina berukuran 6-9 mm dan cacing
berukuran 14-21 mm dan cacing betina rata-
jantan berukuran 5-8mm. Cacing betina dapat
rata 16000 telur setiap harinya.
mengeluarkan telur 4000 butir setiap hari.

Ancylostoma caninum

Gambar 1. Ancylostoma brasiliense


ETIOPATOGENESIS
ETIOPATOGENESIS Larva mencapai usus kecil,
Larva menembus alveoli,
naik ke bronkiolus
tumbuh dan berkembang
menuju faring dan
Ancylostoma Ancylostoma jadi dewasa
tertelan
caninum betina braziliense betina
(telur 16000/hari) (telur 4000/hari) Dari kulit dibawa melalui
pembuluh darah ke
jantung dan paru
Telur keluar bersama
tinja kucing/anjing pada Manusia Larva merayap
Mengeluarkan protease
tempat yang lembab, Kucing/ (kaki, tangan, pada kulit (tembus
& hyaluronidase utk
teduh, dan hangat) anjing bokong, genital) lap. Korneum)
bermigrasi pd kulit
Larva tidak ada
Larva menetas
enzim kolagenasi
(1-2 hari)
utk menembus
kulit Larva terjebak di
Larva rhabditiform Filariform
Kontak jaringan subkutan
(tumbuh di tanah/tinja) (larva stadium
langsung
3)
Membentuk terowongan
Stadium inverted Bisa bertahan 3-4 minggu
(menjalar dari 1 tempat ke
5-10 hari) di lingkungan yang sesuai
tempat lain)
GEJALA KLINIS

• Larva dapat menyebabkan dermatitis non-spesifik • Karakteristik lesi CLM: eritematosa, cerah, vesikel,
di lokasi penetrasi di mana kulit telah melakukan linear, dan jalur yang berkelok. Lesi biasanya
kontak dengan tanah yang terinfeksi (sering: kaki, berlangsung antara 2 dan 8 minggu
tangan, pantat dan alat kelamin)
• Ekskoriasi dan impetiginosa jarang (10% kasus).
• Pruritus lokal di daerah infeksi dan muncul papul
• Tanda dan gejala sistemik (mengi, batuk kering
pada sisi infeksi, terasa panas dan kadang nyeri
urtikaria) telah dilaporkan pada beberapa pasien
• Papul diikuti bentuk khas (lesi linier/ berkelok-
• Larva migrans dapat disertai dengan sindrom loeffler
kelok, menimbul, membentuk terowongan
untuk eosinofilia paru, khususnya di infestasi berat
(burrow), diameter 2-3 mm, & warna kemerahan
(creeping eruption). muncul 1-5 hari setelah
paparan
Gambar 3: Cutaneous larva migrans pada
bokong

Gambar 4. Cutaneous larva migrans


(creeping eruption).
DIAGNOSIS
Tanyakan juga riwayat tidak pakai alas kaki, riwayat perjalanan, pekerjaan (yang berhubungan
anamnesis
dengan menyentuh tanah), apakah gatal? semakin berat saat malam/tidak.

adanya creeping eruption, bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau
Pemeriksaan fisik berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya

Pemeriksaan
penunjang

• Biopsi (jika Folliculitis hookworm tanpa disertai gambaran erupsi merayap)


• histopatologi
• Kerokan kulit pada Folliculitis hookworm memberikan gambaran larva hidup dan mati ketika
diperiksa dengan mikroskop cahaya beserta minyak mineral
• pemeriksaan darah (eosinophilia >3000/mm3 tanda sedang berlangsung migrasi dari larva)
Gambar 5. Histologi dari lesion
menunjukkan orthokeratosis, multiple
intraepidermal bullae, spongiosis, dilated
vascular channels, lymphocytic exocytosis,
and numerous eosinophils

menunjukkan gambaran larva terperangkap di dalam kanal folikel,


stratum corneum, atau dermis, bersama dengan infiltrat eosinofilik
inflamasi
DIAGNOSIS BANDING

• Scabies
 Beda nya terowongan scabies tidak sepanjang CLM
• Pada permulaan lesi berupa papul  sering diduga insects bite
• Bentuk yang polisiklik mirip dengan dermatofitosis
• Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes
zoster stadium awal
KOMPLIKASI

• Infeksi sekunder (paling umum staphylococcal)


• Impetiginisasi sekunder terjadi 8% kasus
• Infeksi berkepanjangan glomerulonephritis pasca streptococcus
• Larva tidak dapat menembus membran basalis kulit, penyakit visceral jarang dilaporkan
• Larva telah ditemukan di sputum, ditemukan pada viscera sebagai hostnya pada manusia dan juga
ditemukan dalam otot skelet (Respon host pada infeksi telah jarang terjadi: eritema multiform)
PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

• Tetap menjaga kebersihan kulit dengan mandi 2 kali sehari dengan sabun
1. Terapi topikal
• Tiabendazole
Tiabendazole solution dalam dmso, 500mg/5ml 24-48 jam
Tiabendazole salep10-15% 3x1 selama 5-10 hari
Tiabendaole suspense 10% krim 15% 4x1 selama 3 hari meringankan gatal dalam 3 hari,
dan saluran menjadi tidak aktif dalam 1 minggu.
• Metronidazol topikal juga telah dilaporkan efektif untuk pengobatan
• Albendazole salep10% 3x1 selama 5-10
2. Terapi sistemik
• Tiabendazole 25-50mg/kgbb/hari 2x1 selama 2-5 hari. (Dos. Max. 3 gr sehari)  jika belum sembuh
dapat diulangi setelah beberapa hari. Tapi tidak direkomendasikan karena ef. Samping nya tinggi :
pusing, mual,muntah, dan kram perut.
• Ivermectin 200ug/kg 12mg dos. Tunggal terapi lini pertama dan berulang pada hari berikutnya.
Kontraindikasi: anak <5 tahun
• Albendazole 400mg/hariselama 3-7 hari atau 200 mg 2x1 selama 7 hari. (Lebih efektif, kerja cepat,
gatal menghilang dalam 3-5 hari, dan lesi kulit hilang setelah 6-7 hari pengobatan.)
PROGNOSIS
• Karakteristik dari penyakit ini  self limiting disease
• Penyakit ini sebenarnya bersifat swasirna setelah 1-3 bulan.
• Migrasi dapat berlanjut selama berbulan-bulan
• Dapat terjadi gatal berat yang sering mengganggu tidur dan jika digaruk berisiko terjadi infeksi sekunder.
Pengobatan topikal atau sistemik menghasilkan tingkat kesembuhan mendekati 100%, Meskipun kekambuhan
dapat terjadi.
Quo ad vitam : bonam
Quo ad funtionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
kesimpulan
• Cutaneus larva migrans merupakan isitilah yang digunakaan pada kelainan kulit berupa peradangan
berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang
yang berasal dari feses anjing dan kucing.
• Umumnya terdapat di kaki, tangan, pantat dan alat kelamin. Pruritus lokal pada daerahinfeksi dan
munculnya papula pada situs infeksi merupakan ciri awal. Selanjutnya papul merah ini menjalar,
menyerupai benang berkelokkelok, polisiklik, serpinginosa, menimbul, dan membentuk terowongan
(burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari.
• Karakteristik dari penyakit ini adalah self limiting disease, namun gatal yang hebat dan resiko dari infeksi
sekunder tidak menjamin adanya terapi. Terapi lini pertama ialah ivermectin 200 ug/kg, umumnya
diberikan sebagai dosis 12 mg tunggalatau albendazole 400 mg/hari selama 3-7 hari, merupakan
pengobatan yang efektif. Tiabendazole tidak direkomendasikan karena memiliki efek samping yang tinggi.
Dengan menambahkan thiabendazole topikal sebagai suspensi 10% atau krim 15% digunakan empat kali
sehari akan meringankan gatal dalam 3 hari, dan saluran menjadi tidak aktif dalam 1 minggu. Metronidazol
topikal juga telah dilaporkan efektif untuk pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
• Menaldi, sri linuwih SW dkk. Creeping eruption. Ilmupenyakit kulit dan kelamin edisi 7. Jakarta: badanpenerbit FKUI.Edisi 7; 2015; 141-42

• James, william D, et al. Andrew's diseases of the skin clinical dermatology. Canada: elsavier. 11st ed, 2011; 430-31

• Goldisth, lowell A. Et al.Helminthic infections, fitzpatrick's dermatology in general medicine. USA: mc graw hill. 8th ed; 2012; 3626, 3637-38

• Tekely, E., Et al. Cutaneous larva migrans syndrome: a case report.Postepdermalergol, 2003 ;xxx;119–21.

• Vega-lopez f, hay rj. Parasitic worms and protozoa. Burn T, breathnach S, cox N, griffiths C, eds. Rook's textbook of dermatoldy.. United
kingdom: wiley-blackwell publisher ltd; 8th ed; 2010; 37.18-19

• Global health divison of parasitic diseases and malaria. Cdc. 2017

• Robles, david t, cutaneous larva migrans. Medscape. 2016

• Habif, t. P., Et al.Skin disease: diagnosis and treatment. London: elsevier health sciences. 2011.

• Karen j, robins, p, protozoan diseases and parasitic infestations. 2016

• Upendra y, et al. Cutaneous larva migrans. Indian J dermatolvenereolleprol 2013;79:418-19.

• Booij, m,et al.. Löffler syndrome caused by extensive cutaneous larva migrans: a case report and review of the literature. Dermatology online
journal, 16(10). 2010

• Nareswari S. Cutaneus larva migrans yang disebabkan cacing tambang. Bagian parasitologi, fakultas kedokteran, universitas lampung. 2015

Anda mungkin juga menyukai