Anda di halaman 1dari 11

Clinical Science Session

*Kepaniteraan Klinis Senior/G1A217095/ Juni 2018


**Pembimbing

Penyakit Cacing Tambang


Agustina Br Pakpahan, S.Ked* dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC, FINASIM**

PROGRAM PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION

Penyakit Cacing Tambang

Oleh :
Agustina Br Pakpahan, S.Ked
G1A217095

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior


Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
2018

Jambi, Juni 2018


Pembimbing,

dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC, FINASIM

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan refrat
yang berjudul “Penyakit Cacing Tambang”. Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan
terima kasih kepada dr. Samsirun Halim, Sp.PD-KIC, FINASIM sebagai dosen pembimbing
yang memberikan banyak ilmu selama di Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis menyadari bahwa refrat ini jauh dari sempurna. Penulis sedang dalam tahap
pendidikan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya.
Akhir kata, saya berharap semoga refrat ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah informasi dan pengetahuan kita.

Jambi, Juni 2018

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma


duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma canium,
Ancylostoma malayanum. Penyakit ini disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis.1
Infeksi cacing tambang sangat erat dengan kebiasaan defekasi (buang air besar/BAB)
sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan serta anak-anak yang bermain di tanah
tanpa menggunakan alas kaki dan kebiasaan memakan tanah (geophagia). Kebiasaan BAB
sembarangan menyebabkan tanah terkontaminasi telur cacing. Pada umumnya telur cacing
bertahan pada tanah yang lembab dan kemudian berkembang menjadi telur infektif. Telur
cacing infektif yang ada di tanah dapat tertelan masuk ke dalam pencernaan manusia bila
tidak mencuci tangan sebelum makan dan infeksi Cacingan juga dapat terjadi melalui larva
cacing yang menembus kulit.2
Di daerah perkebunan dan pertambangan sering terjadi infeksi cacing tambang pada
penduduk yang tinggal di sekitarnya. Cacing tambang dalam siklus penularannya
memerlukan tanah berpasir yang gembur, tercampur humus, dan terlindung dari sinar
matahari langsung.2
Gejala klinis dan patologis penyakit cacing ini bergantung pada jumlah cacing yang
menginfetasi usus. Paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan terjadinya
anemia dan gejala klinis opada pasien dewasa.3
Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar melalui tinja. Bila telur tersebut jatuh
di tempat yang lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif. Dan
jika larva tersebut kontak dengan kult, maka larva akan mengadakan penetrasi ke kulit,
bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus halus, disini larva berkembang
hingga menjadi cacing dewasa.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit cacing tambang adalah infeksi cacing yang disebabkan oleh nematoda
parasitiik pada usus manusia. Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropik. Di
Indonesia, penyakit ini lebih banyak disebabkan oleh cacing Necator americanus daripada
Ancylostoma duodenale. 1,4

2.2. Etiologi
Penyakit cacing tambang disebabkan oleh:1,3
1. Necator americanus
2. Ancylostoma duodenale
3. Ancylostoma braziliensis
4. Ancylostoma canium
5. Ancylostoma malayanum.

2.3 Epidemiologi
Secara global, penyakit cacing tambang mengenai 440 juta orang. Cacing tambang
terutama menginfeksi di negara-negara berkembang, umunya disebabkan kurangnya air
bersih, sanitasi, dan edukasi tentang kesehatan. Karena sering tidak ada gejala yang timbul,
penyakit cacing tambang berkontribusi pada insidensi anemia dan malnutrisi di negara-negara
berkembang. Negara yang paling banyak mengalami penyakit cacing tambang adalah Negara
di Asia, Africa, dan Amerika Latin.5
Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada
golongan penduduk yang kurang mampu, dengan sanitasi yang buruk. Prevalensi cacingan
bervariasi antara 2,5% - 62%. Prevalensi cacing tambang di Indonesia sekitar 6,46%.2

2.4 Morfologi dan Siklus Hidup1,2


Dua spesies utama cacing tambang yang menginfeksi manusia adalah A. duodenale
dan N. americanus. Cacing betina berukuran panjang ± 1 cm sedangkan cacing jantan
berukuran ± 0,8 cm. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks. Bentuk badan N.
americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C.

2
N. americanus tiap hari bertelur 5.000-10.000 butir, sedangkan A. duodenale 10.000-
25.000 butir. Rongga mulut N. americanus mempunyai benda kitin, sedangkan A. duodenale
mempunyai dua pasang gigi yang berfungsi untuk melekatkan diri di mukosa usus.

Tabel 2.1 Karakteristik telur cacing tamabng2,5


Spesies Ukuran Bentuk Warna Keterangan Gambar
Cacing 55-75 x Oval atau Jernih Dinding telur
tambang (telur 35-46 ellipsoidal satu lapis.
N. americanus (mikron) Bila baru
dan dikeluarkan
A.duodenale melalui tinja
tidak dapat intinya terdiri
dibedakan atas 4-8 sel.
secara
morfologi)

Telur dikeluarkan bersama feses dan pada lingkungan yang sesuai telur menetas
mengeluarkan larva rabditiform dalam waktu 1 - 2 hari. Larva rabditiform tumbuh menjadi
larva filariform dalam waktu ± 3 hari. Suhu optimum bagi N.americanus adalah 28oC – 32oC
dan untuk A.duodenale sedikit lebih rendah yaitu 23oC – 25oC sehingga N.americanus lebih
banyak ditemukan di Indonesia dari pada A.duodenale. Larva filariform bertahan hidup 7 -8
minggu di tanah dan dapat menembus kulit. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus
kulit. Infeksi A. duodenale juga dapat terjadi dengan menelan larva filariform.

(b)

(a)
Gambar 2.1. Larva rhabditiform (a), Larva filariform (b)

3
Bila larva filariform menembus kulit, larva akan masuk ke kapiler darah dan terbawa
aliran darah ke jantung dan paru. Di paru larva menembus dinding pembuluh darah, lalu
dinding alveolus, kemudian masuk rongga alveolus, dan naik ke trakea melalui bronkiolus
dan bronkus menuju ke faring. Di faring larva akan menimbulkan rangsangan sehingga
penderita batuk dan larva tertelan masuk ke esofagus. Dari esofagus, larva menuju ke usus
halus dan akan tumbuh menjadi cacing dewasa.

(b)

(a)
Gambar 2.2 Cacing N. americanus dewasa (tampak anterior) (a), Cacing A. duodenale
dewasa (tampak anterior) (b)

Berikut adalah siklus hidup cacing tambang:

Gambar 2.3 Siklus hidup cacing tambang

4
2.5 Gejala Klinis1,2
a. Stadium larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch yaitu reaksi lokal eritematosa dengan papul-papul yang disertai rasa
gatal.
Infeksi larva filariform A. duodenale secara oral menyebabkan rasa tak enak pada
perut, kembung, mual, muntah, sering mengeluarkan gas (flatus), diare, merupakan gejala
iritasi cacing yang terjadi lebih kurang dua minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke
dalam kulit.
Selama larva berada di dalam paru-paru, dapat menyebabkan gejala batuk darah, yang
disebabkan oleh pecahnya kapiler-kapiler dalam alveoli paru-paru.

b. Stadium dewasa
Manifestasi klinis infeksi cacing tambang merupakan akibat dari kehilangan darah
karena invasi parasit di mukosa dan submukosa usus halus. Gejala tergantung spesies dan
jumlah cacing serta keadaan gizi Penderita. Seekor
N. americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 - 0,1 cc/hari,
sedangkan A. duodenale 0,08 - 0,34 cc/hari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer
dan eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan
berkurang dan prestasi kerja turun.

2.6 Diagnosis1
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang
lama mungkin ditemukan larva. Penghitungan telur per gram tinja dengan teknik katokatz
dipakai sebagai pedoman untuk menentukan berat ringannya infeksi.

2.7 Pengobatan1
Perawatan Umum
Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik. Suplemen preparat
besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan
bersama-sama dengan anemia.
Pengobatan spesifik
1. Albendazol: diberikan dengan dosis tungggan 400 mg oral
2. Mebendazol: diberikan dengan dosis 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari.
5
3. Tetrakloretilen
Merupakan obat pilihan utama terutama untuk pasien ansilostomiasis. Dosis
yang diberikan 0,12 ml/kgBB, dosis tunggal tidak boleh lebih dari 5 ml. Pengobatan
dapat diulang 2 minggu kemudian bila pemeriksaan tinja dalam telur tetap positif.
Pemberian obat ini sebaiknya dalam keadaan perut kosong disertai pemberian 30g
MgSO4. Kontaindikasi pemberian obat ini pada pasien alkoholisme, kelainan
pencernaan, konstipasi.
4. Befanium hidroksinaftat
Obat ini merupakan pilihan utama untuk ansilostomiasis dan baik untuk
pengobatan masal pada anak. Obat ini relative tidak toksik. Dosis yang diberikan 5g 2
kali sehari, dan dapat diulang bilamana diperlukan. Untuk pengobatan N. americanus,
dosis diberikan untuk 3 hari.
5. Pirantel Pamoat: diberikan dengan dosis tunggal 10 mg/KgBB, maksimum 1 gram.
6. Heksilresorsinol
Obat ini diberikan sebagai obat alternative yyang cukup efektif. Obat ini
diberikan setelah pasien dipuasakan terlebi dahulu, baru kemudian diberikan 1g
heksiresorsinol sekaligus disusul dengan pemberian laksans sebanyak 30g MgSO4
yang diulang lagi 3 jjam kemudian dengan tujuan untuk mengeluarkan cacing. Bila
diperlukan, pengobatan ini dapat diulangi 3 hari kemudian.

2.8 Komplikasi
Kerusakan pada kulit akan menyebabkan dermatitis yang berat teerlebih bila pasien
sensitif. Anemia berat yang terjadi sering menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan mental.1

2.9 Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, meskipun telah terjadi komplikasi, prognosis tetap
baik.1

6
BAB III

KESIMPULAN

Cacing tambang yang menginfeksi manusia adalah Necator americanus dan


Ancylostoma duodenale. Cacing ini berhabitat di usus halus manusia. Necator Americanus
menyebabkan Necatoriasis dan A.duodenale menyebabkan Ankilostomiasis.
Infeksi ini terjadi didaerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang
buruk. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang BAB di tanah dan
pemakaian feces manusia sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing tambang juga bisa masuk
kedalam tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke mulut.
Gejala yang ditimbulkan, stadium larva menyebabkan kelainan pada kulit (ground
itch). Stadium dewasa tergantung dari spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi penderita.
Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat
besi, dan jika kondisi penderita stabil dapat diberikan pirantel pamoat dan mabendazol yang
digunakan beberapa hari berturut-turut. Pencegahan yang paling utama yaitu dengan sanitasi
lingkungan dengan menjaga pola hidup bersih.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Pohan, H.T. Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah. Dalam Aru W.S.,
Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit, edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing. 2014. Hal: 653-4.
2. Permenkes RI No. 15 tahun 2017. Penanggulangan cacingan. 2017.
3. Wibisono, E., Susilo, A., dan Nainggolan, L. Cacingan. Dalam Soemasto, A.S dkk.
Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014. Hal: 711-2.
4. Dorland, W. A. N. Kamus saku kedokteran Dorland, edisi ke-28. Jakarta: EGC. 2012.
5. Haburchak, D. R. Hookworm disease. Diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/218805-overview (Diakses pada tanggal 7
Juni 2018).

Anda mungkin juga menyukai