Anda di halaman 1dari 22

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

**Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217100


** Pembimbing : dr. H. Jufri Makmur, Sp.PD, FINASIM

Osteomielitis

OLEH
Adinda
G1A217100

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JAMBI
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

1
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

Osteomielitis

Oleh:
ADINDA
G1A217100

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

Jambi, Juni 2018


Pembimbing

dr. H. Jufri Makmur, Sp.PD, FINASIM

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan anugerah-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas Clinical Science Session (CSS) pada Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Raden Mattaher Jambi yang berjudul
“Osteomielitis”.
Clinical Science Session (CSS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih
dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Ilmu Penyakit Dalam di di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat penerapannya
secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dr. Jufri Makmur,Sp.PD.FINASIM sebagai pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Clinical Science Session (CSS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Juni 2018

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

3
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiolog Tulang..........................................................................3
2.1.1 Struktur Tulang..........................................................................................3
2.2 Osteomielitis....................................................................................................5
2.2.1 Definisi .....................................................................................................5
2.2.2 Epidemiologi.............................................................................................6
2.2.3 Etiologi…………………………………………………………………...6
2.2.4 Klasifikasi..................................................................................................8
2.2.5 Patofisiologi ..............................................................................................9
2.2.6 Diagnosis...................................................................................................11
2.2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................14
2.2.8 Komplikasi................................................................................................15
2.2.9 Prognosis...................................................................................................16

BAB III PENUTUP.............................................................................................17


3.1 Kesimpulan .....................................................................................................17
3.2 Saran………....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di dunia.
Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah Osteomielitis. Osteomielitis
adalah suatu proses peradangan pada tulang yang disebabkan oleh invasi
mikroorganisme (bakteri atau jamur). 1 Osteomielitis paling sering timbul dari patah
tulang terbuka, infeksi pada kaki penderita diabetes, atau terapi bedah pada luka
tertutup.2

Di negara-negara berkembang osteomielitis masih merupakan masalah dalam


bidang orthopedi.2 Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah karena

4
tingkat higienis yang masih rendah, diagnosis yang terlambat, angka kejadian
tuberkulosis yang masih tinggi, pengobatan osteomielitis memerlukan waktu lama
dan biaya yang tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur terbuka yang datang
terlambat dan sudah menjadi osteomielitis.2,3
Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang Panjang, vertebra, tulang pelvis,
tulang tengkorak dan mandibula. Mikroorganisme bisa mencapai tulang dan sendi
baik melalui trauma langsung pada kulit misalnya akibat tusukan kecil, luka bacok,
laserasi, fraktur terbuka atau karena operasi atau secara tidak langsung melalui aliran
darah dari bagian lain misalnya hidung dan mulut,traktus respiratorius dan traktus
genitourinarius.
Komplikasi osteomielitis banyak dan paling sering berhubugan dengan hilangnya
fungsi penuh dari jaringan tulang. Fraktur lebih cenderung terjadi dengan penyakit
progresif. Penyebaran lokal dan penyebaran infeksi juga mungkin terjadi. Peradangan
kronis dan infeksi dapat menyebabkan transformasi maligna berupa karsinoma sel
skuamosa atau sarkoma pada beberapa kasus.

Oleh karena resiko kejadian yang tinggi di Indonesia serta komplikasi yang
ditimbulkan sangat berbahaya, diharapkan melalui refrat ini penulis ingin lebih
memahami dan memberikan informasi mengenai osteomielitis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Fisiologi Tulang


Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat
tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan
matriks. Tulang bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami
kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut
organik.4
2.1.1. Struktur Tulang4,5

Gambar 1. Struktur Tulang


a. Periosteum
Periosteum merupakan lapisan pertama dan selaput terluar tulang yang tipis.
Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan
pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka (skelet)
ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang
rusak.

3 6
b.Tulang kompak (korteks)
Tulang kompak merupakan lapisan kedua pada tulang yang memiliki tekstur
halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak
mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi
padat. Delapan puluh persen tulang di tubuh dibentuk oleh tulang kompak. Sel tulang
kompak berada di lakuna dan menerima nutrisi dari kanalikulus yang bercabang di
seluruh tulang kompak dan disalurkan melalui kanal havers yang mengandung
pembuluh darah. Di sekeliling tiap kanal havers, kolagen tersusun dalam lapisan
konsentris dan membentuk silinder yang disebut osteon (sistem Havers) atau disebut
juga tulang keras. Setiap sistem Havers terdiri dari saluran Havers, yaitu suatu saluran
yang sejajar dengan sumbu tulang. Disekeliling sistem havers terdapat lamella-
lamella yang konsentris dan berlapis-lapis. Pada lamella terdapat rongga-rongga yang
disebut lakuna. Di dalam lakuna terdapat osteosit. Dari lakuna keluar saluran-saluran
kecil yang menuju ke segala arah disebut kanalikuli yang berhubungan dengan lakuna
lain. Di antara sistem havers terdapat lamella interestial yang lamella-lamellanya
tidak berkaitan dengan sistem havers. Pembuluh darah dari periosteum menembus
tulang kompak melalui saluran volkman yang berhubungan dengan pembuluh darah
saluran havers. Kedua saluran ini arahnya saling tegak lurus.
c. Tulang Spongiosa
Pada lapisan ketiga disebut dengan tulang spongiosa, berada di dalam korteks
dan membentuk sisa 20% tulang di tubuh. Sesuai dengan namanya tulang spongiosa
memiliki banyak rongga diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel
darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
Trabekula terdiri dari spikulum / lempeng, dan sel-sel terletak di permukaan lempeng.
d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir tulang yang paling dalam adalah sumsum tulang. Sumsum
tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang ini dilindungi oleh tulang
spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang
berperan penting dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang
ada dalam tubuh.

7
Gambar 2. Bagian Tulang (Diafisis, metafisis, epifisis)

Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar, dilapisi
oleh selapis periosteum. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung
akhir batang. Daerah ini terutama tersusun oleh tulang trabekular atau tulang
spongiosa yang mengandung sel hematopoetik. Sumsum merah terdapat dibagian
epifisis dan diafisis tulang. Metafisis juga menompang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis
adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi
tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang
tulang terhenti.5

2.2 Osteomielitis
2.2.1 Definisi

Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik,


walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Osteomielitis
terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan
kanselosa dan periosteum.6,7

Osteomielitis dapat bersifat akut atau kronis, Infeksi yang berlangsung kurang
dari 3 bulan dinamakan infeksi akut, sedangkan lebih dari 3 bulan dinamakan infeksi

8
kronik. Beberapa penulis, kadang memasukkan kategori ketiga yaitu sub akut untuk
pasien yang mengalami gejala lebih dari 3 bulan tetapi tidak terjadi nekrosis tulang
yang ekstensif.7

2.2.2 Epidemiologi

Osteomielitis hematogenik akut merupakan penyakit yang terutama terjadi


pada anak-anak. Osteomielitis karena trauma langsung dan osteomielitis
perkontinuitatum umum sering terjadi pada usia dewasa dan remaja dibandingkan
usia anak-anak. Tulang vertebra dan pelvis paling sering terkena pada kasus dewasa,
sedangkan osteomielitis pada anak-anak biasanya mengenai tulang panjang. Tibia
merupakan tulang yang paling sering terjadi osteomielitis post traumatika, karena
merupakan tulang yang peka, dengan asupan darah yang kurang kuat.1,2

Insidensi osteomielitis setelah fraktur terbuka dilaporkan sekitar 2% sampai


16%, tergantung pada derajat trauma dan terapi yang didapat. Pengobatan yang cepat
dan tepat dapat mengurangi resiko infeksi, menurunkan kemungkinan
berkembangnya osteomielitis, terutama pada pasien-pasien dengan faktor resiko
seperti diabetes, gangguan imunitas dan yang baru mengalami trauma.

2.2.3 Etiologi

Bakteri penyebab osteomielitis secara umum adalah :8,9

1. Staphylococcus aureus 70% – 80 %


2. Proteus
3. Pseudomonas
4. E. coli

Biasanya mikroorganisme dapat menginfeksi tulang melalui tiga cara yaitu


melalui pembuluh darah, langsung melalui area lokal infeksi (seperti selulitis) atau
melalui trauma, termasuk iatrogenik seperti dislokasi sendi atau fiksasi internal.

Pada balita, infeksi dapat menyebar ke sendi dan menyebabkan arthritis. Pada
anak-anak yang biasanya terinfeksi adalah tulang panjang. Abses subperiosteal dapat

9
terbentuk karena periosteum melekat longgar di permukaan tulang, sedangkan pada
orang dewasa tulang yang paling sering terinfeksi adalah tulang belakang dan tulang
panggul.

Tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus, radius dan ulna bagian
proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan tulang yang paling
beresiko untuk terkena osteomielitis karena merupakan tulang yang banyak
vaskularisasinya. Bagaimanapun, abses pada tulang dapat dipicu oleh trauma di
daerah infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus, yang
merupakan flora normal yang dapat ditemukan di kulit dan mukosa membran.

Umur Organisme
Neonatus (lebih kecil dari 4 bulan) S.Aureus, Enterobacter species group A
dan B streptococcus species.
Anak-anak (4bulan-4 tahun) S.Aureus, group A Streptococcus
species, Haemophilus influenzae, anda
Enterobacter species
Anak-anak remaja (4 tahun-dewasa) S.Aureus, group A Streptococcus
species, H.Influenzae, Enterobacter
species
Orang dewasa S..Aureus, Enterobacter atau species
Streptococcus.
Tabel 2.1 Organisme penyebab osteomielitis berdasarkan umur.8,9

Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung melalui
fraktur terbuka, operasi tulang atau terkena benda yang terkontaminasi. Osteomielitis
kadang dapat merupakan komplikasi sekunder dari tuberkulosis paru. Pada keadaan
ini, bakteri biasa menyebar ke tulang melalui sistem sirkulasi, pertama yang terinfeksi
adalah sinovium (karena kadar oksigen yang tinggi) sebelum menginfeksi tulang.

10
Pada osteomielitis tuberkulosis, tulang panjang dan tulang belakang merupakan satu-
satunya tulang yang terinfeksi.

Osteomielitis dapat juga disebabkan potongan besi yang mengenai tulang


pada saat pembedahan untuk memperbaiki fraktur. Spora bakteri dan jamur dapat
juga mengenai sendi tulang yang terlibat. Osteomielitis juga dapat terjadi akibat
penyebaran infeksi jaringan lunak. Infeksi tersebut meyebar ke tulang dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu. Tipe penyebaran ini biasa terjadi pada orang yang
lebih tua. Infeksi dapat dimulai dari kerusakan akibat trauma, terapi radiasi, kanker,
atau pada kulit yang luka yang disebabkan sedikitnya sedikit sirkulasi darah pada
tulang atau pada penyakit diabetes. Infeksi sinus, gusi atau gigi dapat meyebar ke
tulang-tulang kepala. Penyebab osteomielitis biasanya adalah Staphylococcus aureus,
bakteri gram positif seperti Streptococcus pyogenes atau S. Pneumoniae. Pada anak
dibawah 4 tahun bakteri gram negatif Haemophilus influenzae (insiden bervariasi dari
5-50%). Bakteri gram negatif lainnya : Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Proteus mirabilis dan Bacteroides fragilis anaerobik biasanya menyebabkan infeksi
tulang akut.

Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus,


Streptococcus, Haemophilus influenza, Salmonella typhii dan Eschericia coli. Pada
anak infeksi melalui aliran darah berasal dari abrasi kecil pada kulit, bisul, infeksi
pada gigi atau pada saat lahir dari infeksi tali pusat. Pada dewasa sumber infeksi
berasal dari kateter ureter, jarum dan semprit arteri yang tidak pada tempatnya atau
kotor.

2.2.4 Klasifikasi

Pembagian osteomielitis yang sering digunakan adalah sebagai berikut:9

1. Osteomielitis primer (hematogenik) yang disebabkan oleh penyebaran secara


hematogen dari fokus lain. Osteomielitis hematogen merupakan osteomielitis
primer pada anak-anak dan dapat dibagi menjadi akut dan kronik.

11
a. Osteomielitis hematogen akut merupakan suatu infeksi pada tulang yang
sedang tumbuh. Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang seperti
femur,tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Bagian tulang yang diserang
adalah bagian metafisis.
b. Osteomielitis hematogen kronik merupakan lanjutan dari osteomielitis
hematogen akut. Dapat terjadi oleh karena terapi yang tidak adekuat, adanya
strain kuman yang resisten, menggunakan obat-obat imunosupresif serta
kurang baiknya status gizi.
2. Osteomielitis sekunder (Perkontinuitatum) yang disebabkan oleh penyebaran
kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
a. Osteomielitis akibat fraktur terbuka, merupakan osteomielitis tersering pada
orang dewasa. Pada fraktur ditemukan kerusakan jaringan, kerusakan
pembuluh darah dan edema, hematoma dan hubungan antara fraktur dengan
dunia luar sehingga pada umumnya penyebabnya adalah infeksi.
b. Osteomielitis akibat Paska Operasi, Osteomielitis ini terjadi setelah suatu
operasi tulang yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri pada pembedahan.

2.2.5 Patofisiologi Osteomielitis


Penyebaan osteomielitis terjadi melalui dua cara, yaitu: 10
1. Penyebaran umum
• Melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septicemia
• Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada
daerah-daerah lain
2. Penyebaran local
• Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periost
• Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit
• Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septik
• Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi ke
dalam tulang terganggu.

12
Perkembangan awal dan cepat dari osteomielitis hematogen yang tidak
diobati ditandai adanya fokus awal kecil dari inflamasi bakteri disertai
hiperemia awal dan edema pada tulang cancellous dan sumsum daerah
metafisis tulang panjang. Tidak seperti jaringan lunak yang mampu
berkembang untuk mengakomodasi pembengkakan, tulang merupakan suatu
ruang yang tertutup dan kaku. Oleh karena itu, edema awal dari proses
inflamasi menyebabkan peningkatan tajam tekanan intraosseous. Sehingga
menimbulkan gejala berupa nyeri lokal yang berat dan konstan. Terbentuknya
pus juga semakin meningkatkan tekanan lokal dan menyebabkan trombosis
pembuluh darah dan nekrosis tulang.
Infeksi yang tidak diobati akan menyebar cepat dengan berbagai cara,
menghancurkan tulang melalui osteolisis. Melalui pembuluh darah yang rusak
di lesi lokal, sejumlah besar bakteri kembali menyerang aliran darah dan
bakteremia yang tidak terdeteksi tersebut menjadi septikemia yang
bermanifestasi menjadi malaise, anoreksia, dan demam. Penyebaran lokal
infeksi melalui ekstensi langsung dibantu oleh peningkatan tekanan lokal,
menembus korteks yang tipis di daerah metafisis dan melibatkan periosteum
yang sangat sensitif sehingga terjadi tenderness lokal. Periosteum yang
melekat pada tulang selama masa kanak-kanak menjadi longgar lalu terpisah
dari meninggi dari tulangnya. Hasilnya berupa abses subperiosteal yang tetap
terlokalisasi atau menyebar ke seluruh shaft tulang. Periosteum yang
meninggi akan mengganggu aliran darah yang mendasari korteks sehingga
memperluas nekrosis tulang.
Setelah beberapa hari pertama, infeksi menembus periosteum dan
menyebabkan selulitis dan akhirnya berupa abses jaringan lunak. Pada daerah
metafisis di dalam sendi sinovial, seperti ujung atas femur dan radius,
penetrasi periosteum membawa infeksi secara langsung ke dalam sendi dan
menyebabkan arthritis septik. Di sisi lain ketika daerah metafisis luar tetapi
dekat dengan sendi maka sering terbentuk efusi sinovial steril.

13
Sementara itu, penyebaran infeksi lokal melalui rongga meduler dapat
mengganggu sirkulasi internal. Daerah yang dihasilkan dari nekrosis tulang
yang mungkin berbeda dalam batas dari spicule kecil ke seluruh shaft dan
akhirnya terpisah sehingga terbentuk kepingan jaringan tulang yang sudah
mati dan disebut sebagai sekuestrum. Pembentukan tulang baru yang luas dari
lapisan dalam periosteum menyebabkan shaft tulang terbungkus atau disebut
sebagai involokrum, yang mempertahankan keterlibatan tulang bahkan ketika
segmen besar dari shaft mati dan mengalami sekuestrum. Lempeng epifisis
berperan sebagai penghalang penyebaran langsung infeksi tetapi bila lempeng
tersebut sudah rusak maka gangguan pertumbuhan yang serius akan muncul di
kemudian hari. Jika tidak dikontrol, setiap saat septikemia dapat menyebabkan
fokus metafisis infeksi pada tulang lainnya. Lebih pentingnya hal tersebut
akan menyebabkan fokus infeksi pada organ lain terutama di paru-paru dan
otak juga menyebabkan kematian.

2.2.6 Diagnosis

Pasien selalu mengeluhkan demam, malaise, udem, hangat dan nyeri yang
hebat pada tulang yang terkena. Pada kasus terlantar, toksemia bisa ditemukan. pada
anak-anak akan sukar menggunakan tungkainya atau menolak untuk disentuh
tungkainya dan anak akan kesulitan tegak secara normal. Ada riwayat infeksi yang
baru terjadi, misalnya infeksi jempol, sakit tenggorokan atau keluarnya sekret dari
telinga.7

Pada osteomielitis kronik, ditemukan fistel kronik pada ekstremitas yang


mengeluarkan nanah dan kadang sekuester kecil.11

Pada awal penyakit gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum
tampak. Pada masa ini dapat salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan
lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran
gerak dari ekstremitas yang terkena, merupakan gejala osteomielitis hematogen akut.
Pada saat ini diagnosis harus ditentukan berdasarkan gejala klinis, untuk memberikan

14
pengobatan yang adekuat. Pada kasus yang berat, semua bagian tungkai menjadi
bengkak, merah dan hangat. Diagnosis menjadi lebih jelas jika didapatkan selulitis
subkutis. Limfadenopati umum ditemukan tetapi tidak khas. Penting untuk diingat,
semua gejala klinis ini dapat melemah jika diberikan antibiotik.10,12

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada osteomielitis untuk membantu


menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut:4,7

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung leukosit dapat meningkat
b. Shift to the left dari hitung jenis meningkatnya jumlah PMN
c. C- reactive protein (CRP) meningkat
d. Peningkatan LED, terjadi pada 90 % kasus, namun tidak spesifik
e. Kultur, dapat menegakkan diagnosis dan menentukan jenis bakteri penyebab
dan akhirnya menentukan jenis pengobatan. Termasuk kultur darah dan
tulang. Kultur darah akan sangat bermakna pada osteomielitis hematogen.
Kultur tulang dapat menegakkan diagnosis lebih baik daripada kultur darah.

2. Pemeriksaan pencitraan

a. Foto rontgen

Hasil rontgen pada osteomielitis akut dilakukan jika ditemukannya udem


jaringan lunak dalam 3-5 hari setelah infeksi. Akan terlihat jelas pada 14-21 hari
karena menunjukkan destruksi tulang dan reaksi periosteal pembentukan tulang
baru, dengan melihat lusen korteks dan medulla. Pada osteomielitis kronik,
didapatkan gambaran sekuester dan pembentukan tulang baru.

15
Gambar 2.3 Osteomielitis pada siku.4

b. MRI

MRI akan menghasilkan hasil yang terbaik. Dapat sebagai pendeteksian dini
dan menentukan lokasi osteomielitis. Karena dapat memperlihatkan edem dan
destruksi medula, disamping reaksi periosteal, destruksi kortikal, kerusakan sendi,
dan jaringan lunak yang terlibat, bahkan ketika radiografi konvensional belum
menunjukkan adanya kelainan

Gambar 2.4 MRI memperlihatkan gambaran osteomielitis pada caput femur kanan.
Scan menunjukkan erosi dan perforasi korteks, pembentukan tulang periosteal dan
edem caput femoral dan jaringan lunak sekitar (panah).7

c. CT scan

16
Pemeriksaan dapat ini menentukan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan
gangguan pada intra kortikal. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan, namun dapat
dilakukan bila pemeriksaan MRI tidak ada.

d. Ultrasonografi

Pemeriksaan yang sederhana dan murah ini memperlihatkan hasil yang baik
pada osteomielitis akut anak. Dapat dilakukan segera, 1-2 hari setelah timbul gejala.
Gambaran yang didapatkan abses jaringan lunak atau penumpukan cairan dan
penonjolan periosteum.

2.2.7 Penatalaksanaan

Jika osteomielitis dicurigai pada pemeriksaan klinis, contoh darah dan cairan
harus diambil dan pengobatan dimulai segera tanpa menunggu konfirmasi akhir
diagnosis.

Ada 4 aspek penting dalam manajemen pasien:10,12

1. Pengobatan suportif untuk nyeri dan dehidrasi


2. Pembebatan area yang terkena
3. Terapi antibiotik
4. Drainase pembedahan.

Pemeriksaan biakan darah penting untuk mengidentifikasi organisme untuk


memilih antibotika yang terbaik. Pengobatan dini dengan antibiotik sebelum terjadi
destruksi tulang yang luas atau nekrosis, menghasilkan hasil yang terbaik dan harus
diberikan secara parenteral minimal 4 minggu dan biasanya 6 minggu untuk
mencapai pengobatan optimal. Selanjutnya, perawatan luka serta imobiliasi anggota
gerak untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.7,13

17
Jika antibiotik diberikan sedini mungkin, biasanya drainase tidak diperlukan.
Akan tetapi, jika dalam 36 jam sejak mulai pengobatan tidak ditemukan perbaikan
gejala, atau bahkan sebelum itu ditemukan tanda pus yang dalam (bengkak, edem,
fluktuasi), dan sangat pastinya jika didapatkan pus pada aspirasi, abses harus
didrainase dengan operasi terbuka menggunakan anastesi umum.7

Pada osteomielitis hematogen subakut, penatalaksanaan secara konservatif


jika diagnosis tidak diragukan, immobilisasi dan antibiotik selama 6 minggu
memberikan perbaikan. Kadang pengobatan bisa memerlukan waktu 6-12 bulan. Jika
diagnosis diragukan, biopsi dengan operasi terbuka dibutuhkan dan lesi dikuret.
Kuretase juga diindikasikan jika x-ray tidak menunjukkan perbaikan setelah
pengobatan konservatif.10

Osteomielitis kronik pada dewasa lebih sukar untuk diterapi dan umumnya
diobati dengan pemberian antibiotik dan tindakan bedah. Tindakan bedah bervariasi
dari mulai drainase terbuka abses atau sekuestrektomi sampai amputasi. Akan sangat
efektif jika dilakukan debridement ekstensif semua jaringan nekrotik dan granulasi
bersamaan dengan rekonstruksi tulang dan defek jaringan lunak serta pemberian
antibiotik . 4,12

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dari osteomielitis antara lain :5,7,10
 Kematian tulang (osteonekrosis)

Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang,


menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,
kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.

 Arthritis septic

Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tulang bias menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.

 Gangguan pertumbuhan

18
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah
yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada
lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.

 Kanker kulit

Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan


keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkena karsinoma sel
skuamosa.

Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga dapat


menimbulkan komplikasi berikut ini :13

1. Abses tulang
2. Bakteremia
3. Fraktur
4. Selulitis

2.2.9 Prognosis

Ketika pengobatan didapatkan, hasil akhir dari osteomielitis biasanya bagus.


Prognosis menjadi lebih buruk pada osteomielitis kronik, bahkan jika dilakukan
pembedahan, abses dapat terjadi sampai beberapa minggu, bulan atau tahun
setelahnya. Amputasi biasanya dibutuhkan, terutama pada pasien dengan diabetes
atau kurangnya sirkuasi darah.12

19
20
BAB II
PENUTUP
3.1 Simpulan

1. Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum tulang. Proses inflamasi


terjadi akut maupun kronik yang mengenai tulang dan strukturnya yang
diakibatkan infeksi kuman piogenik.
2. Osteomielitis hematogenik akut merupakan penyakit yang terutama terjadi
pada anak-anak. Osteomielitis karena trauma langsung dan osteomielitis
perkontinuitatum umum sering terjadi pada usia dewasa dan remaja
dibandingkan usia anak-anak.
3. Staphylococcus merupakan agen infeksi yang paling umum ditemukan pada
osteomielitis pada saat ini dan bahkan sebelum berkembangnya antibiotik
4. Manajemen pasien dengan osteomielitis adalah (1)pengobatan suportif untuk
nyeri dan dehidrasi, (2)pembebatan area yang terkena (3) terapi antibiotik dan
(4) drainase pembedahan

3.2 Saran

Perlu pengetahuan dan pemahaman mengenai osteomielitis untuk


menegakkan diagnosis secara tepat dan dini

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L. Infection. Apley’s System of Orthopaedics and Fracture, 8th


edition. New York: Oxford University Pres.2011
2. Ladd A, Jones HH, Otanez O. Osteomyelitis. Stanford University Medical
Media. 2013
3. Helmi, Zairin Noor. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika.2012
4. Greene W.B. Netter’s Orthopedic, 1st ed. Elsevier Inc.USA.2006
5. Snell, R. S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh
Sugarto L. Jakarta:EGC.2012
6. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.2012
7. Achdiono,D.N.W, Richardo, M., Osteomielitis dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Indonesia: Interna Publishing.2014
8. William NS, Bulstrode CJ, O;Connel PR. Disease of Bone and Joints:
infection. In: Bailey & love Short Practice of Surgery. 25th edition. London:
2008.
9. W.King, Randall. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Tersedia dari
http://emedicine.medscape.com. 2015
10. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif
Watampone. 2007
11. Nopriantha,Made, Firman P. Temuan Radiologis pada Osteomelitis Kronik.
jurnal. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.2011
12. Eid. AJ, Berbari EF. 2012. Osteomyelitis: Review of Pathophysiology
Diagnostic Modalities and Therapeutic Options. J Med Liban : 51-60
13. Syahputra, D. Osteomielitis. repository. usu. ac. Id / bitstream/ 123456789/
29710/ 4/ Chapter%20I.pdf.2011

22

Anda mungkin juga menyukai