Osteomielitis
OLEH
Adinda
G1A217100
1
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)
Osteomielitis
Oleh:
ADINDA
G1A217100
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan anugerah-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas Clinical Science Session (CSS) pada Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Raden Mattaher Jambi yang berjudul
“Osteomielitis”.
Clinical Science Session (CSS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih
dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Ilmu Penyakit Dalam di di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat penerapannya
secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dr. Jufri Makmur,Sp.PD.FINASIM sebagai pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Clinical Science Session (CSS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
3
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiolog Tulang..........................................................................3
2.1.1 Struktur Tulang..........................................................................................3
2.2 Osteomielitis....................................................................................................5
2.2.1 Definisi .....................................................................................................5
2.2.2 Epidemiologi.............................................................................................6
2.2.3 Etiologi…………………………………………………………………...6
2.2.4 Klasifikasi..................................................................................................8
2.2.5 Patofisiologi ..............................................................................................9
2.2.6 Diagnosis...................................................................................................11
2.2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................14
2.2.8 Komplikasi................................................................................................15
2.2.9 Prognosis...................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di dunia.
Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah Osteomielitis. Osteomielitis
adalah suatu proses peradangan pada tulang yang disebabkan oleh invasi
mikroorganisme (bakteri atau jamur). 1 Osteomielitis paling sering timbul dari patah
tulang terbuka, infeksi pada kaki penderita diabetes, atau terapi bedah pada luka
tertutup.2
4
tingkat higienis yang masih rendah, diagnosis yang terlambat, angka kejadian
tuberkulosis yang masih tinggi, pengobatan osteomielitis memerlukan waktu lama
dan biaya yang tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur terbuka yang datang
terlambat dan sudah menjadi osteomielitis.2,3
Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang Panjang, vertebra, tulang pelvis,
tulang tengkorak dan mandibula. Mikroorganisme bisa mencapai tulang dan sendi
baik melalui trauma langsung pada kulit misalnya akibat tusukan kecil, luka bacok,
laserasi, fraktur terbuka atau karena operasi atau secara tidak langsung melalui aliran
darah dari bagian lain misalnya hidung dan mulut,traktus respiratorius dan traktus
genitourinarius.
Komplikasi osteomielitis banyak dan paling sering berhubugan dengan hilangnya
fungsi penuh dari jaringan tulang. Fraktur lebih cenderung terjadi dengan penyakit
progresif. Penyebaran lokal dan penyebaran infeksi juga mungkin terjadi. Peradangan
kronis dan infeksi dapat menyebabkan transformasi maligna berupa karsinoma sel
skuamosa atau sarkoma pada beberapa kasus.
Oleh karena resiko kejadian yang tinggi di Indonesia serta komplikasi yang
ditimbulkan sangat berbahaya, diharapkan melalui refrat ini penulis ingin lebih
memahami dan memberikan informasi mengenai osteomielitis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3 6
b.Tulang kompak (korteks)
Tulang kompak merupakan lapisan kedua pada tulang yang memiliki tekstur
halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak
mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi
padat. Delapan puluh persen tulang di tubuh dibentuk oleh tulang kompak. Sel tulang
kompak berada di lakuna dan menerima nutrisi dari kanalikulus yang bercabang di
seluruh tulang kompak dan disalurkan melalui kanal havers yang mengandung
pembuluh darah. Di sekeliling tiap kanal havers, kolagen tersusun dalam lapisan
konsentris dan membentuk silinder yang disebut osteon (sistem Havers) atau disebut
juga tulang keras. Setiap sistem Havers terdiri dari saluran Havers, yaitu suatu saluran
yang sejajar dengan sumbu tulang. Disekeliling sistem havers terdapat lamella-
lamella yang konsentris dan berlapis-lapis. Pada lamella terdapat rongga-rongga yang
disebut lakuna. Di dalam lakuna terdapat osteosit. Dari lakuna keluar saluran-saluran
kecil yang menuju ke segala arah disebut kanalikuli yang berhubungan dengan lakuna
lain. Di antara sistem havers terdapat lamella interestial yang lamella-lamellanya
tidak berkaitan dengan sistem havers. Pembuluh darah dari periosteum menembus
tulang kompak melalui saluran volkman yang berhubungan dengan pembuluh darah
saluran havers. Kedua saluran ini arahnya saling tegak lurus.
c. Tulang Spongiosa
Pada lapisan ketiga disebut dengan tulang spongiosa, berada di dalam korteks
dan membentuk sisa 20% tulang di tubuh. Sesuai dengan namanya tulang spongiosa
memiliki banyak rongga diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel
darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
Trabekula terdiri dari spikulum / lempeng, dan sel-sel terletak di permukaan lempeng.
d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir tulang yang paling dalam adalah sumsum tulang. Sumsum
tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang ini dilindungi oleh tulang
spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang
berperan penting dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang
ada dalam tubuh.
7
Gambar 2. Bagian Tulang (Diafisis, metafisis, epifisis)
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar, dilapisi
oleh selapis periosteum. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung
akhir batang. Daerah ini terutama tersusun oleh tulang trabekular atau tulang
spongiosa yang mengandung sel hematopoetik. Sumsum merah terdapat dibagian
epifisis dan diafisis tulang. Metafisis juga menompang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis
adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi
tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang
tulang terhenti.5
2.2 Osteomielitis
2.2.1 Definisi
Osteomielitis dapat bersifat akut atau kronis, Infeksi yang berlangsung kurang
dari 3 bulan dinamakan infeksi akut, sedangkan lebih dari 3 bulan dinamakan infeksi
8
kronik. Beberapa penulis, kadang memasukkan kategori ketiga yaitu sub akut untuk
pasien yang mengalami gejala lebih dari 3 bulan tetapi tidak terjadi nekrosis tulang
yang ekstensif.7
2.2.2 Epidemiologi
2.2.3 Etiologi
Pada balita, infeksi dapat menyebar ke sendi dan menyebabkan arthritis. Pada
anak-anak yang biasanya terinfeksi adalah tulang panjang. Abses subperiosteal dapat
9
terbentuk karena periosteum melekat longgar di permukaan tulang, sedangkan pada
orang dewasa tulang yang paling sering terinfeksi adalah tulang belakang dan tulang
panggul.
Tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus, radius dan ulna bagian
proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan tulang yang paling
beresiko untuk terkena osteomielitis karena merupakan tulang yang banyak
vaskularisasinya. Bagaimanapun, abses pada tulang dapat dipicu oleh trauma di
daerah infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus, yang
merupakan flora normal yang dapat ditemukan di kulit dan mukosa membran.
Umur Organisme
Neonatus (lebih kecil dari 4 bulan) S.Aureus, Enterobacter species group A
dan B streptococcus species.
Anak-anak (4bulan-4 tahun) S.Aureus, group A Streptococcus
species, Haemophilus influenzae, anda
Enterobacter species
Anak-anak remaja (4 tahun-dewasa) S.Aureus, group A Streptococcus
species, H.Influenzae, Enterobacter
species
Orang dewasa S..Aureus, Enterobacter atau species
Streptococcus.
Tabel 2.1 Organisme penyebab osteomielitis berdasarkan umur.8,9
Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung melalui
fraktur terbuka, operasi tulang atau terkena benda yang terkontaminasi. Osteomielitis
kadang dapat merupakan komplikasi sekunder dari tuberkulosis paru. Pada keadaan
ini, bakteri biasa menyebar ke tulang melalui sistem sirkulasi, pertama yang terinfeksi
adalah sinovium (karena kadar oksigen yang tinggi) sebelum menginfeksi tulang.
10
Pada osteomielitis tuberkulosis, tulang panjang dan tulang belakang merupakan satu-
satunya tulang yang terinfeksi.
2.2.4 Klasifikasi
11
a. Osteomielitis hematogen akut merupakan suatu infeksi pada tulang yang
sedang tumbuh. Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang seperti
femur,tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Bagian tulang yang diserang
adalah bagian metafisis.
b. Osteomielitis hematogen kronik merupakan lanjutan dari osteomielitis
hematogen akut. Dapat terjadi oleh karena terapi yang tidak adekuat, adanya
strain kuman yang resisten, menggunakan obat-obat imunosupresif serta
kurang baiknya status gizi.
2. Osteomielitis sekunder (Perkontinuitatum) yang disebabkan oleh penyebaran
kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
a. Osteomielitis akibat fraktur terbuka, merupakan osteomielitis tersering pada
orang dewasa. Pada fraktur ditemukan kerusakan jaringan, kerusakan
pembuluh darah dan edema, hematoma dan hubungan antara fraktur dengan
dunia luar sehingga pada umumnya penyebabnya adalah infeksi.
b. Osteomielitis akibat Paska Operasi, Osteomielitis ini terjadi setelah suatu
operasi tulang yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri pada pembedahan.
12
Perkembangan awal dan cepat dari osteomielitis hematogen yang tidak
diobati ditandai adanya fokus awal kecil dari inflamasi bakteri disertai
hiperemia awal dan edema pada tulang cancellous dan sumsum daerah
metafisis tulang panjang. Tidak seperti jaringan lunak yang mampu
berkembang untuk mengakomodasi pembengkakan, tulang merupakan suatu
ruang yang tertutup dan kaku. Oleh karena itu, edema awal dari proses
inflamasi menyebabkan peningkatan tajam tekanan intraosseous. Sehingga
menimbulkan gejala berupa nyeri lokal yang berat dan konstan. Terbentuknya
pus juga semakin meningkatkan tekanan lokal dan menyebabkan trombosis
pembuluh darah dan nekrosis tulang.
Infeksi yang tidak diobati akan menyebar cepat dengan berbagai cara,
menghancurkan tulang melalui osteolisis. Melalui pembuluh darah yang rusak
di lesi lokal, sejumlah besar bakteri kembali menyerang aliran darah dan
bakteremia yang tidak terdeteksi tersebut menjadi septikemia yang
bermanifestasi menjadi malaise, anoreksia, dan demam. Penyebaran lokal
infeksi melalui ekstensi langsung dibantu oleh peningkatan tekanan lokal,
menembus korteks yang tipis di daerah metafisis dan melibatkan periosteum
yang sangat sensitif sehingga terjadi tenderness lokal. Periosteum yang
melekat pada tulang selama masa kanak-kanak menjadi longgar lalu terpisah
dari meninggi dari tulangnya. Hasilnya berupa abses subperiosteal yang tetap
terlokalisasi atau menyebar ke seluruh shaft tulang. Periosteum yang
meninggi akan mengganggu aliran darah yang mendasari korteks sehingga
memperluas nekrosis tulang.
Setelah beberapa hari pertama, infeksi menembus periosteum dan
menyebabkan selulitis dan akhirnya berupa abses jaringan lunak. Pada daerah
metafisis di dalam sendi sinovial, seperti ujung atas femur dan radius,
penetrasi periosteum membawa infeksi secara langsung ke dalam sendi dan
menyebabkan arthritis septik. Di sisi lain ketika daerah metafisis luar tetapi
dekat dengan sendi maka sering terbentuk efusi sinovial steril.
13
Sementara itu, penyebaran infeksi lokal melalui rongga meduler dapat
mengganggu sirkulasi internal. Daerah yang dihasilkan dari nekrosis tulang
yang mungkin berbeda dalam batas dari spicule kecil ke seluruh shaft dan
akhirnya terpisah sehingga terbentuk kepingan jaringan tulang yang sudah
mati dan disebut sebagai sekuestrum. Pembentukan tulang baru yang luas dari
lapisan dalam periosteum menyebabkan shaft tulang terbungkus atau disebut
sebagai involokrum, yang mempertahankan keterlibatan tulang bahkan ketika
segmen besar dari shaft mati dan mengalami sekuestrum. Lempeng epifisis
berperan sebagai penghalang penyebaran langsung infeksi tetapi bila lempeng
tersebut sudah rusak maka gangguan pertumbuhan yang serius akan muncul di
kemudian hari. Jika tidak dikontrol, setiap saat septikemia dapat menyebabkan
fokus metafisis infeksi pada tulang lainnya. Lebih pentingnya hal tersebut
akan menyebabkan fokus infeksi pada organ lain terutama di paru-paru dan
otak juga menyebabkan kematian.
2.2.6 Diagnosis
Pasien selalu mengeluhkan demam, malaise, udem, hangat dan nyeri yang
hebat pada tulang yang terkena. Pada kasus terlantar, toksemia bisa ditemukan. pada
anak-anak akan sukar menggunakan tungkainya atau menolak untuk disentuh
tungkainya dan anak akan kesulitan tegak secara normal. Ada riwayat infeksi yang
baru terjadi, misalnya infeksi jempol, sakit tenggorokan atau keluarnya sekret dari
telinga.7
Pada awal penyakit gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum
tampak. Pada masa ini dapat salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan
lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran
gerak dari ekstremitas yang terkena, merupakan gejala osteomielitis hematogen akut.
Pada saat ini diagnosis harus ditentukan berdasarkan gejala klinis, untuk memberikan
14
pengobatan yang adekuat. Pada kasus yang berat, semua bagian tungkai menjadi
bengkak, merah dan hangat. Diagnosis menjadi lebih jelas jika didapatkan selulitis
subkutis. Limfadenopati umum ditemukan tetapi tidak khas. Penting untuk diingat,
semua gejala klinis ini dapat melemah jika diberikan antibiotik.10,12
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung leukosit dapat meningkat
b. Shift to the left dari hitung jenis meningkatnya jumlah PMN
c. C- reactive protein (CRP) meningkat
d. Peningkatan LED, terjadi pada 90 % kasus, namun tidak spesifik
e. Kultur, dapat menegakkan diagnosis dan menentukan jenis bakteri penyebab
dan akhirnya menentukan jenis pengobatan. Termasuk kultur darah dan
tulang. Kultur darah akan sangat bermakna pada osteomielitis hematogen.
Kultur tulang dapat menegakkan diagnosis lebih baik daripada kultur darah.
2. Pemeriksaan pencitraan
a. Foto rontgen
15
Gambar 2.3 Osteomielitis pada siku.4
b. MRI
MRI akan menghasilkan hasil yang terbaik. Dapat sebagai pendeteksian dini
dan menentukan lokasi osteomielitis. Karena dapat memperlihatkan edem dan
destruksi medula, disamping reaksi periosteal, destruksi kortikal, kerusakan sendi,
dan jaringan lunak yang terlibat, bahkan ketika radiografi konvensional belum
menunjukkan adanya kelainan
Gambar 2.4 MRI memperlihatkan gambaran osteomielitis pada caput femur kanan.
Scan menunjukkan erosi dan perforasi korteks, pembentukan tulang periosteal dan
edem caput femoral dan jaringan lunak sekitar (panah).7
c. CT scan
16
Pemeriksaan dapat ini menentukan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan
gangguan pada intra kortikal. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan, namun dapat
dilakukan bila pemeriksaan MRI tidak ada.
d. Ultrasonografi
Pemeriksaan yang sederhana dan murah ini memperlihatkan hasil yang baik
pada osteomielitis akut anak. Dapat dilakukan segera, 1-2 hari setelah timbul gejala.
Gambaran yang didapatkan abses jaringan lunak atau penumpukan cairan dan
penonjolan periosteum.
2.2.7 Penatalaksanaan
Jika osteomielitis dicurigai pada pemeriksaan klinis, contoh darah dan cairan
harus diambil dan pengobatan dimulai segera tanpa menunggu konfirmasi akhir
diagnosis.
17
Jika antibiotik diberikan sedini mungkin, biasanya drainase tidak diperlukan.
Akan tetapi, jika dalam 36 jam sejak mulai pengobatan tidak ditemukan perbaikan
gejala, atau bahkan sebelum itu ditemukan tanda pus yang dalam (bengkak, edem,
fluktuasi), dan sangat pastinya jika didapatkan pus pada aspirasi, abses harus
didrainase dengan operasi terbuka menggunakan anastesi umum.7
Osteomielitis kronik pada dewasa lebih sukar untuk diterapi dan umumnya
diobati dengan pemberian antibiotik dan tindakan bedah. Tindakan bedah bervariasi
dari mulai drainase terbuka abses atau sekuestrektomi sampai amputasi. Akan sangat
efektif jika dilakukan debridement ekstensif semua jaringan nekrotik dan granulasi
bersamaan dengan rekonstruksi tulang dan defek jaringan lunak serta pemberian
antibiotik . 4,12
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dari osteomielitis antara lain :5,7,10
Kematian tulang (osteonekrosis)
Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tulang bias menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.
Gangguan pertumbuhan
18
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah
yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada
lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.
Kanker kulit
1. Abses tulang
2. Bakteremia
3. Fraktur
4. Selulitis
2.2.9 Prognosis
19
20
BAB II
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22