Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

OSTEOSARKOMA

Oleh :
Sabrina Mardhatillah, S. Ked
71 2019 039

Dosen Pembimbing Klinik :


dr. Fahriza Utama, Sp.B., FINACS., FICS

SMF/DAPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Osteosarkoma

Oleh:
Sabrina Mardhatillah, S. Ked
71 2019 039

Telah dilaksanakan pada bulan September 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Bedah, Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, September 2020


Pembimbing

dr. Fahriza Utama, Sp.B., FINACS., FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Osteosarkoma” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF/Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :

1. dr. Fahriza Utama, Sp.B., FINACS., FICS, selaku pembimbing


Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Syaraf Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan masukan, arahan,
serta bimbingan dalam penyelesaian referat ini
2. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin.

Palembang, September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi.......................................................... 3
2.2 Definisi ................................................................................ 4
2.3 Epidemiologi........................................................................ 4
2.4 Etiologi................................................................................. 5
2.5 Patogenesis........................................................................... 7
2.6 Patofisiologi.......................................................................... 7
2.7 Diagnosis.............................................................................. 8
2.6.1. Diagnosis.................................................................. 8
2.6.2. Pemeriksaan.............................................................. 10
2.8 Diagnosis Banding............................................................... 12
2.9 Penatalaksanaan.................................................................... 12
2.10 Prognosis.............................................................................. 13
2.11 Prognosis.............................................................................. 13
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma
ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah
metafise tulang panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik oleh
karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesensim
primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang
paling sering terjadi.1
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering
kedua setelah multiple myeloma dengan prognosis yang buruk.
Osteosarkoma banyak menyerang remaja dan dewasa muda, dengan usia
berkisar antara 10-20 tahun. Pada orang tua umur di atas 50tahun,
osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari paget’s disease
dengan prognosis sangat jelek.2
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang dimana
lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif,
yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan
pelvis.2
Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah 5
tahun didiagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel
spindle dengan derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi
matriks osteoid.2
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma.
Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan
berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang
rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi.3
 Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering
ke paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah

1
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara
limpogen hampir tidak terjadi.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietic, yang
membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.4
Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah
mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium
dan fosfat membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan
kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid.
Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
daya rentang tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun
tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.4
Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian
memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil
atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral
dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau
lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat,
seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang,
selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang
berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada
insersi ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma osteogenik terdiri dari
tulang anyaman.4
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa
yang mengandung sel-sel hematopoetik. Sumsum merah terdapat juga di

3
bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi
sebagian besar bagian dalam tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh
sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya anak tersebut. Pada
orang dewasa, aktivitas hematopoetik menjadi terbatas hanya pada sternum
dan krista iliaka, walaupun tulang-tulang yang lain masih berpotensi untuk
aktif lagi bila diperlukan. Sumsum kuning yang terdapat pada diafisis tulang
orang dewasa, terutama terdiri dari sel-sel lemak.4
Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas
untuk perlekatan tendon dan ligament pada epifisis. Lempeng epifisis adalah
daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan
dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga
pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh
lapisan fibrosa yang disebut periosteum., yang mengandung sel-sel yang
dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal
tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteri nutrisi
khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.4
Histologi yang spesifik dari lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
ini merupakan faktor yang penting untuk memahami cedera pada anak-anak.
Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat epifisis disebut daerah sel
istirahat. Lapisan berikutnya adalah zona proliferasi. Pada zona ini terjadi
pembelahan aktif sel, dan di sinilah mulainya pertumbuhan tulang panjang.
Sel-sel yang aktif ini didorong kearah batang tulang, ke dalam daerah
hipertrofi, tempat sel-sel ini membengkak, menjadi lemah dan secara
metabolik menjadi tidak aktif. Patah tulang epifisis pada anak-anak sering
terjadi di tempat ini, dan cedera dapat meluas ke daerah kalsifikasi
sementara. Di dalam daerah kalsifikasi tambahan inilah sel-sel mulai
menjadi keras karena mineral disimpan dalam kolagen dan proteoglikan.
Kerusakan pada daerah proliferasi dapat menyebabkan pertumbuhan
terhenti dengan retardasi pertumbuhan longitudinal anggota gerak tersebut,

4
atau terjadi deformitas progresif bila hanya sebagian dari lempeng tulang
yang mengalami kerusakan berat. 4
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau
jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang
aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah
besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari
fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang
tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ke tulang.4
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan
osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.4
Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorbsi pada
suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak
ketika terjadi lebih banyak pembentukan daripada absorbsi tulang.
Pergantian yang berlangsung terus menerus ini penting untuk fungsi normal
tulang dan membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang
meningkat dan untuk mencegah terjadi patah tulang. Bentuk tulang dapat
disesuaikan dalam menanggung kekuatan mekanis yang semakin
meningkat. Perubahan tersebut juga membantu mempertahankan kekuatan
tulang pada proses penuaan. Matriks organik yang sudah tua berdegenerasi,
sehingga membuat tulang secara relatif menjadi lemah dan rapuh.
Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru, sehingga
memberi tambahan kekuatan pada tulang.4

5
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan
kadar hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung dan segera pada
mineral tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat di absorbsi dan bergerak
memasuki serum. Disamping itu, peningkatan kadar PTH secara perlahan-
lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga
terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada
hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu ginjal.4
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada
kadar PTH yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, PTH tidak akan
menyebabkan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit
membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan absorbsi
kalsium dan fosfat oleh usus halus.5

Gambar 2.1 Anatomi tulang panjang

6
2.2. Definisi Osteosarkoma
Osteosarkoma adalah suatu tumor ganas primer pada tulang yang berasal
dari sel-sel osteoblastik dari sel-sel mesenkimal primitif dengan proliferasi
sel-sel stroma spindel ganas yang menghasilkan osteoid atau tulang imatur.3
Di luar multipel myeloma, osteosarkoma merupakan tumor ganas primer
yang paling sering ditemukan (48,8%). Osteosarkoma sering terjadi pada
anak-anak, remaja dan dewasa muda (di bawah umur 20 tahun). Terdapat
kecenderungan jenis kelamin, dimana perbandingan insidensi pria : wanita =
2 : 1. Puncak kedua yang lebih kecil dijumpai setelah usia 50 tahun, pada
kelompok ini terdapat persentase yang lebih tinggi pada pasien yang
menderita penyakit paget sebelumnya dan riwayat terpajan radiasi.4
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang
panjang, terutama pada distal femur (52%), proksimal tibia (20%) dimana
pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah
metafisis humerus proksimal (9%), radius distal, dan ujung proksimal
femur. Sering mengenai tulang sekitar lutut (± 50-60% kasus). Penyakit ini
biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis. Dari tulang-tulang
pipih, ilium paling sering terkena. Akan tetapi, sebenarnya semua tulang
pada tubuh dapat terlibat. Pada golongan usia lanjut dengan penyakit Paget,
tidak dijumpai keterlibatan tumor ini pada tulang panjang.2

2.3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah 4,8
kasus per satu juta populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional paling
tinggi pada usia 10-20 tahun, Setidaknya 75% dari kasus osteosarkoma
adalah osteosarkoma konvensional. Observasi ini berhubungan dengan
periode maksimal dari pertumbuhan skeletal. Namun terdapat juga insiden
osteosarkoma sekunder yang rendah pada usia 60 tahun, yang biasanya
berhubungan dengan penyakit paget.6
Kebanyakan osteosarkoma varian juga menunjukkan distribusi usia yang
sama dengan osteosarkoma konvensional, terkecuali osteosarkoma
intraosseous low-grade, gnathic dan parosteal  yang menunjukkan insiden

7
tinggi pada usia dekade ketiga. Osteosarkoma konvensional muncul pada
semua ras dan etnis, tetapi lebih sering pada afrika amerika dari pada
kaukasian. Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria,
dengan rasio 3:2 terhadap wanita. Perbedaaan ini dikarenakan periode
pertumbuhan skeletal yang lebih lama pada pria.6,7

2.4. Etiologi
Penyebab pasti dari osteosarkoma belum diketahui pasti, namun terdapat
berbagai faktor untuk menyebabkan terjadinya osteosarkoma yaitu:
a. Pertumbuhan tulang yang cepat
Pertumbuhan tulang yang cepat terlihat sebagai predisposisi
osteosarkoma, seperti terlihat inseden osteosarkoma meningkat pada saat
pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma banyak pada metafisis
tulang.
b. Faktor lingkungan
Paparan terhadap radiasi
c. Faktor genetik
Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya osteosarkoma.
Pasien denganretinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali
lipat terhadapterjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan
mutasi gen Rb. Mutasi pada gen Rb tidak biasa ditemukan pada
osteosarkoma sporadik. Mutasi pada gen p53 sering nampak. Namun
gen retinoblastoma telah melokalisir pada lengan kromosom 13 (13q14).
Gen Rb diakui sebagai prototipe tumor suppressor gene dan menyangkut
jumlah patogenesis neoplasma pada manusia. Tumor suppressor gene
berfungsi mengendalikan pertumbuhan sel tumor, jadi hilangnya fungsi
atauinaktivasi dari tumor suppressor genemenyebebkan terjadinya
pertumbuhan tumor
d. Displasia Tulang
Hal ini juga menyangkut paget disease, displasia fibrosa,
enkondromatosis, daneksotose multipel herediter dan retinoblastoma
yang merupakan faktor resiko. Sindrom Li-Fraumeni (mutasi germline
p53) dan sindrom Rothmund Thomson (berkumpulnya autosomal yang

8
terpendam pada defek tulang kongenital, displasia pada kulit dan
rambut, hipogonadisme, dan katarak) juga menjelaskan kemungkinan
berkembangnya osteosarkoma.

2.5. Klasifikasi
2.5.1 Osteosarkoma Klasik
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe
ini disebut juga: osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada
anak-anak dan dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur. Sangat
jarang ditemukan pada tulang-tulang kecil di kaki maupun di tangan, begitu
juga pada kolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanya
mengenai tulang besar pada kaki bagian belakang (hind foot) yaitu pada
tulang talus dan calcaneus, dengan prognosis yang lebih jelek.
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali
dihubungkan dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan
saat istirahat atau pada malam hari dan tidak berhubungan dengan aktivitas.
Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar,
nyeri tekan dan tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit di
permukaannya. Tidak jarang menimbulkan efusi pada sendi yang
berdekatan. Sering juga ditemukan adanya patah tulang patologis.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline
phosphatase dan lactic dehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma tersebut.
Gambaran klasik osteosarkoma pada plain foto menunjukkan lesi yang
agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekule
tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga
campuran area radio-opak dan radio-lusen, oleh karena adanya proses
destruksi tulang (bone destruction) dan proses pembentukan tulang (bone
formation). Pembentukan tulang baru pada periosteum, pengangkatan
kortek tulang, dengan pembentukan: Codman’s triangle,dan gambaran

9
Sunburst dan disertai dengan gambaran massa jaringan lunak, merupakan
gambaran yang sering dijumpai. Plain foto thoraks perlu juga dibuat untuk
menentukan adanya metastase pada paru.
CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke jaringan
sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau invasinya pada
jaringan otot. CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase
pada peparu. Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang
mana osteosarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti bentukan
massa bola. Apabila tumor menembus kortek tulang menuju jaringan otot
sekitarnya dan membentuk seolah-olah suatu kapsul (pseudocapsul) yang
disebut daerah reaktif atau reactive zone. Kadang kadang jaringan tumor
dapat invasi ke daerah zone reaktif ini dan tumbuh berbetuk nodul yang
disebut satellites nodules. Tumor kadang bisa metastase secara regional
dalam tulang bersangkutan, dan berbentuk nodul yang berada di luar zone
reaktif pada satu tulang yang disebut dengan skip lesions. Bentukan-
bentukan ini semua sangat baik dideteksi dengan MRI.
Bone scan (Bone Scintigraphy): seluruh tubuh bertujuan menentukan
tempat terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi
tumor apakah intraoseous atau ekstraoseous. Juga dapat untuk mengetahui
adanya skip lesions, sekalipun masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif
yang digunakan adalah thallium Tl 201. Thallium scantigraphy digunakan
juga untuk memonitor respons tumor terhadap pengobatan kemoterapi dan
mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan
angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya
pada High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi
yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy,yang mana apabila
terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon
terapi kemoterapi preoperatif berhasil.

10
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma.
Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan
diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap
penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi
jarum perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan
seperti: invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu
penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan
terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah. Pada gambaran
histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade sarcomatous
dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid
dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak,
sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya
anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-
kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi
kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk
osteoid. Secara patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade dan low-
grade variant bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan
banyaknya mitosis. Secara konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel
spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid. Pada telengiektasis
osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah yang
dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat
ganas sekali.

2.5.2 Parosteal Osteosarkoma


Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada
permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari
fibroblas dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi
pada umurlebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai
40 tahun. Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi
yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang
lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar,
yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke

11
endosteal. Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi
dari tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80 – 90%.

Gambar 2.2 Parosteal Osteosarkoma

2.5.3 Periosteal Osteosarkoma


Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan bisa
pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan
pada klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari
osteosarkoma klasik yaitu 20% – 35% terutama ke paru-paru.
Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-
margin surgical resection), dengan didahului preoperatif kemoterapi dan
dilanjutkan sampai post-operasi.

12
Gambar 2.3 Periosteal Osteosarkoma

2.5.4 Telangiectasis Osteosarkoma


Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran
lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.
Dengan gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi binigna pada
tulang seperti aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan
klasik osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat
tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena
tumor sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya
sama dengan osteosarkoma klasik, dan sangat resposif terhadap adjuvant
chemotherapy.

2.5.5 Osteosarkoma Sekunder


Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami
mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua, misalnya bisa
berasal dari paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, benign giant
cell tumor. Contoh klasik dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal

13
dari paget’s disease yang disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa
merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umur tua.
Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudian di daerah pelvis dan
femur. Perjalanan penyakit sampai mengalami degenerasi ganas memakan
waktu cukup lama berkisar 15 – 25 tahun dengan mengeluh nyeri pada
daerah inflamasi dari paget’s disease. Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan
disusul oleh terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari pagetic
osteosarcoma sangat jelek dengan five yearssurvivalrate rata-rata hanya
8%. Oleh karena terjadi pada orang tua, maka pengobatan dengan
kemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya rendah.

2.5.6 Osteosarkoma Akibat Radiasi


Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari
30Gy. Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 – 35 tahun, dan
derajat keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan angka
metastasenya tinggi.

2.5.7 Multisentrik Osteosarkoma


Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu
terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat.
Hal ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi
bersamaan pada lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu
metastase. Ada dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi
secara bersamaan pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada
anak-anak dan remaja dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe
lainnya adalah tipe Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu
terdapat tumor pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah
pengobatan tumor pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih
rendah.

14
2.5.8 Staging Osteosarkoma7
Pada tumor muskuloskeletal stagingnya memakai Enneking System,
yang telah dipakai oleh Musculoskeletal Tumor Society, begitu juga pada
osteosarkoma. Staging ini berdasarkan gradasi histologis dari tumor (ada
low-grade dan high-grade), ekstensi anatomis dari tumor
(intrakompartmental atau ekstra kompartmental), dan ada tidaknya
metastase (Mo atau M1). Sesuai dengan Enneking System maka Staging
dari Osteosarkoma adalah sebagai berikut:
Stage I. Low-grade Tumor
I A. Intracompartmental
I B. Extracompartmental

Stage II High-grade
II A Intracompartmental
II B Extracompartmental

Stage III Any Grade with metastase


IIIA Intracompartmental
IIIB Extracompartmental
Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi,
perencanaan pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma
tersebut.

15
2.6. Patofisiologi
Penyebab osteosarkoma tidak diketahui, namun berbagai agen dan
status penyakit dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini.
Osteosarkoma dipercaya berasal dari sel stem mesenkim atau sel
osteoprogenitor yang mengalami gangguan dalam jalur diferensiasi
osteoblas. Beberapa studi membuktikan bahwa osteosarkoma mempunyai
cancer stem cells.
Penyebab yang paling diketahui berhubungan dengan penyakit ini
ialah radiasi. Osteosarkoma setelah terapi radiasi merupakan komplikasi
yang jarang dan biasanya terjadi setelah 15 tahun kemudian (antara 3-55
tahun). Sekitar 70% penyakit ini mempunyai abnormalitas genetik seperti
penyimpangan struktur kompleks dan jumlah kromosom.
Studi molekuler menunjukkan bahwa tumor ini biasanya mempunyai
mutasi pada tumor suppressor gen dan onkogen termasuk Rb, TP53,
INK4a, MDM2 dan CDK4. Rb dikenal sebagai regulator negatif yang kritis
dalam siklus sel. Kasus dengan mutasi Rb mempunyai peningkatan risiko
osteosarkoma 1000 kali dan mutasi ini terdapat pada 70% kasus
osteosarkoma sporadik. TP53, berfungsi sebagai penjaga integritas
genomik oleh promosi reparasi DNA dan apoptosis dari kerusakan sel yang

16
ireversibel. Kasus sindrom Li-Fraumeni dengan mutasi gen TP53
mempunyai insiden tinggi tumor ini. Keadaan yang mengganggu fungsi
TP53 biasanya ditemukan pada tumor sporadik. INK4a inaktif pada banyak
osteosarkoma. Gen ini mengode dua tumor supresor, p16 (regulator negatif
dari cyclin-dependent kinase) dan p14 (menambah fungsi p53).
MDM2 dan CDK4 merupakan regulator siklus sel yang menghambat
fungsi p53 dan RB, dan ekspresinya tampak berlebihan pada banyak
osteosarkoma derajat rendah, sering melalui amplifikasi kromosom regio
12q13-q15. Insiden puncak penyakit ini terjadi pada dewasa dengan
pertumbuhan yang cepat, sering pada regio growth plate tulang (pertum-
buhan tulang yang paling cepat). Proliferasi yang meningkat pada sisi ini
dapat merupakan predisposisi untuk mutasi yang mengatur perkembangan
osteosarkoma.
Penelitian Endo-Munoz et al. menemukan bahwa pada osteosarkoma
terdapat peningkatan ekspresi IDI dan penurunan ekspresi S100AB secara
bermakna. IDI adalah suatu inhibitor diferensiasi sel osteoklas sedangkan
S100AB sangat terekspresi pada osteoklas. Hal ini berpotensi sebagai terapi
target osteosarkoma. Didapatkan jumlah osteoklas yang menurun pada
osteosarkoma. Keadaan ini dapat terlibat pada metastasis osteosarkoma,
tetapi bagaimana mekanisme osteosarkoma menginduksi penurunan
osteoklas belum jelas.

2.7. Manifestasi Klinis


Osteosarkoma atau osteogenik sarkoma terutama ditemukan pada
umur 10-20 tahun dan lebih sering pada pria dari pada wanita. Nyeri
merupakan gejala utama yang pertama muncul dan bersifat konstan
dan bertambah hebat saat malam hari, pasien datang dengan tumor
yang besar atau karena terdapat gejala fraktur patologis dan dapat
terjadi setelah gerakan biasa dan disertai dengan gejala tambahan
berupa gerakan terbatas, gait (jika tumor terdapat di tungkai), rasa
sakit saat mengangkat sesuatu (jika tumor terdapat di lengan) dan

17
gejala-gejala umum tumor lain seperti anemia, penurunan berat badan
serta nafsu makan yang berkurang.1,2

2.8. Diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan dan atau
trauma sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada
yang menderita penyakit sejenis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam anamnesis adalah
a) Umur
Umur penderita sangatlah penting untuk diketahui karena banyak tumor
tulang yang mem[unyai kekhasan dalam umur terjadinya. Misalnya pada
osteosarkoma ditemukan pada anak sampai sebelum dewasa muda (10-20
tahun)
b) Lama dan perkembangan (progresifitas tumor)
Tumor jinak biasannya berkembang secara perlahan bila terjadi
perkembangan yang cepat dalam waktu singkat maka perlu dicurigai adanya
keganasan.
c) Nyeri
Nyeri mmerupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri
menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat.
d) Pembengkakan
Kadang-kadang penderita mengeluh adanya suatu pembengkakan yang
timbul secara tiba-tiba.

2.8.2 Pemeriksaan Fisik


a) Lokasi
Beberapa jenis tumor memiliki lokasi yang klasik dan tempat predileksi
tertentu. Seperti pada sarkoma sering terjadi pada daerah metafisis tulang.
b) Besar, bentuk, batas dan sifat tumor
Tumor yang besar, berbentuk tidak beraturan, dan berbatas tidak tegas
kemungkinan merupakan tumor ganas seperti pada osteosarkoma.

18
c) Gangguan pergerakan sendi
Pada tumor yang besar akan memberikan gangguan pada pergerakan
sendi.
d) Fraktur patologis
Tumor ganas seperti osteosarkoma dapat memberikan komplikasi fraktur
patologis oleh karena tejadi kerapuhan pada tulang. Sehingga pasien akan
datang dengan gejala fraktur.

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan dalam
menegakkan diagnosa tumor adalah:
 LDH
 ALP (kepentingan prognostik)
 Hitung darah lengkap
 Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.
 Elektrolit: Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium,
magnesium, phosphorus.
 Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine

2. Pemeriksaan Radiografis
Pemeriksaan radiologis seperti foto polos merupakan salah satu
pemeriksaan yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis tumor
tulang.
Foto polos tulang dapat memberikan gambaran tentang:
- Lokasi lesi yang lebih akurat apakah pada daerah epifisis, metafisis,
diafisis atau pada organ-organ tertentu
- Apakah tumor bersifat soliter atau multiple
- Jenis tulang yang terkena
- Memberikan gambaran sifat-sifat tumor

19
a. X-ray
Foto polos dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan
lebih jauh yang tepat contoh:

Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle


(panah) dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.

Perubahan periosteal berupa Codman triangles (panah putih) dan masa


jaringan lunak yang luas (panah hitam).

20
Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal.

b. CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos
membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks
(contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma
gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma
sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih
jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya
daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi
dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. Pada
osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika
digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada
aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan
terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.

Contoh pada sarkoma teleangiektasis.

21
c. MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari
tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang
dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat
untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam
menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium
dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada
tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan
lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen.
Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang
penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang
mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase.
Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada
yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos.
Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal
yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan
dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan.

Gambar contoh menunjukkan destruksi kortikal dan adanya massa


jaringan lunak.

d. Bone Scintigraphy
Bone scintigraphy seluruh tubuh bertujuan menentukan tempat
terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi
tumor apakah intraoseous atau ekstraoseous. Juga dapat untuk

22
mengetahui adanya skip lesions, sekalipun masih lebih baik dengan MRI.
Radio aktif yang digunakan adalah thallium Tl 201. Thallium
scantigraphy digunakan juga untuk memonitor respons tumor terhadap
pengobatan kemoterapi dan mendeteksi rekurensi lokal dari tumor
tersebut.

Bone scan yang membandingkan bagian bahu dengan osteosarkoma


dan yang sehat.

3. Pemeriksaan Biopsi
Untuk memperoleh material yang cukup untuk pemeriksaan
histologis, untuk membantu menegakkan diagnosis serta staging tumor.
Seorang dokter atau ortopedist biasanya jarang melihat tumor ganas pada
tulang. Kebanyakan tumor pada tulang adalah jinak. Oleh karenanya
seorang dokter sering salah dalam mendiagnosa pasien yang datang
dengan suatu kista atau benjolan, atau datang dengan gangguan otot. Dan
terkadang seorang dokter langsung memberikan pengobatan tanpa foto
sinar-X.
Diagnosis rutin untuk penderita osteosarkoma bisanya dimulai dengan
foto sinar-X, dilanjutkan dengan kombinasi scanning (CT-S-scan, PET-
scan, bone scan, dan MRI) dan biasanya terakhir dengan biopsi. Foto
hanyalah sebagai penunjang, biopsi tetap sebagai penentu suatu tumor
apakah jinak atau ganas.

23
2.9. Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dilakukan dengan sangat hati-hati oleh karena
kelainan-kelainan lain seperti infeksi, miositis osifikans, hematoma dapat
memberikan gambaran klinis dan radiologik yang dapat menyerupai
gambaran suatu tumor ganas tulang. Kelainan-kelainan yang dapat
memberikan gambaran klinis dan radiologi yang menyerupai osteosarkoma
adalah:
1.Osteomielitis kronis
2. Osteoblastoma
3. Fraktur Stres
4. Osteoid Osteoma
5. Parosteal osteosarcoma

2.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb
salvage surgery (LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa
radioterapi yang diberikan konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi. 12
Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol mikrometastasis,
memungkinkan penilaian histopatologi untuk melihat respons kemoterapi
(Huvos), memungkinkan perencanaan limb salvage surgery (LSS) serta
memudahkan tindakan reseksi tumor pada saat tindakan LSS. 12
Pembedahan merupakan terapi utama osteosarkoma melalui prinsip
reseksi secara en bloc dengan mempertahankan fungsi semaksimal
mungkin. Protokol penatalaksanaan osteosarkoma meliputi pemberian
kemoterapi 3 siklus neoadjuvan terlebih dahulu. Jika setelah neoadjuvan
ukuran tumor mengecil tanpa disertai keterlibatan struktur neuro-vaskular
utama (sesuai indikasi LSS), yang ditunjang oleh pemeriksaan radiologi
(restaging), dilanjutkan dengan pembedahan LSS. Sebaliknya, bila terjadi
pertumbuhan tumor yang progresif disertai keterlibatan struktur neuro-
vaskuler utama atau ekstensi jaringan yang sangat luas, amputasi menjadi
pilihan utama pembedahan. Pasca pembedahan, pasien dipersiapkan untuk
peberian kemoterapi adjuvant 3 siklus dengan regimen yang sama (bila hasil

24
Huvos minimal 3); Bila hasil Huvos kurang dari 2, regimen kemoterapinya
harus diganti dengan obat anti kanker lainnya (second line). 12
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak
terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak
memungkinkan pemberian kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya
ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung
dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan
pemberian kemoterapi adjuvant. 12
1. Limb Salvage Surgery
Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur pembedahan
yang dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas dengan
tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan
tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan
lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction (massive bone
graft baik auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis dan bone
graft. 12

2. Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak
terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak
memungkinkan pemberian kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya
ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung
dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan
pemberian kemoterapi adjuvant. 12

3. Kemoterapi
Osteosarkoma salah satu dari solid tumor dimana adjuvant kemoterapi
terbukti bermanfaat.
Kemoterapi terdiri dari berbagai obat kemo dan berbagai protokol.
Namun untuk mempermudah dibagi dalam berbagai kelompok.:

25
a. First line therapy (primary/neoadjuvant/adjuvant therapy or metastatic
disease) :
- Cisplatin dan doxorubicin
- MAP ( High-dose Methotrexate, cisplatin dan doxorubicin )
- Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide dan high dose methotrexate
- Ifosfamide, cisplatin dan epirubicin
Protokol tersebut merupakan komponen utama. Dengan bukti reccurent
rate 80% tanpa adjuvant versus 30% dengan adjuvant kemoterapi. Dan 2
tahun bebas relaps adalah 17% pada kelompok observasi versus 66% pada
kelompok adjuvant.
b. Second line therapy (relapsed/ refractory or metastatic disease)
- Docetaxel dan gemcitabine
- Cyclophosphamide dan etoposide
- Gemcitabine
- Ifosfamide dan etoposide
- Ifosfamide, carboplatin dan etoposide
- High dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide

4. Radioterapi
Prinsip radioterapi pada osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi
tumor primer dan lesi metastasis. Osteosarkoma tidak semuanya ditemukan
di tungkai, tumor di panggul, tengkorak, tulang belakang dan rahang
seringkali sulit dikenali oleh ahli bedah. Oleh karena itu, radioterapi kadang
digunakan dalam situasi dimana tidak mungkin untuk menghilangkan
seluruh tumor dengan metode pembedahan. 12

5. Follow Up
Follow up pasien dilakukan tiap 2 bulan pada tahun pertama dan kedua
terapi, tiap 3 bulan pada tahun ke 3, tiap 6 bulan pada tahun ke 4 dan 5, dan
follow up pada tahun berikutnya dilakukan setahun sekali. Jika terjadi
rekurensi maka dilakukan kemoterapi, LSS atau amputasi, radioterapi
paliatif ( radium–223, Samarium-1 , 153Sm-EDTMP) dan terapi suportif. 12

26
6. Rehabilitasi
Pada kanker osteosarkoma, penyakit dan penanganannya dapat
menimbulkan gangguan fungsi pada manusia sebagai makhluk hidup seperti
gangguan fisiologis, psikologis ataupun perilaku yang berpotensi
mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam melakukan aktivitas
(disabilitas) dan partisipasi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Layanan
rehabilitasi medik pada pasien osteosarkoma bertujuan untuk pengembalian
kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan cara aman dan efektif, sesuai kemampuan
fungsional yang ada. Pendekatan layanan tersebut dapat diberikan sedini
mungkin sejak sebelum pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan
pada berbagai tingkat tahapan dan pengobatan penyakit yang disesuaikan
dengan tujuan penanganan rehabilitasi kanker yaitu bersifat prefentif,
restorasi, suportif atau paliatif.
Pasien osteosarkoma harus menjalani terapi pembedahan, kemoterapi dan
radioterapi, yang dapat meningkatkan meningkatkan stress metabolisme dan
risiko malnutrisi, sehingga pasien perlu mendapatkan tatalaksana nutrisi
secara optimal. Tatalaksana nutrisi dimulai dari skrining, diagnosis, serta
tatalaksana, baik umum maupun khusus, sesuai dengan kondisi dan terapi
yang dijalani pasien. Pasien yang menjadi penyintas masih memerlukan
tatalaksana nutrisi, yang meliputi edukasi dan terapi gizi untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. 12

2.11. Komplikasi
Seorang anak atau remaja mungkin memiliki komplikasi dari
osteosarcoma yaitu metastase ke paru-paru yang merupakan tempat
tersering lokasi atau dari perawatan, seperti infeksi atau pendarahan dari
operasi yang sudah dilakukan. Rambut rontok, sariawan, mual, muntah,
diare, infeksi meningkat, mudah memar dan berdarah, dan merasa lelah
akibat kemoterapi. Luka bakar, rambut rontok, mual, diare, pertumbuhan
tulang yang buruk, kerusakan organ, dan kanker baru dari radiasi.

27
Tantangan emosional dan fisik dari amputasi yang diterima dari
lingkungannya.

2.12. Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari
tumor, adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang
dinilai setelah kemoterapi.
a) Lokasi tumor
Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor
yang terlokalisasi. Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas, lokasi yang
lebih distal mempunyai nilai prognosa yang lebih baik daripada tumor yang
berlokasi lebih proksimal. Tumor yang berada pada tulang belakang
mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas dan kematian.
Osteosarkoma yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari semua
osteosarcoma.
b) Ukuran tumor
Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk
dibandingkan tumor yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan
ukuran paling panjang yang dapat terukur berdasarkan dari dimensi area
cross-sectional.
c) Metastase
Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih
baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan
mempunyai metastase pada saat didiagnosa, dengan paru-paru merupakan
tempat tersering lokasi metastase. Prognosa pasien dengan metastase
bergantung pada lokasi metastase, jumlah metastase, dan resectability dari
metasstase. Pasien yang menjalani pengangkatan lengkap dari tumor primer
dan metastase setelah kemoterapi mungkin dapat bertahan dalam jangka
panjang, meskipun secara keseluruhan prediksi bebas tumor hanya sebesar
20% sampai 30% untuk pasien dengan metastase saat diagnosis.
Prognosis juga terlihat lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner
yang sedikit dan unilateral, bila dibandingkan dengan nodul yang bilateral,

28
namun bagaimanapun juga adanya nodul yang terdeteksi bukan berarti
metastase. Derajat nekrosis dari tumor setelah kemoterapi tetap merupakan
faktor prognostik. Pasien dengan skip metastase dan osteosarkoma
multifokal terlihat mempunyai prognosa yang lebih buruk.
d) Reseksi tumor
Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa
karena osteosarkoma relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang
lengkap dari tumor sampai batas bebas tumor penting untuk kesembuhan.
e) Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi
Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari
kemoterapi sebelum dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi metastase
pada pasien dengan metastase. Derajat nekrosis yang lebih besar atau sama
dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari kemoterapi mempunyai
prognosa yang lebih baik daripada derajat nekrosis yang kurang dari 90%,
dimana pasien ini mempunyai derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi.
Tingkat kesembuhan pasien dengan nekrosis yang sedikit atau sama sekali
tidak ada, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat kesembuhan pasien
tanpa kemoterapi.

29
BAB III
KESIMPULAN

1. Osteosarkoma merupakan keganasan tulang tersering yang mengenai usia


anak, dewasa muda.
2. Faktor risiko kanker jenis ini adalah faktor genetik, penyakit tulang kronik
dan riwayat radiasi.
3. Gejala yang ditemukan pada osteosarkoma berupa nyeri, massa, edema
pada anggota gerak serta penurunan berat badan.
4. Untuk menegakkan diagnosis osteosarcoma diperlukan pemeriksaan
penunjang radiologi. Pada xray tulang dapat ditemukan adanya gambaran
khas seperti segitiga codman, sunburst appearance dan destruksi korteks.
Sementara CT scan, MRI, dan Bone Scintigraphy memiliki tempat untuk
membantu menentukan diagnosis, evaluasi perluasan tumor dan
keterlibatan organ lainnya, serta metastasis. Sementara biopsi berguna
untuk konfirmasi histopatologi. Penentuan stadium tumor berlandaskan
Enneking System.
5. Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb salvage
surgery (LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi
yang diberikan konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi.
6. Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari
tumor, adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang
dinilai setelah kemoterapi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Mehlman C T. 2020. Osteosarcoma.


https://emedicine.medscape.com/article/1256857-overview diakses pada 24
September 2020.
2. Picci Piero. Osteosarcoma (Osteogenic sarcoma ) [internet]. Bologna; 2007
http://www.OJRD.com/contents/2/1/6 diakses pada 24 September 2020.
3. Apley AG, Solomom L. Apley and Solomon’s System of Orthopaedics and
Trauma. CRC Press. United States. Pages 140-48.
4. Price, S.A. & Wilson, L.M. 2014. Pathophysiology. Alih Bahasa : Pendit,
B.U Jakarta: EGC.
5. Suyono, S, et al. 2013. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
6. Clarke B. Normal Bone Anatomy and Physiology. Clin J Am Soc
Nephrol.2008. 3 (Suppl 3): S131-S139.
7. Urban, Fischer. Sobotta – Atlas of Human Anatomy. General Anatomy and
Musculoskeletal System. Elsevier. Edisi 15. Pages 340-58.
8. Slonane, Ethel. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
9. Blom & fawcet Buku ajar histology: editor bahasa Indonesia dr hurawati
hartanto, EGC: 2014: jakarta; 175 - 177.]
10. Carter MA. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. In: Price SA, Wilson
LM, Editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.p.1356-60;1365
11. Rahmatunnadi Ridha. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteosarkoma.Banda
aceh: SMF Bedah Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh; 2011.
12. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal
System. Third Ed. William Wilkins. Baltimore, Maryland. P. 339 – 364
13. Rasjad. C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif Watampone;
2015. P 222 – 244.
14. Glueck CJ, Freiberg R, Tracy T, et al. Thrombophilia and hypofibrinolysis:
pathophysiologies of osteonecrosis. Clin Orthop 2012. b; 334: 43–56.

31
15. Blom A, Warwick D, Whitehouse M, editors. Apley & Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma 10th Edition. CRC Press; 2017 Aug 29.
16. Guerra JJ, Steinberg ME. Distinguishing transient osteoporosis from
avascular necrosis of the hip. J Bone Joint Surg 2008; 77A: 616–24.
17. Apley & Solomon’s. System of Orthopaedics and Trauma. Ed 10. Pages 149-
151.

32

Anda mungkin juga menyukai