Anda di halaman 1dari 25

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN

ILMU KEDOKTERAN RADIOLOGI


“Osteosarcoma”

Oleh:
Rifqie Fathiarsya Courie
H1A320001

Pembimbing
dr. Dewi Anjarwati, M.Kes., Sp.Rad

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat – Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Referat ini
dengan judul “Osteosarcoma” disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Bagian Ilmu Radiologi RSUD Provinsi NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Dewi Anjarwati M.Kes., Sp.Rad selaku supervisor yang telah
banyak memberikan bimbingan serta ilmu kepada penulis dalam proses penyusunan
referat ini, serta dokter dan guru – guru yang telah banyak memberikan ilmu kepada
penulis dalam proses pembelajaran pada stase Ilmu Radiologi RSUD Provinsi NTB:

1. dr. Hasan Amin, Sp.Rad selaku Supervisor

2. dr. Triana Dyah Cahyawati, Sp.Rad., M. Sc selaku Supervisor

3. dr. Novia Andansari Putri, Sp.Rad, selaku Supervisor

Penulis menyadari bahwa baik dari segi materi maupun segi penulisan, referat
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga referat ini dapat memberikan
manfaat dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca dalam menjalankan praktek
sehari – harinya sebagai seorang dokter.

Mataram, November 2021


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
.................................................................................................2
DAFTAR ISI
................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN
...........................................................................................4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................4
1.2 Tujuan .....................................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
................................................................................5
2.1 Definisi Osteosarkoma ............................................................................................5
2.2 Epidemiologi Osteosarkoma....................................................................................5
2.3 Faktor Risiko
Osteosarkoma…………....................................................................6
2.4 Patogenesis Osteosarkoma.......................................................................................6
2.5 Penegakan Diagnosis
Osteosarkoma........................................................................7
2.6 Klasifikasi histologi dan stadium
Osteosarkoma....................................................14
2.7 Tatalaksana
Osteosarkoma……….........................................................................18
2.8 Komplikasi dan Prognosis
Osteosarkoma..............................................................21
BAB III. KESIMPULAN
..........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neoplasma tulang primer merupakan salah satu neoplasma yang jarang terjadi
dengan kejadian sekitar 3 – 5% dari neoplasma pada anak dan sekitar 0,2% dari
seluruh malignansi1. Dari seluruh jenis neoplasma tulang primer, osteosarcoma
merupakan neoplasma tersering pada anak dan remaja, serta ketiga tersering pada
populasi dewasa. Secara keseluruhan, insidensi osteosarkoma mencapai 3,4 per 1 juta
populasi pertahun dengan rata-rata 900 kasus baru yang terjadi kebanyakan pada
anak-anak dan remaja dalam rentang usia 10 hingga 30 tahun1,2.

Osteosarkoma ditandai dengan adanya malignansi pada sel yang berasal dari
sel mesenkimal yang mengandung osteoid immature. Osteosarkoma sering terjadi
pada tulang panjang seperti femur, tibia, atau humerus, terutama pada bagian
metaphysis. Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang mempunyai
potensi metastasis yang tinggi. Secara keseluruhan, 5-year survival rate mencapai
68% apabila osteosarkoma terlokalisasi, namun apabila sudah terjadi metastasis,
angka harapan hidup hanya mencapai 30%. Diagnosis awal dengan modalitas
radiologi seperti foto polos, Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas akibat
osteosarkoma2,3.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan naskah ini yaitu untuk mengetahui tentang definisi,
etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnostik dan gambaran
radiologi, tatalaksana, serta prognosis dari osteosarkoma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Osteosarkoma merupakan neoplasma primer pada tulang yang berasal dari sel
mesenkimal yang memproduksi tulang dan matriks osteoid. Osteosarkoma memiliki
manifestasi yang heterogen, yang dapat membuatnya berdiferensiasi menjadi
berbagai subtipe, lokasi disekitar tulang, dan variasi histologis. Subtipe-subtipe
tersebut akan menyebabkan variasi pada gambaran radiologis3.

2.2 Epidemiologi

Osteosarkoma merupakan malignansi pada tulang yang sering terjadi pada


anak-anak dan remaja, dengan kejadian terbanyak pada usia 10 hingga 14 tahun. Pada
usia 0 – 14 tahun, insidensi osteosarkoma pada semua ras dan usia adalah 4 kasus per
1 juta orang per tahun, dan jumlahnya meningkat menjadi 5 kasus per 1 juta orang per
tahun pada rentang usia 0 – 19 tahun. Selain itu, pada orang dewasa jumlah kejadian
terbanyak dari osteosarkoma pada usia >65 tahun3,4.
Osteosarkoma berkontribusi terhadap 3 – 5% dari seluruh malignansi pada
anak dan sekitar 0,2% dari seluruh malignansi (molecular). Osteosarkoma lebih
sering terjadi pada orang berkulit hitam dengan insidensi 6,8 kasus per 1 juta orang
per tahun sedangkan orang berkulit putih mengalami osteosarkoma dengan insidensi
4,6 kasus per 1 juta orang per tahun. Osteosarkoma juga lebih sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan dengan insidensi 5,4 kasus per 1 juta orang per tahun
pada laki-laki dan 4 kasus per 1 juta orang per tahun pada perempuan (statpearl).
Selain itu, anak-anak dan remaja yang memiliki kelainan genetik seperti Li-Fraumeni
syndrome, retinoblastoma herediter, Rothmund-thomson syndrome, Bloom syndrome
atau Werner syndrome lebih rentan untuk terjadi osteosarkoma1,3.

2.3 Faktor Risiko

 Senyawa kimia : Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium dan


methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat menyebabkan perubahan
genetik3-5
 Virus : Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan
proto-onkogen, virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos yang
menyebabkan kurang responsif terhadap kemoterapi3-5.
 Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah
mendapatkan radiasi untuk terapi kanker3-5.
 Penyakit lain : Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma,
poliostotik displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel3-5.
 Genetik : Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner,
Rothmund-Thomson, Bloom3-5.
 lokasi implan logam3,4.
2.4 Patogenesis

Osteoblast origin hypothesis menjelaskan bahwa OS muncul dari defek


diferensiasi dari sel-sel yang berkaitan dengan osteoblas, dalam hal ini sel mesenkim.
Inisiasi diferensiasi osteogenik dimulai dari mesenchymal stem cells (MSCs). MSC
adalah sel sumsum tulang multipoten yang mampu berdiferensiasi menjadi jaringan
tulang (osteoblas/osteosit), lemak (adiposit), dan kartilago (kondrosit). Diferensiasi
osteogenik adalah proses teregulasi yang melibatkan berbagai jalur transduksi sinyal
(misalnya, BMP dan WNT), regulator transkripsi (misalnya, p53, ZEB1, RUNX2,
dan ZNF521) dan pengontrol siklus sel (misalnya, RB1). Ekspresi gen berubah –
ubah melalui tahapan diferensiasi osteogenik yang berbeda. COL1A dan ALP adalah
marker untuk progenitor osteoblas dan pra-osteoblas, PTH1R dan BGLAP adalah
marker untuk osteoblas matur dan FGF23 dan MEPE adalah marker untuk osteosit.
Defek pada osteogenesis menyebabkan terjadinya osteosarkomagenesis. Perubahan
genetik (misalnya, mutasi germline pada TP53, RB1, dan RECQL4) dapat
mengganggu proses normal osteogenik, mengakibatkan osteoblas atau osteosit yang
berdiferensiasi tidak sempurna di tulang. Defek ini mengganggu keseimbangan antara
proliferasi dan diferensiasi, dan dapat menyebabkan sekelompok sel mengalami
proliferasi sel yang tidak terkendali. Progenitor osteosarkoma dapat muncul dari sel-
sel ini dan berkembang menjadi osteosarcoma1-3.

2.5 Penegakkan Diagnosis

Diagnosis osteosarkoma ditegakkan berdasarkan anamnesis (usia umumnya


muda, adanya keluham nyeri), pemeriksaan fisik (lokalisasi, besar tumor), dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditemukan
tanda dan gejala, antara lain4:

 Nyeri lokal yang semakin progresif (yang awalnya ringan dan intermiten namun
lama kelamaan menjadi semakin hebat dan menetap)
 Massa (pada ekstremitas yang membesar dengan cepat, nyeri pada penekanan dan
venektasi)
 Edema jaringan lunak
 Fraktur patologis dapat terjadi pada 5-10% pasien osteosarkoma
 Keterbatasan gerak (range of motion )
 Penurunan berat badan
 Anemia

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan sebagai lini pertama adalah


radiografi konvensional. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik “moth
eaten” atau permeatif, lesi blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif
(segi tiga Codman, sunburst, hair on end), massa jaringan lunak, dan formasi matriks
(osteoid maupun campuran osteoid dan khondroid). Osteosarkoma parosteal
menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan kalsifikasi sentral berdensitas
tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang disertai gambaran string sign. Osteosarkoma
periosteal memperlihatkan massa jaringan lunak dengan reaksi periosteal
perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan korteks. High-grade surface
osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi periosteal, erosi dan
penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular. Osteosarkoma
telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil asimetrik, tepi sklerotik
minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan pola pertumbuhan agresif. Dapat
ditemukan fraktur patologik dan matriks osteoid minimal. Small cell osteosarcoma
memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks, massa jaringan lunak, reaksi
periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid. Low-grade central osteosarcoma
memperlihatkan lesi litik destruktif ekspansil, disrupsi korteks, massa jaringan lunak
dan reaksi periosteal4.
Gambar 1. Area sklerotik pada distal femur dextra dengan periosteal reaction tipe sunburst. Massa
disertai pembengkakan signifikan jaringan lunak yang berdekatan. Tidak tampak adanya fraktur.
Temuan sugestif terhadap osteosarcoma6.

Gambar 2. Gambaran sunburst pada metadiafisis femur7.


Gambar 3. Radiografi articulatio genu sinistra pada proyeksi AP dan lateral.
Tampak adanya lesi sklerotik pada area metadiafisis dari tibia dengan zona transisi
luas, matriks osteoid, reaksi periosteal tipe sunburst, dan Codman’s triangle7.

Gambar 4. Lesi destruktif ekspansil dengan fraktur patologis dan reaksi periosteal,
Codman’s triangle7
Gambar 5. Metafisis proksimal dari humerus menunjukkan gambaran “moth-eaten” dan
destruksi tulang permeatif7

Gambar 6. Periosteal osteosarcoma. A. Proyeksi AP, tampak adanya lesi


osteolitik dengan cotical scalloping dan reaksi periosteal (panah) pada tibia
sinistra. B. Proyeksi lateral, tampak lesi osteolitik (panah) 6
Gambar 7. Telengangiectatic osteosarcoma. Proyeksi AP dan lateral femur sinistra,
tampak lesi osteolitik eksentrik ekspansif (panah) pada distal femur6

Gambar 8. Small cell osteosarcoma. a. Proyeksi AP dan lateral pelvis, tampak lesi
osteolitik (panah) tanpa mineralisasi6
Gambar 9. Low – grade osteosarcoma. a. Proyeksi AP dan lateral humerus dextra,
tampak adanya lesi osteolitik dengan batas sklerotik, trabekulasi internal, dan area
matriks osteoid (panah)6

CT scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks
dan mendeteksi matrik ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk
mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah sebagai tuntunan
biopsi tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks juga berguna untuk
mengidentifikasi adanya metastasis mikro pada paru dan organ thoraks3.
Gambar 10. d. Conventional osteosarcoma. CT aksial menunjukkan lesi osteolitik dengan
cotical breaching. c. Telangiectatic osteosarcoma. CT aksial menunjukkan lesi osteolitik
ekspansif dengan mineralisasi6.

MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan
membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai
perluasan massa ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intra-artikular, serta
keterlibatan struktur neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat
memperlihatkan vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Pasca-kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa dan penambahan
komponen nekrotik intra-massa. Dynamic MRI juga dapat digunakan untuk menilai
respon pasca-kemoterapi3,4

Gambar 20. Conventional osteosarcoma. d. Axial T1 – weighted MR image menunjukkan


massa intrameduler dengan signal intensity rendah (panah) disertai cortical breaching. e.
Coronal T2- weighted MR image menunjukkan massa intrameduler dengan signal intensity
heterogen (panah) disertai cortical breaching dan ekstensi soft tissue f. Coronal fat-suppressed
contrast-enhanced T1-weighted MR image menunjukkan enhancement heteorgen (panah)
dengan ekstensi soft tissue. g. Gambaran makroskopis dengan massa intrameduler dan
ekstensi jaringan lunak5

2.6. Klasifikasi histologi dan stadium

Klasifikasi histologi

1. Sentral atau Intrameduler


a. Conventional osteosarcoma

Conventional osteosarcoma adalah jenis osteosarkoma yang paling umum


dan mewakili 80% dari semua kasus OS yang terutama menyerang individu
dalam dekade pertama dan kedua kehidupan. Osteosarkoma tipe ini dapat
dibagi lagi menjadi kelompok osteoblastik, kondroblastik, dan fibroblastik
bergantung pada ciri-ciri sel predominan3,4.

b. Teleangiectatic osteosarcoma

Telangiectatic osteosarcoma (TOS) menyumbang 4% dari seluruh kasus


osteosarkoma. Secara histologis, ciri – ciri TOS, meliputi blood – filled
cavities yang terdilatasi dan high – grade sarcomatous cells. Secara radiologis,
TOS berada di metafisis, dengan pola geografis destruksi tulang dan zona
transisi yang luas, serta gambaran destruksi dengan gambaran “moth-eaten”
atau permeatif. Penting untuk membedakan TOS dari aneurysmal bone cysts
(ABC) pada pencitraan. ABC digambarkan sebagai lesi litik eksentrik dengan
ruang 'blown out’ di tulang. Dua lesi tersebut diketahui tampak serupa secara
radiologis, sehingga kasus TOS yang salah didiagnosis sebagai ABC telah
dilaporkan3,4.

c. Small – cell osteosarcoma

Small cell carcinoma (SOS) memegang 1-2% dari seluruh kasus


osteosarkoma. Manifestasi histologis SOS menunjukkan adanya sel kecil dan
memiliki inti hipokromatik bulat dengan sedikit polimorfisme inti, mirip
dengan Ewing’s sarcoma. Namun, produksi osteoid oleh sel tumor
menegaskan diagnosis untuk osteosarkoma. Pada radiografi biasanya tampak
proses destruktif dengan area litik dan sclerosis10 . Low – grade osteosarcoma
Low – grade osteosarcoma (LOS) menyumbang 1-2% seluruh kasus
osteosarkoma. Namun, LOS umumnya memengaruhi orang dalam dekade
ketiga atau keempat kehidupan. LOS dapat sulit untuk dikenali, karena
merupakan low – grade dan mungkin menyerupai osteosarcoma parosteal,
displasia fibrosa, atau fibroma desmoplastik3,4.

2. Surface atau juxtracortical


a. Parosteal osteosarcoma
Parosteal osteosarcoma (PAOS) merupakan low – grade OS yang berasal
dari periosteum. PAOS mewakili 4-6% dari seluruh kasus OS dan umumnya
memengaruhi aspek posterior femur distal. PAO juga dapat terjadi di situs lain
termasuk humerus proksimal dan tibia proksimal. Radiografi menunjukkan
massa padat dan berlobus3,4.

b. Periosteal osteosarcoma
Periosteal osteosarcoma (PIOS) memiliki komponen matriks yang
terutama bersifat cartilaginous. PIOS cenderung muncul di antara korteks dan
lapisan periosteum, sehingga reaksi periosteal biasanya terlihat pada
radiografi. Pada pemeriksaan histopatologi, intermediate – grade tumor
terlihat, yang mengandung matriks cartilaginous dengan area kalsifikasi3,4.

c. High – grade surface osteosarcoma


High – grade surface osteosarcoma (HGSOS) memegang kurang dari 1%
dari seluruh kasus osteosarkoma dan bermanifestasi sebagai lesi permukaan
dengan gambaran histologis tumor high – grade. Pertumbuhan lokal tumor
sangat cepat pada HGSOS dibandingkan pada parosteal osteosarkoma. Secara
radiologis, HGSOS menunjukkan lesi permukaan dengan mineralisasi parsial,
dan tumor dapat meluas ke jaringan lunak di sekitarnya3,4

Klasifikasi stadium

Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium OS, yaitu berdasarkan Musculoskeletal


Tumor Society (MSTS) untuk stratifikasi tumor berdasarkan derajat dan ekstensi
lokal serta stadium berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC)3,8.

Staging menurut MSTS didasarkan pada tingkat histologis tumor, perluasan


lokalnya, dan ada atau tidaknya metastasis. Lesi low - grade adalah stadium-I:
berdiferensiasi baik, memiliki sedikit mitosis, dan hanya menunjukkan atipia sitologis
sedang dengan risiko metastasis rendah (kurang dari 25%). Lesi high - grade adalah
stadium-II yang berdiferensiasi buruk, memiliki kecepatan mitosis yang tinggi, dan
rasio sel terhadap matriks yang tinggi. Atas dasar keterlibatan kompartemen anatomis
(sebagaimana ditentukan oleh hambatan anatomi alami untuk pertumbuhan tumor
seperti tulang kortikal, kartilago artikular, septa fasia, atau kapsul sendi) stadium I
dan II selanjutnya dibagi lagi menjadi kelompok A dan B. Stadium-IA dan IIA berada
di dalam kompartemen dengan baik (intracompartmental) dan lesi stadium-IB dan IIB
melampaui kompartemen asalnya (extracompartmental). Stadium III adalah lesi
dengan metastasis (KGB atau metastasis atau jauh) terlepas dari ukuran dan
derajatnya3,8.
Sistem klasifikasi AJCC untuk osteosarkoma didasarkan pada grade tumor,
ukuran, keberadaan, dan lokasi metastasis. Stadium-I merupakan tumor low - grade
dan stadium-II merupakan tumor high - grade, yang terbagi berdasarkan ukuran
tumor. Stadium I-A dan II-A berukuran 8 cm atau kurang dalam pengukuran linier
terbesarnya; stadium I-B dan II-B lebih besar dari 8 cm. Tumor stadium III memiliki
“skip metastases”, yang didefinisikan sebagai lesi terputus-putus pada tulang yang
sama. Stadium IV-A melibatkan metastasis pulmonal, sedangkan stadium IV-B
melibatkan metastasis nonpulmonal. Stadium IV dibagi kembali dikarenakan pasien
dengan metastasis nonpulmonal akibat osteosarkoma memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan metastasis pulmonal saja3,8.

2.7 Tatalaksana

Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb salvage surgery


(LSS) atau amputasi) dan kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi yang diberikan
konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi. Protokol penatalaksanaan osteosarkoma
meliputi pemberian kemoterapi 3 siklus neoadjuvan terlebih dahulu. Jika setelah
neoadjuvan ukuran tumor mengecil tanpa disertai keterlibatan struktur neurovaskular
utama (sesuai indikasi LSS), yang ditunjang oleh pemeriksaan radiologi (restaging),
dilanjutkan dengan pembedahan LSS. Sebaliknya, bila terjadi pertumbuhan tumor
yang progresif disertai keterlibatan struktur neurovaskuler utama atau ekstensi
jaringan yang sangat luas, amputasi menjadi pilihan utama pembedahan. Pasca
pembedahan, pasien dipersiapkan untuk peberian kemoterapi adjuvant 3 siklus
dengan regimen yang sama (bila hasil Huvos minimal 3); Bila hasil Huvos kurang
dari 2, regimen kemoterapinya harus diganti dengan obat anti kanker lainnya (second
line). Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak
terpenuhi3,4,9.

Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan


pemberian kemoterapi neoadjuvan (misalnya, adanya ulkus, peradarahan, tumor
dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih
dahulu, selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvan. Pada pasien
osteosarkoma yang sudah bermetastasis maka penatalaksanaannya juga terbagi
menjadi dua yaitu resectable dan unresectable. Pada yang resectable (metastasis paru,
visceral) maka terapi untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan
osteosarkoma derajat keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga
metastasectomy. Metastasis ke organ lain bukanlah kontraindikasi untuk LSS.
Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah
kemoterapi, radioterapi, dan melakukan evaluasi ulang tumor primer untuk
mengontrol tumor secara lokal. Follow up pasien dilakukan tiap 2 bulan pada tahun
pertama dan kedua terapi, tiap 3 bulan pada tahun ke 3, tiap 6 bulan pada tahun ke 4
dan 5, dan follow up pada tahun berikutnya dilakukan setahun sekali. Jika terjadi
rekurensi maka dilakukan kemoterapi, LSS atau amputasi, radioterapi paliatif
(radium–223, Samarium-1 , 153Sm-EDTMP) dan terapi suportif3,4,9.
Pembedahan

Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur pembedahan yang


dilakukan untuk menghilangkan tumor pada ekstremitas dengan tujuan untuk
menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan tindakan yang terdiri dari
pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan
rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan megaprostesis (endoprostesis), biological
reconstruction (massive bone graft baik auto maupun allograft) atau kombinasi
megaprostesis dan bone graft. Dalam melakukan tindakan LSS harus
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut3,4,9 :

1. Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada amputasi

2. Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant

3. Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas pasca
rekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik, mengurangi morbiditas
jangka panjang, dan mengurangi/meminimalkan perlunya pembedahan tambahan.

4. Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang


membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang berulang-ulang.

Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila; ada keterlibatan pembuluh


darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis (kontra indikasi relatif), biopsy yang
tidak bersih, infeksi, umur tulang yang masih muda, ekstensi tumor yang sangat luas.
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi3,4,9.

Kemoterapi

Osteosarkoma merupakan salah satu dari solid tumor dimana adjuvan


kemoterapi terbukti bermanfaat. Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol
mikrometastasis, memungkinkan penilaian histopatologi untuk melihat respons
kemoterapi (Huvos), memungkinkan perencanaan limb salvage surgery (LSS) serta
memudahkan tindakan reseksi tumor pada saat tindakan LSS. Pemilihan protokol
dianjurkan cisplatin-doxorubicyn sebagai lini pertama kemoterapi neoadjuvan yang
diberikan 2-3 siklus. Setelahnya dilakukan evaluasi pre-operasi (penilaian respon
histopatologi berdasarkan kriteria HUVOS). Bila menurut HUVOS kurang respon,
maka diberikan kemoterapi lini kedua. Terapi lini kedua (relapsed/ refractory or
metastatic disease), meliputi docetaxel dan gemcitabine, cyclophosphamide dan
etoposide, gemcitabine, ifosfamide dan etoposide, ifosfamide, carboplatin dan
etoposide, serta high dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide3,4,9.

Radioterapi

Radiasi eksterna dipertimbangkan pada kasus batas sayatan positif pasca


operasi, reseksi subtotal, dan kasus yang tidak dapat diperasi. Radiasi juga dapat
diberikan sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis, misalnya nyeri hebat atau
perdarahan3,4,9.

2.8 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi osteosarkoma dapat berbentuk komplikasi spesifik tumor, seperti


fraktur patologis; komplikasi terkait biopsi; komplikasi terkait terapi, meliputi efek
samping kemoterapi (jangka pendek: mual, malaise, alopesia, anemia, anoreksia,
jangka panjang: cardiotoxicity, pulmonary toxicity, gradual hearing loss), efek
samping radiasi (efek superfisial: skin dryness, gatal, kulit terkelupas, luka bakar,
namun jarang, efek radiasi pelvis: perubahan siklus menstruasi, disfungsi erektil,
infertilitas, efek radiasi thoraks dan abdomen: diare, inkontinensia, rectal bleeding,
mual, muntah, dry mouth, disfagia, pneumonitis); infeksi periprostetik (pada 10%
kasus limb salvage surgeries); implant failure; dan fraktur/nonunion dari allograft
atau autograft3.

Faktor prognostik terpenting saat diagnosis osteosarkoma adalah adanya


metastasis yang terdeteksi secara klinis, yang memberikan prognosis dan luaran yang
buruk. Respon histologis terhadap kemoterapi induksi adalah faktor prognostik
terpenting kedua, tetapi tidak dapat dinilai pada saat diagnosis. Respon histologis
dapat dinilai pada spesimen: nekrosis tumor>90% setelah kemoterapi neoadjuvan 30
berkorelasi dengan peningkatan tingkat kelangsungan hidup dan dinilai menurut
klasifikasi Huvos. Tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun (5-year survival rate)
untuk pasien dengan nekrosis tumor>90% dilaporkan >61%,namun turun menjadi 37
– 52% pada pasien dengan respon yang buruk (nekrosis <90%). Meskipun dengan
adanya regimen pengobatan bedah dan kemoterapi, 30 – 40% pasien osteosarkoma
mengalami relaps dalam waktu 3 tahun pengobatan. Relaps paru paling sering terjadi
akibat adanya mikrometastasis. Pasien harus diberi konseling tentang prognosis buruk
terkait dengan relaps karena tingkat kelangsungan hidup jangka panjang untuk
osteosarkoma <20%. Terlepas dari prognosis yang buruk, pasien sebaiknya
ditawarkan untuk menjalani eksisi tumor berulang karena beberapa penelitian telah
menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik. Faktor prognostik penting
ketiga adalah lokasi tumor primer, dengan lesi aksial memiliki luaran yang lebih
rendah. Tingkat serum lactate dehidrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP)
juga berkorelasi dengan luaran penyakit. Studi klinis lain juga telah melaporkan
adanya riwayat alami resistensi obat dari OS yang terjadi pada 35-45% pasien. Oleh
karena itu, identifikasi marker terkait resistensi obat sebagai faktor prognostik juga
sangat dianjurkan3,10.
BAB III
KESIMPULAN

Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer tersering pada anak dan


remaja, serta ketiga tersering pada populasi dewasa. Osteosarkoma memiliki
manifestasi yang heterogen, yang dapat membuatnya berdiferensiasi menjadi
berbagai subtipe, lokasi disekitar tulang, dan variasi histologis. Subtipe-subtipe
tersebut akan menyebabkan variasi pada gambaran radiologis. Untuk mengurangi
angka mortalitas dan morbiditas perlu dilakukan diagnosis awal yang tepat. Diagnosis
osteosarkoma dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Beberapa modalitas radiologis yang dapat digunakan antara
lain radiografi konvensional, CT-Scan, dan MRI.
Daftar Pustaka

1. Czarnecka, A. M., Synoradzki, K., Firlej, W., Bartnik, E., Sobczuk, P.,
Fiedorowicz, M., … Rutkowski, P. (2020). Molecular Biology of Osteosarcoma.
Cancers, 12(8), 2130. doi:10.3390/cancers12082130
2. Zheng, C., Tang, F., Li, M., Hornicek, F., Duan, Z., & Tu, C. (2020). PTEN in
osteosarcoma: Recent advances and the therapeutic potential. Biochimica et
Biophysica Acta (BBA) - Reviews on Cancer,
188405. doi:10.1016/j.bbcan.2020.188405
3. Prater S, McKeon B. Osteosarcoma [Internet]. StatPearls. 2021 [cited 2021 May
1]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549868
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Osteosarkoma
5. Sadykova LR, Ntekim AI, Muyangwa-Semenova M, Rutland CS, Jeyapalan JN,
Blatt N, et al. Epidemiology and Risk Factors of Osteosarcoma. Cancer Invest
[Internet]. 2020 May 27; 38(5): 259–69. Available from:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/07357907.2020.1768401
6. Cheng X, Su Y, Huang M. 2020. Bone Tumor Imaging: Case Studies in Hip and
Knee. New York: Springer.
7. Feger J, Gaillard F. 2021. Osteosarcoma. Available from:
https://radiopaedia.org/articles/osteosarcoma
8. Zhao, X., Wu, Q., Gong, X., Liu, J., & Ma, Y. (2021). Osteosarcoma: a review
of current and future therapeutic approaches. BioMedical Engineering OnLine,
20(1). doi:10.1186/s12938-021-00860-0
9. Gazouli, I., Kyriazoglou, A., Kotsantis, I., Anastasiou, M., Pantazopoulos, A.,
Prevezanou, M., … Psyrri, A. (2021). Systematic Review of Recurrent
Osteosarcoma Systemic Therapy. Cancers, 13(8),
1757. doi:10.3390/cancers13081757
10. Basile, P., Greengard, E., Weigel, B., & Spector, L. (2020). Prognostic Factors
for Development of Subsequent Metastases in Localized Osteosarcoma: A
Systematic Review and Identification of Literature Gaps. Sarcoma, 2020, 1–
7. doi:10.1155/2020/7431549

Anda mungkin juga menyukai