Anda di halaman 1dari 50

REFARAT

Gambaran Foto Xray Konvensional pada Tumor Tulang

dr. Zikri Putra Lan Lubis

PEMBIMBING
dr. Dedy Dwi Putra, Sp. Rad

PROGRAM STUDI RADIOLOGI


RSUP H. ADAM MALIK MEDAN/ RS CHAIRUDDIN P. LUBIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat yang berjudul
“Pemeriksaan dan Gambaran Radiologi pada Tumor Tulang”. Penulisan refarat
ini adalah salah satu syarat tugas dalam proses pembelajaran Program Pendidikan
Dokter Spesialis Program Studi Radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing saya, dr. Dedy Dwi Putra, Sp. Rad yang telah meluangkan waktunya
dalam membimbing dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan refarat
sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam penulisan
refarat seelanjutnya. Semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ v
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Anatomi Tulang ............................................................................................. 3
2.2 Tumor Tulang ................................................................................................ 6
2.2.1 Definisi ................................................................................................... 6
2.2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 7
2.2.3 Etiopatofisiologi ..................................................................................... 9
2.2.4 Klasifikasi Tumor Tulang ...................................................................... 9
2.2.5 Diagnosis .............................................................................................. 11
2.2.6 Teknik Pencitraan dalam Evaluasi Tumor Tulang ............................... 14
2.2.7 Difrensial diagnosis .............................................................................. 31
2.2.8 Tatalaksana ........................................................................................... 40
2.2.9 Prognosis .............................................................................................. 42
REFERENSI ......................................................................................................... 43

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Anatomi tulang panjang ...................................................................... 3


Gambar 2.2. Periosteum dan Endosteum ........................................................................... 4
Gambar 2.3. Sel tulang ........................................................................................................ 5
Gambar 2.4. Klasifikasi margin tumor tulang .................................................................... 16
Gambar 2. 5. Fibroxanthoma ................................................................................. 17
Gambar 2. 6. Tumor sel raksasa tulang tibialis proksimal epifisis ......................... 18
Gambar 2.7. Osteosarcoma metadiafisis tibialis proksimal .................................. 18
Gambar 2.8. Limfoma Burkett prime .................................................................... 19
Gambar 2.9. Chondrosarcoma................................................................................20
Gambar 2.10. Kista tulang unikameral metafisis humerus proksimal.................... 21
Gambar 2.11. Kista tulang aneurisma humerus proksimal .................................... 22
Gambar 2.12. Sinar-X (a) AP (b) lateral menunjukkan piringan korteks ...............23
Gambar 2.13. Gambar CTkoronal (a) aksial (b)..................................................... 23
Gambar 2.14. Foto rontgen dada (d) ......................................................................24
Gambar 2.15. MRI pada bidang aksial (a) dan sagital (b)...................................... 25
Gambar 2.16. Pemindaian ..................................................................................... 27
Gambar 2. 17. Bone Scan (Ewing Sarcoma) .........................................................27
Gambar 2. 18. (Ewing Sarcoma) guided transthoracic biopsy ............................. 29
Gambar 2. 19. (Osteosarcoma) kerusakan kortikal .............................................. 29
Gambar2.20. Tumor tulang berdasarka umur ...................................................... 32
Gambar. 2.21 Tumor tulang berdasarkan lokasi.................................................... 34
Gambar 2.22. Tumor tulang berdasarkan letak epifisis, metafisis dan diafisis .... 35
Gambar 2.23 Reaksi periosteal ............................................................................. 36

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Klasifikasi tumor tulang. ........................................................................ 7


Tabel 2. 2. Epidemiologi ..................................................................................................... 8
Tabel 2. 3. Stadium sistem enneking ................................................................................ 42

iv
DAFTAR SINGKATAN

CT Computed Tomograf
DWI Diffusion Weighted Imaging
MDT Metilen Disphosphonate Molekul
MRI Magnetic Resonance Imaging
PET positron emission tomography
USG Ultrasonografi
WHO World Health Organization

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah “tumor tulang” dapat diterapkan pada cakupan yang luas dimana
diantaranya termasuk neoplasma primer dan metastasis neoplasma serta sama
halnya dengan berbagai lesi yang menyerupai tumor dan berhubungan dengan
perkembangan, metabolisme, hematopoietik, limfatik, atau kelainan reaktif yang
mempengaruhi tulang. Secara umum kanker tulang terbagi menjadi dua yaitu,
kanker tulang primer dan kanker tulang sekunder. World Health Organization
(WHO) sendiri mengklasifikasikan kanker tulang primer menjadi benign,
intermediate (bersifat aggresif secara lokal atau jarang bermetastasis) atau
malignant.1
Tumor jinak (benign) memiliki perkembangan yang abnormal secara
beragam dan merupakan neoplasma sejati. Dikarenakan sebagian besar tumor jinak
asimptomatik dan juga jarang diketahui. Tumor sedang (Intermediate) termasuk lesi
seperti giant cell tumor, osteoblastoma dan fibroma desmoplastik2. Tumor tulang
ganas (malignany) primer juga bisa timbul dari keganasan sel mesenkim (sarcoma).
Tumor tulang ganas primer cukup jarang terjadi dengan perkiraan angka kejadian
berupa 1 kasus per 100.000 orang per tahun.2
Kanker tulang sekunder sendiri dapat memiliki dua pengertian. Kanker
tulang sekunder yang berasal dari tumor jinak tulang yang berubah/ transformasi
menjadi ganas, contohnya adalah kondrosarkoma yang berasal dari
osteochondroma, tumor jinak tulang rawan yang mengalami transformasi
keganasan. Kanker tulang sekunder dapat berasal dari kanker lain yang bukan
bermula dari tulang tetapi dari organ lain yang menyebar ke tulang. Kanker tulang
sekunder jenis kedua ini disebut dengan kanker tulang penyebaran. Contohnya
adalah kanker tulang penyebaran dari kanker payudara stadium lanjut. Secara
umum kanker tulang sekunder banyak ditemui pada usia dewasa tua diatas 50 tahun.
Tulang sendiri merupakan tempat ketiga terbanyak dari penyebaran kanker setelah
paru-paru dan hati. Kanker tulang penyebaran banyak disebabkan oleh myeloma,
kanker prostat atau payudara, diikuti kanker tiroid, kanker paru, kanker kandung

1
kencing, melanoma dan kanker ginjal. Namun ada sekitar 10% penyebaran ke
tulang yang tidak diketahui asal kankernya.1
Meskipun tumor tulang primer relatif jarang terjadi, evaluasi pencitraan
yang tepat sangat penting ketika tumor tersebut dicurigai atau terdeteksi secara
tidak sengaja. Pada hampir semua kasus, radiografi merupakan studi pencitraan
awal yang paling tepat untuk skrining dan karakterisasi tumor tulang primer.
Radiografi seringkali memberikan informasi yang cukup untuk diagnosis dan
panduan dokter yang merawat. Namun, ketika radiografi konvensional saja tidak
memadai, radiografi tersebut masih sering memandu pemilihan langkah selanjutnya
yang paling tepat untuk pencitraan tingkat lanjut. MRI dan CT biasanya merupakan
langkah berikutnya yang paling tepat. MRI memberikan kontras jaringan lunak
yang sangat baik sehingga memungkinkan evaluasi komposisi jaringan (seperti
lemak, perdarahan, kadar cairan) dan luas anatomi tumor tulang. CT memberikan
informasi pelengkap, dengan kemampuannya mendeteksi mineralisasi matriks
halus atau reaksi periosteal yang mungkin tidak terlihat pada radiografi atau MRI.
Publikasi ini berfokus pada enam varian umum untuk memandu diagnosis dan
penatalaksanaan tumor tulang primer. Selain radiografi konvensional, penggunaan
MRI, CT, PET/CT, pemindaian tulang, dan USG yang tepat juga dibahas.1,2

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan refarat ini untuk menjelaskan gambaran
radiologi pada tumor tulang.

1.3 Manfaat
Penulisan refarat ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya Program Pendidikan Dokter
Spesialis untuk memahami gambaran radiologi pada tumor tulang..

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang

Tulang panjang memiliki dua wilayah utama: diafisis dan epifisis. Diafisis
adalah poros tubular berongga yang membentang antara ujung proksimal dan distal
tulang. Di dalam diafisis terdapat rongga meduler, yang berisi sumsum tulang
kuning pada orang dewasa. Dinding luar diafisis (korteks, tulang kortikal) tersusun
dari tulang kompak padat dan keras, suatu bentuk jaringan tulang.3

Gambar 2. 1 Anatomi Tulang Panjang: Tulang panjang khas yang menunjukkan


ciri-ciri anatomi kasar.3

Bagian yang lebih luas di setiap ujung tulang disebut epifisis (jamak =
epifisis), yang bagian dalamnya diisi dengan tulang spons, jenis jaringan tulang
lainnya. Sumsum tulang merah mengisi ruang antara tulang spons di beberapa
tulang panjang. Setiap epifisis bertemu dengan diafisis di metafisis. Selama
pertumbuhan, metafisis mengandung lempeng epifisis, tempat pemanjangan tulang
panjang yang akan dijelaskan nanti dalam bab ini. Ketika tulang berhenti tumbuh

3
pada awal masa dewasa (kira-kira 18-21 tahun), lempeng epifisis menjadi garis
epifisis seperti terlihat pada gambar.3
Melapisi bagian dalam tulang yang berdekatan dengan rongga meduler
adalah lapisan sel tulang yang disebut endosteum (endo- = “di dalam”; osteo- =
“tulang”). Sel-sel tulang ini (dijelaskan nanti) menyebabkan tulang tumbuh,
diperbaiki, dan diubah bentuknya sepanjang hidup. Di bagian luar tulang terdapat
lapisan sel lain yang juga tumbuh, memperbaiki, dan merombak tulang. Sel-sel ini
adalah bagian dari struktur berlapis ganda luar yang disebut periosteum (peri– =
“sekitar” atau “sekeliling”). Lapisan seluler berbatasan dengan tulang kortikal dan
ditutupi oleh lapisan fibrosa luar yang terdiri dari jaringan ikat padat tidak
beraturan. Periosteum juga mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh
limfatik yang memberi nutrisi pada tulang kompak. Tendon dan ligamen menempel
pada tulang di periosteum. Periosteum menutupi seluruh permukaan luar kecuali
tempat epifisis bertemu dengan tulang lain untuk membentuk sendi. Di wilayah ini,
epifisis ditutupi dengan tulang rawan artikular, lapisan tipis tulang rawan hialin
yang mengurangi gesekan dan bertindak sebagai peredam kejut.3

Gambar 2.2 Periosteum dan Endosteum: Periosteum membentuk permukaan luar


tulang, dan endosteum melapisi rongga meduler.3

Meskipun sel-sel tulang membentuk kurang dari 2% massa tulang, sel-sel


tersebut sangat penting untuk fungsi tulang. Empat jenis sel ditemukan di dalam
jaringan tulang: osteoblas, osteosit, sel osteogenik, dan osteoklas.3

4
Gambar 2.3 Sel Tulang: Empat jenis sel ditemukan di dalam jaringan tulang. Sel
osteogenik tidak berdiferensiasi dan berkembang menjadi osteoblas. Osteoblas
menyimpan matriks tulang. Ketika osteoblas terperangkap di dalam matriks yang
terkalsifikasi, mereka menjadi osteosit. Osteoklas berkembang dari garis
keturunan sel yang berbeda dan bertindak untuk menyerap tulang.3

Osteoblas adalah sel tulang yang bertanggung jawab untuk membentuk


tulang baru dan ditemukan di bagian tulang yang sedang tumbuh, termasuk
endosteum dan lapisan seluler periosteum. Osteoblas, yang tidak membelah,
mensintesis dan mengeluarkan matriks kolagen dan protein lainnya. Ketika matriks
yang disekresikan di sekitar osteoblas mengalami kalsifikasi, osteoblas
terperangkap di dalamnya; akibatnya, strukturnya berubah dan menjadi osteosit, sel
utama tulang matang dan jenis sel tulang yang paling umum. Setiap osteosit terletak
di rongga kecil di jaringan tulang yang disebut lacuna (lacunae untuk jamak).
Osteosit mempertahankan konsentrasi mineral matriks melalui sekresi enzim.
Seperti osteoblas, osteosit tidak memiliki aktivitas mitosis. Mereka dapat
berkomunikasi satu sama lain dan menerima nutrisi melalui proses sitoplasma
panjang yang meluas melalui kanalikuli (tunggal = canaliculus), saluran di dalam
matriks tulang. Osteosit terhubung satu sama lain di dalam kanalikuli melalui gap
persimpangan.3
Jika osteoblas dan osteosit tidak mampu melakukan mitosis, lalu bagaimana
mereka dapat mengisi kembali osteoblas dan osteosit yang lama mati? Jawabannya
terletak pada sifat-sifat sel tulang kategori ketiga—sel osteogenik

5
(osteoprogenitor). Sel-sel osteogenik ini tidak berdiferensiasi dengan aktivitas
mitosis yang tinggi dan merupakan satu-satunya sel tulang yang membelah. Sel
osteogenik yang belum matang ditemukan di lapisan seluler periosteum dan
endosteum. Mereka berdiferensiasi dan berkembang menjadi osteoblas.3
Sifat tulang yang dinamis berarti bahwa jaringan baru terus-menerus
terbentuk, dan tulang yang tua, terluka, atau tidak diperlukan dilarutkan untuk
perbaikan atau pelepasan kalsium. Sel-sel yang bertanggung jawab atas resorpsi
atau kerusakan tulang adalah osteoklas. Sel berinti banyak ini berasal dari monosit
dan makrofag, dua jenis sel darah putih, bukan dari sel osteogenik. Osteoklas terus-
menerus menghancurkan tulang tua, sementara osteoblas terus-menerus
membentuk tulang baru. Keseimbangan yang berkelanjutan antara osteoblas dan
osteoklas bertanggung jawab atas pembentukan kembali tulang secara konstan
namun halus.3

2.2 Tumor Tulang

2.2.1 Definisi

Tumor tulang merupakan pertumbuhan sel abnormal yang terjadi pada


tulang manusia, dimana tumor ini dapat bersifat jinak maupun ganas. Ketika sel-sel
kanker tumbuh di tulang, sel sel tersebut dapat merusak jaringan tulang normal.
Jenis sel dan jaringan tempat kanker dimulai menentukan jenis kanker tulang.
Kanker yang terbentuk di tulang itu sendiri disebut kanker tulang primer.
Sedangkan kanker yang dimulai pada organ atau bagian tubuh lainnya yang
kemudian menyebar ke tulang, disebut kanker tulang sekunder atau metastatik.
Tumor payudara, prostat, dan paru-paru paling sering bermetastasis (menyebar) ke
tulang.4

6
Tabel 2.1 Klasifikasi tumor tulang16

2.2.2 Epidemiologi

Tumor jinak (benign) memiliki perkembangan yang abnormal secara


beragam dan merupakan neoplasma sejati. Dikarenakan sebagian besar tumor jinak
asimptomatik dan juga jarang diketahui. Tumor sedang (Intermediate) termasuk lesi
seperti giant cell tumor, osteoblastoma dan fibroma desmoplas`tik2. Tumor tulang
ganas (malignany) primer juga bisa timbul dari keganasan sel mesenkim (sarcoma).
Tumor tulang ganas primer cukup jarang terjadi dengan perkiraan angka kejadian
berupa 1 kasus per 100.000 orang per tahun.2
Kanker tulang termasuk jenis keganasan jarang terjadi. Prevalensi kanker
tulang kurang dari 1% dari kanker di Amerika Serikat. Meskipun kanker tulang
dapat berkembang pada usia berapa pun, kanker tulang lebih sering terjadi pada
anak-anak, remaja dan dewasa muda daripada pada orang dewasa yang lebih tua.4
Di Indonesia, berdasarkan Riset Dasar Kesehatan 2013 didapatkan
prevalensi penyakit kanker sebesar 1,4 per mil (‰). 1 Odds ratio tumor tulang
adalah 4.62 sedangkan insiden tumor tulang ganas di Indonesia didapatkan sebesar
1,6% dari seluruh jenis tumor ganas pada manusia,3 dengan kecenderungan
meningkatnya insiden tumor tulang setiap tahunnya.

7
Tabel 2.2 Epidemiologi17

8
2.2.3 Etiopatofisiologi

Penyebab tumor tulang tidak diketahui, namun berbagai agen dan status
penyakit dihubungkan dengan perkembangan tumor tulang. Patofisiologi sangat
bervariasi antara berbagai jenis tumor tulang dan dalam beberapa kasus kurang
dipahami. Adanya korelasi antara mutasi gen dan faktor risiko diperkirakan menjadi
dasar patofisiologi tumor tulang. Tumor tulang jinak terbentuk di tulang dan dapat
tumbuh secara lokal tetapi tidak menyebar ke organ lain yang dapat menyebabkan
kerusakan. Tipe Malignant lebih sering disebut sebagai kanker adalah lesi yang
dapat terbentuk dan berkembang di tulang tetapi memiliki kapasitas untuk
menyebar ke area lain dari tubuh.6
Adanya mutasi pada tingkat gen merupakan salah penyebab dasar terjadinya
tumor tulang. Sebagai contoh pada osteosarcoma Studi molekuler menunjukkan
bahwa tumor ini biasanya mempunyai mutasi pada tumor suppressor gen (Rb,
TP53, INK4a, MDM2 dan CDK4) 14 dan onkogen, Chondrosarcoma yang
disebabkan oleh Mutasi gen pada EXT1/2, TP53, Rb1, dan IDH1/2 serta kelainan
kromosomal, osteochondroma yang dikaitkan dengan hilangnya fungsi heterozigot
pada gen EXT-1 dan EXT-2, osteoid osteoma yang disebabkan oleh peningkatan
kadar prostaglandin sampai 100-1000 kali lipat yang dicetuskan oleh trauma, ewing
sarcoma yang disebabkan karena adanya abnormalitas translokasi gen
menyebabkan penggabungan protein FET ke faktor transkripsi ETS, serta giant cell
tumor yang disebabkan oleh hiperaktivitas reseptor ligan faktor nuklir kappa B [NF-
kB]. Selain adanya pengaruh dari mutasi genetic tumor tulang juga dapat
disebabkan oleh karena adanya adanya tumor lain yang bermetastasis menuju
tulang.6

2.2.4 Klasifikasi Tumor Tulang

Tumor tulang dapat terjadi karena adanya pertumbuhan sel mesenkimal


tulang yang abnormal. Kebanyakan tumor tulang bersifat jinak (benign). Namun
ada beberapa tumor tulang yang bersifat ganas (malignant). Tumor tulang ganas
(malignant) dapat menyebarkan sel kanker ke seluruh tubuh (bermetastasis) melalui
darah atau sistem limfatik. Tumor tulang juga dapat terjadi karena adanya
metastasis dari tumor di organ tubuh lain. Tumor jenis ini disebut dengan tumor

9
tulang sekunder. Sehingga secara garis besar tumor tulang dapat diklasifikasikan
menjadi tumor tulang primer tipe benign, tumor tulang primer tipe malignant, dan
tumor tulang sekunder.7

Tumor Tulang Primer Tipe Benign

Tumor tulang primer tipe jinak adalah jenis tumor tulang yang terbentuk
ditulang dan tidak dapat menyebar ke organ lain. Tumor tulang primer tipe jinak
umumnya tidak menimbulkan suatu gejala sehingga sulit untuk didiagnosis.
Walaupun sulit didiagnosis tumor tulang primer tipe jinak umumnya tidak
mengancam jiwa. Ada banyak jenis tumor primer jinak (benign) contohnya
endochondromas, osteochondromas, nonossifying fibroma, chondroblastomas,
osteoid osteoma, osteoblastomas, chondromas periosteal, tumor sel raksasa dan
chondromyxoid fibroma. Akan tetapi hanya ada 3 jenis tumor primer jinak yang
sering ditemukan yaitu Osteochondroma, giant cell tumor, dan osteoid osteoma.7

Tumor Tulang Primer Tipe Malignant

Tumor tulang primer tipe malignant adalah jenis tumor tulang yang
terbentuk ditulang dan dapat menyebar ke organ lain. Tumor tulang primer tipe
malignant lebih sering ditemukan di fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan
dengan tumor tulang primer tipe benign. Hal ini disebabkan karena gejala pada
tumor tulang primer tipe malignant lebih berat. Gejala utama pasien tumor tulang
ganas adalah nyeri, yang sering terjadi saat istirahat atau malam hari. Selain itu pada
pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan atau penurunan rentang gerak sendi.
Ada banyak jenis dari tumor tulang primer tipe malignant diantaranya
Osteosarcoma, chondrosarcoma, fibrosarcoma, ewing sarcoma, chordoma,
malignant giant cell tumor, dan 11 adamantinoma. Namun ada tiga jenis tumor
tulang primer tipe malignant yang sering ditemukan yaitu Osteosarcoma, ewing
sarcoma, dan chondrosarcoma.7

Tumor Tulang Sekunder

Tumor tulang metastatik, juga dikenal sebagai tumor tulang sekunder adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan tumor yang berasal dari jaringan lain
dan menyebar (bermetastasis) ke tulang. Tulang adalah tempat ketiga yang paling

10
sering mengalami metastasis tumor, setelah paru-paru dan hati. Karsinoma adalah
penyebab paling umum dari tumor tulang sekunder. Banyak metastasis tumor tulang
berasal dari kanker payudara, paru-paru, dan prostat yang menyebar meskipun
tumor ginjal dan tiroid juga dapat bermetastasis ke tulang. Karsinoma menyebar ke
tulang melalui penyebaran hematogen atau invasi langsung ke tulang yang
menyebabkan nyeri hebat dan peningkatan risiko fraktur patologis.8

2.2.5 Diagnosis

Walaupun insiden tumor tulang rendah, akan tetapi terapinya bisa sangat
berat bagi pasien dan keluarganya, seperti tindakan amputasi tungkai. Dengan
penanganan yang sempurna sekalipun, umur harapan hidup beberapa penderitanya
tidak mencapai angka yang tinggi. Oleh sebab itu, tumor pada tulang mutlak
dibutuhkan standar pelayanan yang tinggi mulai dari skrining, diagnosis,
penatalaksanaan dan evaluasi pasca terapi. Evaluasi awal dan diagnosis yang akurat
sangat menentukan dalam penanganan dan hasil terapi tumor tulang. Diagnosis
didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.9

Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan berdasarkan dengan gejala klinik yang dialami


oleh pasien, beberapa Beberapa hal yang perlu ditanyakan untuk mengeksplorasi
riwayat penyakit adalah:
- Umur pasien. Penting ditanyakan karena biasanya beberapa jenis tumor tulang
lebih sering menyerang kelompok usia tertentu. Sebagai contoh ewing sarcoma
sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan Chondrosarcoma paling
sering ditemukan pada orang dewasa berusia 30 sampai 70 tahun,
- Lamanya lesi. Pola pertumbuhan sangat penting. Massa yang telah ada selama
beberapa tahun dan tumbuh lambat umumnya jinak. Pertumbuhan yang cepat
menunjukan massa kemungkian ganas atau infeksi. Kecepatan tumbuh tumor
merupakan hal penting yang harus dievaluasi.
- Nyeri. Lesi tanpa nyeri atau nyeri ringan umumnya merupakan karakter dari
tumor jinak kecuali jika terjadi fraktur patologis. Nyeri pada tumor jinak
15
biasanya timbul perlahan dan bisa berhubungan denggan aktivitas serta
trauma. Pada ostoid osteoma nyeri terutama timbul pada malam hari dan

11
memberi respon yang baik terhadap pemberian terapi NSAID atau aspirin.
Berkebalikan dengan tumor jinak, tumor ganas tulang sering didahului dengan
keluhan nyeri. Nyeri bisa bervariasi dalam hal onset, durasi dan beratnya, tetapi
secara umum nyeri lebih berat pada tumor ganas tulang dibandingkan dengan
tumor jinak tulang.
- Riwayat trauma. Trauma kronik yang berulang pada jaringan lunak bisa memicu
terjadinya tumor tulang.
- Riwayat pada keluarga.
- Kondisi umum penderita. Biasanya pada tumor jinak kondisi umum penderita
tampak baik. Pada tumor ganas kondisi penderita lemah, terjadi penurunan berat
badan yang progresif dan tampak sakit tergantung dari staging dari tumor
tersebut.9

Pemeriksaan Fisik

Selain melakukan anamnesis, diagnosis tumor tulang dapat dilakukan


dengan melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan
melakukan inspkesi, palpasi, dan pemeriksaan range of motion/ruang lingkup
sendi.9

Inspeksi

Pada inspeksi tumor tulang bisa terlihat sebagai benjolan. Umumnya


benjolan terdapat pada daerah dekat persendian dan sangat jarang di bagian tengah
ekstremitas. Permukaan kulit pada tumor jinak tulang umumnya sama dengan
jaringan sekitarnya. Pada tumor ganas tulang permukaan kulit bisa tampak
mengkilap karena pertumbuhan tumor yang cepat, ditambah dengan pelebaran
pembuluh darah balik (venektasi), dan bisa tampak kemerahan.9

Palpasi

Pada pemeriksaan palpasi beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:


- Letak tumor. Tumor tulang bisa timbul pada daerah epifisis, metafisis dan
diafisis. Lokasi terbanyak terjadinya tumor tulang adalah pada darah metafisis.
- Konsistensi tumor. Tumor tulang bisa teraba padat atau keras. Perabaan padat
bisa ditemukan pada tumor jinak tulang dengan ekspansi di dalam tulang,

12
sehingga bila diraba terdapat benjolan padat akibat ekspansi tumor di dalam
tulang yang mendesak otot-otot di 16 atasnya. Pada tumor ganas tulang perabaan
padat umumnya terjadi akibat ekspansi tumor ke jaringan lunak yang teraba.
Perabaan keras umumnya terdapat pada ostekondroma, dimana tumor timbul
pada daerah metafisis dan menonjol pada satu sisi tulang sehingga dapat dengan
mudah diraba.
- Ukuran tumor. Tumor dengan ekspansi di dalam tulang dan tumor yang telah
ekspansi ke dalam jaringan lunak sekitarnya, dinilai dengan cara mengukur
diameter ekstremitas yang terkena. Sedangkan tumor yang menonjol pada
bagian tertentu dari tulang yang dinilai hanya bagian yang menonjol. Tumor
jinak umumnya tumbuh lambat dalam waktu tahunan sehingga ukurannya relatif
tetap.
- Permukaan. Permukaan tumor tulang pada perabaan umumnya rata kecuali pada
osteokondroma bisa berdungkul dungkul.
- Batas tumor. Batas tumor dinilai pada daerah transisi antaratumor dengan
jaringan yang sehat. Pada tumor jinak yang menimbulkan ekspansi pada tulang,
batasnya sulit dinilai, begitu juga pada tumor ganas tulang yang pada umumnya
telah ekspansi ke jaringan lunak. Tumor jinak yang menonjol keluar dari salah
satu bagian tulang seperti osteokondroma batasnya bisa ditentukan.
- Nyeri. Tumor jinak tulang umumnya tidak nyeri bila diraba, nyeri bisa terjadi
akibat: tumor mendesak jaringan sekitarnya, tumor tersebut bertransformasi
menjadi tumor ganas tulang, atau bila terjadi kerusakan tulang sehingga
kekuatan tulang bisa menurun dan berakhir dengan fraktur patologis. Pada tumor
ganas tulang, biasanya tumor terasa nyeri bila ditekan dengan derajat nyeri
ringan sampai berat. Nyeri juga bisa terjadi spontan akibat kerusakan tulang.9

Range Of Motion

Pemeriksaan range of motion pada tumor tulang dapat mengalami gangguan


apabila tumor masuk ke dalam ruang sendi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis tumor


tulang adalah:

13
- Pemeriksaan laboratorium. Pasien dengan lesi tumor jinak pada umumnya hasil
pemeriksaan laboratorium memberikan hasil yang normal. Pemeriksaan
laboratorium pada tumor ganas tulang bervariasi sesuai dengan staging dari
17
tumor. Anemia merupakan hasil yang sering ditemukan pada tumor ganas.
Pada osteosarkoma akan didapatkan peningkatan alkali fosfatase dan laktat
dehidrogenase yang tinggi. Dalam mencari sumber tumor primer pada metastasis
bisa dilakukan pemeriksaan tumor marker seperti CEA dan PSA.
- Foto sinar-X. Merupakan pemeriksaan penunjang utama pada tumor tulang. Foto
sinar-X bisa membedakan apakah tumor berasal dari tulang ataupun jaringan
lunak, lokasi tumor, tingkat kerusakan tulang, batas tumor, dan reaksi
periosteum.
- CT-Scan. Pencitraan ini memberikan gambaran yang lebih jelas dan detail pada
lesi tulang sehingga berguna untuk menentukan staging lokal tumor. Bila pada
foto sinar-X ditemukan lesi yang samar dan tidak jelas, dibutuhkan CT scan
untuk memberi gambaran yang lebih detail.
- MRI. Merupakan standar yang digunakan untuk staging lokal tumor. Evaluasi
yang harus dilakukan pada MRI adalah keterlibatan jaringan lunak di sekitarnya
terutama struktur penting seperti neurovaskular, infi ltrasi tumor pada medulla
tulang, dan mendeteksi skip lesion. MRI juga berguna untuk menilai respon
kemoterapi.
- Pemeriksaan sitologi dan histopatologi.9

2.2.6 Teknik Pencitraan dalam Evaluasi Tumor Tulang

Evaluasi lesi tulang

Ahli radiologi berperan penting dalam diagnosis awal, pemeriksaan dan


penentuan stadium tumor tulang dan selanjutnya dalam menentukan
penatalaksanaan tumor. Pemeriksaan diagnostik tumor tulang seringkali
memerlukan pendekatan multimodalitas, mulai dari radiografi, CT, MRI, skintigrafi
tulang, dan PETCT/PETMRI. Setiap modalitas memberikan kontribusi yang
berbeda dalam evaluasi tumor tulang dan dalam berbagai kombinasi yang
disesuaikan dengan proses penyakit yang dievaluasi akan memberikan peta jalan
yang tepat untuk diagnosis radiografi dan penatalaksanaan tumor tulang.10

14
Teknik Pencitraan X-Ray

Radiografi sendiri dilakukan untuk setiap gejala klinis tulang nyeri atau
bengkak dan rontgen sebaiknya diperoleh dalam dua bagian bidang AP dan
Lateral/miring. Radiografi konvensional adalah modalitas pencitraan awal dan
merupakan cara paling optimal untuk mengevaluasi tumor tulang primer. Hal ini
relatif murah dan unik dengan keuntungan gambar 2D yang memungkinkan
karakterisasi berdasarkan lesi pada fitur yang terlihat pada radiografi. Informasi
lokasi lesi pada tulang, serta karakteristik pencitraan tumor termasuk margin dan
tepi lesi, mineralisasi matriks, keterlibatan kortikal dan reaksi periosteal semuanya
dapat dilihat pada radiografi polos. Radiografi dengan demikian merupakan
andalan untuk diagnosis awal pada sebagian besar kasus dan landasan untuk
diagnosis banding.10
Kekurangan radiografi konvensional adalah pada lesi yang ada terletak di
lokasi anatomi yang kompleks, seperti di tulang belakang, tulang iliaka dan pada
elemen posterior vertebra dimana struktur yang tumpang tindih pada bidang 2D
membatasi evaluasi. Evaluasi dari jaringan lunak serta tingkat keterlibatan meduler
yang tepat keterbatasan lainnya.
Lesi yang tidak terdiagnosis sebaiknya dibagi menjadi kategori agresif
secara biologis atau non-agresif. Biopsi diindikasikan jika lesi bersifat agresif. Jika
tidak, penantian pencitraan yang berhati – hati dan berkepanjangan tidak dapat
dilakukan secara lanjut. Gambaran agresif dapat dideteksi pada radiografi dengan
evaluasi karakteristik pencitraan, seperti tampilan tepi, ekspansi kortikal, dan reaksi
periosteal. Temuan pemeriksaan klinis, seperti nyeri, juga berkontribusi.11

Margins (Tepi)

Setelah penilaian terhadap gambaran seperti usia pasien, identitas, tulang


yang terkena, dan lokasi tumor di tulang, tumor itu sendiri harus diperiksa dengan
cermat. Karakteristik pencitraan yang paling mencerminkan sifat agresif (biasanya
ganas) atau non-agresif (biasanya jinak) dari tumor tulang primer adalah
penampakan tepinya (margins), yang merupakan indikator laju pertumbuhan lesi.
Klasifikasi radiografi margin tumor tulang telah dikembangkan yang
mengidentifikasi tiga tipe utama.10

15
Gambar 2.4 Gambar menunjukkan sistem klasifikasi margin tumor tulang
primer. Margin tipe I berbentuk bulat atau oval dan biasanya berhubungan dengan
keganasan yang kurang agresif (jinak) atau kurang parah dibandingkan bidang
osteolisis yang dimakan ngengat (tipe II) atau permeatif (tipe III). Sistem
klasifikasi margin memberikan pedoman umum untuk menentukan tingkat agresif
dari lesi non-agresif. Informasi seperti usia pasien, tulang yang terkena, dan lokasi
tumor di tulang juga penting untuk menilai identitas tumor tulang primer.10

Margin yang paling tidak agresif (tipe I) berhubungan dengan tumor yang
berbentuk bulat atau bulat telur (geografis). Margin geografis telah dibagi menjadi
tiga subkategori. Margin tipe IA adalah yang paling tidak agresif, menunjukkan
zona sempit transisi dari tumor ke tulang normal di sekitarnya dan tepi sklerotik
(misalnya, defek kortikal fibrosa, displasia fibrosa, fibroma/fibroxanthoma yang
tidak mengalami pengerasan.10

16
Gambar 2. 5. Fibroxanthoma (fibroma nonossifying) pada metadiafisis tibialis
distal pada pria berusia 23 tahun. Radiografi menunjukkan bentuk lesi berbatas
tegas oval (geografis) yang menunjukkan bahwa marginnya adalah tipe I. Zona
transisi sempit (panah) antara tumor dan tulang normal menunjukkan margin
paling tidak agresif (IA). Sifat tumor yang berkembang perlahan menyebabkan
fibula distal yang berdekatan sedikit membungkuk.10

Lesi dengan tipe IB tepinya tidak memiliki tepi sklerotik, namun tetap
berbatas tegas dengan zona transisi yang sempit. Tepian ini menunjukkan potensi
biologis yang tidak dapat ditentukan dan dapat terlihat pada lesi jinak atau ganas
(misalnya tumor sel raksasa Gambar 3), kista tulang aneurisma, osteoblastoma
agresif, dan kondrosarkoma tingkat rendah). Margin tipe IC tidak jelas dan tidak
jelas, dengan zona transisi yang luas, berhubungan dengan tumor tulang yang
agresif. Kebanyakan tumor dengan tepi tipe IC bersifat ganas, seperti
kondrosarkoma kecil/awal atau osteosarkoma (Gambar. 6).10

17
Gambar 2. 6. Tumor sel raksasa tulang tibialis proksimal epifisis pada wanita
berusia 28 tahun. Radiografi menunjukkan lesi bulat/oval bersifat geografis (tipe
I) dengan zona transisi sempit (panah) tetapi tidak ada tepi sklerotik (tipe IB).
Kurangnya tepi sklerotik menunjukkan bahwa lesi mempunyai potensi biologis
yang tidak dapat ditentukan dan dapat bersifat jinak atau ganas. Lesi dengan
margin IB dapat terlihat tidak kentara pada radiografi. Biopsi menunjukkan tumor
sel raksasa pada tulang, yang merupakan lesi jinak yang agresif secara lokal.10

Gambar 2.7. Osteosarcoma metadiafisis tibialis proksimal pada anak laki-laki


berusia 15 tahun. Radiografi menunjukkan lesi berbentuk bulat/oval dan oleh
karena itu terdapat zona transisi geografis namun luas antara pinggiran lesi yang
tidak jelas dan tulang normal. Margin IC tipe ini khas untuk tumor tulang yang
agresif. Kortikal penipisan terlihat secara lateral dengan reaksi periosteal yang
tampak ringan (panah). Osteoid yang dihasilkan oleh osteosarkoma terlihat secara
mikroskopis dan mungkin terlihat jelas pada studi pencitraan. Osteochondroma
insidental pada kepala fibular sebagian divisualisasikan (tanda bintang).10

18
Margin tipe II dan III bersifat nongeografis dan terdiri dari “bidang”
kerusakan tulang yang tidak jelas. Margin tipe II digambarkan seperti dimakan
ngengat dan terdiri dari banyak fokus osteolisis yang bervariasi dalam ukuran dan
bentuk dengan latar belakang korteks yang relatif utuh. Margin tipe III berhubungan
dengan penampilan yang paling sangat agresif dan digambarkan sebagai permeatif.
Jenis margin dapat bercampur. Margin merupakan antarmuka tumor dengan tulang
dan oleh karena itu biasanya merupakan indikator radiografi yang paling sensitif
terhadap perilaku lesi. Osteolisis yang ditunjukkan oleh area lusen non-geografis
ini tampak halus atau tidak jelas (Gambar. 5). Analisis margin mudah dilakukan
pada radiografi, yang tidak mahal, mudah diakses, dan memberikan penilaian
ringkas mengenai perilaku lesi pada sejumlah gambar terbatas.10

Gambar 2.8. Limfoma Burkett primer pada tulang paha distal pada wanita
berusia 23 tahun. Radiografi menunjukkan banyak fokus litik dengan berbagai
ukuran terlihat di seluruh diafisis femoralis distal (tanda kurung). Distribusinya
tidak bulat atau lonjong dan merupakan ilustrasi tipe II (pinggiran yang dimakan
ngengat). Osteolisis yang lebih parah terlihat pada kondilus femoralis lateral dan

19
epifisis distal, menunjukkan osteolisis halus atau tidak jelas pada tepi tipe III
(permeatif) (mata panah). Fraktur terdapat pada tingkat daerah metafisis lateral.10

Expansi Kortikal

Ekspansi kortikal paling sering terlihat dengan tumor jinak yang tumbuh
cukup lambat untuk memungkinkan korteks tetap utuh atau sebagian utuh.
Meskipun tidak semua tumor tulang memperluas korteks, derajat perluasan
kortikal, jika ada, mencerminkan laju pertumbuhan lesi. Dengan sejumlah
pengecualian, seperti chondrosarcoma tingkat rendah (Gambar 8) dan beberapa
metastasis (misalnya, sel ginjal dan karsinoma tiroid), keganasan lebih cenderung
berkembang dengan cepat dan menghancurkan daripada memperluas korteks.11

Gambar 2.9. Chondrosarcoma. Sarkoma tingkat rendah dapat menyerupai lesi


jinak dan kondrosarkoma tingkat rendah adalah salah satu tumor tulang yang
paling berpotensi membingungkan. Korteks yang menebal tidak selalu sama
dengan tepi sklerotik. Berbeda dengan fibroxanthoma jinak pada Gambar 1,
radiografi menunjukkan bahwa seluruh lingkar tulang ini diperbesar oleh
chondrosarcoma tingkat rendah. Meskipun displasia fibrosa besar juga dapat
memperbesar seluruh lingkar tulang, displasia fibrosa biasanya menunjukkan tepi
sklerotik dengan kemungkinan mineralisasi matriks fibrosa. Chondrosarcoma ini

20
tidak memiliki tepi sklerotik dan menunjukkan mineralisasi matriks tulang rawan.
Selain penebalan korteks (panah), pengeroposan korteks endosteal oleh tumor
juga menipiskan area korteks (panah). Penipisan sebagian besar korteks akibat
tumor tulang rawan besar dapat menjadi indikasi keganasan.11

Lesi yang menghasilkan ekspansi kortikal ringan biasanya memiliki batas


yang baik dan menunjukkan batas IA (misalnya, cacat kortikal fibrosa, displasia
fibrosa). Lesi yang menghasilkan tingkat perluasan kortikal yang lebih besar lebih
cenderung menjadi predisposisi terjadinya fraktur patologis (misalnya,
fibroma/fibroxanthoma yang tidak mengeras, kista tulang unicameral (Gambar 9).11
Lesi yang menunjukkan tingkat perluasan kortikal yang nyata dapat menghasilkan
kerusakan tulang lokal yang parah. deformitas atau kerusakan, bahkan jika jinak.
Misalnya, kista tulang aneurisma dapat tumbuh melintasi fisis terbuka (Gambar 10),
menyebabkan pasien mengalami perbedaan panjang anggota tubuh, dan tumor sel
raksasa dapat merusak permukaan artikular tulang, sehingga memerlukan
perawatan untuk artroplasti.11

Gambar 2.1010. Kista tulang unikameral metafisis humerus proksimal. Lesi


besar yang memperluas tulang tanpa penguatan kortikal yang memadai dapat
menyebabkan fraktur patologis. Radiografi menunjukkan kista tulang unikameral
ini sedikit melebar, menipiskan korteks, dan mengakibatkan fraktur yang diikuti
dengan pembentukan kapalan (panah) .11

21
Gambar 2.11. Kista tulang aneurisma humerus proksimal. Radiografi
menunjukkan lesi ekspansif yang besar ini melintasi fisis ke caput humerus dan
juga korteks tipis, sehingga mengakibatkan fraktur patologis (panah). Ciri-ciri ini
menghasilkan kelainan bentuk tulang yang melengkung. Keterlibatan fisik dapat
mempengaruhi perbedaan panjang tungkai.11

Teknik Pencitraan CT – Scan

CT – Scan multidetektor memungkinkan penggambaran anatomi yang tepat


dan evaluasi lesi di lokasi anatomi yang kompleks, di mana radiografi tidak cukup
karena resolusi kontras yang terbatas. Visualisasi perubahan kecil pada tulang,
kalsifikasi kecil, mineralisasi tumor, perubahan kortikal, dan reaksi periosteal
paling baik dilihat pada CTscan. Pencitraan isotropik yang terakhir dengan 16 slide
dan juga pemindaian CT scan ke atas memberikan evaluasi 3 dimensi yang sangat
baik terhadap lesi dan tulang dan juga memberikan gambar di semua bidang, yang
dapat digunakan untuk pengukuran akurat yang diperlukan untuk pembedahan.
Seiring dengan evaluasi tumor, penentuan stadium tumor melalui CT scan perut
atau dada tetap menjadi protokol dasar. Kurangnya karakterisasi jaringan lunak
serta kurangnya tingkat keterlibatan medula yang tepat merupakan keterbatasan
utama dalam menggambarkan luas lesi secara tepat.12

22
Gambar 2.12. Sinar-X (a) AP (b) lateral menunjukkan piringan korteks, dan lesi
massa eksofitik berlobulasi dan mengeras dengan penebalan kortikal dengan
segitiga codman terlihat di tepi lesi. MRI (c & d) T2 FAT SAT, (e) T2W koronal
dan aksial SWI (f), T1W pasca kontras (g) menunjukkan lesi massa berlobulasi
besar yang menampilkan matriks keras, muncul sinyal rendah pada semua urutan.
Lesi timbul dari korteks, dengan lesi massa jaringan lunak yang luas. Gambar
DWI (h) menunjukkan difusi terbatas dalam lesi. Gambar CT (e) memperlihatkan
matriks keras yang padat dan jarum Biopsi yang dipandu CT terlihat.12

Gambar 2.13. Gambar CTkoronal (a) aksial (b) menunjukkan pembentukan


tulang baru yang besar dengan penebalan kortikal dan reaksi periosteal agresif
yang melibatkan dinding sinus maksilaris kanan. Gambaran rata-rata MIP wajah
menunjukkan penebalan dan sklerosis pada tulang rahang atas kanan.12

23
Gambar 2.14. Foto rontgen dada (d) menunjukkan sedikit lesi kalsifikasi di kedua
paru. Bagian aksial dari CT (e) dada mengkonfirmasi lesi kalsifikasi nodular
multipel: metastasis.12

Teknik Pencitraan MRI

MRI dianggap sebagai alat terbaik untuk menentukan stadium lokal tumor
tulang. Kemampuan bawaan dalam karakterisasi jaringan lunak dan visualisasi
sumsum tulang dengan MRI tetap menjadi landasan utama untuk evaluasi dugaan
atau diagnosis tumor tulang. Isi tumor dan karenanya karakterisasi tumor tulang
berdasarkan komposisi jaringan dapat dilakukan pada MRI bersama dengan
gambaran yang tepat mengenai keterlibatan sumsum tulang dan jaringan lunak. Jika
pasien terus mengalami gejala dan radiografi tidak menunjukkan kelainan apa pun,
dianjurkan dilakukan pencitraan tambahan. Lesi tulang litik dapat dilihat pada foto
polos hanya bila terdapat lebih dari 30 - 50% mineralisasi yang hilang. Oleh karena
itu MRI adalah modalitas pilihan dalam kasus ini untuk menilai sumsum tulang.
MRI harus diinterpretasikan hanya dengan radiografi bersamaan.11
Teknik pencitraan canggih yang lebih baru yang disusun di bawah MRI
fungsional mencakup pencitraan dengan kontras dinamis (Perfusion MRI),
Diffusion Weighted Imaging (DWI) dan Spektroskopi MR. Pencitraan resonansi
magnetik fungsional memiliki keunggulan dibandingkan MRI struktural, dalam
karakterisasi jaringan dan penentuan stadium tumor tulang. MRI standar membantu
mengevaluasi perubahan struktural pada tulang dan luasnya penyakit, dan
morfologi tumor dinilai lebih baik melalui DWI dan perfusi. MRI yang juga
membantu membedakan etiologi jinak dan ganas. Evaluasi seluleritas jaringan dan
keberadaan jaringan hidup atau nekrosis yang merupakan kriteria untuk menilai

24
tindak lanjut pasca kemoterapi tidak dapat ditentukan oleh MRI standar, dimana
MRI perfusi dan DWI memainkan peran penting. Pencitraan perfusi yang mewakili
pencitraan kontras dinamis adalah perolehan data pasca peningkatan kontras,
memperoleh beberapa kumpulan data melalui segmen penyakit tertentu5.

Gambar 2.15. MRI pada bidang aksial (a) dan sagital (b) menunjukkan metastasis
sepanjang tubuh posterior dan elemen vertebra D8. Terdapat jaringan lunak
signifikan yang meluas ke luar batas tulang. Biopsi yang dipandu CT (c): Jarum
biopsi terlihat.

Teknik Pencitraan Molekuler

Prinsip dasar pemeriksaan kedokteran nuklir adalah molekul yang


terlokalisir pada organ spesifik dan fisiologi abnormal akan melekat pada molekul
radiofarmaka yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien. Radiofarmaka mengandung
foton berumur pendek atau partikel yang memancarkan radioisotope, yang biasanya
akan dikeluarkan dari tubuh sesuai dengan waktu paruh yang dimiliki misalnya,
waktu paruh yang umum digunakan radionuklida technetium-99m (99mTc) adalah
6 jam; 24 jam setelah pasien disuntik, 6,25% dari aktivitas awal akan ditinggalkan.

25
Foton yang dipancarkan oleh radiofarmaka akan diserap oleh detector yang
dirancang khusus dan menghasilkan gambar baik dalam bidang atau irisan 3
dimensi. Contoh detector meliputi kamera gamma (yang mendeteksi sinar gamma)
dan positron emission tomography (PET) scanner. Detektor kemudian membuat
gambar dari distribusi radiofarmaka dalam tubuh pasien, setiap akumulasi
radiofarmaka yang abnormal bisa menunjukkan kondisi patologi.11
Salah satu kelemahan dari scan pencitraan molecular adalah resolusi special
dari gambar yang dihasilkan lebih rendah dari radiografi, CT, atau MRI. Kelemahan
lainnya termasuk paparan radiasi pengion untuk pasien. Untuk mengatasi
keterbatasan resolusi spasial, dilakukan penggabungan modalitas scan termasuk
PET/CT dan single photon emission computed tomography (SPECT/CT) scan.
Informasi fisiologis dari pencitraan molekul dikombinasikan dengan modalitas CT
scan resolusi tinggi.11

Skingrafi Tulang (Bone Scan)

Skintigrafi Tulang (Bone Scan) Dalam pencitraan skintigrafi tulang,


Metilen Disphosphonate Molekul (MDT) dilekatkan pada bahan tadioaktif Tc-99m
sebelum diinjeksikan ke pasien, membentuk Tc-99m MDT, atau “radiolabeled”
MDP5. Mekanisme fisiologi dari aktivitas agen pencitraan adalah ikata MDP
menjadi kristal hydroxyapatite dalam tubuh setelah injeksi, pada terbentuknya
ostoblas (fase organic) matrik tulang. akumulasi dari TC-99mMDP dalam tubuh
berhubungan dengan turn over tulang yang tergabung dalam aktivitas osteoblastik.
Mekanisme fisiologis dari Tc-99m MDP adalah aktivitas osteoblastic, dalam
keadaan patologis sesuai dengan peningkatan turn over tulang, mengakibatkan
peningkatan akumulasi Tc-99m MDP5. Faktor perancu peningkatan penyerapan
radiofarmaka adalah bahwa serapan juga terkait dengan peningkatan aliran darah
sebagai mekanisme transportasi. Single-fase bone scan dilakukan dalam fase statis
saja dan tahap pemindaian statis ini diperoleh untuk menunjukkan keterlibatan
tulang melalui aktivitas osteoblastik.12
a. PET Scan

Radiofarmaka yang paling sering digunakan untuk PET scan adalah


fluor18-fluorodexyglucose (18F-FDG), yang analog dengan glukosa.

26
Radiofarmaka 18F-FDG memancarkan positron yang dihancurkan karena kontak
inti dengan electron terdekat, menghasilkan dua sinar gamma yang kemudian
terdeteksi. Setelah injeksi, 18F-FDG terperangkap di dalam sel-sel tumor. Ada
berbagai teori tentang penyerapan FDG oleh tumor, termasuk protein membrane
transporter glukosa yang berlebih dalam sel neoplastic dan hipoksia tumor pada
keganasan menghasilkan kecepatan glikolisis yang lebih tinggi.10,13

Gambar 2,16. Pemindaian tulang menunjukkan fokus peningkatan penyerapan


isotop yang ditandai pada tibia kanan proksimal, menunjukkan peningkatan
pergantian tulang dan konsisten dengan lesi yang ditunjukkan pada radiografi dan
CT sebelumnya. Tidak ada fokus abnormal lain dari serapan abnormal yang
terlihat.

Gambar 2. 17. Bone Scan (Ewing Sarcoma) Lesi permeatif dan destruktif yang
mengorbankan epifisis, metafisis dan diafisis proksimal tibia kanan, dengan
ekstensi ekstraosseous, dan aktivitas glikolitik yang tajam.

27
Penggunaan PET scan mencakup deteksi dini lesi sebelum skintigrafi tulang
prediktor kelas tumor pada tumor tulang primer, dan membedakan fraktur kompresi
tulang belakang jinak dan ganas. Agen pencitraan alternatif untuk PET adalah fluor-
18 sodium fluoride (NaF-18F). seperti skintigrafi tulang. penyerapan berkaitan
dengan aktivitas osteoblastik, diambil Ketika ion fluoride digantikan dengan kristal
hidroksiapatit. 18F-NaF sangat sensitive untuk mendeteksi metastasis tulang
sklerotik (kanker prostat dan payudara).10

Teknik Pencitraan USG

Pemeriksaan USG menggunakan perjalanan suara dengan kecepatan yang


berbeda dalam berbagai bahan. Suara dipantulkan oleh batas-batas antara struktur
anatomi dengan komposisi yang berbeda (kecepatan suara internal yang berbeda).
USG klinis menggunakan frekuensi gelombang suara 1-20 MHz (1MHz adalah 1
juta siklus per detik), dibandingkan dengan rentang pendengaran manusia dari 20
Hz20kHz (1 kHz adalah 1000 siklus per detik). Sebuah probe mengeluarkan
gelombang suara dengan materi gel di ujungnya yang mana gelombang tersebut
dimasukkan ke dalam permukaan tubuh pasien. Gelombang suara memudahkan
dalam membawa sinyal ke dalam jaringan tubuh karena udara adalah konduktor
lemah untuk gelombang suara dibandingkan dengan air. Probe USG Bersama
gelombang suara dengan frekuensi tinggi menembus ke dalam jaringan tubuh dan
dipantulkan Kembali ke ujung probe. Dengan pantulan gelombang amplitude,
pencitraan kemudian merekonstruksi gambar dari struktur gelombang suara yang
ditemukan di dalam tubuh pasien. Ultrasound juga mampu melakukan visualisasi
real-time dari Gerakan struktur, sehingga dapat digunakan untuk membuat video
Gerakan tendon.13
USG berperan penting dalam pencitraan tumor jaringan lunak pada system
musculoskeletal. USG dapat mendiagnosa cairan, oleh karena itu dapat digunakan
untuk mengindentifikasi kista, tetapi massa jaringan lunak pasien jarang berbentuk
kista. Banyak lesi teraba yang dirasakan oleh pasien adalah tumor kulit dan
kemungkinan adalah lipoma atau lobulus menonjol dari jaringan adiposa subkutan.
USG cukup spesifik untuk mendiagnosis jaringan lemak dan kelainan vascular
seperti hemangioma atau aneurysma.13

28
Gambar 2. 18. (Ewing Sarcoma) guided transthoracic biopsy.13

Gambar 2. 19. (Osteosarcoma) menunjukkan kerusakan kortikal dan massa


tulang.
Kelebihan

Radiografi dan CT adalah dua jurusan modalitas pencitraan yang digunakan


untuk mengevaluasi struktur termineralisasi. Keuntungan utama radiografi
dibandingkan CT termasuk keterjangkauan, aksesibilitas, dan metode ringkas untuk
menilai lesi pada sejumlah gambar terbatas. Dapat dikatakan bahwa pencitraan
cross-sectional, bahkan dengan reformasi, tidak dapat mereproduksi kualitas
kedalaman yang dirasakan yang dihasilkan dari runtuhnya struktur 3D ke dalam
gambar 2D. Sistem klasifikasi margin yang dijelaskan dalam artikel ini dirancang
terutama untuk digunakan dengan radiografi.

29
Kekurangan

Kekurangan radiografi meliputi tumpang tindih anatomi yang dapat


mengaburkan kelainan dan terbatasnya kapasitas untuk mengevaluasi jaringan
lunak. Meskipun efek massa dapat dideteksi pada radiografi, efek massa tersebut
terbatas dalam menentukan derajat volume tumor ekstraoseus, hubungan tumor
ekstraoseus dengan struktur di sekitarnya, dan luasnya penyakit pada rongga
sumsum yang utuh. MRI adalah modalitas pilihan untuk mengevaluasi hubungan
ini secara bersamaan. Pertimbangan lain termasuk sensitivitas yang lebih rendah
untuk mendeteksi matriks termineralisasi bila dibandingkan dengan CT atau untuk
mendeteksi fraktur undisplaced bila dibandingkan dengan CT atau MRI.
Beberapa hal yang perlu diingat kembali dalam rangka menganalisis tumor
tulang pada foto Roentgen ialah :
- Pada anak-anak, tulang panjang dibagi dalam epifisis, metafisis dan diafisis.
Antara epifisis dan metafisis terdapat garis atau lempeng epifiser. Pada
neonatus banyak epifisis tulang belum mengalami osifikasis sehingga belum
dapat dilihat pada foto Roentgen.
- Tulang terdiri atas tiga komponen yaitu korteks, spongiosa dan periost. Korteks
dan spongiosa dapat dilihat pada foto Roentgen, tetapi periost tidak. Misalnya
radang atau neoplasma, periost mengalami iritasi atau terangkat. Maka periost
akan membentuk tulang di bawahnya yang dikenal sebagai reaksi periosteal.
Gambaran reaksi periosteal bermacam-macam:
- Berupa garis-garis yang sejajar dengan korteks, disebut lamellar.
- Berupa garis-garis yang tegak lurus pada korteks disebut sunray appearance
- Berupa seperti renda, dan sebagainya
Bentuk rekasi periosteal tidak patognomonis untuk selalu penyakit tulang.
Jangan dipakai istilah periostitis bila belum jelas disebabkan oleh radang.
Pada pemeriksaan tulang harus diperhatikan:
- Besar tulang
- Bentuk tulang
- Kontur tulang
- Densitas tulang, apakah densitas meninggi ataukah merendah

30
- Korteks, apakah utuh atau tidak utuh yaitu menipis atau destruksi
- Spongiosa : adakah bayangan-bayangan raiolusen
- Ada atau tidaknya reaksi periosteal
- Jaringan lunak sekitar tulang: adakah pembengkakan, perkapuran, penulangan.
Pemeriksaan radiologi pada tumor tulang selalu diawali dengan foto
konvensional yang sampai saat ini masih merupakan cara pemeriksaan terbaik
untuk diagnostic tumor tulang. Untuk menentukan luasnya tumor dan keterlibatan
jaringan sekitar dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Pemeriksaan
skening nuklir penting untuk menentukan adanya metastasis tulang.1
Tulang-tulang yang sering ditempati metastasis adalah pelvis, kolumna,
vertebra, iga, femur bagian proksimal, humerus bagian proksimal dan tengkorak.
Distribusi ini sesuai dengan daerah sumsum tulang merah. Metastasis jarang
dijmpai pada tulang distal dari sendi siku dan sendi lutut. Gambaran radiologik
metastasis ada tiga jenis yaitu : osteolitik, osteoblastik, campuran. Secara
keseluruhan ada delapan tipe berbeda yang dapat dibedakan yaitu osteochondroma,
osteoma, tumor sel raksasa, kista tulang aneurisma, kondroblastoma, sarkoma
ewing Tumor ini secara kasar dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan
jenis selnya, pembentukan tulang, pembentukan tulang rawan, serta jaringan ikat
dan pembuluh darah.1

2.2.7 Difrensial diagnosis

Usia
Usia adalah petunjuk klinis paling penting dalam membedakan
kemungkinan tumor tulang. Ada banyak cara untuk membagi kelompok umur,
seperti terlihat pada tabel, dimana morfologi lesi tulang digabungkan dengan usia
pasien. Beberapa orang lebih suka membagi pasien menjadi dua kelompok umur:
lebih muda atau lebih tua dari 30 tahun.
Kebanyakan tumor tulang primer terlihat pada pasien di bawah 30 tahun. Pada
pasien di atas 30 tahun kita harus selalu memasukkan metastasis dan myeloma
dalam diagnosis banding.

31
Gambar2.20. Tumor tulang berdasarka umur.

32
Perhatikan hal berikut:

Infeksi, yang merupakan peniru tumor yang umum, dapat terjadi pada
semua kelompok umur. Infeksi mungkin bersifat osteolitik berbatas tegas atau
tidak jelas, dan bahkan sklerotik.
Granuloma Eosinofilik dan infeksi harus disebutkan dalam diagnosis banding
hampir semua lesi tulang pada pasien <20 tahun. Banyak lesi sklerotik pada pasien
> 20 tahun yang sembuh, sebelumnya lesi osteolitik yang telah mengeras, seperti:
NOF, EG, SBC, ABC dan kondroblastoma.

Lokasi
Lokasi lesi tulang di dalam kerangka dapat menjadi petunjuk dalam diagnosis
banding. Ilustrasi di sebelah kiri menunjukkan lokasi yang disukai dari tumor tulang
yang paling umum. Di beberapa lokasi, seperti di humerus atau sekitar lutut, hampir
semua tumor tulang dapat ditemukan.
Lima lokasi tumor tulang teratas dalam urutan abjad:
Kista Tulang Aneurisma - tibia, femur, fibula, tulang belakang, humerus
Adamantinoma - batang tibia, mandibula
Chondroblastoma - tulang paha, humerus, tibia, tulang tarsal (kalkulus), patela
Fibroma kondromiksoid - tibia, femur, tulang tarsal, kaki phalanx, fibula
Chondrosarcoma - tulang paha, tulang rusuk, tulang iliaka, humerus, tibia
Chordoma - sacrococcygeal, spheno-occipital, serviks, lumbal, toraks
Granuloma Eosinofilik - tulang paha, tengkorak, tulang iliaka, tulang rusuk, tulang
belakang
Enchondroma - falang tangan dan kaki, tulang paha, humerus, metakarpal, tulang
rusuk
Sarkoma Ewing - tulang paha, tulang iliaka, fibula, tulang rusuk, tibia
Displasia fibrosa - tulang paha, tibia, tulang rusuk, tengkorak, humerus
Tumor Sel Raksasa - tulang paha, tibia, fibula, humerus, radius distal
Hemangioma - tulang belakang, tulang rusuk, tulang kraniofasial, tulang paha, tibia
Limfoma - tulang paha, tibia, humerus, tulang iliaka, vertebra
Metastasis - tulang belakang, tulang rusuk, panggul, tulang paha, humerus
Fibroma Non Osifikasi - tibia, femur, fibula, humerus
Osteoma osteoid - tulang paha, tibia, tulang belakang, tulang tarsal, tulang jari

33
Osteoblastoma - tulang belakang, tulang tarsal (kalkulus), tulang paha, tibia,
humerus
Osteochondroma - tulang paha, humerus, tibia, fibula, panggul
Osteomielitis - tulang paha, tibia, humerus, fibula, radius
Osteosarcoma - tulang paha, tibia, humerus, fibula, tulang iliaka
Kista Tulang Soliter - humerus proksimal, femur proksimal, tulang kalkanealis,
tulang iliaka

Gambar. 2.21. Tumor tulang berdasarkan lokasi19

34
Letak berdasarkan epifisis, metafisis dan diafisis :
Epifisis :
Hanya sedikit lesi yang terletak di epifisis, jadi ini bisa menjadi temuan penting.
Pada pasien muda kemungkinan besar merupakan kondroblastoma atau infeksi.
Pada pasien berusia di atas 20 tahun, tumor sel raksasa harus dimasukkan dalam
diagnosis banding. Pada pasien yang lebih tua, geode, yaitu kista tulang subkondral
degeneratif harus ditambahkan ke diagnosis banding. Perhatikan baik-baik tanda-
tanda arthrosis.
Metafisis :
NOF, SBC, CMF, Osteosarcoma, Chondrosarcoma, Enchondroma dan infeksi.
Diafisis :
Sarkoma Ewing, SBC, ABC, Enchondroma, Fibrous dysplasia dan Osteoblastoma.
Membedakan antara lokasi diafisis dan metafisis tidak selalu memungkinkan.
Banyak lesi dapat terletak di keduanya atau berpindah dari metafisis ke diafisis
selama pertumbuhan. Lesi besar cenderung meluas ke kedua area tersebut.

Gambar 2.22. Tumor tulang berdasarkan letak epifisis, metafisis dan diafisis.19

35
Reaksi periosteal

Reaksi periosteal merupakan reaksi non-spesifik dan akan terjadi setiap kali
periosteum teriritasi oleh tumor ganas, tumor jinak, infeksi atau trauma.
Ada dua pola reaksi periosteal: tipe jinak dan agresif. Tipe jinak terlihat pada lesi
jinak seperti tumor jinak dan trauma setelahnya. Tipe agresif terlihat pada tumor
ganas, tetapi juga pada lesi jinak dengan perilaku agresif, seperti infeksi dan
granuloma eosinofilik.

Gambar 2.23. Reaksi periosteal.19

36
Osteokondroma

Biasanya mengenai tulang panjang terutama sekitar lutut. Tumor mulai pada
metafisis tetapi karena tulang tumbuh makin lama makin bergeser ke diafisis.
Biasanya soliter kadang-kadang multipel dan dikenal sebagai diaphyseal aclasia.
Gambaran nradiologik tampak penonjolan tulang swngan korteks dan spongiosa
yang normal. Komponen tulang rawan sering sekali tidak kelihatan karena berada
di luar tulang. Dapat dilihat dengan CT- scan.1,2

Gambar 19. Aspek pencitraan osteochondroma dengan metafi yang berbeda


lokalisasi sealÿdiaphyseal di (A) femur (dilihat dari sesil) dan (B) di tibia

Giant Cell Tumor

Tumor ini biasanya dijumpai pada tulang panjang. Tumor ini lokasinya pada
ujung tulang ( subartikuler) paling sering sekitar sendi lutut. Gambaran radiologic
tampak daerah radiolusen pada ujung tulang panjang dengan batas yang tidak tegas.
Ada zona transisi antara tulang normal dan patologik. Biasanya bersifat kurang dari
1 cm. lesi biasanya eksentrik bersifat ekspansif sehingga kortkes menjadi sudah
besar dapat mengenai seluruh lebar tulang dan sering terjadi fraktur patologik.1,2

37
Gambar 20. Tampak lesi ekspansif pada ujung distal di tibia dengan korteks
yang sangat menipis
Osteoma

Tumor jinak tulang yang jarang terjadi. Biasanya ditemukan pada daerah
sinus paranasal dapat menimbulkan gangguan drainase. Gambaran Radiologik
biasanya terlihat sebagai bayangan opak yang bundaratau lonjong, berbatas tegas
jarang lebih besar dari 2,5 cm.10

Kista Tulang Aneurisma

Etiologi nya tidak diketahui, diduga kelainan vaskular yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi darah. Kelainan ini dapat ditemukan pada tiap bagian skelet.
Pada tulang panjang biasaya di daerah metafisis. Gambaran radiologik tampak
daerah radiolusen pada tulang yang memberi kesan adanya destruksi tulang. Lesi
bersifat ekspansif, korteks menjadi sangat tipis dan mengembung keluar. Gambaran
sangat mirip dengan Giant Cell Tumor. Batas lesi tegas dan sering kali disertai tepi
sklerotik. Sifat-sifat ini penting untuk membedakannya dengan Giant Cell Tumor.
Yang mempunyai batas tidak tegas.11

38
Gambar 21. Kista tulang aneurisma pada lengan atas
Kondroblastoma

Biasanya penderita mengeluh sakit di daerah sendi, karena tumor


kebanyakan pada epifisis dan berhubungan dengan lempeng episider. Gambaran
radiologic tampak sebagai bayangan radiolusen biasanya berbentuk bundar dengan
batas yang tegas kadang-kadang tampak pinggrisan sklerotik.12,13

Gambar 22. Kondroblastoma

39
Sarkoma Ewing

Tumor ganas ini biasanya mengenai tulang panjang, kebanyakan pada


diafisis. Tulang yang sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. Metastasis terjadi
cepat secara hematogen ke paru-paru atau tulang-tulang lainnya dimana gambaran
metastasisnya mirip dengan tumor primernya.
Gambaran radiologi tampak lesidestruktif yang bersifat infiltrative yang
berawal di medulla pada foto terlihat sebagai daerah-daerah radiolusen. Tumor
cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang rekasi
periostealnya tampak garis-garis yang berlapis menyerupai appearance. Gambaran
ini pernah dianggap patognomonis untuk tumor ini tetapi ternyata bisa dijumpai
pada lesi tulang lain.13,14

Gambar 23. Gambar lesi permeatif (a) dan onion (b) pada pasien-pasien dengan
Sarkoma Ewing

2.2.8 Tatalaksana

Terapi pada tumor tulang bervariasi, mulai dari observasi, kemoterapi,


pembedahan, dan radioterapi. Terapi pada tumor jinak tulang ditentukan oleh
ukuran tumor, sifat biologis tumor, kerusakan pada tulang yang terjadi, gangguan
pada struktur di sekitarnya dan keluhan nyeri yang diderita pasien. Umumnya tumor
jinak yang ukurannya kurang dari 3 cm dan tidak aktif cukup dilakukan observasi

40
saja, begitu juga pada tumor tulang yang tidak aktif (Enneking stage1) yang
kadangkala ditemukan secara kebetulan pada pencitraan foto sinar-X untuk
kegunaan lain seperti osteochondroma, bone cyst, fibrous dysplasia. Pada tumor
jinak yang aktif, tumbuh membesar, menimbulkan kerusakan tulang sehingga
berpotensi menimbulkan fraktur patologis, menekan jaringan sekitarnya sehingga
menimbulkan gangguan sesuai dengan jaringan yang terganggu serta menimbulkan
nyeri yang mengganggu pada penderita, maka dianjurkan untuk diambil melalui
proses pembedahan.
Pembedahan sampai saat ini masih merupakan pilihan utama untuk tumor
ganas pada, tetapi harus diingat bahwa setiap tumor ganas dari manapun sumbernya
memiliki kemampuan untuk metastasis ke organ lain. Kemampuan tumor ganas
untuk metastasis tidak bisa diatasi 18 dengan pembedahan, sehingga dibutuhkan
terapi yang bersifat sistemik seperti kemoterapi sebagai terapi tambahan (adjuvant),
walaupun begitu tidak semua tumor ganas muskuloskeletal sensitif terhadap
kemoterapi. Radioterapi bisa menjadi pilihan lain untuk terapi tambahan dan juga
sebagai terapi utama untuk tumor ganas muskuloskeletal yang tidak dapat dioperasi
(non-operable).
Dengan terapi tambahan (neo-adjuvant dan adjuvant), pencitraan radiologi
yang bisa menampilkan gambaran lebih detail tentang anatomi tumor dan teknik
pembedahan yang baik beserta pilihan untuk rekonstruksi baik menggunakan
implan maupun rekonstruksi biologi menggunakan tulang (baik allograft maupun
memproses kembali jaringan tulang yang terkena tumor) prognosis (pasien yang
bisa bertahan hidup sampai 5 tahun) pasien dengan tumor ganas tulang meningkat
drastis dari 30-40% menjadi 60-80%.9

41
Tabel 2.3 Stadiun sistem enneking18

2.2.9 Prognosis

Prognosis tumor tulang tergantung dengan jenis tumor tulannya. Pada tumor
tulang tipe jinak/benign kebanyakan berespon baik dengan operasi pengangkatan.
Walaupun dalam ada beberapa jenis tumor tulang jinak yang memiliki angka
reccurensi tinggi, seperti tumor sel raksasa tulang. Pada tumor tulang tipe malignant
dan sekunder prognosisnya buruk dan angka mortality ratenya tinggi. Jika kanker
didiagnosis pada stadium lokal, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 74%.
Jika kanker telah menyebar ke jaringan atau organ di sekitarnya dan/atau kelenjar
getah bening regional, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 66%. Jika kanker
telah menyebar ke bagian tubuh yang jauh, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun
adalah 27%.15

42
REFERENSI

1. Sjahriar Rasad. Radiologi Diagnostik. 2nd Ed. Iwan Ekayuda, Editor. Jakarta:
FK UI; 2005. 74 p.
2. Bailescu I, Popescu M, Sarafoleanu L, et al. Diagnosis and evolution of the
benign tumor osteochondroma. Exp Ther Med. 2021;23(1):103.
doi:10.3892/etm.2021.11026
3. Anatomy & Physiology by OpenStax, licensed under CC BY. Access the
original for free at https://openstax.org/books/anatomy-and-
physiology/pages/1-introduction.
4. Franchi A. Epidemiology and classification of bone tumors. Clin Cases Miner
Bone Metab Off J Ital Soc Osteoporos Miner Metab Skelet Dis. 2012;9(2):92-
95.
5. Kesehatan BP. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: KEMENTERIAN
KESEHATAN RI; 2013.
6. Pullan JE, Lotfollahzadeh S. Primary Bone Cancer. In: StatPearls. StatPearls
Publishing; 2024. Accessed March 3, 2024.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560830/
7. American Cancer Society 2022. About bone cancer.
https://www.cancer.org/content/dam/CRC/PDF/Public/8562.00.pdf.
8. Zhang Y, Zhao L, Wang N, et al. Unexpected Role of Matrix Gla Protein in
Osteoclasts: Inhibiting Osteoclast Differentiation and Bone Resorption. Mol
Cell Biol. 2019;39(12):e00012-19. doi:10.1128/MCB.00012-19
9. Ferdiansyah Mahyudin, mariyam, dkk, (2017), Diagnosis dan Terapi Tumor
Muskuloskletal, CV Sagung Seto: Jakarta.
10. Plant J, Cannon S. Diagnostic work up and recognition of primary bone
tumours: a review. EFORT Open Rev. 2016;1(6):247-253. doi:10.1302/2058-
5241.1.000035
11. Ellingsen T, Nalley A, Oda D, Dodson TB, Lee PP. Osteoblastoma and Osteoid
Osteoma of the Mandible: Review of the Literature and Report of Two Cases.
Jornet PL, ed. Case Rep Dent. 2022;2022:1-11. doi:10.1155/2022/7623855
12. Mahesh Kumar Neelala Anand. Imaging and Diagnosis of Aneurysmal Bone
Cysts. medical view. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/386060-
overview
13. Ma JL, Wu Y, Wen JX, et al. Images of giant cell tumor and chondroblastoma
around the knee: retrospective analysis of 99 cases. Quant Imaging Med Surg.
2023;13(2):787-800. doi:10.21037/qims-22-616
14. Gozal F, Djakaria HM. Sarkoma Ewing. Radioter Onkol Indones. 2018;8(1).
doi:10.32532/jori.v8i1.58
15. America Cancer Society, (2022), Key Statistic About Bone Cancer. Available
at: https://www.cancer.org/cancer/bone-cancer/about/key-statistics.html.

16. Kelly M. Rogers, MRes1 and Richard M. Conran, MD, PhD, JD1. Educational
Case: Pediatric .Osteosarcoma. Received revised January 26, 2019. Accepted for
publication February 04, 2019.
17. L. B. Rozeman & A. M. Cleton-Jansen & P. C. W. Hogendoorn. Pathology of
primary malignant bone and cartilage tumours. Published online: 30 August 2006.

43
18. P2PTM Kemenkes. Panduan penatalaksanaan osteosarkoma. Komite
penanggulangan kanker nasional.2020.

19. Henk Jan van der Woude and Robin Smithuis. Bone tumors - Differential
diagnosis. Radiology department of the Onze Lieve Vrouwe Gasthuis, Amsterdam
and the Alrijne hospital in Leiderdorp, the Netherland.
https://radiologyassistant.nl/musculoskeletal/bone-tumors/differential-
diagnosis#systematic-approach-age

44

Anda mungkin juga menyukai