Anda di halaman 1dari 21

1

REFERAT
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun Oleh:
EGIDIA JEMIMA PASARIBU
230131191

Pembimbing:
dr. M. Arfiza Putra Saragih, Sp.T.H.T.B.K.L

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG,
TENGGOROK, BEDAH KEPALA, LEHER
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan anugerah-Nya Referat ini dapat diselesaikan penulis tepat waktu dan
tanpa halangan yang berarti. Referat yang berjudul “Otitis Media Supuratif
Kronik” merupakan salah satu syarat untuk penilaian Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah,
Kepala, Leher Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Tentunya, dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari dr. M. Arfiza Putra Saragih, Sp.T.H.T.B.K.L, selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
pembuatan referat ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini
masih banyak yang perlu diperbaiki, baik dari segi materi, sistematis, maupun
cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran agar dapat menjadikan referat ini menjadi lebih
baik lagi.
Demikianlah kata pengantar yang penulis sampaikan. Semoga referat ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, 17 Maret 2024

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik atau disebut juga OMSK merupakan suatu
peradangan atau infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran
timpani disertai atau tanpa keluarnya cairan pada liang telinga selama minimal 2-6
minggu. Otitis media supuratif kronis dapat terjadi akibat lanjutan otitis media
dengan perforasi membran timpani yang semakin memburuk. Adanya
kolesteatoma, yaitu epitel skuamosa berkeratin pada telinga tengah, dapat
memperburuk kondisi pasien hingga menimbulkan komplikasi (Nasution, 2023).
Tingkat kejadian otitis media supuratif kronik di dunia berkisar 65 sampai
330 juta orang (60%). Para penderitanya mengalami masalah pendengaran yang
signifikan sehingga diperlukan manajemen yang tepat dan efektif untuk mengatasi
tingkat kejadian otitis media supuratif kronik (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan
data WHO, negara-negara Pasifik Barat memiliki prevalensi paling tinggi (2,5%
hingga 43%), diikuti oleh Asia Tenggara (0,9% hingga 7,8%), Afrika (0,4%
hingga 4,2%), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (3%), Mediterania Timur
(1,4%), dan Eropa (0,4%). Indonesia termasuk negara dengan prevalensi OMSK
yang cukup tinggi dengan prevalensi sekitar 3,9%.
Diagnosis otitis media supuratif kronik meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan otitis media supuratif kronik
terdiri atas penatalaksanaan medikamentosa dan penatalaksanaan pembedahan.
Morbiditas dan mortalitas yang sering terjadi hingga sekarang akibat penyakit
OMSK menyebabkan masalah utama kesehatan masyarakat di dunia dan
merupakan penyakit pada telinga yang masih sering dijumpai khususnya di negara
berkembang, termasuk di Indonesia (Nasution, 2023).

2
1.2. Tujuan Referat

Referat ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai etiologi, patofisiologi dan


pemeriksaan fisik dan lain-lain Otitis Media Supuratif Kronik, serta sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah, Kepala, Leher
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3. Manfaat Referat

Manfaat penulisan Referat ini adalah sebagai penambah wawasan


mengenai Otitis Media Supuratif Kronik secara lengkap bagi penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis, serta kepada masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Auris atau telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga


memiliki tiga bagian, yakni auris interna, auris media, dan auris eksterna. Organ
pendengaran perifer terdiri dari struktur organ pendengaran yang berada di luar
otak dan batang otak yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dan saraf
kokhlearis sedangkan organ pendengaran sentral terdiri dari nukleus koklearis,
nukleus olivatorius superior, lemnikus lateralis, kolikulus inferior dan korteks
serebri lobus temporalis area wernicke (Nugroho & Wiyadi, 2009).
● Auris Eksterna
Auris externa terdiri dari dua bagian. Bagian yang berproyeksi dari sisi regio
capitis adalah auricula (pinna) dan saluran yang mengarah ke dalam adalah
meatus acusticus externus. Auricula berada di sisi regio capitis dan membantu
menangkap suara dan terdiri dari tulang rawan elastin yang tertutup oleh kulit dan
tersusun dalam satu bentuk banyak elevasi/peninggian dan depresi/cekungan. Tepi
luar yang besar pada auricula adalah helix, Helix berakhir di inferior pada lobus
auriculae dan tepi melingkar yang lebih kecil, paralel dan anterior dari helix
disebut antihelix. Cekungan di tengah auricula adalah concha auriculae. Tepat di
anterior dari liang meatus acusticus externus, di depan concha auriculae terdapat
elevasi/peninggian yang disebut tragus. Berlawanan dengan tragus dan di atas
lobulus auriculae yang lunak, terdapat peninggian lain yang disebut antitragus.
Meatus acusticus externus terbentang dari bagian terdalam concha auriculae
sampai membrana tympani (gendang telinga). berjarak kurang kebih 1 inci (2.5
cm). Dindingnya terdiri dari tulang rawan dan tulang. Sepertiga lateralnya
dibentuk oleh perluasan tulang rawan dan banyak kelenjar serumen dan rambut.
Duapertiga bagian medial rangkanya terdiri dari tulang temporale dan hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen. Membrana tympani memisahkan rneatus
acusticus externus dari auris media.

4
● Auris Media
Telinga tengah dilapisi oleh membran mukosa. Bagian lateral oleh membran
timpani (MT), bagian medial berturut-turut dari atas ke bawah dibatasi oleh
kanalis semi sirkularis, kanalis fasialis, oval window, round window, dan
promontorium. Bagian anterior oleh muara tuba Eustachius, posterior oleh aditus
ad antrum dari mastoid, superior oleh tegmen timpani fossa kranii, inferior oleh
bulbus vena jugularis. (Nugroho & Wiyadi, 2009).
Membran tympani berbentuk bundar dan cekung jika dilihat dari liang
telinga. Bagian atas disebut pars flaksida yang memiliki dua lapisan, yaitu bagian
luar dilapisi epitel sel kubus bersilia seperti epitel mukosa saluran napas. Bagian
bawah disebut pars tensa yang memiliki tiga lapisan, yakni dengan satu lapisan
tambahan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin. Membran
timpani dibagi menjadi empat kuadran yang ditarik secara vertikal dari processus
malleus dan garis horizontal di umbo, yakni anterior-superior, anterior-inferior,
posterior-superior, posterior-inferior.
Fungsi dasarnya untuk mengirimkan getaran membrana tympani melalui
cavitas auris media menuju auris interna. Getaran ini dapat mencapai auris interna
melalui tiga tulang ossikula yang saling berhubungan namun dapat bergerak, yang
menjembatani ruangan antara membrana tympani dan auris interna. Tulang-tulang
tersebut, antara lain:
1. Malleus (bersambungan dengan membrana tympani),
2. Incus (bersambungan dengan malleus melalui sendi synovialis),
3. Stapes (bersambungan dengan incus melalui sendi synoviallsan dan melekat
pada dinding lateral auris interna (fenestra ovalis) pada fenestra vestibuli).
Telinga tengah terdiri dari dua musculus yaitu m. tensor timpani dan m.
stapedius. Kedua musculus ini berfungsi mempertahankan, memperkuat rantai
osikula dan meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat mencegah
kerusakan organ koklea (Nugroho & Wiyadi, 2009).

● Auris Interna
Telinga dalam terdiri dari koklea yang terdiri dari tiga buah kanalis
semisirkularis. Koklea memiliki puncak yang disebut helikotrema yang

5
menghubungkan perilempfe skala timpani dengan skala vestibuli. Irisan melintang
pada koklea memperlihatkan skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di
sebelah bawah, dan skala media di antara keduanya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisikan perilimfe, sedangkan skala media berisikan cairan endolimfe
dan membran tektoria (terdapat sel rambut dan kanalis corti) (Indro et al, 2009).

Gambar 1. Anatomi Telinga

Gambar 2. Anatomi Telinga Luar

2.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh aurikula
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke telinga
dalam yakni koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang ossikula pendengaran yang

6
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan fenestra ovalis. Energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
fenestra ovalis sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran
diteruskan melalui membrana Reissner yang kemudian mendorong endolimfe,
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis (Indro et al,
2009).

2.3. Otitis Media Supuratif Kronis

2.3.1. Definisi dan Klasifikasi OMSK

Otitis media supuratif kronik atau disebut juga OMSK adalah peradangan
atau infeksi kronis di telinga tengah yang ditandai dengan adanya perforasi
membran timpani dan ditemukan adanya sekret yang keluar dari liang telinga
(otorrhea) yang purulen, baik terus menerus ataupun hilang timbul, yang
berlangsung selama minimal 2 - 6 minggu. OMSK dibagi menjadi dua tipe
klasifikasi, yakni:
● OMSK Tipe Benigna (Tipe Aman) / Tipe Tubotimpani
pada OMSK tipe aman melibatkan perforasi di bagian anteroinferior dari
celah telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi sentral yang permanen.
Tipe ini bersifat jinak karena biasanya didahului oleh disfungsi tuba yang
mengakibatkan kelainan pada rongga timpani., tidak ada kolesteatoma, dan
konsekuensi serius jarang terjadi karena tidak ada risiko komplikasi yang serius
(Widyasari, 2022).
● OMSK Tipe Maligna (Tipe Bahaya) / Tipe Atikoantral
Tipe ini melibatkan perforasi di daerah atik dan posterosuperior pada celah
telinga telinga tengah. Perforasi terjadi pada atik atau marginal pada kuadran

7
posterosuperior pars tensa dan proses peradangan dapat disertai kolesteatoma serta
menyebabkan erosi tulang. Komplikasi yang muncul dari OMSK tipe maligna
cukup berbahaya, salah satu komplikasi OMSK maligna adalah parese nervus
fasialis, disebabkan tumbuhnya kolestatoma timpani yang progresif, destruktif dan
merupakan ciri khas OMSK maligna (Widyasari, 2022).

Gambar 3. Lokasi Perforasi pada OMSK

Tabel 1. Perbedaan OMSK Tipe Aman dan Tipe Bahaya

Pembeda OMSK Tipe Aman OMSK Tipe Bahaya

Secara umum benigna maligna

Sifat aman, tubotimpani bahaya, attikoantral

Lokasi Perforasi MT sentral atik, marginal

Kolesteatoma tidak ada ada

Otorrhea ada ada

Bau tidak berbau berbau busuk

Jumlah Cairan banyak sedikit

Tipe mukoid purulen

8
Durasi intermitten terus-menerus

Polip pucat kemerahan

Granulasi tidak ada ada

Komplikasi Intrakranial tidak ada tidak jarang

2.3.2. Epidemiologi

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit


umum yang ditemukan pada bagian otorhinolaryngology. OMSK lebih sering
terjadi pada negara berkembang dengan prevalensi sekitar 24%. Sebanyak 164
juta jiwa (90%) yang mengalami masalah gangguan pendengaran disebabkan oleh
OMSK. OMSK dianggap sebagai salah satu penyebab tuli terbanyak, terutama di
negara berkembang. Menurut data RISKESDAS pada tahun 2013, prevalensi
gangguan pendengaran secara nasional sebanyak 2,6% dengan prevalensi tertinggi
di provinsi NTT (3,6%) dan terendah ditemukan di Banten (1,6%) (Triola et al,
2023)

2.3.3. Etiologi

Penyebab infeksi OMSK dapat berupa bakteri (gram-negatif, gram-positif,


aerob dan anaerob) maupun jamur (Nafi’ah et al, 2022). Bakteri penyebab yang
sering ditemukan pada pasien dengan OMSK berdasarkan suatu review dari
berbagai penelitian yaitu Pseudomonas aeruginosa (22-44%), Staphylococcus
aureus (17-37%), Klebsiella pneumoniae (4-7%), Proteus mirabilis (3-20%),
Eschericia coli (1-21%) dan Proteus vulgaris (0,9-3%). Bakteri anaerob juga dapat
menjadi penyebab, seperti Bacteroides sp. (4–8%), Clostridium sp.(3–6%),
Prevotella sp.(1–3%) dan Fusobacterium nucleatum (3-4%). Jamur yang kerap
ditemukan yaitu Aspergilus sp. (3-20%) dan Candida albicans (0,9-23%)
(Kemenkes RI, 2018).

2.3.4. Faktor Resiko

Kejadian otitis media dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti infeksi virus
atau bakteri pada saluran napas atas, umur, tingkat sosio-ekonomi, imunitas,

9
adanya komorbid, penyakit autoimun, keganasan dan status gizi. Faktor-faktor
risiko dapat melemahkan sistem imun dan meningkatkan timbulnya infeksi
(Widyasari, 2022).
Faktor risiko pada otitis media antara lain otitis media akut (OMA)
rekuren yang tidak respon terhadap terapi konvensional dan terapi pembedahan.
Hal ini akan menunjukkan penurunan IgG2 serum dan berkurangnya respon
terhadap protein polisakarida pada bakteri (Triola et al, 2023).
Adapun beberapa faktor penjamu OMSK, antara lain sistem pertahanan
imun yang rendah, faktor genetik yang diduga gen yang berperan dalah gen HLA-
A2, kelainan kongenital (down syndrome, gangguan kranio fasial, dan
palatoskisis), alergi seperti rhinitis alergi yang diduga salah satu penyebab
terjadinya obstruksi tuba eustachius, dan faktor sosio-ekonomi yang rendah
(Triola et al, 2023).
Penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk mengenai faktor risiko yang
berhubungan dengan OMSK mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara
OMSK dengan ISPA, merokok baik perokok aktif maupun perokok pasif serta
status gizi. Mekanisme yang mendasari hubungan OMSK dan ISPA dikarenakan
ISPA dapat merusak sistem perlindungan, ventilasi, ataupun upaya pembersihan
bakteri dari tuba Eustachius. ISPA yang berulang juga mempercepat proses
inflamasi di nasofaring dan tuba Eustachius. Paparan asap rokok memperburuk
penyakit pernapasan bagian atas karena meningkatkan produksi sitokin yang
terlibat dalam proses inflamasi dan asap rokok berkontribusi pada peningkatan
produksi sekret di telinga tengah (Widyasari, 2022).
Adapun faktor yang menyebabkan otitis media akut menjadi kronik antara
lain pemberian terapi yang terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
yang kuat, daya tahan tubuh yang rendah dan higienis yang jelek (Widyasari,
2022).

2.3.5. Patogenesis

Mayoritas OMSK merupakan komplikasi otitis media akut perforasi


(OMA). Kegagalan ruptur membran timpani untuk menutup secara spontan

10
memudahkan terjadinya infeksi telinga luar yang berulang atau paparan alergen.
Kondisi ini menyebabkan otore yang berkelanjutan (Arya et al., 2019).
Tuba eustachius dapat menjadi kurang berfungsi sebagai akibat dari
infeksi kronis atau infeksi hidung dan tenggorokan akut berulang, membuat
rongga timpani lebih rentan terhadap gangguan fungsional. Peradangan membran
timpani menyebabkan kongesti vaskular, yang menyebabkan iskemia di suatu
tempat dan akhirnya bermanifestasi sebagai titik nekrotik dalam bentuk bintik
kuning.
Membran timpani dapat mengalami perforasi lebih mudah bila terdapat
tekanan dari cairan yang terkumpul di dalam rongga timpani. Rongga timpani
akan selalu bersentuhan dengan lingkungan luar akibat perforasi yang persisten,
yang akan memungkinkan kuman dari kanalis auditorius eksternus dan udara luar
dengan bebas masuk ke dalam kavum timpani. Infeksi yang mudah kambuh
disebabkan oleh kuman yang aktif ke rongga timpani. Waktu dapat menentukan
penyakit kronis ini, dan stadiumnya didasarkan pada konsistensi gambaran
patologis (Wirawan et al., 2020).

2.3.6. Gejala Klinis


Otitis media supuratif kronik (OMSK) memiliki tanda dan gejala klinis
yang penting untuk diketahui yaitu adanya riwayat keluar cairan dari liang
telinga (otorrhea) lebih dari dua bulan. Hal tersebut dapat terjadi secara terus
menerus atau hilang timbul. Cairan yang keluar dapat berupa cairan bening atau
berupa nanah. Selain itu, dapat juga ditemukan tanda dan gejala lain seperti
terjadi gangguan pendengaran, rasa penuh di telinga, otorrhea yang bersifat
purulen atau mukoid, tinitus, otalgia dan kadang-kadang dapat juga dijumpai
vertigo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar
pada tahun 2014 didapatkan hasil bahwa keluhan yang terbanyak yang
diderita oleh penderita otitis media supuratif kronik adalah keluhan otorrhea
(97,2%), keluhan gangguan pendengaran (45,1%), keluhan nyeri telinga
(41,7%) serta keluhan tinnitus (23,6%) dan sebanyak 3,5% pasien OMSK
dijumpai keluhan vertigo (Triola et al, 2023)

11
2.3.7 Diagnosis

A. Anamnesis
1) Sekret telinga yang keluar hilang timbul maupun terus menerus selama
minimal 2-6 minggu. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa
nanah.
2) Gejala umum terkait keluhan di telinga, antara lain:
• Gangguan pendengaran
• Rasa penuh di telinga
• Tinitus
3) Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya komplikasi, antara lain:
• Paralisis wajah sementara atau menetap
• Otalgia
• Vertigo
• Demam tinggi
• Fotofobia
• Bengkak di belakang telinga (mengindikasikan mastoiditis)
4) Gejala komplikasi emergensi dengan indikasi rujuk segera:
• Nyeri kepala hebat
• Muntah proyektil
• Defisit neurologis fokal
• Penurunan kesadaran
5) Adanya gejala tambahan seperti common cold, sakit tenggorok, batuk, atau
gejala lain dari infeksi saluran pernapasan atas, serta dijumpai faktor risiko
OMSK.

B. Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan telinga terdiri dari pemeriksaan liang telinga dan mastoid,
pemeriksaan telinga tengah dan pemeriksaan fungsi pendengaran.
1) Pemeriksaan liang telinga dan mastoid untuk mengidentifikasi hal-hal
berikut:

12
o Adanya tanda riwayat operasi telinga berupa bekas luka/parut
o Ada atau tidaknya fistula retroaurikula
o Tanda inflamasi retroaurikular (hiperemis, edema dengan atau tanpa
fluktuasi, nyeri tekan mastoid)
o Ada atau tidaknya penyempitan liang telinga dan sekret telinga.

2) Pemeriksaan telinga tengah dengan lampu kepala, otoskopi atau


otomikroskopi atau otoendoskopi. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara
lain:
o Perforasi membran timpani. Lokasi perforasi membran timpani dapat
ditemukan di sentral (pars tensa), marginal, atau atik (pars flaksida). Pada
OMSK tipe aman, perforasi terjadi di sentral, sedangkan OMSK tipe
bahaya, perforasi terjadi di marginal atau atik.
o Adanya inflamasi pada mukosa telinga tengah yang ditandai hiperemis
atau pucat, polip, dan/atau edema, dengan atau tanpa otorea. Sekret telinga
atau otorea pada OMSK dapat bersifat serosa, mukopurulen, atau
hemoragik.
o adanya jaringan granulasi
o adanya Kolesteatoma yang terjadi ketika epitel skuamosa berkeratin
ditemukan di telinga tengah atau area pneumatisasi lainnya di tulang
temporal. Kolesteatoma ditemukan pada OMSK tipe bahaya atau tipe
atikoantral
o Timpanosklerosis, yakni plak berwarna keputihan di membran timpani dan
deposit nodular di lapis submukosa telinga tengah. Timpanosklerosis
biasanya terjadi sebagai sekuele dari penyakit kronis telinga tengah, tetapi
dapat juga terjadi akibat dari trauma setelah pemasangan pipa
timpanostomi.

3) Pemeriksaan fungsi pendengaran


o Tes Garpu Tala, Tes penala, terdiri atas tes Rinne, Weber, dan Schwabach,
merupakan pemeriksaan pendengaran secara kualitatif yang telah lama
digunakan di klinik untuk membedakan gangguan pendengaran konduktif

13
dan sensorineural.
o Whispered Voice Test, adalah uji fungsi pendengaran bersifat semi-
kuantitatif untuk menentukan derajat ketulian secara kasar. Tes ini
dilakukan dengan jarak 0,6 m atau satu lengan dari belakang telinga
pasien. Pasien diminta untuk mengulang kombinasi kata yang terdiri atas
satu sampai dua suku kata. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang
disarankan untuk dokter umum untuk melakukan skrining gangguan
pendengaran pada populasi geriatri
o Calibrated Finger Rub Auditory Screening Test (CALIFRAST),
CALIFRAST merupakan tes yang dilakukan dengan menggosok-gosokkan
ibu jari ke jari kelingking saat jari dalam keadaan kering di ruangan yang
tenang. Pasien yang tidak dapat mendengar gosokan jari kuat pada saat
lengan terekstensi memiliki gangguan pendengaran yang bervariasi dari
ringan hingga berat sehingga sebaiknya dirujuk untuk tatalaksana lebih
lanjut.

C. Pemeriksaan Penunjang
1) Otomikroskopi atau Otoendoskopi
2) Audiometri Nada Murni
3) Bone Conduction Brainstem Evoked Response Audiometry (BCBERA)
4) Audiometri Tutur
5) Pencitraan
6) Kultur sekret telinga
7) Biopsi Massa Liang Telinga atau Telinga Tengah

2.3.8. Tatalaksana
Prinsip tatalaksana OMSK berdasarkan pedoman WHO adalah mengeradikasi
infeksi dan kolesteatoma, serta menutup perforasi membran timpani. Jika
tatalaksana terlambat, dapat terjadi komplikasi ekstrakranial maupun komplikasi
intrakranial.

A. Tatalaksana Medikamentosa
● Aural Toilet / Cuci Telinga

14
Prosedur aural toilet atau cuci telinga dilakukan untuk tetap menjaga
telinga dalam kondisi bersih dan kering. prosedurnya mencakup suction,
swab kapas, dan cuci telinga menggunakan air steril, asam asetat, hidrogen
peroksida, normal saline, maupun povidon iodine.
○ Cuci telinga dengan larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. (Triola et al,
2023)

● Antibiotik Topical / Antibiotik Tetes Telinga


Antibiotik tetes telinga (sering dikombinasikan dengan
deksametason) disertai aural toilet merupakan manajemen konservatif lini
pertama yang efektif pada pasien OMSK (Kemenkes RI, 2018). Golongan
quinolon merupakan antibiotik topikal yang paling direkomendasikan
dengan alasan sebagai berikut:
o Quinolon dilaporkan efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa, bakteri
tersering pada pasien OMSK
o Tidak bersifat kokleotoksik maupun vestibulotoksik, seperti yang dapat
terjadi pada antibiotik aminoglikosida
o Sering dikombinasikan dengan deksametason topikal untuk efek anti-
inflamasi yang sangat membantu terutama jika disertai otitis eksterna
dengan atau tanpa jaringan granulasi pada liang telinga.

Pilihan Antibiotik tetes telinga quinolon:

(a) Ofloksasin 0,075%

(b) Ofloksasin 0,3%

(c) Siprofloksasin hidroklorida 0,3%

● Kortikosteroid Topikal

Steroid tetes telinga sering digunakan sebagai kombinasi dengan


antibiotik topikal untuk mendapatkan efek anti-inflamasi. Pertimbangkan
untuk memberikan kombinasi steroid pada pasien dengan peradangan pada
liang telinga atau mukosa telinga tengah disertai jaringan granulasi.
Kombinasi yang sering digunakan yaitu tetes telinga siprofloksasin 0,3%

15
dengan deksametason 0,1%. Steroid topikal lainnya yang dapat digunakan
sebagai kombinasi yaitu hidrokortison, fluocinolon, dan triamsinolon
(Kemenkes RI, 2018).

● Antibiotik Sistemik

Antibiotik oral merupakan pilihan lini kedua pada pasien OMSK,


dimana dipertimbangkan untuk diberikan dalam kondisi otorea persisten
setelah 3 minggu diberikan manajemen lini pertama dan atau terjadi
komplikasi intrakranial (kemenkes). Secara oral diberikan antibiotik
amoksisilin atau siprofloksasin. Amoksisilin-asam klavulanat jika
ditemukan riwayat terapi amoksisilin selama 30 hari terakhir, adanya
konjungtivitis purulen, dan OMA berulang yang tidak responsif dengan
pemberian amoksisilin (Kemenkes RI, 2018).

B. Tatalaksana Pembedahan

Penatalaksanaan bedah pada OMSK harus dilakukan pada pasien OMSK


dengan kolesteatoma, adanya komplikasi, serta pada pasien dengan infeksi yang
tidak tertangani hanya dengan tatalaksanamedikamentosa. tata laksana
pembedahan bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membrane timpani yang perforasi,mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran.

● Mastoidektomi, prosedur mastoidektomi dikategorikan berdasarkan apakah


dinding posterior liang telinga diangkat; dinding runtuh(canal wall down)
atau dipertahankan; dinding utuh (canal wall up). Indikasi mastoidektomi
yaitu pada kondisi OMSK rekuren, terdapat kolesteatoma, Kegagalan
timpanoplasti sebelumnya dan adanya komplikasi yang mengancam nyawa
seperti mastoiditis, petrositis, abses subperiosteal, labirintitis, meningitis,
abses ekstradural, abses subdural, atau abses otak.
● Timpanoplasti, timpanoplasti merupakan prosedur bedah rekonstruksi
membran timpani dengan atau tanpa memperbaikistruktur osikular. Prosedur
ini diharapkan dapat meningkatkan pendengaran dan memperbaiki fungsi
barier telinga tengah untuk mengurangi risiko infeksi berulang. Timpanoplasti
dipertimbangkan pada pasien dengan perforasi persisten pascaresolusi infeksi

16
C. Edukasi
Beberapa edukasi yang dapat diberikan pada pasien yang menjalani terapi
OMSK, antara lain:
● Pemberian antibiotik rutin sesuai dosis yang diberikan
● Membersihkan telinga luar dari sekret dengan kapas sebelum aplikasi
antibiotik
● Meneteskan tetes telinga dengan cara yang benar (posisi supine dengan
telinga menghadap ke atap)
● Menjaga agar air tidak masuk ke dalam telinga saat pasien mandi dengan
memasukkan kapas yang sebelumnya telah diberikan vaselin kedalam telinga
luar
● Menjauhkan anak dari debu, uap, dan dari orang lain yang menderita flu
● Tidak menggunakan pacifier, sterilisasi botol susu sebelum digunakan, dan
posisi ideal saat memberi makan.

2.3.9. Komplikasi

● Komplikasi Intratemporal
○ Gangguan tulang pendengaran (Ossicular Chain Disruption)
○ Tuli Sensorineural
○ Fistula Labirin dan Labirintitis
○ Paresis saraf fasialis
● Komplikasi Ekstratemporal
○ Intrakranial: Abses Otak, Meningitis, Empiema Subdural, Hidrosefalus Otitik,
Trombosis Sinus Lateralis
○ Ekstrakranial: Abses Subperiosteal, Abses Bezold

2.3.10. Prognosis

Secara umum, OMSK tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik jika
ditangani hingga tuntas. Fungsi pendengaran juga dapat diperbaiki dengan
timpanoplasti dan penggunaan alat bantu dengar. Mortalitas terjadi pada OMSK
yang disertai komplikasi, terutama komplikasi intrakranial. Namun seiring dengan
manajemen yang dini dan tepat, angka mortalitasnya semakin menurun.

17
BAB III
KESIMPULAN

Otitis Media Supuratif Kronis {OMSK) adalah Otitis media supuratif kronik
atau disebut juga OMSK adalah peradangan atau infeksi kronis di telinga tengah
yang ditandai dengan adanya perforasi membran timpani dan ditemukan adanya
sekret yang keluar dari liang telinga (otorrhea) yang purulen, baik terus menerus
ataupun hilang timbul, yang berlangsung selama minimal 2 - 6 minggu.
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus adalah bakteri aerobik yang
paling banyak ditemukan pada penderita OMSK.
OMSK terbagi menjadi dua tipe, yakni tipe maligna dan tipe benign. Mayoritas
OMSK merupakan komplikasi otitis media akut perforasi (OMA). Kegagalan
ruptur membran timpani untuk menutup secara spontan memudahkan terjadinya
infeksi telinga luar yang berulang atau paparan alergen. Kondisi ini menyebabkan
otore yang berkelanjutan.
Diagnosis OMSK dilakukan berdasarkan anamnesis seperti riwayat otorrhea
selama lebiih dari dua bulan, pemeriksaan fisik seperti adanya perforasi membran
timpani dan kolesteatoma pada tipe maligna, atau dengan bantuan pemeriksaan
penunjang berupa otoendoskopi, kultur sekret telinga dan lainnya.. Tata laksana
OMSK mencakup tata laksana medikamentosa seperti cuci telinga, pemberian
antibiotik, dan pembedahan dengan prinsip berdasarkan pedoman WHO adalah
mengeradikasi infeksi dan kolesteatoma, serta menutup perforasi membran
timpani. OMSK memiliki prognosis yang baik jika ditangani hingga tuntas dan
infeksi dapat dikendalikan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Y., & Rosalinda, R. (2022). Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif


Kronis (OMSK) Tipe Kolesteatoma dengan Timpanomastoidektomi
Dinding Runtuh dan Rekonstruksi Dinding Posterior Liang Telinga. Jurnal
Otorinolaringologi Kepala dan Leher Indonesia, 1(1).

Alkatiri, F. B. (2016). Kriteria diagnosis dan penatalaksanaan otitis media


supuratif kronis. Intisari Sains Medis, 5(1), 100-105.

Arya, I. P. et al. (2019). Gambaran Penderita Otitis Media Supuratif Kronik Di


Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2014-2016. EjurnalMedika, 8(4).

Drake, R., Drake, R. L., Vogl, W., & Mitchell, A. W. (2012). Gray's basic
anatomy. Elsevier Health Sciences.

Ganong, B. K., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2012). Ganong
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Vol. 90. Memórias do Instituto Oswaldo
Cruz, 199-2018.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2011). Guyton and Hall textbook of medical
physiology. Elsevier.

Indro, S., Hendarto, H., & Jenny, B. (2009). Gangguan Pendengaran (Tuli).
Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &
Leher Edisi Keenam, penyunting Soepardi Arsyad, dkk. FKUI. Jakarta.

Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis


Media Supuratif Kronik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018.

Nafi'ah, M. Q., Fitriana, V. N., & Hartanto, D. (2022). Otitis Media Supuratif
Kronik. Proceeding Book Call for Papers Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 560-573.

Nasution, R. A., Sangging, P. R. A., & Himayani, R. (2023). Diagnosis dan


Tatalaksana Otitis Media Supuratif Kronik. Medical Profession Journal of

19
Lampung, 13(4.1), 56-62.

Nugroho, P. S. & Wiyadi, H. (2009). Anatomi Dan Fisiologi Pendengaran Perifer.


Jurnal THT-KL, 2(2), pp. 76–85.

Parhusip, T. D., Utomo, B. S. R., Marlina, L., Poluan, F. H., Falorin, J., Nurfachri,
A., & Pohan, D. J. (2020). Bakteri Penyebab Otitis Media Supuratif Kronis
di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia. Majalah Kedokteran
UKI, 36(1).

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL FK UI. Dalam: Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. h. 10-16

Sherwood, L. (2010). Human physiology from cells to systems. Cengage Larning.

Triola, S., Indrayani, C., Pitra, D. A. H., & Ashan, H. (2023). Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) Sebagai Penyebab Gangguan Pendengaran.
Scientific Journal, 2(2), 83-94.

Widyasari, F., Hifni, A., & Ghanie, A. (2022). Penatalaksanaan Otitis Media
Supuratif Kronik Di Fasilitas Kesehatan Pertama. In Conferences of
Medical Sciences Dies Natalis Faculty of Medicine Universitas Sriwijaya
(Vol. 4, No. 1, pp. 89-104).

Wirawan, T. H., Sudipta, I. M. & Sutanegara, S. W. D. (2020). Karakteristik


Penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar periode Januari-Desember 2014. Jurnal Medika Udayana,
9(3), pp. 43–47.

20

Anda mungkin juga menyukai