Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

OTOMIKOSIS

DISUSUN OLEH

Mona Darmayanti 030.15. 116

PEMBIMBING

dr. Budhy Parmono, Sp.THT-KL, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KEPANITERAAN KLINIKDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON

PERIODE 29 APRIL – 31 MEI 2019

JAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing, referat dari :

Nama : Mona Darmayanti

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Trisakti

Bagian : Ilmu Kesehatan THT

Judul : Otomikosis

Ditujukan untuk memenuhi ujian referat kepaniteraan THT Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti di RSUD Cilegon

Jakarta, 27 Mei 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat-Nya kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Otomikosis”.Referat ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan THT
RSUD Cilegon.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Budhy
Parmono, Sp,THT-Kl, M.Kes dan dr. Puji Sulastri, Sp.THT beserta staf SMF Ilmu Kesehatan
THT RSUD Cilegon, dan rekan-rekan Kepaniteraan Klinik THT RSUD Cilegon atas bantuan
dan dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan referat ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
dalam bidang ilmu kesehatan THT
.

Jakarta, 27 Mei 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN Halaman

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................... .4

1.3 Tujuan .................................................................................................................... .4

1.4 Manfaat .................................................................................................................. .5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga ................................................................................ .6

2.2 Pembahasan Otomikosis ......................................................................................... 12

2.2.1 Definisi ........................................................................................................ 12

2.2.2 Epidemiologi ................................................................................................ 13

2.2.3 Etiologi ......................................................................................................... 13

2.2.4 Gejala Klinis ................................................................................................ 14

2.2.5 Penegakan Diagnosis .................................................................................. 14

2.2.6 Penatalaksanaan ........................................................................................... 15

2.2.7 Prognosa ....................................................................................................... 16

BAB III KESIMPULAN .................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Otomikosis atau otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur (fungal otitis externa)
digambarkan sebagai infeksi akut, subakut maupun kronik oleh jamur yang menginfeksi
epitel skuamosa pada kanalis auditorius eksterna dengan kompliaksi yang jarang
melibatkan telinga tengah. Walaupun penyakit ini tidak mengancam jiwa, proses penyakit
ini sering menyebabkan keputusaan pada pasien karena lamanya waktu yang diperlukan
dalam pengobatan dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinya yang
begitu tinggi.1

Otomikosis adakag suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh belaha
dunia. Frekuansinya bervariasi tergatung pada perbedaan zona geografik, faktor
lingkunganm dan juga waktu.2

Banyak faktor yang dikemukan sebagai predisposisi terjaidnya otomikosis,


termasuk cuaca yang lebab, adanya sserumen, instrumentasi pada telinga, status pasien
yang immunocompromised, dan peningkatan pemakaian antibiotic topical. Berikut ini
akan dibahas tentang anatomi telinga itu sendiri, karakteristik, gejala klinis, faktor
predisposisi dari otomikosis, sehingga kita dapat mendiagnosa dan memberi pengobatan
secara cept dan tepat.1
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Pada rumusan masakh ini penyusun ingin menjelaskan tentang definisi
otomikosis, etiologi, faktor predisposisi, gejala klinis, cara menegakan diagnosis dan
penatalaksanaan.

1.3 TUJUAN
Tujuan referat ini :
 untuk mengetahui secara rinci tentang otomikosis
 untuk mengetahui cara menegakan diagnosis dan penanganan
 untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang diperlukan

4
1.4 MANFAAT
Semoga referat ini dapat berguna bagi penyusun maupun pembaca untuk lebih
mengetahui tentang deginisi otomikosis, etiologi, faktor predisposisi , gejala klinis, cara
menegakan diagnosis dan penatalaksanaan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang
ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di
sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak
bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian
tengah dan bagian dalam. 3,4

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam

 Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula
terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga
mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.5,6

1. Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang
terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di

6
sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa
triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang
merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, concha
berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di
belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba
conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang
merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang merupakan
struktur depresif di dekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun
telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang
berada di bagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan
meatus akustikus eksternus.3,4,5,6
2. Meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang telinga luar. Meatus
akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang menghubungkan
auricula dengan membran timpani..3,5,6
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga
bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh
kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula
seruminosa3,4,5,6

 Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis
yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha
telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu
panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang
ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang dengan
antrum mastoid.5,6
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,
dinding lateral, dan dinding medial.
1. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen timpani, yang
merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan
kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii
media.

7
2. Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap
dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan
kavum timpani dari bulbus superior V. jugularis interna.
3. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan
terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih
kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani.
4. Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak
beraturan, yaitu auditus antrum.3,4,5,6

Membran Timpani
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya
konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang
terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian
cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan inferior dari
umbo.5,6, 7,8
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1 cm.
Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus tim-
panicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua
plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus lateralis
mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh plika-plika
tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars tensa.
Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam membran timpani oleh
membran mucosa. Membran tympan sangat peka terhadap nyeri dan permukaan
luarnya dipersarafi oleh n.auriculotemporalis dan ramus auricularis n. vagus.5,6,8

8
Gambar 2. Membran Timpani

Tulang-Tulang Pendengaran
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang
maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga
sumsum tulang.6
1. Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus
longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateral is. Caput
mallei berbentuk bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah
bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang
dan melekat dengan erat pada permukaan medial membran timpani. Processus
anterior adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan dinding anterior
cavum timpani oleh sebuah ligamen. Processus lateralis menonjol ke lateral dan
melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membran timpani. 3, 6,7, 8
2. Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat
dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah di
belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Crus breve menonjol ke belakang dan
dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen. 6,7

9
3. Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis kecil
dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan merupakan
tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum dan melekat
pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh
sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare. 3,4,5,6

Gambar 3. Tulang-Tulang Pendengaran.

Otot-Otot Telinga Tengah

Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot
tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-
mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk
melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam
gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid
dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes.
Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi
tinggi.4,5,6

Tuba Eustachius
Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke bawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan
nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor pharynges superior.

10
Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan
nasopharing.5,6
Antrum Mastoid
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa
ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum,
diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.6
 Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap
telinga tengah dan terdiri atas
1. Telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang;
2. Telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus
membranosa di dalam telinga dalam osseus. 5,6

Gambar 4. Telinga Dalam

Telinga Dalam Osseus


Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis
semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di
dalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan
bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.5,6

11
Telinga Dalam Membranaceus
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan
berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus
terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga
ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus
cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan
dengan bebas.4,5,6

2.2 PEMBAHASAN OTOMIKOSIS


2.2.1 Definisi
Otomikosis (dikenal juga dengan Singapore Ear), adalah infeksi telinga yang
disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis auditorius
eksternus.9

Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat
akut dan subakut, khas dengan adanya inflamasi , rasa gatal, dan ketidaknyamanan.
Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epiel superfisial, adanya
penumpukan debris yang berbentuk hifa disertai suppurasi dan nyeri.10

Gambar 5. Otomikosis

12
2.2.2 Epidemiologi
Angka insidensi otomikois tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah
tropis, juga pada orang-orang yang senang dengan olahraga air. 1 dari 8 kasus infeksi
telinga luar disebabkan oelh jamur. 90% infeksi jamur disebabkan oleh Aspergillus spp,
dan selebihnya adalah Candida spp. Angka prevalensi otomikosis ini dijumpai pada 9%
dari seluruh pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis ekterna.9
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006 ,otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita terutama ibu rumah tang daripada pria. Otomikosis
biasanya terjadi pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak-anak.11 Tetapi
berdasarkan penelitian yang dilakukan oelh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8%
nya merupakan laki-laku, sedangkan 44,2%nya merupakan wanita.2

2.2.3 Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis meliput
ketiadaan serumen, kelembaba yang tinggi, peningkatan temperature dan trauma lokal
yang biasaya sering disebabkan oleh kapas telinga (cotton buds) dan alat bantu dengar.
Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya berenang dan berselancar
sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang dengan air yang
menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius eksternus. Bisa juga
disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga. Predisposisi yang lain melipui
riwayat menderita eksema, rhinitis allergika dan asthma.12

Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprotif,
terutama Aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus,
Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp.
Sebagai tambahan otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi
teretentu misalnya otitis eksterna yang disebebkan bakteri yang diterapi dengan
kortikosteroid dan berenang.11,13

Banyak faktor yang menjadi penyebab peubahan jamur saprofit ini menjadi
jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sekarang belum dimengerti.
Beberapa dari faktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti
perubahan epitel peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif dari
serumen, faktor sistemik (seperti gangguan imun tubuh, kortikosteroid, antibotik,

13
sitostatik, neoplasia), faktr lingkungan (panas, kelembaban), riwayat otomikosis
sebelumnya. Otitis media sekretorik kronik, post mastoidektomi, atau penggunaan
substansi seperti antibuotika spectrum luas pada telinga.1

2.2.4 Gejala Klinis


Otomikosis bis terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling sering
terjadi adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan sangat gatal
didalam telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta. Inflamsi disertai
eksfoliasi permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu oleh karena liang telinga
tertutup oelh massa kotoran kulit dan jamur. Infeksi jamur dan invasi pada jaringan
dibawah kulit menyebabkan nyeri dan supurasi. Bila infeksi berlanjut, eksema dan
likenifikasi dapat jelas terlihat dan kelainan ini dapat meluas ketelinga bagian luar
hingga bawah kuduk. Tulabg rawa telinga dapat juga terserang.14,15

Rasa penuh pada telinga merupakan keluha umum pada tahap awal dan sering
mengawali terjadinya rasa nyeri. Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi mulai dari
hanya berupa perasaan tidak enak pada telinga, perasaan penuh dalam telinga, perasaan
seperti terbakar hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat. Keluhan rasa sakit yang
dikeluhkan sering menjadi gejala yang mengelirukan, walaupun rasasakit tersebur
merupakan gajala yang dominan. Hal ini dijelaskan bahwasanya kulit dari liang telinga
luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema
dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa nyeri.

Selain itu, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan klit
dan tulang rawan daun telinga, sehingga gerakan dari daun telinga akan mengakibatkan
rasa sakit yang hebat pad kulit dan tulang rawan di liang telinga luar. Kurangnya
pendengaran mungkin dapat terjadi akibat edema kulit liag telinga, secret yang
purulent, atau penebalan kulit yang progresif yang bisa menutup lumen dan
mengakibatkan gangguan konduksi hantaran suara.14

2.2.5. Penegakan Diagnosis


Diagnose berdasarkan pada
1. Anamnesis
Adanya keluhan nyeri didalam telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar
dari telinga. Yang paling penting adalah kecenderungan beraktifitas yang
berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan sebagainya.16

14
2. Gejala klinik
Yang khas, teras gatal atau sakit diliang telinga dan daun telinga menjadi
merah, skuamous dan dapat meluas kedalam liang telinga sampai 2/3 bagian
luar. Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, peyumbuhan hifa
berfilamen yang berwarna putih dan panjang dari permukaan kulit.16
3. Pemeriksaan laboratorium
Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit liang telibfa diperiksa dengan
KOH 10% akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat
ditemukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.16
Pembiakan : skuama dibiakkna pada media Agar Saboraud, dan dieramjan
pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam datu minggu berupa koloni
filament berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada
ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada
permukaannya. 16

2.2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering, jangan
lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang
yang kotor seperti korek api, garukan telinga atau kapas. Kotoran-kotoran harus
sering dibersihkan.17

Pengobatan yang dapat diberikan seperti :


o Larutan asam asetat 2-5% dalam alcohol yang diteteskan kedalam liang telinga
biasanya dapat menyembuhkan.17,18
o Tetes telinga siap beli seperti VoSol (asam asetat nonakueus 2%), Cresylate
(m-kresil asetat) dan Otic Domeboro (asam asetat 2%) bermanfaat bagi
banyak kasus.4
o Larutan timol 2% dalam spiritus dilutes (alcohol 70%) atay meneteska larutan
burrowi 5% 1 atau 2 tetes dan selanjutnya dibersihkan denan desimfektan
biasanya memberi hasik pengobatan yang memuaskan.17
o Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2%.8
Beberapa dokter THT juga sering memakai fungisida topical spesifik, seperti
preparat yang mengandung nystatin, ketoconazole, klotrimazole, dan anti jamur yang
diberkan secara sistemik.1,18

15
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara
komplit mengobati proses dari otomikosis ini, karena agen-agen diatas tidak
menunjukan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini
menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topical, juga
harus melakukan maneuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan
denga air agar tidak menmabah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat etika
menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah
homeostasis lokal.2

2.2.7 Prognosa
Umunya baik bila diobati dengan engobatan yang adekuat. Pada saat terapi
dengan antijamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi (penyembuhan)
yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekemambuhan sangat
tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi dan fisiologi
lingkungan norma dari kanalis autitorius eksternus masih terganggu.

16
BAB III
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Otomikosi adalah infeksi yang disebabkan oelh jamur baik yang bersifat akut,
subakut, maupun kronik yang tejadi pada liang telinga lua. Gejala dari otomikosis berpa
gatal, nyeri pada telinga, keluarnya secret, sampai berkurangnya pendengaran. Faktor
predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen, kelembapan yng tinggi
karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang dan penggunaaan kortikosterodi dan
antimikroba pada infeksi sebelumnya. Spesies yang paling banyak menyebabkan infeksi ini
adalah dari genus Aspergillus dan Candida. Pengobatan pada otomikosis selain dengan terapi
oabt yang adekuat, perlu diperhatikan juga hygiene dari liang telinga itu sendiri, mengurangi
kelembapan dan faktor-faktor predisposisinya.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. Otomycosis. Clinical
features and treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head an neck
Surgery. 2006; 135: 787-91
2. Hueso gutierrez P, jimenez Alvarez S, Gil-Carcedo Sanudo E, Gil-Carcedo Garcia
LM, Ramos Sanchez C, Vallejo Valdezate LA. Presumption diagnosis : otomycosis, a
451 patients study. J Acta Otorinolaringol Esp. 20015; 56(5): 181-6
3. Ballantyne J and Govers J : Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and Throat.
Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5
4. Goerge L Adams, Lawrence R Boies, Peter A Higler. Otomikosis. Buku Ajar
Penyakit THT. Jakarta: PT.EGC. 1997: 85
5. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002
6. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit:
EGC. Jakarta 2006.
7. Wonodirekso, S dan Tambajong J : Organ-Organ Indera Khusus dalam Buku Ajar
Histologi. Penerbit: EGC. Jakarta. 1990, edisi V.
8. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi
keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
9. Moghadam AY, Asadi MA, Dehghani R, Mahmoudabadi AZ, Rayegan F, Hooshyar
H, Khorshidi A. Evaluating the effect of a mixture of alcohol and acetic acid for
otomycosis therapy. Jundishapur Journal of Microbiology. 2010; 3(2):66-70
10. Kaur R, Mittal N, Kakkar M, Aggarwal AK, MAthur MD. Otomycosis: a
clinicomycologic study. J Ear Nose Throat J. 2000; 79(8): 606-9
11. Muhmoudabadi AZ. Mycological studies in 15 cases of otmycosis. Pakistan Journal
of Medical Sciences. 2006; 22(4): 486-8
12. Amigot Sl, Gomez CR, Luque Ag, Ebner G. Microbiological study of external otitia
in Rosario City, Argentina. J Mycoses. 2003. 46: 312-5
13. Kumar Ashish. Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Sciences. 2005; 7(3):
152-5
14. Ballenger, James JR, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgeery. London: BC Decker. 2002

18
15. Ozcan, K.Murat, Muge K, Aydin K, Filiz. Otomycosis in Turkey: Predisposing
Factors, Aetiology, and Therapy. The Journal of Laryngology and Otology. 2003;
117: 39-42
16. Trelia Boel. Mikosis Superficial. Retrieved from USU digital Library. 2003
17. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, dkkk. Otomikosis. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.2001; 3(1): 75
18. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam: Soepardi E, ISkandar N (eds). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FK UI.2001.
hal:9-15

19

Anda mungkin juga menyukai