Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Cover

Kelompok 14:

Ach hani khalfiyan hafidz (1130021064) -

Yudha Fernando Danuasmoro (1130021082)

Widya putri noviana (1139923018) -

Dosen Fasilisator:

Misutarno, S.Kep.Ns., M.kep.

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA
OTITIS MEDIA KRONIK”.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun dari segi lainnya.Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca untuk memberi saran dan kritik kepada kami sehingga
kami dapat memperbaiki makalah ini. Penyusun berharap semoga dari makalah
yang berjudul ”MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA OTITIS MEDIA
KRONIK” dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Akhir kata, penyusun ucapkan
terima kasih.
DAFTAR ISI

Cover..................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar belakang..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................6
2.1 Definisi.....................................................................................................................6
2.2 Anatomi fisiologi.......................................................................................................6
2.3 Manifestasi Klinis......................................................................................................8
2.4 Etiologi...................................................................................................................10
2.5 Patofisiologi............................................................................................................11
2.6 Klasifikasi................................................................................................................12
2.7 Komplikasi..............................................................................................................12
2.8 WOC.......................................................................................................................15
2.9 Asuhan Keperawatan Teori.....................................................................................16
2.9.1 Pengkajian.......................................................................................................16
2.9.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................20
2.9.3 Intervensi Keperawatan...................................................................................20
2.9.4 Implementasi...................................................................................................24
2.9.5 Evaluasi............................................................................................................25
BAB 3 APLIKASI TEORI......................................................................................................26
3.1 Asuhan Keperawatan Kasus....................................................................................26
3.1.1 Pengkajian.......................................................................................................26
3.1.2 Analisa Data.....................................................................................................28
3.1.3 Catatan Perkembangan...................................................................................30
BAB 4 PENUTUP...............................................................................................................38
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................38
4.2 Saran......................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................39

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat yang merupakan penyebab utama ketulian yang bisa dicegah, pada
Umumnya penderita tidak menyadari bahwa dirinya menderita penyakit otitis
media supuratif kronik dan penderita baru mengetahui sesudah komplikasi terjadi.

Penyakit ini biasanya juga dianggap sebagai penyakit yang remeh oleh
masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan telinga sehingga
ketika terjadi infeksi tidak segera pergi ke dokter. Akibatnya, penyakit bertambah
berat sehingga membutuhkan operasi. Penyakit ini dapat menimbulkan masalah
keperawatan antara lain gangguan rasa nyaman ( nyeri ), gangguan komunikasi,
ansietas ( kecemasan ), dan resiko infeksi.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia (2013) menunjukkan bahwa penduduk Indonesia usia 5 tahun keatas 2,6
% mengalami gangguan pendengaran, 0,09 % mengalami ketulian, 18,8 % ada
sumbatan serumen dan 2,4 % ada sekret diliang telinga. Data tersebut
menunjukkan bahwa gangguan pendengaran masih menjadi permasalahan
kesehatan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa aitu otitis media kronik?
2. Apa saja anatomi telinga?
3. Apa manifestasi klinis OMSK?
4. Apa etilogi OMSK?
5. Apa patofisiologi OMSK?
6. Adakah klasifikasi OMSK?
7. Apa saja Komplikasi OMSK?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui otitis media kronik
2. Untuk mengetahui anatomi telinga
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis OMSK
4. Untuk mengetahui etiologi OMSK
5. Untuk mengetahui patofisiologi OMSK
6. Untuk mengetahui klasifikasi OMSK
7. Untuk mengetahui Komplikasi OMSK
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga (otore)
lebih dari 2 bulan.

Secara umum, OMSK dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu OMSK
tipe benigna dan OMSK tipe maligna. Pada OMSK tipe benigna proses
peradangannya terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang dan
perforasi terletak disentral. Sedangkan pada OMSK tipe maligna disertai
kolesteatoma, letak perforasi biasanya di marginal atau atik. OMSK dapat
berhubungan dengan tingkat morbiditas yang lebih tinggi. Salah satu akibat dari
OMSK adalah terjadinya gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran adalah
ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengarkan suara di salah satu atau
kedua telinga.

2.2 Anatomi fisiologi


Anatomi fisiologi pendengaran telinga.Telinga terdiri dari beberapa bagian,
antara lain :

1. Telinga bagian luar


a. Aurikula ( daun telinga).
Menampung gelombang suara datang dari luar masuk ke dalam
telinga.
b. Meatus akustikus eksterna ( liang telinga )
Saluran penghubung aurikula dengan membran timpani (terdiri tulang
rawan & keras, saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat, khususnya menghasilkan sekret sekret berbentuk
serum).
c. Membran timpani
d. Selaput gendang telinga batas antara telinga luar & telinga
tengah.Berdiameter kurang lebih 1 cm, bentuknya sangat tipis dan
berwarna kelabu mutiara dan translusen.
2. Telinga bagian Tengah
a. Kavum timpani
Rongga didalam tulang temporalis terdapat 3 buah tulang pendengaran
( maleus, inkus dan stapes ).
b. Antrum timpani
Rongga tidak teratur terletak di bawah samping dari kavum timpani.
c. Tuba auditiva eustaki
Saluran tulang rawan yang berjalan miring ke bawah agak kedepan.

Telinga tengah tersusun atas membran timpani ( gendang telinga ) di


sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di
antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus
dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan
rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli ( tulang telinga tengah )
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa
sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil ( osikuli ) yaitu malleus, inkus,


dan stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen,
yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil ( jendela oval dan dinding
medial telinga tengah ) yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.
Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga
tengah.Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.Jendela bulat ditutupi
oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis,
atau struktur berbentuk cincin.anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami
kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,


menghubngkan telingah ke nasofaring.Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun
dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva
atau menguap atau menelan.Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

3. Telinga bagian dalam


a. Labirin osseus
Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan (perilimfe).
1) Vestibulum.
2) Koklea.
3) Kanalis semi sirkuler.
b. Labirintus membranosus
1) Utrikulus.
2) Sakulus.
3) Duktus semi sirkularis

2.3 Manifestasi Klinis


Tanda gejala Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK), yaitu:

1. Otorhe pada OMSK tanpa kolesteatoma: sekret mukoid, intermiten


2. Otorhe pada OMSK dengan kolesteatoma: sekret purulen, persisten,
berbau khas, terkadang berbercak darah.
3. Tuli konduktif atau campuran tergantung ukuran dan lokasi perforasi
membran timpani serta keadaan telinga tengah.
4. Otalgia jika proses telah invasif (Marcelena & Farid, 2014).

Tanda-tanda klinis OMSK adalah sebagai berikut :


1. Adanya abses atau fistel retroaurikular.
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom).
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom (Hetharia dan
Mulyani, 2011).

Gejala Klinis OMSK:

1. Telinga berair (Otorhe)


Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan:
a. Pada OMSK tipe jinak
1) Cairan yang keluar mukopus tidak berbau busuk.
2) Reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
tympani dan infeksi.
3) Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
4) Pada OMSK stadium inaktif tidak ada sekret telinga.
b. Pada OMSK tipe ganas
1) Mukoid dan sekret telinga tengah berkurang/hilang.
2) Rusaknya lapisan mukosa yang luas.
3) Sekret bercampur darah.
4) Jaringan granulasi dan polip telinga.
5) Adanya kolesteatom yang mendasari.
6) Bila sekret encer berair tanpa nyeri kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
a. Tuli konduktif dapat pula bersifat campuran.
b. Perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah.
c. OMSK tipe maligna biasanya pada tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
a. Nyeri akibat terbendungnya drainase pus.
b. Nyeri berarti adanya komplikasi.
c. Hambatan pengaliran sekret.
d. Terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis.
e. Pembentukan abses otak.
f. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
(Petrotitis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis)
4. Vertigo
a. Fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom.
b. Perubahan tekanan udara yang mendadak.
c. Perforasi membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
d. Penyebaran infeksi ke dalam labirin (keluhan vertigo).
e. Komplikasi serebelum (keluhan labirin).
5. Telinga berdenging (Tinnitus)

Tinnitus merupakan persepsi suara dering yang timbul didalam organ telinga
bagian dalam akibat adanya sebuah kondisi, misalnya cidera telinga, kondisi
hilangnya pendengaran akibat faktor usia, atau bisa juga karena adanya gangguan
pada sistem sirkulasi didalamnya

2.4 Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius.

Penyebab OMSK antara lain:

1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik.Sistem sel sel udara mastoid lebih kecil
pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan
dariotitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak
diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang
lainnya berkembang menjadi kronis.
4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah


hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan
bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang
terutama dijumpai adalah Gram negatif, flora tipe usus, dan beberapa
organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas


Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas.Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme
yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besar terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi.Yang menarik adalah
dijumpainyasebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga
atau bakteria atau toksin toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
2.5 Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ketelinga tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui eustachius mereka dapat menyebabakan infeksi disaluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan disekitar saluran , tersumbatnya saluran ,
dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel daah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah pada jaringan tengah.Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel ditelinga tengah
terkumpul dibelakang gendang telinga.

Jika lendir bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang


telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan
pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun
cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45
desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.
Dan paling berat , cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek
gendang telinga karena tekanannya.

2.6 Klasifikasi
Otitis media supuratif kronis dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. OMSK tipe benigna


Proses peradangan terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral dan mukosa kavum timpani
menebal.Pada umumnya tipe OMSK benigna jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya.Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
kolesteatoma.
2. OMSK tipe maligna
OMSK tipe maligna adalah OMSK yang disertai dengan
kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Sebagian komplikasi yang
berbahaya atau fatal, timbul pada OMSK tipe maligna.
2.7 Komplikasi
Komplikasi menurut Marcelena & Farid (2014), yaitu:

1. OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna/tanpa kolesteatoma)


a. Perforasi sentral: perforasi pada pars tensa dikelilingi sisa
membran timpani di tepi perforasi
b. Tanpa kolesteatoma
c. Penyakit tubotimpani, perforasi membran timpani membuat
mukosa telinga tengah dan tube eustachius terpapar namun tidak
menyebabkan inflamasi pada mastoid (Marcelena & Farid, 2014).
2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang/dengan kolesteatoma)
a. Tahap awal :
1) Perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan
dengan anulus/sulkus timpanikum.
2) Perforasi atik: perforasi pada pars flaksida.
b. Tahap lanjut:
1) OMSK disebut pula penyakit atik-koantral karena mengenai tulang
dinding liang telinga luar, atik, antrum, dan sel mastoid.
2) Abses/fistula retroaurikuler
3) Polip/jaringan granulasi diliang telinga
4) Kolesteatoma: kantung retraksi atau kista epitelial gepeng berisi
deskuarhasi epitel ditelinga tengah (ruang pneumatik pada tulang
temporal) yang terus membesar apabila terdapat sumbatan pada
liang telinga, dibedakan menjadi dua :
a. Kolesteatoma kongenital: berbentuk saat embrio, membran
timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi, berupa massa berwarna
putih susu hingga tanpa perubahan warna yang ditemukan pada
kavum timpani/area petrosus mastoid/sudut serebelopontin
b. Kolesteatoma akuisita
1) Kolesteatoma akuisita primer: disfungsi tuba tekanan
negatif telinga tengah-invaginasi memberan timpani tanpa
perforasi, biasa dalam atik terbentuk kantong dari pars
tensa- akumulasi epitel.
2) Kolesteatoma akuisita sekunder
a. Perforasi membran timpani - epitel dari liang
telinga/pinggir perforasi masuk ke telinga tengah,
biasa lewat perforasi marginal.
b. nfeksi kronis iritasi kronis metaplasma mukosa
kavum timpani terdiri sel kuboid menjadi sel
skuamosa.

Berdasarkan letak, kolesteatoma dibedakan menjadi :

1. Kolesteatoma pars lensa di kuadran posterosuperior →→ erosi prosesus


panjang dari inkus, diskontinuitas gabungan fibrasi sendi
inkudostapedial→ tuli konduktif.
2. Kolesteatoma atik dari defek pars flaksida erosi dinding luar epitimpanum
dan tulang-tulang pendengaran hingga antrum masoid
2.8 WOC
2.9 Asuhan Keperawatan Teori
2.9.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Pada pengkajian pre maupun post operasi perlu dikaji
tentang identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, status
perkawinan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah
sakit dan tanggal pengkajian, juga identitas penanggung jawab
klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan terakhir, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama dapat berupa gangguan pendengaran atau
pekak, suara berdenging atau berdengung (tinnitus), rasa
pusing yang berputar (vertigo), rasa nyeri didalam telinga
(otalgia), keluar cairan dari telinga (otore).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pada klien OMSK perlu dikaji alasan masuk RS,
biasanya ditemukan dengan riwayat kesehatan adanya
gangguan pendengaran pada satu telinga atau kedua telinga
, timbul tiba-tiba atau bertambah secara bertahap, sehingga
perlu ditanyakan apakah gangguan pendengaran ini
diderita sejak bayi , atau pada tempat bising atau pada
tempat yang tenang.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Dikaji tentang riwayat trauma kepala , telinga
tertampar, trauma akustik atau pemakaian obat ototoksin
sebelumnya, riwayat penyakit infeksi virus seperti
parotitis, influenza berat dan meningitis.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji apakah ada anggota keluarga klien yang
menderita penyakit seperti klien. Namun OMSK bukanlah
penyakit yang bersifat keturunan.
d. Pola-Pola fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Perlu dikaji mengenai frekuensi dan kebiasaan
mandi, keramas dan membersihkan telinga. Pada klien
OMSK yang sudah mengalami komplikasi dan juga faktor
usia kemungkinan dalam perawatan dirinya
tersebutmemerlukan bantuan baik minimal maupun parsial.
Kaji tentang serta penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Makan : Dikaji tentang frekuensi makan, jenis diit,
porsi makan, Riwayat alergi terhadap suatu jenis makanan
tertentu, pada klien OMSK biasanya terjadi penurunan
nafsu makan akibat nyeri telinga.
Minum : Dikaji tentang jumlah dan jenis minuman
setiap hari.
3) Pola tidur dan istirahat
Kaji waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah
ada kesulitan dalam tidur. Pada klien OMSK terjadi otalgia
dan hal ini mungkin akan mengganggu istirahat tidur klien.
4) Pola eliminasi
Eliminasi Alvi : Dikaji tentang frekuensi BAB,
warna, bau, konsistensi fesesdan keluhan klien yang
berkaitan dengan BAB.
Eliminasi Uri : Dikaji tentang frekuensi BAK,
warna, bau, konsistensi kencing dan keluhan klien yang
berkaitan dengan BAK.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perasaan cemas yang muncul akibat
penyakit yang dideritanya dan tindakan pembedahan yang
akan dilakukan.
6) Pola sensori dan kognitif
Sensori :
Ditemukan adanya keluhan rasa nyeri pada
telinga dan penurunan pendengaranserta perasaan
cemas karena adanya prosedur pembedahan
Kognitif :
Penderita penyakit OMSK pada pre
terkadang ditemukan klien yang sering bertanya
tentang prosedur pembedahan karna cemas terhadap
pembedahan yang akan dilakukan. Post operasi juga
dapat ditemui klien yang tidak tahu proses
penyakitnya. Perubahan kondisi kesehatan
mempengaruhi kemampuan klien untuk merawat
diri dan tinggi rendahnya pengetahuan akan
mempengaruhi persepsi klien tentang penyakit yang
dideritanya sehingga penderita merasa cemas.
7) Pola hubungan peran
Pada pre dan post operasi perlu dikaji tentang
hubungan sosial pasien dengan keluarga dan lingkungan di
sekitarnya. Pada klien OMSK biasanya terjadi gangguan
komunikasi karena kehilangan pendengarannya, sehingga
klien menarik diri di lingkungannya.
8) Pola penanggulangan stress
Pada pre dan post operasi dikaji tentang cara
penanggulangan masalah yang dimiliki klien
9) Pola tata nilai dan kepercayaan
Dapat timbul masalah distress spiritual akibat
penyakit yang dideritanya.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan,
Pernafasan spontan, Vesikuler, Sbentuk dada simetris ,tidak
ada Rhonchi maupun Whezzing, RR normal
2. System vaskuler
Tekanan darah normal (110/80 - 120/80 mmHg ) Nadi
normal ( 80 – 100 kali/menit ), suhu tubuh normal , akral
hangat, S1S2 tunggal normal, tidak adanya keluhan nyeri
dada.
3. System persyarafan
Kesadaran komposmentis, orientasi baik, GCS 456
4. Kepala dan leher
Leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
5. Mata
Sklera putih, tidak anemis, tidak icterus, konjungtiva
normal, Pupil isokor
6. Telinga
Pendengaran menurun, Otorea( keluar cairan ditelinga ),
Tinitus (adanya suara berdenging ), Rasa nyeri dalam
telinga ( otalgia ) , Sakit kepala, vertigo, Membran tympani
suram, adanya Granulasi dan Koleastoma
7. Hidung
Adanya keluhan influenza berkepanjangan ,tidak adnaya
epitaksis
8. Mulut
Adanya Kelainan rasa (tidak ada beda rasa asin, manis dan
pahit)
9. System Perabaan
Dapat merasakan perbedaan stimulasi terhadap panas,
dingin dan tekan
10. System perkemihan
BAK normal dengan konsistensi warna kuning
11. System pencernaan
Bising Usus Normal, Bibir ( tidak adanya maserasi,
stomatitis), mulut tidak adanya keluhan sakit menelan,
trismus, ptialismus, radang di gigi
12. System muskoloskletal dan integument
Kemampuan pergerakan sendi bebas, kekuatan otot (5/5),
kulit ( turgor nomal ), akral (dingin basah)
13. System endokrin
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan sebanding
dengan usia

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien post operasi pada pasien otitis media kronik adalah

1. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan


pendengaran
2. Resiko infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
sekunder terhadap gangguan akibat pembedahan (radikal
mastektomi)

2.9.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan 1. Klien akan (I.13493)
komunikasi Verbal memakai alat bantu 1) Pilihlah metode
(D.0119) dengar ( jika sesuai komunikasi apa yang
Berhubungan ) diinginkan klien
dengan efek 2.Menerima pesan seperti
kehilangan melalui metoda tulisan, berbicara,dan
pendengaran pilihan misalkan bahasa isyarat.
komunikasi tulisan, Rasional :
bahasa lambing, Dengan mengetahui
berbicara dengan metode komunikasi
jelas pada telinga yang diinginkan oleh
yang baik klien maka metode
yang akan digunakan
dapat disesuaikan
dengan kemampuan
dan keterbatasan klien.
2) Kaji kemampuan
pasien secara verbal
Rasional :
Pesan yang ingin
disampaikan oleh
perawat kepada klien
dapat
diterima dengan baik
oleh klien.
3) Gunakan factor-
faktor yang
meningkatkan
pendengaran dan
pemahaman.
a. Bicara dengan jelas ,
menghadap individu
b. Ulangi jika klien
tidak memehami
seluruh isi
pembicaraan.
c. Gunakan rabaan dan
isyarat untuk
meningkatkan
komunikasi
d. Validasi pemahaman
individu dengan
mengajukan
pertanyaan yang
memerlukan jawaban
lebih dari ya dan
tidak.
Rasional :
Memungkinkan
komunikasi dua arah
antara perawat dengan
klien
dapat berjalan dengan
baik dan klien dapat
menerima pesan
perawat secara tepat.
4) Berbicara dengan
perlahan dan dengan
jelas langsung ke
telinga
yang baik
Rasional :
Pesan yang ingin
disampaikan oleh
perawat kepada klien
dapat
diterima dengan baik
oleh klien.
5) Hindari distraksi
yang dapat
menghambat
konsentrasi klien
(kelelahan)
Rasional :
Pesan yang ingin
disampaikan oleh
perawat kepada klien
dapat
diterima dengan baik
oleh klien.
Resiko infeksi Tanda-tanda 1. Anjurkan pasien
(D.0142) ditemukan : untuk mengkosumsi
1. Kemerahan makanan yang
Berhubungan sekitar luka operasi seimbang dan menjaga
dengan 2. Suhu dalam kebersihan luka
diskontinuitas batas normal (36 – Rasional :
jaringan sekunder 37C ) Nutrisi dan hidrasi
terhadap yang optimal
gangguan akibat meningkatkan
pembedahan kesehatan
( radikal umum.Mempercepat
mastektomi ) kesembuhan luka.
2. Lakukan tindakan
untuk mencegah
meregangnya luka
jahitan
Rasional :
Meregangnya luka
pada jahitan dapat
menimbulkan masalah
yaitu
membuat jalan masuk
mikroorganisme.
3. Lakukan perawatan
luka aseptik dan
antiseptic
Rasional :
Teknik aseptik
menimimalkan
masuknya
mikroorganisme dan
mengurangi
risiko infeksi.
4.Kolaborasi dengan
tim dokter dalam
pemberian Terapi
antibiotika
Rasional :
mencegah kuman atau
bakteri berspektrum
luas.

2.9.4 Implementasi
Menurut (Puspasari, 2023) komponen implementasi dalam proses
keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk
mengimplentasikan intervensi keperawatan. Keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya, berfokus
pada:

1. Melakukan aktivitas untuk pasien atau membantu pasien.


2. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi
masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada.
3. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu pasien
mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya
atau penatalaksanaan gangguan.
4. Membantu pasien membuat keputusan tentang layanan
kesehatannya sendiri.
5. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan
lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
6. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan,
mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
7. Membantu pasien melakukan aktivitasnya sendiri.
8. Membantu pasien mengidentifikasi risiko atau masalah dan
menggali pilihan yang tersedia

2.9.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Puspasari, 2023). Evaluasi dilakukan secara
bersinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
evaluasi menunjukkan sebaliknya, maka perlu dilakukan kajian ulang
(reassessment). Secara umum, menurut evaluasi ditunjukkan untuk:

1. Melihat dan menilai kemampuan pasien dalam mencapai


tujuan.
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau
belum.
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum
tercapai.
BAB 3
APLIKASI TEORI

3.1 Asuhan Keperawatan Kasus


Tn Px datang ke Poli THT pada 05 Oktober 2023 dengan keluhan telinga
kanan dan kiri berair. Namun lebih parah pada bagian kanan, berdenging,
keluar serumen dan cairan berwarna kuning, kepala pusing, pendengaran
berkurang, memberat sejak 5 bulan terakhir (Juni), S: 36C, TD:
115/80mmHg, N: 80x/m, Rr 22x/m, SpO2 98%

3.1.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin: Laki Laki
Alamat : Lawang, Malang
Suku : Jawa
Status Kawin : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Freelance
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Lawang
Hub. Dengan Px: Ibu Kandung
c. Pemeriksaan FIsik
Status Kesehatan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TTV
TD: 115/80 mmHg
N: 80x/m
S: 36C
Rr: 22x/m

Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis

Hidung : simetris, tidak ada polip hidung, tidak ada sinus

Rambut hitam, lurus, bersih, tidak ada ketombe

Wajah : wajah tampak simetris

Mulut : mukosa bibir lembab, tidak pucat

Leher: tidak ada pembengkakan kelenjar tirodi

Telinga :

Telinga Kanan
1. Telinga masih berdenging namun lebih baik dari sebelum
operasi
2. Terjadi penurunan pendengaran
3. Nyeri skala 4
4. Saat dilakukan perawatan luka didapatkan : rembesan darah
pada kassa
5. Terpasang tampon pada luka post operasi di belakang telinga
6. Terdapat 12 jahitan dan terttupi kasa
7. Jahitan nampak basah

Telinga Kiri:

1. Telinga Mengeluarkan cairan


2. Terjadi gangguan pendengaran
Thorax/Dada/Jantung

I tampak simetris, datar, gerakan dada kanan dan kiri sama

P: tidak ada nyeri tekan

P: suara paru sonor, reguler pada ekspansi jantung

A: dada/paru sonor, jantung lupdup

Abdomen

I: Abdomen tampak datar, warna sawo matang tidak kemerahan

A: suara peristaltik usus 15 x/menit

P: tidak ada nyeri tekan

P: suara tympani

Perkemihan

I: tidak terpasang kateter urine

P: tidak ada

P tidak ada nyeri tekan

A tidak ada

Pemeriksaan Kultur, Indentifikasi, Sensitivitas swab telinga kanan

Hasil pewarnaan presumpitive

a. Bakteri gram positif: basil berderet


b. Bakteri gram negatif: basil suliter

Terapi Pemberian Obat

1. Ceftriaxone : 1 gr/12 jam

3.1.2 Analisa Data


No Data Fokus Etiologi Problem
1 DS: Gangguan Risiko Cedera
Pasien mengatakan kedua Pendengaran
telinga berkurang
pendengarannya

DO:
Pasien Nampak
mengarahkan telingannya ke
lawan bicara agar lebih jelas
apa yang disampaikan
pembicara
2. DS: Prosedeur Resiko Infeksi
Tidak Ada setelah post
operasi
DO:
a. Terdapat luka post
op pada telinga
kanan
b. Terpasang bebat
( 11kasa kecil, 1 kasa
Panjang)
c. Leukosit 12%
d. Terpasang kateter IV
line dengan RL
1500cc/20 tpm pada
tangan kanan
3.1.3 Catatan Perkembangan
Nama :Tn. A

Umur :21 Tahun

No RM : 000888555

Diagnosa medis: Otitis Media Kronis ( Post OP )

N Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi


O
1 Resiko Setelah 1. Monitor 8 Oktober 8 Oktober
cidera dilakukannya bahaya di 2023 14.00 2023
dengan asuhan lingkung 1. Menge 14.20
factor keperawatan an pasien dukasi S: Pasien
resiko selam 1x24 2. Anjurkan pasien dan
gangguan jam pasien dengan keluarga
pendengar diharapkan mengajak mengg mengataka
an resiko cidera teman unakan n akan
dapat teratasi atau alat mengguna
DS: dengan kriteria keluarga bantu kan alat
Pasien hasil: saat dengar bantu
mengataka 1. Tidak berpergia dengar
n terjadi n 14.30 sesuai
berkurang cidera 3. Edukasi 1. yang
nya saat pasien Menged disarankan
pendengar pasien dengan ukasi
an pada keluar menyaran pasien O: Pasien
kedua rumah kan alat untuk dan
telinga 2. Pasien bantu selalu keluarga
dapat dengar rutin mengerti
DO: menceg 4. Edukasi kontrol dan
Pasien ah pasien ke dokter memaham
Nampak adanya untuk THT iakan
mengarah cidera selalu untuk penjelasan
kan dengan control mengeva dari
telinganny memint ke dokter luasi perawat
a ke lawan a THT penyakit
bicara bantua nya
agar lebih n orang 14.45
jelas apa lain S: Pasien
yang saat dan
disampaik berperg keluarga
an ian dari mengataka
pembicara rumah n akan
rutin
periksa ke
dokter
THT
O: Paisen
dan
keluarga
paham
akan
penjelasan
perawat

16.15
S: Pasien
dan
Keluarga
mengataka
n mencoba
alat bantu
denga
O: Pasien
dan
keluarga
paham
akan
penjelasan
perawat
A: Maslah
resiko
factor
risiko
cidea
dengan
resiko
gangguan
pendengar
an sudah
teratasi
P:
Pertahank
an
intervensi
1. Makan
makan
bergizi
2. Minum
obat rutin
3. Rutin
control
4. Istirahat
cukup

No Diagnosa Tujuan Implementasi Evaluasi


2 DO Sete;ah 6 Oktober 2023 7 oktober 2023
Pasien dilakukannya 08.00 09.30
Nampak asuhan -memberikan S: Pasien
menangis keperawatan 2x ceftriaxone mengatakan
saat 24 jam Resiko 1g/iv sakit saat
diberikan infeksi dapat diberikan obat
perawatan teratasi dengan Pasien
luka kriteria hasil mengatakan
1. Perawata mual saat
DS: n luka diberikan obat
Pasien pasien
mengatakan steril O:
sakit saat 2. Suhu Cefriaxnone
dilakukan pasien 1g
perawatan stabil
luka 3. Lepar dari
infus dan
tanpa
kendala 10.00 10.00
lain Mengukur suhu S-
pasien O: Suhu: 36C

10.20 10.30
Mengobservasi S: Pasien
keadaan Luka mengatkan
nyeri saat
perban dibuka
O: panjang
luka 6cm
dengan 12
jahitan
Terpasang
tampon

10.40
Merawat luka 10.45
dengan Teknik S: Px
steril mengatakan
sakit saat
melakukan
perawatan
Luka
O: pendarahan
5 cc
Jumlah jahitan
12
Luka bersih
dan kering
11.00 dengan
Melepas infus Panjang 6 cm

11.10
S:
Pasien
mengatakan
sakit satt fi
injeksi infus
O: tidak ada
bengkak
kemrahan
ataupun
peradangan
17.00
S:
Pasien
megatakan
sakit saat
perawata luka
Pasien
mengatkan
sakit saat
injeksi infus
O:
Panjang luka 6
cm dengan 12
jahitan
Terpasang
tampon
Pendaragaan 5
cc
Suhu: 36C
Tidak ada
kemerahan,
bengkak
ataupun gatal
gatal

A:
Masalah resiko
infeski dan
Infus IV line
teratasi
P:
Pertahankan
intervensi
c.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis media Supuratif kronik merupakan radang telinga tengan dengan
disertai keluarnya secret encer kental, bening, ataupun nanah yang intermiten
ataupun persisten selama lebih dari 12 mingu dan sering juga ditemukan
radang sel sel mastoid ( Marcelena & Farid, 2014)

Masalah keperawatan yang muncul pada kasus yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan


mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur, diaforesis.
2. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif.
3. Resiko cidera dengan factor gangguan pendengaran
4.2 Saran
Diharapkan bagi pemilik gejala terkait masalah pendengaran segera ke
pelayanan Kesehatan agar lebih terhindar dalam mengalami gejala OMSK
(keluar cairan dari liang telinga, gangguan pendengaran, vertigo, nyeri
telinga, perforasi membran timpani), untuk mendapatkan tatalaksana sehingga
penyakit tidak berlanjutmenimbulkan komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Suhatri, S., Handayani, P., & Harisman, H. (2017). Kajian Drug Related Problems
Pasien Otitis Media Supuratif Kronis di Bangsal THT RSUP. Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 3(2), 172-177.

Rosida, M. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S. DENGAN


DIAGNOSA MEDIS POST OPERASI OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIK DI RUANG TERATAI RSUD. Dr. SOETOMO SURABAYA
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).

WIDIYASTUTI, A. (2019). penerapan perawatan luka dalam memberikan asuhan


keperawatan pada An. A dengan Post operasi otitis media di ruangan THT
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2020 (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA).

Pangemanan, D. M., Palandeng, O. I., & Pelealu, O. C. (2018). Otitis Media


Supuratif Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. RD Kandou
Manado Periode Januari 2014 –Desember 2016. e-CliniC, 6(1).

Mahfuzah, M. (2021). ANALISIS EKSPRESI TOLL-LIKE RECEPTORS-2 PADA


PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DENGAN DAN
TANPA KOLESTEATOMA (Doctoral dissertation, Universitas
Hasanuddin).

Rosida, M. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S. DENGAN


DIAGNOSA MEDIS POST OPERASI OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIK DI RUANG TERATAI RSUD. Dr. SOETOMO
SURABAYA (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surabaya).

Anda mungkin juga menyukai