Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


(OMSK)

Disusun oleh :
Penny Nastiti R. L. (030.09.180)
Tasya Rahmani (030.09.251)
M. Ridhwan F. (030.10.195)
Sindy Januarta (030.10.256)

Pembimbing :
Dr. Farida Nurhayati, Sp. THT-KL, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK THT-KL RSUD KOTA BEKASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. TRISAKTI
PERIODE 9 FEBRUARI – 14 MARET 2015

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Presentasi laporan kasus dengan judul


“Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)”

Oleh
Penny Nastiti R. L. (030.09.180)
Tasya Rahmani (030.09.251)
M. Ridhwan F. (030.10.195)
Sindy Januarta (030.10.256)

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu THT-KL di RSUD Kota Bekasi periode 9 Februari - 14
Maret 2015.

Bekasi, Februari 2015

dr. Farida Nurhayati, Sp. THT-KL, M. Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan kasus ini
disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik THT-KL di RSUD Kota Bekasi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Farida


Nurhayati, Sp. THT-KL, M. Kes yang telah membimbing penulis dalam
mengerjakan laporan kasus ini, serta kepada seluruh dokter yang telah membimbing
penulis selama di kepaniteraan klinik Ilmu THT-KL di RSUD Kota Bekasi.
Tak lupa juga ucapan terima kasih penulis haturkan kepada teman-teman
seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis. Dengan penuh kesadaran dari penulis,
meskipun telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan kasus
ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan
semoga laporan kasus ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Bekasi, Februari 2015

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………i


KATA PENGANTAR…………………………………………………………… ...ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...…....iii
BAB I PENDAHULUAN……………………….…………………………………. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………2
2.1 Anatomi Telinga…………………………………………………………...……...2
2.2 Anatomi Telinga Tengah//………………………………………………………...3
2.3 Definisi……………………………………...……………………………………11
2.4 Epidemiologi……………………………………………………………………..11
2.5 Klasifikasi………………………………………...………………………………12
2.6 Etiologi……………………………………………..…………………………….13
2.7 Faktor Risiko……………………………………….…………………………….13
2.8 Patogenesis………………………………………….……………………………13
2.9 Kolesteatoma……………………………………….…………………………….15
2.10 Manifestasi Klinis……………………………....…………………………….16
2.11 Diagnosis…………………………………………….………………………….18
2.12 Penatalaksanaan…………………………………………………...……………20
2.13 Komplikasi……………………………………………………………. ……..21
2.14 Prognosis……………………………………………. . ………………………..22
BAB III LAPORAN KASUS……………………………………………………….22
3.1 Identitas Pasien…………………………………………………………………23
3.2 Anamnesis………………………………………………………………………23
3.3 Pemeriksaan Fisik………………………………………………………………24
3.4 Resume………………………………………………………………………….28
3.5 Diagnosis Kerja…………………………………………………………………28
3.6 Penatalaksanaan…………………………………………………………………28
3.7 Prognosis………………………………………………………………………..28
BAB IV PEMBAHASAN…………….………………………………………….. 29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 31

4
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer, atau kental, bening atau berupa nanah.
Penyakit ini biasanya dimulai pada anak sebagai perforasi membran timpani spontan
yang disebabkan oleh infeksi akut telinga tengah (dikenal sebagai otitis media akut)
atau sebagai sebuah sekuel dari bentuk otitis media yang lebih berat.1
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara
lain.Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas)
Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu
sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.2
Otitis media supuratif kronik dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
aman (tipe mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe
maligna). Pada tipe bahaya, terdapat resiko terjadinya komplikasi ke dalam tulang
temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.1,3,4
Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di
negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita
mengabaikan keluhan telinga berair. Kematian terjadi pada 18,6 % kasus OMSK
dengan komplikasi intrakranial seperti meningitis.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar
terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian
luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut.1
Telinga tengah terdiri dari membrane timpani, tulang-tulang pendengaran dan
tuba eustachius. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibule.1

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Manusia (Bhaat RA et al. Ear Anatomy)


2.2 Anatomi Telinga Tengah

6
Telinga tengah berbentuk kubus dengan1,5 :
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Fungsi utama dari telinga tengah adalah konduksi dari suara melalui penyampaian
gelombang suara di udara yang dikumpulkan aurikula ke cairan di telinga tengah.
Telinga tengah terletak di bagian kaku dari tulang temporal dan terisi uadara sekunder
untuk menghubungkan dengan nasofaring melalui tuba eustachius.

2.2.1 Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-
rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata
0,1 mm.1,5
Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi
miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari
dataran sagital dan horizontal. Membran timpani menyerupai kerucut, di mana bagian
puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo.
Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light)5.
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu5 :
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Lamina propria terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu5:
1. Bagian dalam sirkuler.
2. Bagian luar radier .

Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian5 :

7
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani, yaitu suatu permukaan yang
tegang dan bergetar, pinggirnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada
sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flaksid atau membran Shrapnell,
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksid dibatasi
oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
2. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dan dinamakan
sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian
ini disebut insisura timpanika (Rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi
oleh cabang n. Aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus.
Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran
darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh
epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabangdari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri
maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior5.

Gambar 2.2 Membran Timpani (Bhaat RA et al. Ear Anatomy)

2.1.2 Kavum Timpani

8
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding
posterior.1,5

A. Atap kavum timpani


Dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen
timpani memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak.
Bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh
skuama dan garis sutura petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang
tipis atau ada kalanya tidak ada tulang sama sekali (dehisensi).

B. Lantai kavum timpani


Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus
jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah
merembet ke bulbus vena jugularis.5

C. Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga
merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum
menonjol kearah kavum timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh
karena di dalamnya terdapat koklea. Didalam promontorium terdapat beberapa
saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang membentuk pleksus timpanikus. Di
belakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval
window), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani dengan
vestibulum, dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh ligamentum
anularis. Foramen ovale berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Di atas fenestra vestibuli,
sebagai tempat jalannya nervus fasialis. Kanalis ini di dalam kavum timpani tipis
sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi). Fenestra koklea atau foramen
rotundum (round window), ditutupi oleh suatu membran yang tipis yaitu membran
timpani sekunder, terletak di belakang bawah. Foramen rotundum ini berukuran 1,5
mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior 1,6 mm.5
Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain
pada batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu sinus

9
timpanikus. Suatu ruang yang secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau
resesus fasial yang didapat disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal.
Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh
prosesus brevis inkus yang melekat ke fosa inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01mm
dan tidak bertambah semenjak lahir. Resesus fasialis penting karena sebagai pembatas
antara kavum timpani dengan kavum mastoid sehingga bila aditus ad antrum tertutup
karena suatu sebab maka resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan kavum
timpani dengan kavum mastoid.5

D. Dinding posterior
Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Di
bawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan suatu
tempat prosesus brevis dari inkus dan melekat pada serat-serat ligamen. Dibawah fosa
inkudis dan dimedial dari korda timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon
muskulus stapedius, tendon yang berjalan keatas dan masuk ke dalam stapes. Diantara
piramid dan anulus timpanikus adalah resesus fasialis.
Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan perluasan ke arah
posterior dari mesotimpani adalah sinus timpani. Perluasan sel-sel udara ke arah
dinding posterior dapat meluas seperti yang dilaporkan Anson dan Donaldson(1981),
bahwa apabila diukur dari ujung piramid, sinus dapat meluas sepanjang 9mm kearah
tulang mastoid. Dinding medial dari sinus timpani kemudian berlanjut kebagian
posterior dari dinding medial kavum timpani dimana berhubungan dengan dua
fenestra dan promontorium.5

E. Dinding anterior
Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding
medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar
dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotispada
saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding anterior
ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba ini berhubungan dengan
nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan membran
timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagai drainase sekresi dari telinga tengah,
termasuk sel-sel udara mastoid. Diatas tuba terdapat sebuah saluran yang berisi otot

10
tensor timpani. Dibawah tuba, dinding anterior biasanya tipis dimana ini merupakan
dinding posterior dari saluran karotis.5

F. Dinding lateral
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian
tulang berada diatas dan bawah membran timpani.5
Kavum timpani terdiri dari5 :
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus.

1. Tulang – Tulang Pendengaran

Gambar 2.3 Tulang-Tulang pendengaran (Bhaat RA et al. Ear Anatomy)

a. Maleus
Maleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus
anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm.
b. Inkus

11
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan
prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih
kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus,
prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.
c. Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi
beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4 mm - 4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher,
krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen
ovale dengan perantara ligamentum anulare. Tendon stapedius berinsersi pada suatu
penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes.

2. Otot
Terdiri dari : otot tensor timpani dan otot stapedius. Otot tensor timpani adalah
otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada
dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang
dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot
bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpani semikanal yang ditandai oleh
prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral
kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus. Muskulus
tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan
membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan
meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan suara
dengan frekuensi rendah.5
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya
didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut. Serabut-
serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek
posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7
yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya
yang kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak
pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi
suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.5

3. Saraf korda timpani


Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari
kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda
12
timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan
berjalan keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian
bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan
kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura
petrotimpani.5
Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion
submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah
bagian anterior.5

4. Pleksus timpanikus
Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan
nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis
interna. Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :
1. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi kavum timpani, tuba
eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.
2. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor.
3. Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut
parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran
yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut saraf
parasimpatik dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion genikulatum.

2.1.3 Tuba Eustachius


Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faring timpani.Bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan
adalah 17,5 mm.1,5
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu5 :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan
bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan
kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba

13
(4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu
merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka,
sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral
nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-
2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba
pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke
telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan
kelenjar mukusdan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari
epitelselinder berlapis dengan sel selinder. Otot yang berhubungan dengan tuba
eustachius yaitu5 :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret
dari nasofaring ke kavum timpani.5

2.1.4 Prosesus Mastoideus


Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah
kekaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah
ini.Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum mastoid
adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitimpanum posterior menuju
rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding
medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit
ke medial dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis.5

2.2 Definisi
Otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer, atau kental, bening atau berupa nanah.1

14
Penyakit ini biasanya dimulai pada anak sebagai perforasi membran timpani
spontan yang disebabkan oleh infeksi akut telinga tengah (dikenal sebagai otitis media
akut) atau sebagai sebuah sekuel dari bentuk otitis media yang lebih berat. (otitis
media sekretori). Infeksi ini seringkali timbul pada usia sebelum 6 tahun dengan
puncaknya pada usia sekitar 2 tahun.1
Titik dimana otitis media akut menjadi OMSK masih kontroversial. Umumnya,
pasien dengan perforasi membran timpani yang yang masih terdapat sekret mukoid
keluar dari telinga tengah diatas 2 bulan, walau telah mendapat terapi medis, dikenal
sebagai kasus OMSK.6

2.3 Epidemiologi
Survei prevalensi di seluruh dunia, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65-330 juta penderita dengan telinga berair, 60% diantaranya (39-200
juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Ini menjadi masalah penting
untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang, diperkirakan 28000
mengalami kematian dan <2 juta mengalami kecacatan; 94% terdapat di negara
berkembang.7
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga,
Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi
morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar
38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.2

2.4 Klasifikasi
Otitis media supuratif kronik dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
aman (tipe mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe
maligna).1
1. OMSK tipe aman (benigna)
Tipe ini disebut tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Pada OMSK tipe ini, proses peradangan terbatas pada mukosa telinga

15
tengah saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.
Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Tidak terdapat kolesteatoma pada OMSK jenis ini.1
OMSK ini dikenal juga sebagai tipe tubotimpani, karena biasanya tipe ini
didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum
timpani.

2. OMSK tipe bahaya (maligna)1,3


Disebut dengan tipe bahaya karena sebagian besar komplikasi yang berbahaya
timbul pada OMSK jenis ini. Selain itu, jenis ini disebut juga dengan OMSK tipe
atiko-antral.OMSK tipe ini disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma merupakan
suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk
terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar Perforasi membran
timpani letaknya bisa di marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga
kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Komplikasi bisa terjadi ke dalam tulang
temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.

Selain klasifikasi di atas, OMSK juga dapat dibagi berdasarkan aktivitas sekret
yang keluar, yaitu OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK
dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK
tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering (sekret tidak
keluar secara aktif).1

2.5 Etiologi
Organisme yang menjadi penyebab pada OMSK sebagian besar merupakan
patogen yang bersifat oppurtunistik, terutama Pseudomonas aeruginosa. Di sebagian
besar negara, penelitian menunjukkan bahwa P. aeruginosa merupakan organisme
predominan dan terkait dengan kira-kira 20%-50% kasus OMSK. Staphylococcus
aureus juga umumnya dapat disolasikan dari sampel yang dikultur.. OMSK juga
terkait dengan H. influenzae (22%) dan S. pneumoniae paling jarang terdapat dalam
hasil kultur (3%).1,8

16
2.6 Faktor Risiko
Otitis media akut berulang (OMA) merupakan predisposisi dari OMSK. Pada
anak yang menderita OMA berulang, 35 % dari anak-anak tersebut akan menderita
otitis media kronik, dibandingkan dengan angka 4 % pada anak yang menderita OMA
kurang dari 5 kali.7
Terapi antibiotik yang tidak adekuat, seringnya infeksi saluran napas atas,
penyakit hidung, dan kehidupan ekonomi rendah dengan akses ke sarana pelayanan
kesehatan yang kurang merupakan hal-hal yang terkait dengan perkembangan OMSK.
Paparan pasif terhadap rokok, keikutsertaan dalam fasilitas pelayanan harian yang
padat, dan riwayat keluarga yang menderita otitis media juga merupakan beberapa
faktor risiko terjadiya otitis media.Beberapa ras tertentu juga memiliki predisposisi
untuk menderita OMSK, yaitu India Amerika Barat , Aborigin Australia, bangsa
Eskimo Alaska. 7
Risiko untuk terjadinya OMSK meningkat pada pasien dengan anomali
kraniofasial, seperti pasien dengan sindrom Down, atresia koana, palatoschizis, dan
mikrosefal. Kemungkinan ini berhubungan dengan terganggunya anatomi dan fungsi
tuba eustachius.6

2.7 Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini.3

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran
nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah
yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.Pada saat ini terjadi respons
imun di telinga tengah.3

17
Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan
sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh
darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga
tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan
pada telinga tengah.Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah
bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified
respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut.
Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia,mempunyai stroma
yang banyak serta pembuluh darah.3
Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan
kembali kebentuk lapisan epitel sederhana.Terjadinya OMSK disebabkan oleh
keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah
proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan
adanya penyakit telinga pada waktu bayi.3

18
Gambar 2.4 Patogenesis terjadinya OMSK (Soepardi EA dkk. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 6)

2.8 Kolesteatoma1
Kolestetoma merupakan epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Banyak
teori dikemukan oleh para ahli tentang patogenesis koleteatoma, antara lain teori
invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Sebagaimana ynag kita
ketahui, bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada
tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka atau terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di
liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen
padat di liang telinga dalam waktu lama maka dari epitel kulit yang berada medial
dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.

Berdasarkan proses terbentuknya, kolesteatoma dapat dibagi menjadi:


1. Kolesteatoma kongenital
Kolestatoma terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma
biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mstoid atau di cerebellopontin
angle.
2. Kolesteatoma akuisital atau didapat, yang terbentuk setelah lahir. Jenis ini
dapat dibagi menjadi dua :
a) Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran
timpani pars flaksid karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat
gangguan tuba (teori invaginasi).

b) Kolesteataoma akuisital sekunder


Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani
sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
19
perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi
akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama (teori metaplasi).
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu
operasi, setelah blust injury, setelah pemasangan pipa ventilasi atau setelah
miringotomi.

2.8 Manifestasi Klinis


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.3
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang.3
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma
dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.3
2. Gangguan pendengaran

20
Pada anak-anak gejala berupa hambatan dalam berbahasa dan perkembangan
kognitif. Berdasarkan WHO pertemuan para ahli dari 15 negara-negara di Afrika,
OMSK dianggap penyebab paling banyak dari persistent hingga moderate
kerusakan dari fungsi pendengaran pada anak dan dewasa.7
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom
bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.3
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif
akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi
koklea.3,4
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.3
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo
dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam
21
sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji
fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.3

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.9 Diagnosis1,3,4
Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara.
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pasien dengan OMSK sering datang
dengan telinga berair, kering secara bergantian dan riwayat otitis media berulang.
Seringnya, pasien menyangkal adanya nyeri atau rasa tidak nyaman pada telinga.
Dan lebih sering datang dengan gejala kehilangan fungsi pendengaran. Apabila
keluhan pasien vertigo, demam dan nyeri kemungkinan keterlibatan
intratemporal atau komplikasi intrakranial. Liang telinga bagian luar
kemungkinan bisa edem. Cairan yang keluar dari telinga bervariasi dari berbau
busuk, purulen dan bisa seperti keju ataupun jernih dan serosa. Jaringan granulasi
sering terlihat di liang telinga bagian medial atau tengah, telinga tengah. Bila
terjadi perforasi maka akan terlihat edem, bengkak atau pun eritema. Ada kalanya
penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah
serta telinga terasa seperti tersumbat.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
22
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki
nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang
tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi
radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada
proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral
dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom,
ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal.
5. Pemeriksaan bakteriologi8
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza.7
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK
keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka
infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

2.10 Penatalaksanaan1,3
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaaan, yaitu adanya perforasi membran
23
timpani yang permanen, terdapat sumber infeksi di faring , nasofaring, hidung , dan
sinus paranasal, sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid, dan gizi serta hygine yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menurus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik
dan kortikostiroid. Sebaiknya obat tetes telinga jangan diberikan lebih dari 1 atau 2
minggu atau pada OMSK yang sudah tenang karena banyak yang bersifat ototoksik.
Secara oral diberikan antibiotik dari golongan ampisilin atau eritromisin.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah pembedahan , yaitu mastoidektomi.
Jadi bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan.

2.11 Komplikasi10
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk
menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat
menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patoligik
yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe
maligna, tetapi OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila
terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi
otogenik menjadi semakin jarang, pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala
dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kabur. Hal tersebut menyebabkan
pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini.

24
Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif kronis
A. Komplikasi di telinga tengah :
1. Perforasi membran timpani persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisi nervus fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam :
1. Fistula labirin
2. Labirintis supuratif
3. Tuli saraf
C. Komplikasi di ekstradural :
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
2. 12 Prognosis2
Frekuensi komplikasi yang mengancam jiwa pada OMSK telah menurun secara
dramatis dengan ditemukannya antibiotik. Angka mortalitas menurun tajam dari 76%
pada tahun 1930-an menjadi 36% pada tahun 1980-an. Komplikasi ke intrakranial,
merupakan penyebab utama kematian pada OMSK dinegara berkembang, yang
sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair.
Meningitis atau radang pada selaput otak adalah komplikasi intrakranial yang paling
sering ditemukan di seluruh dunia. Kematian tejadi pada 18,6% kasus OMSK dengan
komplikasi intrakranial.

25
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas pasien


Nama : Tn.Y
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 19 th
Pekerjaan : Mahasiswa
3.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa di Poli THT-KL RS
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluh keluar cairan berwarna putih kental pada telinga kiri
sejak 1 tahun yang lalu
3.2.2 Keluhan Tambahan
Telinga kiri terasa nyeri, gatal dan pendengaran telinga kiri berkurang,
batuk, pilek
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
26
Pasien mengeluh keluar cairan berwarna putih kental pada telinga kiri
sejak 1 tahun yang lalu. Cairan tersebut keluar hilang timbul terutama
saat pasien sedang mengalami pilek. Sebelumnya pasien mengatakan
telinga kiri terasa nyeri dan gatal serta pendengaran telinga kiri
dirasakan menurun. Saat ini pasien memiliki keluhan batuk dan pilek
dan pasien merasa ada lendir yang mengalir dari hidung ke
tenggorokan.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan telinga kiri keluar cairan pada saat
Sekolah Dasar. Riwayat alergi disangkal.
3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
seperti ini. Tidak terdapat riwayat asma, hipertensi dan Diabetes
Mellitus.
3.2.6 Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan sering membersihkan telinganya
menggunakan cotton bud.
3.2.7 Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke klinik saat keluhan keluar cairan dari telinga
kiri pertama kali dirasakan.

3.3. Pemeriksaan fisik


3.3.1 Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Dalam batas normal
3.3.2 Status generalis
Kepala : Normosefali, tidak ada deformitas, tidak terdapat
facies adenoid
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : Halitosis (-), trismus (-)
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : Paru : Tidak ada keluhan
Jantung : Tidak ada keluhan
27
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan

3.3.3 Status lokalis (THT)


a. Pemeriksaan telinga
Kanan Kiri
Telinga Luar
Daun telinga Normotia Normotia
Retroaurikuler Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Tidak ada abses Tidak ada abses
Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada fistel Tidak ada fistel
Liang telinga
Lapang (+) (+)
Hiperemis (-) (+)
Sekret (-) (+)
Serumen (+) (+)
Membran timpani Intak Perforasi
Refleks cahaya (+) (-)
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

28
Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

b. Pemeriksaan hidung
Kanan Kiri
Pemeriksaan Luar
Deformitas (-) (-)
Nyeri tekan
Dahi (-) (-)
Pipi (-) (-)
Krepitasi (-) (-)
Rhinoskopi Anterior
Cavum nasi Lapang Lapang
Konka inferior Hipertrofi Hipertrofi
Konka media Tidak tampak Tidak tampak
Konka superior Tidak tampak Tidak tampak
Mukosa Edema, pucat Edema, pucat
Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Sekret (-) (-)
Rhinoskopi Posterior Tidak dilakukan

29
c. Pemeriksaan Mulut dan Orofaring
Gigi
Gigi berlubang (-)
Lidah
Warna Merah muda
Bentuk Normoglossia
Deviasi Tidak ada
Tremor Tidak ada
Arkus faring + uvula
Simetris/ tidak Arkus faring simetris, uvula di tengah
Warna Tidak hiperemis
Bercak eksudat Tidak ada
Peritonsil
Kanan Kiri
Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada

30
Tonsil
Ukuran T1 T1
Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Permukaan Rata Rata
Kripta Normal Normal
Post nasal-drip (+)
Dinding faring posterior
Warna Tidak hiperemis
Warna jaringan granulasi Tidak ada
Permukaan Licin

3.4 Resume
Pasien laki-laki usia 19 tahun datang ke Poli THT- dengan keluhan
keluar cairan berwarna putih kental pada telinga kiri sejak 1 tahun yang lalu ,
cairan tersebut keluar hilang timbul terutama keluar pada saat pilek .
Sebelumnya pasien mengatakan telinga kiri terasa nyeri dan gatal serta
pendengaran telinga kiri dirasakan menurun. Pasien memiliki kebiasaan sering
membersihkan telinganya menggunakan cotton bud. Terdapat keluhan batuk
dan pilek dan pasien merasa ada lendir yang mengalir dari hidung ke
tenggorokan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis ditemukan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis THT ditemukan pada telinga kiri
didapatkan liang telinga hiperemis, terdapat serumen dan sekret, membran
timpani perforasi dan tidak ditemukan adanya nyeri tekan pada tragus.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik status lokalis telinga kanan didapatkan
liang telinga lapang, terdapat serumen, tidak ada sekret, membran timpani
intak dan tidak ditemukan adanya nyeri tekan pada tragus. Pada pemeriksaan
status lokalis THT didapatkan hidung dan tenggorokan dalam batas normal.

31
3.5 Diagnosis kerja
OMSK Aurikula Sinistra Stadium Aktif Tipe Benigna
3.6 Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Antibiotik topical
- Antibiotik oral
- Kortikosteroid
- Mukolitik
Non medikamentosa
- Edukasi

3.7 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga


tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul. Pada dasarnya penyakit ini adalah kelanjutan dari
otitis media akut dengan perforasi membran timpani yang berlangsung lebih dari 2
bulan. Berdasarkan aktivitas sekretnya OMSK dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe
aktif dan tipe tenang. Dari gejala bisa ditemukan telinga berair (otorea) , gangguan
pendengaran , nyeri telinga (otalgia), vertigo.
Pada kasus ini, Tn. Y umur 19 tahun mengalami otitis media supuratif kronis
stadium aktif tipe benigna. Hal ini didasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang telah dilakukan. Tn. Y didiagnosis OMSK berdasarkan keluhannya yakni
keluarnya cairan putih kental dari telinga kiri sejak satu tahun yang lalu. Pasien juga
mengeluh rasa nyeri dan gatal serta pendengaran yang berkurang pada telinga kiri.
Pada pemeriksaan fisik THT ditemukan adanya sekret pada liang telinga kiri serta
perforasi membran timpani pada telinga kiri. Dari penemuan ini pasien dapat
32
didiagnosis OMSK stadium aktif tipe benigna berdasarkan adanya cairan yang keluar
dari telinga dan adanya perforasi pada membran timpani,perjalanan penyakit yang
lebih dari 2 bulan serta peradangan pada mukosa saja.
Prinsip terapi OMSK stadium aktif tipe benigna adalah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menurus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik
dan kortikostiroid. Sebaiknya obat tetes telinga jangan diberikan lebih dari 1 atau 2
minggu atau pada OMSK yang sudah tenang karena banyak yang bersifat ototoksik.
Secara oral dapat diberikan antibiotik dari golongan ampisilin atau eritromisin.1,9
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu.
Penatalaksanaan yang diberikan pada Tn. Y berupa tatalaksana medika mentosa
dan non medika mentosa. Terapi obat yang diberikan pada pasien ini antara lain
antibiotik oral, antibiotik tetes telinga, kortikosteroid, dan mukolitik. Pasien juga
diberi edukasi berupa telinganya tidak boleh kemasukan air, jangan mengorek telinga,
bila batuk pilek minum obat segera, kontrol ke dokter spesialis THT tiap 6 bulan
sekali.
Pada pasien ini disarankan untuk melakukan tes audiometric untuk
mengetahui jenis penurunan pendengaran serta derajatnya. Pada pasien ini belum
diperlukan pemeriksaan radiologi karena OMSK pada pasien merupakan tipe benigna
serta tidak ada tanda-tanda komplikasi ke intracranial seperti keluhan sakit kepala
berat atau demam tinggi. Pada pasien ini diperlukan pemeriksaan kultur bakteri
apabila setelah dilakukan terapi tetapi masih terdapat tanda-tanda infeksi.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
2. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher.
Kampus USU. 2007.
3. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies,
BukuAjar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
4. Parry D. Chronic suppurative otitis media. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com /article/859501 pada tanggal 6 Januari 2013.
5. Bhaat RA et al. Ear Anatomy. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com /
pada tanggal 7 Januari 2013.
6. Wiertsema SP, Leach AJ. Theories of otitis media pathogenesis, with a focus on
Indigenous children. The Medical Journal of Australia 2009; 191:s50.

34
7. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness
and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
8. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan.
Medan : FK USU. 2003.
9. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
10. Helmi, Djaafar, Zainul A, Restuti, Ratna D. Komplikasi Otitis Media Supuratif
dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher
Edisi 6. 2010. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaI. Hal
78-85.

35

Anda mungkin juga menyukai