Anda di halaman 1dari 42

Referat

Tatalaksana Otitis Media Efusi

Oleh :

Fernanda Rizky Maulidy NIM. 2130912310085


Puspita Aisyiyah NIM. 2130912320124
Azka Lutfiah Wafa Lahdimawan NIM. 2130912320001
Muhammad Aldy Rahman NIM. 1930912310143

Pembimbing :
dr. Ida Bagus Ngurah Swabawa, Sp.THT-KL

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juli, 2023
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3

BAB III PENUTUP ................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 39

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Anatomi telinga................................................................................. 5


2.2 Patogenesis OME .............................................................................. 15

2.3 Membran timpani dengan gambaran OME ........................................ 19


2.4 Rekomendasi penggunaan timpanostomi (miringotomi) dengan pipa
ventilasi pada anak ............................................................................ 33
2.5 Alogaritma Tatalaksan OME ............................................................. 34
2.6 Alogaritma Tatalaksan pada Anak ..................................................... 34
BAB I

PENDAHULUAN

Penyebab pendengaran menurun salah satunya akibat penyakit otitis media

efusi (OME) atau sering dikenal juga dengan otitis media non supuratif, otitis

media musinosa, otitis media secretoria, dan otitis media mucoid (glue ear). Otitis

media efusi terjadi karena terdapat proses inflamasi pada telinga tengah ditandai

adanya kumpulan sekret dengan membran timpani yang utuh. Otitis media efusi

terjadi pada keadaan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh disfungsi

tuba eustachius ataupun pada peradangan yang terjadi setelah otitis media akut.

Ada tiga fungsi tuba, yaitu fungsi regulasi, proteksi, dan sekresi.1,2

Keadaan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba digolongkan

menjadi dua, yaitu faktor fungsional dan mekanik. Faktor mekanik disebabkan

tekanan adenoid yang membesar atau neoplasma, proses peradangan yang

diakibatkan infeksi, alergi, atau trauma. Bila gangguan fungsi tuba terjadi, maka

akan menyebabkan transudasi cairan dari mikrosirkulasi ke dalam rongga telinga

(hydrops ex vacuo theory) atau refluks sekret dari nasofaring.1

Otitis media efusi mengeluarkan sekret yang menetap selama 3 bulan atau

lebih berupa sekret serous atau mukoid ke meatus media (telinga tengah). Adanya

cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi

disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis

media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media

mukoid (glue ear). Beberapa mediator inflamasi telah diidentifikasi pada OME,

1
2

seperti komponen koagulasi, fibrinolitik dan sistem komplemen, imunoglobulin

serta kompleks imun. Pada penelitian Rennatha, menunjukkan bahwa sitokin

terlibat dalam proses inflamasi dan reaksi imun pada berbagai penyakit termasuk

OME.1,3,4

Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi umum yang terjadi pada

anak usia 1 tahun hingga 3 tahun, diikuti pada usia masuk sekolah, yaitu 4 tahun

hingga 6 tahun. Sebanyak 90% anak usia 10 tahun sekurang-kurangnya pernah

mengalami satu kali episode OME. Banyak kasus yang dapat sembuh secara

spontan, tetapi 30% sampai 40% mengalami rekurensi setelah 3 bulan dan 10%

kasus bertahan hingga 1 tahun. Pada orang dewasa, OME kurang lazim, tetapi

masih menyebabkan morbiditas yang cukup besar. Sementara OME dewasa

pernah menjadi subjek yang diabaikan dalam upaya penelitian, sekarang tidak lagi

demikian. Selama 20 tahun terakhir, banyak informasi baru yang menyoroti

patogenesis kondisi ini. Rata-rata insiden OME sebesar 14%- 62%, namun

beberapa penelitian lain melaporkan angka rata-rata prevalensi OME sebesar 2% -

52%. Salah satu penelitian di Indonesia menyatakan angka kejadian otitis media

efusi (OME) di Indonesia sebesar 3,9-6,9%.1


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, tengah dan dalam.

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, otot tensor timpani, otot stapedius

dan 3 tulang kecil yaitu maleus, inkus dan stapes. Membran timpani berbentuk

oval dan merupakan selaput tipis pada ujung liang telinga. Bagian atas membran

timpani disebut pars flaksida dan bagian bawah dari membran timpani disebut

pars tensa. Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu bagian

anterosuperior, posterosuperior, anteroinferior dan posteroinferior. 4

Tulang pendengaran terdiri atas tulang maleus (martil), tulang inkus

(landasan), dan tulang stapes (sanggurdi) yang tersusun dari luar kedalam seperti

rantai yang bersambung dari membrana timpani menuju rongga telinga dalam.

Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada

inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang

berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran

merupakan persendian. Tuba eustachius menghubungkan daerah nasofaring

dengan telinga tengah.3

Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh

membran timpani, sebelah medial oleh promontorium, superior oleh tegmen

timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. fasialis. Kavum timpani terutama

berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba Eustachius. 4

3
4

Tuba Eustachius merupakan bagian dari sistem yang paling berhubungan

termasuk hidung, nasofaring, telinga tengah dan rongga mastoid. Tuba Eustachius

tidak hanya berupa tabung melainkan sebuah organ yang mengandung lumen

dengan mukosa, kartilago, dikelilingi jaringan lunak, muskulus peritubular seperti

veli palatine, levator veli palatini, salpingofaringeus dan tensor timpani dan di

bagian superior didukung tulang. Tuba Eustachius adalah suatu saluran yang

terdiri dari mukosa, kartilago, jaringan lunak, otot-otot perituba dan sulkus tulang

sfenoid di 10 superiornya. Tuba Eustachius terdiri atas tulang rawan pada dua

pertiga anterior ke arah nasofaring dan sepertiga posterior terdiri atas tulang ke

arah kavum timpani. Bentuk Tuba Eustachius seperti dua buah kerucut yang

bertemu di bagian puncak. Tempat pertemuan ini disebut ismus yang biasanya

berlokasi pada pertemuan bagian tulang dan tulang rawan. Ismus ini berukuran

tinggi 2 mm dan lebar 1 mm. Saluran yang kearah nasofaring tinggi lumen

menjadi 8-10 mm, dengan lebar 1-2 mm.5 Tuba Eustachius berkembang hingga

mencapai ukuran seperti dewasa pada usia 7 tahun dengan panjang sekitar 36 mm,

sedangkan pada bayi sekitar 18 mm. Pada orang dewasa, Tuba Eustachius

membentuk sudut 45° terhadap bidang horizontal, sedangkan pada bayi bervariasi

dari horizontal hingga membentuk sudut sekitar 10° terhadap bidang horisontal

serta tidak membentuk sudut pada ismus tetapi menyempit. Sudut yang

menghubungkan antara tensor veli palatini dan kartilago bervariasi pada bayi,

sedangkan relatif stabil pada dewasa.5Panjang tuba pada anak setengah dari

panjang tuba dewasa, sehingga sekret nasofaring lebih mudah refluks ke dalam

telinga tengah melalui tuba yang pendek. Arah tuba bervariasi pada anak, sudut
5

antara tuba dengan bidang horizontal adalah 10o. Sedangkan pada dewasa 45o.

Sudut antara tensor veli palatine dengan kartilago bervariasi pada anak-anak tetapi

relatif stabil pada dewasa. Perbedaan ini dapat membantu menjelaskan

pembukaan lumen tuba (kontraksi tensor veli palatini) yang tidak efisien pada

anak-anak. Masa kartilago bertambah dari bayi sampai dewasa. Densitas elastin

pada kartilago lebih sedikit pada bayi tetapi densitas kartilago lebih besar. Pada

bagian inferolateral Tuba terdapat lapisan lemak disebut lemak Ostmann’s

(Ostmann’s fat pad) yang ikut membantu proses menutupnya Tuba dan

perlindungan telinga tengah terhadap sekret nasofaring. Lapisan lemak ini pada

bayi volumenya lebih kecil, tetapi lebarnya sama dengan dewasa. Ostmann fat pad

lebih kecil volumenya pada bayi. Pada anak-anak banyak lipatan mukosa di lumen

tuba Eustachius, hal ini dapat menjelaskan peningkatan compliance tuba pada

anak-anak.4

Gambar 2.1 Anatomi Telinga


6

B. Fisiologi Tuba Eustachius

Tuba Eustachius merupakan bagian dari sistem yang paling berhubungan

termasuk hidung, nasofaring, telinga tengah dan rongga mastoid. Tuba Eustachius

tidak hanya berupa tabung melainkan sebuah organ yang mengandung lumen

dengan mukosa, kartilago, dikelilingi jaringan lunak, muskulus peritubular seperti

veli palatine, levator veli palatini, salpingofaringeus dan tensor timpani dan di

bagian superior didukung tulang. Perbedaan tuba Eustachius pada anak dan

dewasa yang menyebabkan meningkatnya insiden otitis media pada anak-anak.4

Panjang tuba pada anak setengah dari panjang tuba dewasa, sehingga sekret

nasofaring lebih mudah refluks ke dalam telinga tengah melalui tuba yang pendek.

Arah tuba bervariasi pada anak, sudut antara tuba dengan bidang horizontal adalah

10o. Sedangkan pada dewasa 45o. Sudut antara tensor veli palatine dengan

kartilago bervariasi pada anak-anak tetapi relatif stabil pada dewasa. Perbedaan ini

dapat membantu menjelaskan pembukaan lumen tuba (kontraksi tensor veli

palatini) yang tidak efisien pada anak-anak. Mukosa Tuba Eustachius merupakan

kelanjutan dari mukosa nasofaring dan telinga tengah yaitu menyerupai epitel

saluran napas, terdiri atas epitel kolumnar bersilia, sel-sel goblet dan kelenjar

mukus. Lapisan paling luar adalah epitel bersilia yang bergerak ke arah

nasofaring. Semakin dekat ke telinga tengah terlihat sel-sel goblet dan kelenjar

mukus makin berkurang, mukosa bersilia juga menghilang. Sel-sel goblet dan

kelenjar serosa pada bayi lebih sedikit dibandingkan dewasa. Bayi juga memiliki

lumen dengan mukosa yang lebih berlipat-lipat dibandingkan dewasa. Hal ini

dapat menyebabkan peningkatan compliance yang lebih tinggi pada bayi.5


7

Otot pada Tuba Eustachius terdiri atas M. tensor veli palatini, M. levator veli

palatini, M. salpingofaringeal dan M. tensor timpani. Otot-otot tersebut berfungsi

untuk membuka dan menutup Tuba. Otot tensor veli palatini paling berperan pada

proses dilatasi aktif Tuba. Tuba Eustachius memiliki tiga fungsi fisiologi terhadap

telinga yaitu sebagai ventilasi dari kavum timpani dan sel-sel udara mastoid di

telinga tengah, drainase sekret telinga tengah serta proteksi infeksi yang berasal

dari daerah nasofaring.5

1. Ventilasi kavum timpani dan sel-sel udara mastoid di telinga tengah Fungsi

ventilasi mengatur agar tekanan udara di telinga tengah sama dengan tekanan

udara luar dengan cara kontraksi dari M. tensor veli palatini saat menelan yang

menyebabkan Tuba Eustachius terbuka secara periodik, sehingga mampu

mempertahankan tekanan udara di telinga tengah mendekati normal. Fungsi

ventilasi Tuba Eustachius ini berkembang sesuai usia dimana pada anak tidak

sebaik pada orang dewasa.5

2. Drainase sekret telinga tengah Terdapat dua mekanisme drainase Tuba

Eustachius, yaitu drainase mukosilia dan muskular. Drainase mukosilia yaitu

pergerakan silia yang bermula dari bagian telinga tengah kemudian makin ke

distal dan aktif menuju Tuba Eustachius untuk membersihkan sekresi di

telinga tengah. Drainase muskular disebut aksi pompa yaitu pemompaan

drainase sekret dari telinga tengah ke nasofaring yang terjadi pada saat Tuba

Eustachius menutup secara pasif.5

3. Proteksi infeksi yang berasal dari daerah nasofaring Proteksi ini dapat terjadi

yaitu melalui anatomi fungsional Tuba Eustachius-telinga tengah, pertahanan


8

mukosiliar dari lapisan membran mukosa dan pertahanan imunologi lokal.

Seperti pada saat kita mengunyah maka bagian akhir proksimal Tuba

Eustachius akan terbuka, namun sekret yang berasal dari nasofaring tidak

dapat masuk ke telinga tengah karena terdapat ismus pada Tuba Eustachius.

Perlindungan telinga tengahmastoid juga dilakukan oleh epitel respiratori

lumen Tuba Eustachius dengan cara pertahanan imunologi lokal maupun

pertahanan mukosilia, yaitu drainase5

Hidung tersumbat merupakan gejala hidung yang berhubungan erat dengan

adanya gangguan fungsi Tuba Eustachius. (Krouse dkk,2006). Etiologi yang bisa

menyebabkan gangguan fungsi dari Tuba Eustachius yaitu obstruksi mekanik

dimana dapat terjadi secara estralumininer ataupun intraluminer, deviasi septum

dan sinusitis. Obstruksi secara intraluminer seperti pada keadaan alergi atau

infeksi yang dapat menyebabkan edema mukosa Tuba Eustachius dan obstruksi

secara ekstraluminer seperti tumor nasofaring, polip nasal dan hipertropi adenoid

yang dapat menekan ostium Tuba Eustachius. 5

C. Definisi

Otitis Media Efusi (OME) adalah suatu kondisi di mana terdapat cairan di

telinga tengah, tetapi tidak ada tanda-tanda infeksi akut. Saat cairan menumpuk di

telinga tengah dan tuba Eustachius, cairan tersebut memberi tekanan pada

membran timpani. Tekanan mencegah membran timpani bergetar dengan baik,

menurunkan konduksi suara, dan karenanya menyebabkan penurunan

pendengaran pasien. OME kronis didefinisikan sebagai OME yang bertahan

selama 3 bulan atau lebih pada pemeriksaan atau timpanometri.1


9

D. Epidemiologi

OME adalah salah satu penyakit menular yang paling sering terjadi pada

anak-anak dan merupakan penyebab paling umum dari gangguan pendengaran

yang didapat pada masa kanak-kanak. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak

antara usia 1 dan 6 tahun. Prevalensinya lebih tinggi pada usia 2 tahun, yang

menurun setelah usia 5 tahun. OME lebih banyak terjadi selama musim dingin,

sesuai dengan peningkatan pasien infeksi saluran pernapasan atas.6

E. Etiologi

Etiologi OME bersifat multipel. OME terjadi karena interaksi berbagai faktor

host, alergi, faktor lingkungan, dan disfungsi tuba Eustachius. Tekanan telinga

tengah negatif, abnormalitias imunologi, atau kombinasi kedua faktor tersebut

diperkirakan menjadi faktor utama. Faktor penyebab lain adalah hipertrofi

adenoid, adenoiditis kronik, palatoskisis, barotrauma, dan radang penyerta seperti

sinusitis atau rinitis. OME bisa juga terjadi saat fase resolusi OMA. Saat proses

inflamasi akut sudah sembuh, 45% pasien OMA mengalami efusi persisten

setelah 1 bulan, berkurang menjadi 10% setelah 3 bulan.7

F. Patofisiologi

1. Hipotesis Inflamasi

Patologi ini diduga diinisiasi oleh reaksi peradangan dan kekebalan tubuh

terhadap infeksi rhinopharyngeal. Pada infeksi pernapasan yang disebabkan oleh

virus, telah ditemukan hubungan antara kadar sitokin fase akut dan virus

nasofaring. Peningkatan kolonisasi bakteri di nasofaring terjadi pada infeksi virus.

Hal ini diduga menjadi penyebab pathogenesis OME. Mikroba dapat melepaskan
10

endotoksin dan eksotoksin, keduanya merangsang pelepasan mediator

proinflamasi. Mediator inflamasi ini menyebabkan proses inflamasi dan

mengaktifkan imunitas seluler mukosa telinga tengah. Ligan yang dihasilkan

selama proses inflamasi telinga tengah adalah TNF- α, IL-1, IL- 6, IL-8,

sedangkan imunitas seluler melibatkan makrofag dan neutrophil.8

Peradangan menyebabkan produksi sitokin dan sekresi eksudat yang kaya

protein dan mediator inflamasi. Vasodilatasi yang akan terjadi selanjutnya

bertanggung jawab atas peningkatan pertukaran gas di telinga tengah, yang

menginduksi penurunan tekanan endotimpani. Penurunan tekanan ini

mempengaruhi kavitas yang dindingnya tetap, kecuali membran timpani. Karena

pars flaccida adalah area yang paling rapuh (mengingat kurangnya lapisan

fibrous), retraksi paling sering dimulai di situs ini. Jika penurunan tekanan tidak

diperbaiki, atelektasis timpani berkembang dengan mengorbankan pars tensa, dan

dapat menyebabkan atelektasis lengkap dari membran timpani. 8

Peradangan yang berkepanjangan pada mukosa telinga tengah menyebabkan

diferensiasi sel dan peningkatan jumlah sel mukus. Eksudat mengisi rongga

telinga tengah. Mucus yang terperangkap dalam tuba Eustachius menginduksi

penurunan tekanan di telinga tengah, yang selanjutnya akan mencegah evakuasi

mucus dari tuba Eustachius.8

Hipotesis inflamasi didasarkan pada adanya agen infeksi di rongga telinga

tengah. Dahulu OME dianggap sebagai infeksi steril karena sampel cairan efusi

memberikan hasil kultur bakteri negatif. Namun, pada tahun 1990-an, tes PCR

menunjukkan bahwa DNA dan RNA dari patogen utama pada otitis media akut
11

juga terdapat pada sampel OME. Pada tahun 2006, Stoodley et al. menggunakan

confocal microscopy untuk menunjukkan bahwa 92% dari populasi anak yang

mengalami OME memiliki bakteri hidup dalam biopsi mukosa.8

Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya OME

sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococcus Pneumonia,

Haemophilus Influenzae, Moraxella Catarrhalis dikenal sebagai bakteri patogen

terbanyak ditemukan dalam telinga tengah. Meskipun hasil yang didapat dari

kultur lebih rendah yang diduga karena penggunaan antibiotik jangka lama

sebelum pemakaian ventilation tube akan mengurangi proliferasi bakteri patogen,

sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan menghambat

proliferasi patogen, bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm.

Selain bakteri, infeksi virus di saluran pernafasan atas dapat menginvasi telinga

tengah dan merangsang produksi sekret.8

2. Biofilm

Beberapa peneliti memperkirakan bahwa 65% infeksi kronis melibatkan

biofilm. Pembentukan biofilm pada mukosa telah dibuktikan pada OME. Biofilm

dihasilkan dari sel-sel yang terperangkap dalam matriks yang melekat pada

permukaan yang abiotik atau biotik. Film tersebut dapat mengandung sel bakteri

atau jamur yang bersentuhan satu sama lain. Matriks tersebut mengandung

polisakarida, asam nukleat, dan protein. Biofilm dibuat dari "jangkar" bakteri

yang tumbuh menjadi mikrokoloni dan kemudian menjadi massa. Matriks

ekstraseluler melindungi bakteri terhadap antibodi, fagositosis, dan antibiotik.

Bakteri ini juga membutuhkan lebih sedikit oksigen dan nutrisi. Mereka dapat
12

mentransfer DNA melalui plasmid atau melakukan diversifikasi melalui mutasi

adaptif yang menyebabkan resistensi antibiotic. Bahkan, studi terbaru

menunjukkan bahwa pengobatan antibiotik sistemik tidak efektif dalam

pemberantasan biofilm.8

3. Gastro-esophageal reflux (GER)

Beberapa faktor lain dianggap berperan dalam OME yaitu gastro-esophageal

reflux (GER), polusi, alergi pernafasan, dan faktor genetic. Hubungan antara GER

dan OME telah diduga sejak pepsin dan Helicobacter pylori ditemukan pada

sampel efusi telinga tengah. Namun, hubungan kausal langsung antara GER dan

OME belum terbukti.8

4. Alergi

Faktor alergi juga berperan dalam terjadinya OME meskipun masih belum

jelas bagaimana mekanismenya. Akan tetapi dari gambaran klinis dipercaya

bahwa alergi memegang peranan. Dasar pemikirannya adalah analogi

embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama dengan mukosa hidung.

Setidak-tidaknya manifestasi alergi pada tuba Eustachius merupakan penyebab

oklusi kronis dan selanjutnya menyebabkan efusi. Namun demikian dari

penelitian kadar Ig E yang menjadi kriteria alergi atopik, baik kadarnya dalam

efusi maupun dalam serum tidak menunjang sepenuhnya alergi sebagai

penyebab.8 Etiologi dan patogenesis otitis media oleh karena alergi mungkin

disebabkan oleh satu atau lebih dari beberapa mekanisme, antara lain mukosa

telinga tengah sebagai target organ, pembengkakan oleh karena proses inflamasi

pada mukosa tuba Eustachius, obstruksi nasofaring karena proses inflamasi dan
13

aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke dalam ruang telinga

tengah. Anak-anak dengan rinitis kronis, hipertrofi konka, asma atau alergi harus

diskrining untuk OME. Sebaliknya, skrining alergi hanya dibenarkan jika pada

pasien OME juga terdapat asma atau rinitis kronis.8

5. Aktivasi Gen Musin

Otitis media dengan efusi dapat dimulai dengan aktivasi gen musin, dimana

12 di antaranya telah diidentifikasi hingga saat ini. MUC1, MUC3 dan MUC4

adalah protein yang terikat membran, dan mungkin berperan dalam adhesi

mikroorganisme. Selanjutnya, MUC5AC dan MUC5B mungkin terlibat dalam

akumulasi mucus di rongga telinga tengah. Selain itu, gejala sisa Otitis media akut

juga dapat menyebabkan OME. Pada anak-anak yang mengalami OMA, 45%

ditemukan menderita Otitis media efusi pada 1 bulan setelahnya dan 10% pada 3

bulan setelahnya. Hal ini bisa terjadi diperkirakan bahwa pepsin pada 60% efusi

telinga tengah menyebabkan upregulasi gen musin yang menyebabkan

peningkatan sekresi musin yang bisa menjadi tempat berkembang biak bagi

bakteri saluran pernapasan atas umum.1,8

6. Disfungsi Tuba Eustachius

Prevalensi OME yang tinggi pada anak-anak (dibandingkan dengan orang

dewasa) disebabkan oleh imaturitas tuba Eustachius yang akibatnya tuba

Eustachius pada anak tidak mampu melindungi telinga tengah secara memadai

dari variasi tekanan nasofaring yang terkait dengan kontaminasi telinga tengah

oleh kuman rinofaring. Disfungsi ini disebabkan oleh tiga faktor yang berkaitan

dengan usia: sudut, panjang, dan kemampuan tuba Eustachius untuk menutup.1,8
14

Secara anatomi, tabung Eustachius anak-anak lebih horizontal yang

menyebabkan terjadinya disfungsi. Selain dari angulasi tuba, obstruksi fisik juga

menyebabkan terjadinya disfungsi tabung Eustachius. Peradangan tuba Eustachius

sekunder akibat infeksi saluran pernapasan atas juga diduga menyebabkan

disfungsi ini.1

Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke rongga telinga

tengah terganggu, drainase dari rongga telinga ke rongga nasofaring terganggu

dan gangguan mekanisme proteksi rongga telinga tengah terhadap refluks dari

rongga nasofaring. Akibat gangguan tersebut rongga telinga tengah akan

mengalami tekanan negatif. Tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan

peningkatan permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi transudasi. Selain itu

terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan sekresi kelenjar. Akibatnya terdapat

akumulasi sekret di rongga telinga tengah. Inflamasi kronis di telinga tengah akan

menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis dan destruksi tulang.4

Obstruksi tuba Eustachius ytang menimbulkan terjadinya tekanan negatif di

telinga tengah yang diikuti retraksi membran timpani. Orang dewasa biasanya

mengeluh adanya rasa tak nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan dan akibatnya

timbul gangguan pendengaran ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin tidak

muncul gejala seperti ini. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu lama

cairan akan tertarik keluar dari membran mukosa telinga tengah, menimbulkan

keadaan yang kita sebut dengan otitis media serosa. Kejadian ini sering timbul

pada anak-anak berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan sejumlah

gangguan pendengaran mengikutinya.4


15

Kondisi dan sindrom yang mempengaruhi bentuk sepertiga tengah wajah dan

pangkal tenggorok seperti sindrom down dan bibir sumbing juga dapat

menyebabkan disfungsi tuba. Anak-anak dengan bibir sumbing dapat mengalami

penyisipan tensor veli palatini yang abnormal di langit-langit lunak yang

menyebabkan ketidakmampuan untuk membuka ET secara memadai selama

menelan dan membuka mulut. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap

peningkatan risiko penyakit otitis media efusi.1

Gambar 2.2 Patogenesis OME.9

G. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari otitis media efusi yang paling umum adalah penurunan

pendengaran. Keluhan ini biasanya ringan dan bahkan bisa tidak muncul. Otalgia

intermiten dan sensasi seperti telinga mau pecah juga dapat terjadi. Pada orang

dewasa, OME lebih sering terjadi unilateral. Orang dewasa juga dapat

mengeluhkan adanya tinnitus dan sensasi benda asing pada saluran pendengaran

eksternal.6
16

Pada anak, anak juga mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri

terdengar lebih nyaring atau berbeda (diplacusis binauralis) pada telinga yang

sakit. Otalgia sering ringan. Pada anak balita, gejala sulit dikenali, tetapi timbul

gangguan bicara dan bahasa karena pendengaran berkurang, kadang orang tua

mengeluh anaknya berbicara dengan suara keras dan tidak respons saat dipanggil.

Kadang tidak ada gejala pada anak. Temuan lain yaitu adanya riwayat bepergian

dengan pesawat, diving, atau riwayat alergi.7

Baik pada anak-anak atau orang dewasa, OME biasanya terjadi bersamaan

dengan infeksi saluran pernapasan atas. Oleh karena itu, sebaiknya tanyakan

kepada pasien tentang infeksi telinga sebelumnya atau berulang, sumbatan hidung,

dan infeksi saluran pernapasan atas.6

Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda OME diantaranya ditemukan kekeruhan

membran timpani dan hilangnya refleks cahaya. Mungkin juga ada retraksi

membran timpani dengan penurunan mobilitas. Jika retraksi dari membran

timpani berat, intervensi mungkin diperlukan untuk mencegah pembentukan

kantong retraksi, misalnya timpanoplasti augmentasi kartilago yang dimodifikasi.6

H. Diagnosis

Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa. Ini

disebabkan keluhan yang tidak khas terutama pada anak-anak. Diagnosis

ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang tepat. Dari anamnesis biasanya orang tua mengeluh adanya

gangguan pendengaran pada anaknya, guru melaporkan bahwa anak mempunyai

gangguan pendengaran, kemunduran dalam pelajaran di sekolah, bahkan dalam


17

gangguan wicara dan bahasa. Sering kali OME ditemukan secara tidak sengaja

pada saat skrining pemeriksaan telinga dan pendengaran di sekolah-sekolah.4

Pada anak-anak dengan OME dari anamnesis keluhan yang paling sering

adalah penurunan pendengaran dan kadang merasa telinga merasa penuh sampai

dengan merasa nyeri telinga. Dan pada anak-anak penderita OME biasanya

mereka juga sering didapati dengan riwayat batuk pilek dan nyeri tenggorokan

berulang. Pada anak-anak yang lebih besar biasanya mereka mengeluhkan

kesulitan mendengarkan pelajaran di sekolah atau harus membesarkan volume

saat menonton televisi di rumah. Orang tua juga sering mendengarkan keluhan

telinga anaknya terasa tidak nyaman atau sering melihat anaknya menarik-narik

daun telinganya.4

Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan

pemeriksaan otoskopi, timpanometri, audiometri dan kadang diperlukan tindakan

miringotomi untuk memastikan adanya cairan dalam telinga tengah. Pemeriksaan

otoskopi dilakukan untuk menilai kondisi, warna dan translusensi membran

tempani. Pada pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan adanya OME apabila

ditemukan beberapa tanda seperti tidak didapatkannya tanda-tanda radang akut,

terdapat perubahan warna membran timpani akibat refleksi dari adanya cairan

didalam kavum timpani, membran timpani tampak lebih menonjol, membran

timpani retraksi atau atelektasis, didapatkan air fluid levels atau buble atau

mobilitas membran berkurang atau fikasi. Atelektasis biasanya ditunjukkan

dengan membran timpani yang agak tipis, atropi dan mungkin menempel pada

inkus, stapes dan promontium, khususnya pada kasus-kasus yang sudah lanjut,
18

biasanya kasus yang seperti ini karena disfungsi tuba Eustachius dan OME yang

sudah lama. Membran timpani dengan sikatrik, suram sampai retraksi berat

disertai bagian yang atropi didapatkan pada otitis media adesiva oleh karena

terjadi jaringan fibrosis di telinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang

berlangsung lama.4

Pemeriksaan dengan otoskop pneumatik juga dapat dilakukan untuk

menunjang diagnosis OME. Otoskop pneumatik diperkenalkan pertama kali oleh

Siegle, bentuknya relatif tidak berubah sejak pertama diperkenalkan pada tahun

1864. Pemeriksaan otoskopi pneumatik selain bisa melihat jenis perforasi,

jaringan patologi dan untuk membran timpani yang masih utuh bisa juga dilihat

gerakannya (mobilitas) dengan jalan memberi tekanan positif maka membran

timpani akan bergerak ke medial dan bila diberi tekanan negatif maka membran

timpani akan bergerak ke leteral. Pemeriksaan otoskopi pneumatik merupakan

standar fisik diagnostik pada OME.4

Untuk mengetahui kondisi dari sistem telinga tengah dapat dilakukan

pemeriksaan dengan suatu alat timpanometer. Pengukuran ini memberikan

gambaran tentang mobilitas membran timpani, keadaan persediaan tulang

pendengaran, keadaan dalam telinga tengah termasuk tekanan udara di dalamnya,

jadi berguna dalam mengetahui gangguan konduksi dan fungsi tuba Eustachius.

Grafik hasil pengukuran timpanometeri atau timpanogram dapat untuk

mengetahui gambaran kelainan di telinga tengah. Meskipun ditemukan banyak

variasi bentuk timpanogram akan tetapi pada prinsipnya hanya ada tiga tipe, yakni

tipe A, tipe B dan tipe C. Pada penderita OME gambaran timpanogram yang
19

sering didapati adalah tipe B. Tipe B bentuknya relatif datar, hal ini menunjukan

gerakan membran timpani terbatas karena adanya cairan atau pelekatan dalam

kavum timpani. Grafik yang sangat datar dapat terjadi akibat perforasi membran

timpani, serumen yang banyak pada liang telinga luar atau kesalahan pada alat

yaitu saluran buntu. Pemerikasaan timpanometri dapat memperkirakan adanya

cairan didalam kavum timpani yang lebih baik dibanding dengan pemeriksaan

otoskopi saja.4

Gambar 2.3 Membran timpani dengan gambaran OME4

Dari pemeriksaan audiometrik nada murni didapatkan nilai ambang tulang

dan hantaran udara. Gangguan pendengaran lebih sering ditemukan pada pasien

OME dengan cairan yang kental (glue ear). Meskipun demikian beberapa studi

mengatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara cairan serous dan kental

terhadap gangguan pendengaran, sedangkan volume cairan yang ditemukan di

dalam telinga tengah adalah lebih berpengaruh. Pasien dengan OME ditemukan

gangguan pendengaran dengan tuli konduksi ringan sampai sedang sehingga tidak

begitu berpengaruh dengan kehidupan sehari-hari. Tuli bilateral persisten lebih

dari 25 dB dapat mengganggu perkembangan intelektual dan kemampuan


20

berbicara anak. Bila hal ini dibiarkan, bisa saja ketulian akan bertambah berat

yang dapat berakibat buruk bagi pasien. Akibat buruk ini dapat berupa gangguan

lokal pada telinga maupun gangguan yang lebih umum, seperti gangguan

perkembangan bahasa dan kemunduran dalam pelajaran sekolah. Pasien dengan

tuli konduksi yang lebih berat mungkin sudah didapatkan fiksasi atau putusnya

rantai osikel.4

Pemeriksaan audiometrik direkomendasikan pada pasien dengan OME

selama 3 bulan atau lebih, kelambatan berbahasa, gangguan belajar atau dicurigai

terdapat penurunan pendengaran bermakna. Berdasarkan beberapa penelitian, tuli

konduksi sering berhubungan dengan OME dan berpengaruh pada proses

mendengar kedua telinga, lokalisasi suara, persepsi bicara dalam kebisingan.

Penurunan pendengaran yang disebabkan oleh OME akan menghalangi

kemampuan awal berbahasa.4

Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan untuk skrining

OME, tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat penyakit dan

pemeriksaan fisik banyak membantu diagnosis penyakit ini. CT Scan sangat

sensitif namun tidak diperlukan untuk diagnosis. Meskipun CT scan penting untuk

menyingkirkan adanya komplikasi dari otitis media seperti mastoiditis, trombosis

sinus sigmoid ataupun adanya kolesteatoma. CT scan penting khususnya pada

pasien dengan OME unilateral yang bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya massa di nasofaring.4 OME perlu dibedakan dengan otitis media akut dan

terjadi pada orang dewasa, OME pada orang dewasa sering kali dapat disebabkan

oleh karsinoma nasofaring yang menginfiltrasi tuba Eustachius.13


21

I. Tata laksana

Pengobatan OME masih menjadi perdebatan karena cara konservatif ataupun

operatif masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Harus diteliti adanya

faktor risiko yang akan menjadi predisposisi sekuele atau memprediksi OME

persisten.7

Faktor risiko yang memperlambat resolusi spontan OME:7

1. Penurunan pendengaran >30 dB

2. Riwayat penggunaan tube timpanostomi sebelumnya

3. Tidak pernah menjalani operasi adenoidektomi

Faktor risiko sekuele OME:7

1. Permanent hearing loss

2. Keterlambatan atau gangguan berbicara dan berbahasa

3. Autism spectrum disorder dan pervasive development disorder lainnya

4. Sindrom (misalnya sindrom Down) atau gangguan kraniofasial yang meliputi

keterlambatan bicara, bahasa, dan kognitif

5. Kebutaan atau gangguan visual yang tidak bisa dikoreksi

6. Cleft palate, yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan sindrom

7. Gangguan pertumbuhan

Otitis media dengan efusi umumnya sembuh secara spontan dengan

menunggu dengan waspada. Namun, jika diperlukan, myringotomi dengan

pemasangan tabung tympanostomi dianggap pengobatan yang efektif. OME perlu

dibedakan dengan otitis media akut dan terjadi pada orang dewasa, OME pada
22

orang dewasa sering kali dapat disebabkan oleh karsinoma nasofaring yang

menginfiltrasi tuba Eustachius.13

Observasi ketat sangat dianjurkan untuk anak-anak dengan faktor risiko di

atas. Tes pendengaran disarankan jika OME menetap selama 3 bulan atau lebih.

Pada anak-anak tanpa risiko, disarankan evaluasi setiap 3-6 bulan sampai efusi

terserap, teridentifikasinya struktur membran timpani abnormal, gangguan

pendengaran, bicara, dan bahasa. Dengan strategi observasi, penggunaan tube

ventilation di Inggris berkurang dari 43.300 pada tahun 1994-1995 menjadi

25.442 pada tahun 2009-2010. Otitis media dengan efusi umumnya sembuh secara

spontan dengan observasi ketat.7 Jika keputusan tercapai untuk mengelola OME

pada anak kurang dari 4 tahun dengan operasi, maka penyisipan tabung

timpanostomi adalah prosedur pilihan. Rekomendasi ini konsisten dengan versi

awal pedoman OME. Adenoidektomi saat ini digunakan pada kasus OME yang

melibatkan pembesaran kelenjar gondok dan merupakan penatalaksanaan

tambahan yang penting pada pasien dengan OME.10 Penatalaksanaan OME yang

pernah diteliti, antara lain :7,12

Pernyataan Aksi Rekomendasi

1a. Otoskopi pneumatik Dokter harus mendokumentasikan adanya Rekomendasi

efusi telinga tengah dengan otoskopi kuat


pneumatik saat mendiagnosis otitis media

dengan efusi (OME) pada anak.

1b. Otoskopi pneumatik Dokter harus melakukan otoskopi Rekomendasi

pneumatik untuk menilai OME pada anak Kuat


23

dengan otalgia, gangguan pendengaran,

atau keduanya

2. Tympanometri Dokter harus melakukan timpanometri Rekomendasi

pada anak-anak dengan dugaan OME Kuat

yang diagnosisnya tidak pasti setelah

melakukan (atau mencoba) otoskopi

pneumatik

3.Gangguan pendengaran Dokter harus mendokumentasikan dalam Rekomendasi

pada bayi baru lahir rekam medis konseling orang tua dari bayi

dengan OME yang gagal dalam skrining

pendengaran bayi baru lahir mengenai

pentingnya tindak lanjut untuk

memastikan bahwa pendengaran normal

ketika OME sembuh dan untuk

mengecualikan gangguan pendengaran

sensorineural yang mendasarinya.

4a.Mengidentifikasi Dokter harus menentukan apakah seorang Rekomendasi

anak-anak yang berisiko anak dengan OME berisiko tinggi

mengalami masalah bicara, bahasa, atau

belajar dari efusi telinga tengah karena

faktor sensorik, fisik, kognitif, atau

perilaku awal.

4b. Mengevaluasi anak- Dokter harus mengevaluasi anak-anak Rekomendasi

anak yang berisiko berisiko untuk OME pada saat diagnosis

kondisi berisiko dan pada usia 12 sampai


24

18 bulan (jika

didiagnosis berisiko sebelum waktu ini).

5. Skrining anak sehat Dokter tidak boleh secara rutin menyaring Rekomendasi

anak-anak untuk OME yang tidak berisiko (dihindari)

dan tidak memiliki gejala yang mungkin

disebabkan oleh OME, seperti kesulitan

mendengar, masalah keseimbangan

(vestibular), prestasi sekolah yang buruk,

masalah perilaku, atau ketidaknyamanan

telinga.

6. Edukasi pasien Dokter harus mendidik keluarga anak- Rekomendasi

anak dengan OME tentang riwayat alami

OME, perlunya tindak lanjut, dan

kemungkinan gejala sisa

7. Dalam pemantauan Dokter harus mengelola anak dengan Rekomendasi

OME yang tidak berisiko dengan Kuat

menunggu dengan waspada selama 3

bulan dari tanggal onset efusi (jika

diketahui) atau 3 bulan dari tanggal

diagnosis (jika onset tidak diketahui).

8a. Steroid Dokter harus merekomendasikan untuk Rekomendasi

tidak menggunakan steroid intranasal atau Kuat

steroid sistemik untuk mengobati OME.


(dihindari)

8b. Antibiotik Dokter harus merekomendasikan untuk Rekomendasi

tidak menggunakan antibiotik sistemik


25

untuk mengobati OME Kuat

(dihindari)

8c. Antihistamin atau Dokter harus merekomendasikan untuk Rekomendasi

dekongestan tidak menggunakan antihistamin, Kuat


dekongestan, atau keduanya untuk
(dihindari)
mengobati OME

9. Tes Pendengaran Dokter harus mendapatkan tes Rekomendasi

pendengaran sesuai usia jika OME

bertahan selama 3 bulan atau untuk OME

dalam durasi berapa pun pada anak yang

berisiko.

10. Bicara dan Berbahasa Dokter harus menasihati keluarga anak- Rekomendasi

anak dengan OME bilateral dan

mendokumentasikan gangguan

pendengaran tentang dampak potensial

pada bicara dan

perkembangan bahasa

11. Pengawasan OME Dokter harus mengevaluasi kembali, pada Rekomendasi

kronis interval 3-6 bulan, anak-anak dengan

OME kronis sampai efusi tidak lagi ada,

kehilangan pendengaran yang signifikan

teridentifikasi, atau dicurigai adanya

kelainan struktur gendang telinga atau

telinga tengah.

12a. Pembedahan untuk Dokter harus merekomendasikan tabung Rekomendasi


26

anak kurang dari 4 tahun timpanostomi saat operasi dilakukan

untuk OME pada anak kurang dari 4

tahun; adenoidektomi

tidak boleh dilakukan kecuali indikasi

yang berbeda (misalnya, sumbatan

hidung, adenoiditis kronis) ada selain

OME

12b. Pembedahan untuk Dokter harus merekomendasikan tabung Rekomendasi

anak-anak lebih dari timpanostomi, adenoidektomi, atau

sama dengan 4 tahun keduanya saat operasi dilakukan untuk

OME pada anak berusia 4 tahun atau

lebih.

13. Penilaian hasil Saat mengelola anak dengan OME, dokter Rekomendasi

harus mendokumentasikan dalam resolusi

rekam medis OME, peningkatan

pendengaran, atau peningkatan kualitas

hidup.

Tata Laksana Medikamentosa

 Anti-histamin/ dekongestan

Penggunaan Dekongestan bertujuan untuk mengurangi edema mukosa dan

pembengkakan pada atau dekat lubang tuba eustachius, meningkatkan fungsi tuba

eustachius, memastikan ventilasi telinga tengah, dan mengurangi adanya cairan

pada liang telinga tengah. Sama seperti steroid, antihistamin diberikanuntuk

meredam respon inflamasi. Seperti steroid juga, karena kerjanyaadalah


27

mengurangi cairan pada liang telinga, obat ini tidak dianjurkan untukanakanak

karena kondisi telinga anak-anak tidak boleh kering.1,7

Namun, pada berbagai percobaan klinis, efikasi anti-histamin/dekongestan

tidak dapat dibuktikan. Meta-analisis dari 3 uji coba acak yang membandingkan

antihistamin/dekongestan dengan plasebo untuk terapi OME tidak menunjukkan

perbedaan (0%, confidence interval 95%:-7 s/d 7%). Tidak ada bukti untuk

mendukung pemberian obat ini pada OME. Penelitian pada 1880 partisipan tidak

menemukan manfaat klinis bermakna antihistamin/dekongestan.7

 Kortikosteroid

Secara teori, kortikosteroid bermanfaat untuk pengobatan OME. Mekanisme

anti-inflamasi terjadi karena penghambatan fosfolipase A2, yang kemudian

menghambat pembentukan asam arakidonat, sehingga menghambat sintesis

mediator inflamasi, peningkatan regulasi ion natrium transepitelial, menyebabkan

pengosongan cairan dari telinga tengah dan menekan produksi musin dengan cara

menekan musin5ac (MUC5AC). Bukti ilmiah perbaikan jangka pendek

penggunaan kortikosteroid intranasal masih terbatas.7

Clinical practice guideline dari American Academy of Otolaryngology-Head

and Neck Surgery tidak merekomendasikan penggunaan kortikosteroid oral

ataupun intranasal. Metaanalisis menunjukkan tidak ada manfaat steroid oral

dalam 2 minggu, tetapi steroid oral dengan antimikroba lebih bermanfaat jangka

pendek dibandingkan antimikroba saja; setelah beberapa minggu perbedaan

manfaat tidak signifikan. Outcome setelah 12 minggu penggunaan kortikosteroid

intranasal plus antibiotik ekuivalen dengan pemberian antibiotik saja.7


28

 Antibiotik

Banyaknya studi yang menunjukkan bakteri pada cairan efusi, menyebabkan

amoksisilin dipergunakan sebagai antibiotik lini pertama. Mendel, et al,

melaporkan pada 518 pasien anak dengan OME, penyembuhan dengan amoksilin

dengan atau tanpa kombinasi antihistamin dekongestan 2 kali lebih tinggi

dibandingkan plasebo. Namun, antibiotik rutin tidak dianjurkan karena risiko

resistensi. Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan atau tanpa kortikosteroid

tidak terbukti efektif untuk OME.7

Ciprofloxacin topikal (fluoroquinolon ototopikal) juga dapat digunakan.

Fluoroquinolon tidak menyebabkan toksisitas koklear atau vestibuler.

Penggunaannya diindikasikan pada pasien OME bilateral pediatrik yang sudah

dioperasi dengan myringotomi-tube insertion. Dosisnya 6 mg pada masing-masing

telinga kemudian cairan efusi diisap dengan suction.7

Tata Laksana Pembedahan

Pembedahan telah menjadi intervensi terapeutik yang paling banyak diterima

untuk otitis media persisten dengan efusi (OME), dan jelas efektif. Intervensi

termasuk miringotomi dengan atau tanpa pemasangan tabung, adenoidektomi,

atau keduanya. Tonsilektomi telah terbukti sedikit manfaatnya sebagai pengobatan

utama otitis media dengan efusi.13 Sebelumnya, intervensi bedah dianjurkan jika

cairan bertahan lebih dari 3 bulan. Namun, 2 penelitian jangka panjang yang

dilakukan dengan baik menunjukkan bahwa dengan tidak adanya gangguan

pendengaran yang signifikan, anak-anak yang hanya diamati dibandingkan dengan

anak-anak yang menerima tabung pemerataan tekanan (PET) tidak memiliki


29

perbedaan dalam kualitas hidup atau pendengaran secara keseluruhan, ucapan dan

kemampuan bahasa. Oleh karena itu, dengan adanya ambang pendengaran yang

lebih baik dari 20 dB, observasi merupakan pilihan. Namun, hanya 30% pasien

yang mengalami otitis media dengan efusi setelah durasi 3 bulan akan sembuh

dari efusi tersebut selama 12 bulan berikutnya; oleh karena itu, pemantauan

tingkat pendengaran yang berkelanjutan diperlukan. 13 Untuk pasien dengan

gangguan pendengaran dan otitis media dengan efusi, kehilangan 40 dB atau lebih

dianggap sebagai indikasi mutlak untuk pemasangan tabung pemerataan tekanan.

Kerugian dalam kisaran 21-40 dB adalah indikasi relatif dengan ambang

penempatan yang sangat rendah.13

Jika keputusan dicapai untuk mengelola OME pada anak kurang dari 4 tahun

dengan pembedahan, maka pemasangan tabung timpanostomi adalah prosedur

pilihan. Rekomendasi ini konsisten dengan versi awal pedoman OME dan

menawarkan manfaat potensial untuk meningkatkan pendengaran dan mengurangi

prevalensi efusi telinga tengah. Adenoidektomi tidak direkomendasikan untuk

indikasi utama OME pada anak di bawah usia 4 tahun karena manfaatnya terbatas

dan signifikansi klinisnya dipertanyakan. Pedoman OME asli menyarankan peran

adenoidektomi ketika operasi berulang diperlukan untuk kekambuhan OME

setelah tabung timpanostomi sebelumnya pada anak-anak semuda 2 tahun, tetapi

ini didasarkan pada bukti terbatas yang ditentang oleh publikasi selanjutnya. Oleh

karena itu, kami memiliki ambang untuk adenoidektomi sebagai operasi ulang

hingga usia 4 tahun. Adenoidektomi dapat dilakukan bersamaan dengan

pemasangan tabung timpanostomi bila ada indikasi yang berbeda, seperti


30

adenoiditis kronis atau sumbatan hidung (disebabkan oleh hipertrofi adenoid).

Ada 2 aspek pengambilan keputusan bedah bersama untuk pengobatan OME:

memutuskan antara pembedahan atau observasi tambahan dan, jika pembedahan

dipilih, memilih prosedur yang sesuai. Kandidat bedah untuk OME sangat

tergantung pada status pendengaran, gejala yang terkait, risiko perkembangan

anak dan peluang yang diantisipasi dari resolusi efusi spontan yang tepat waktu.

Tingkat resolusi spontan paling buruk untuk OME terjadi ketika efusi kronis (3

bulan) atau terkait dengan timpanogram tipe B (kurva datar). 12

 Pemasangan Tabung Timpanostomi Saja

Memberikan resolusi gangguan pendengaran jangka pendek dan menengah

yang paling dapat diandalkan terkait dengan OME, memiliki komplikasi kecil

seperti. Anak-anak dengan keterlambatan bicara dan bahasa dan OME merasakan

peningkatan besar setelah penempatan tabung, membuat tabung diinginkan untuk

anak-anak berisiko.

 Adenoidektomi

Adenoidektomi saat ini digunakan pada kasus OME yang melibatkan

pembesaran adenoid dan merupakan penatalaksanaan tambahan yang penting

pada pasien dengan OME. Adenoidektomi dengan pemasangan miringotomi pipa

ventilasi direkomendasikan pada anak usia 4 tahun atau lebih. Untuk anak usia di

bawah 4 tahun, adenoidektomi dilakukan jika terdapat hipertrofi adenoid yang

menimbulkan keluhan hidung buntu dan adenoiditis kronik. Adenoidektomi saat

ini digunakan pada kasus OME yang melibatkan pembesaran kelenjar gondok dan

merupakan penatalaksanaan tambahan yang penting pada pasien dengan OME.10


31

Pasien OME usia 2-11 tahun yang menjalani adenoidektomi atau miringotomi

dengan pemasangan pipa ventilasi hasilnya lebih baik daripada tanpa pipa.7,10

Penelitian pada 578 anak-anak berusia 4 sampai 8 tahun di Texas dengan

OME kronis yang tidak respons terhadap antibiotik merekomendasikan bahwa

adenoidektomi dan miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi lebih baik

daripada miringotomi saja. Berdasarkan data tersebut, adenoidektomi dan

miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi direkomendasikan sebagai pilihan

pertama untuk terapi OME kronik pada anak dengan usia ≥4 tahun.7

Pada pasien usia 6 bulan hingga 12 tahun dengan diagnosis OME persisten

(≥3 bulan) dilakukan tes pendengaran. Apabila didapatkan hasil OME kronik

bilateral dan kesulitan pendengaran, disarankan timpanostomi dengan

pemasangan pipa ventilasi; jika orang tua tidak setuju, pasien anak dievaluasi

setiap 3 bulan hingga 6 bulan sampai efusi tidak ada lagi, terdapat gangguan

pendengaran signifikan, atau dicurigai abnormalitas struktural. 7

Pada pasien OME usia 6 bulan hingga 12 tahun dengan faktor risiko,

diperiksa lagi dengan timpanogram tipe B. Jika didapatkan OME kronis unilateral

atau bilateral, disarankan timpanostomi dengan pemasangan pipa ventilasi. Jika

tidak, anak dievaluasi hingga OME-nya sembuh; OME dapat menjadi persisten

setelah ≥3 bulan, atau terdapat timpanogram tipe B.7

 Adenoidektomi dengan Miringotomi (Tanpa tabung Timpanostomi)

Mencakup aspirasi efusi dan kemungkinan bilas ruang telinga tengah dengan

larutan garam, memiliki hasil yang sebanding dengan tuba dengan gejala sisa

otorrhea dan membran timpani yang lebih sedikit. Namun, penyisipan tabung
32

timpanostomi menawarkan resolusi efusi jangka pendek dan ventilasi telinga

tengah yang lebih andal, membuatnya lebih disukai daripada miringotomi ketika

potensi kekambuhan efusi harus diminimalkan (misalnya, anak-anak berisiko)

atau ketika terjadi peradangan pada membran timpani dan ada mukosa telinga

tengah.

 Adenoidektomi dengan Pemasangan Tabung Timpanostomi

Memberikan manfaat gabungan dari kedua prosedur, terutama kemampuan

untuk mengurangi operasi berulang pada anak-anak dengan riwayat penempatan

tabung timpanostomi. Pendekatan ganda ini mungkin memberikan manfaat

khusus pada anak-anak dengan sumbatan hidung atau infeksi sinonasal berulang

yang mengganggu tetapi tidak cukup pada adenoidektomi saja.

 Miringotomi

Miringotomi (timpanostomi) adalah pemasangan pipa ventilasi untuk

evakuasi cairan dari dalam telinga tengah. Tujuannya adalah menghilangkan

cairan di telinga tengah, mengatasi gangguan pendengaran, mencegah

kekambuhan, mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa, dan

psikososial. Untuk memberikan hasil yang baik terhadap drainase dilakukan

miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi. Pipa ventilasi dipasang pada daerah

kuadran antero inferior atau postero inferior. Pipa ventilasi akan dipertahankan

sampai fungsi tuba ini paten. Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi

dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi dengan atau

tanpa tonsilektomi. Tujuan pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan

cairan pada telinga tengah, mengatasi gangguan pendengaran yang terjadi,


33

mencegah kekambuhan, mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara,

bahasa dan psikososial.4,7

Indikasi pembedahan pada OME tergantung status pendengaran, gejala, risiko

tumbuh kembang, dan kemungkinan efusi sembuh spontan. Operasi dilakukan

setelah pengobatan konservatif selama 3 bulan gagal. Daniel, et al, menemukan

bahwa seperempat kasus perlu miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi

dalam 2 tahun. Untuk kasus OME unilateral dengan pendengaran normal pada

telinga kontralateral, pipa ventilasi direkomendasikan setelah 6 bulan.7

Gambar 2.4 Rekomendasi penggunaan timpanostomi (miringotomi) dengan pipa


ventilasi pada anak
34

Gambar 2.5 Alogaritma tatalaksana OME.12

Gambar 2.4 Algoritma tatalaksana OME pada Anak. 13


35

Tatalaksana Lainnya

OME perlu dibedakan dengan otitis media akut dan terjadi pada orang

dewasa, OME pada orang dewasa sering kali dapat disebabkan oleh karsinoma

nasofaring yang menginfiltrasi tuba Eustachius. Meskipun pasien dengan OME

mungkin tidak menunjukkan tanda atau gejala kecuali hilangnya pendengaran

yang terkait dengan OME, 5,7% pasien mengalami OME karena obstruksi yang

disebabkan oleh karsinoma nasofaring. Pemeriksaan nasofaring, serta meatus

akustik eksternal, disarankan pada pasien OME. Jika kelainan diamati dalam

nasofaring, biopsi ruang postnasal disarankan. Pada pasien dengan karsinoma

nasofaring, OME dapat diinduksi dengan pengobatan radiasi. Jenis OME ini dapat

bertahan selama beberapa bulan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk

menentukan risiko pengembangan OME pasca radioterapi dan bagaimana dosis

iradiasi dapat memengaruhi komplikasi ini. Radioterapi setelah karsinoma

nasofaring dapat menghasilkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang paling

umum adalah xerostomia (yaitu mulut kering yang disebabkan oleh kekurangan

air liur). Dalam beberapa kasus, OME persisten dapat berkembang, memfasilitasi

kebutuhan akan terapi tambahan atau intervensi bedah. 13

J. Komplikasi

Salah satu komplikasi dari otitis media efusi yaitu gangguan pendengaran,

meskipun tidak selalu jelas namun pada anak-anak usia dini dapat menimbulkan

keadaan seperti speech delay, dan jika keadaan ini timbul pada anak usia sekolah

maka akan menimbulkan masalah dalam proses belajar mengajar, tingkah laku

yang kurang mencerminkan anak seusianya dan sangat mengganggu anak dalam
36

meraih prestasi dalam pendidikannya. Gangguan pendengaran umumnya terdapat

pada kedua telinga, apabila volume cairan sedikit, maka gangguan pendengaran

akan minimal.1Perubahan jangka panjang pada telinga tengah dan membran

timpani dapat terjadi dengan OME yang persisten, yang mengakibatkan gangguan

pendengaran permanen. Tabung ventilasi digunakan untuk mencoba dan

mencegah komplikasi jangka panjang ini. Namun, bahkan pada pasien yang

dirawat, komplikasi seperti timpanosklerosis dapat terjadi.1

Timpanosklerosis adalah kondisi abnormal telinga tengah celah di mana ada

endapan berkapur di timpani membran, rongga timpani, rantai tulang pendengaran

dan kadang-kadang dalam mastoid. Timpanosklerosis merupakan kliniko-anatomi

entitas yang juga dapat didefinisikan sebagai luaran akhir yang tidak dapat diubah,

meskipun tidak berubah, setiap proses inflamasi yang belum selesai akan

mengakibatkan cedera anatomis dan hampir selalu menyebabkan gangguan

fungsional di telinga. Timpanosklerosis mempengaruhi membran timpani, dalam

hal ini disebut sebagai myringosclerosis.1

K. Pencegahan

Modifikasi gaya hidup berikut dapat membantu mengurangi frekuensi otitis

media dengan efusi (OME):11

1. Menghindari asap rokok

2. Menyusui bila memungkinkan

3. Menghindari menyusui dengan posisi anak telentang sepenuhnya

4. Menghindari keramaian, misalnya di pusat penitipan anak

5. Menghindari paparan terhadap anak-anak yang diketahui terkena OME


37

L. Prognosis

Sebagian besar kasus OME sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus yang

terus-menerus, kondisi tersebut menghambat kemampuan pasien untuk

mendengar. Oleh karena itu, komunikasi dan sosialisasi dapat terpengaruh. Pada

anak kecil, gangguan pendengaran dapat menyebabkan masalah belajar atau

keterlambatan perkembangan bahasa. Kondisi ini dikaitkan dengan perkembangan

bahasa yang tertunda pada anak-anak di bawah 10 tahun, dan penurunan

pendengarannya biasanya konduktif, dengan ambang konduksi udara rata-rata

27,5 desibel (dB), tetapi otitis media dengan efusi juga bisa menyebabkan

gangguan pendengaran sensorineural.6,11 Secara umum, prognosis otitis media

dengan efusi baik. Sebagian besar episode sembuh secara spontan tanpa

intervensi, dan banyak yang sembuh tanpa terdiagnosis. Namun, 5% anak yang

tidak dirawat dengan pembedahan mengalami otitis media persisten dengan efusi

dalam 1 tahun. Intervensi bedah secara signifikan meningkatkan pembersihan

efusi telinga tengah pada populasi ini, namun manfaat untuk perkembangan bicara

dan bahasa serta kualitas hidup masih kontroversial. Setelah ekstrusi tabung

spontan, 20-50% pasien akan mengalami kekambuhan otitis media dengan efusi,

berpotensi memerlukan penggantian tabung pemerataan tekanan (PET) dan, dalam

banyak kasus, adenoidektomi simultan.7


BAB III

PENUTUP

Otitis Media Efusi (OME) adalah suatu kondisi di mana terdapat cairan di

telinga tengah, tetapi tidak ada tanda-tanda infeksi akut yang sering terjadi pada

anak-anak antara usia 1 sampai 6 tahun. Cairan yang berada di membrane timpani

akan menyebabkan penurunan pendengaran, sehingga pasien yang datang

biasanya mengeluhkan pendengarannya menurun yang bisa disertai dengan

adanya terasa sumbatan pada telinga, suara terdengar lebih nyaring, dan bisa juga

terjadi speech delay apabila terjadi pada anak dan berlangsung lama.

Otitis media efusi bisa disebabkan karena disfungsi tuba eustachius,

adanya sindrom yang memengaruhi bentuk wajah dan pangkal tenggorok, gejala

sisa otitis media akut, bisa juga karena infeksi bakteri, dan juga berhubungan

dengan penyakit gastroesophageal reflux. Otitis media efusi terjadi karena adanya

endotoksin yang memicu produksi TNFα dan IL-β yang menyebabkan terjadinya

peradangan. Namun, untuk tatalaksana otitis media efusi ini bisa didapatkan

dengan mudah bahkan bisa sembuh secara spontan, bisa juga dengan penggunaan

obat-obatan seperti steroid hidung dan oral, dekongestan dan antihistamin, atau

dengan pembedahan, seperti miringotomi, pemberian tabung timpanostomi, dan

adenoktomi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi BS, Christy AP, Sagia NA, Sangging PRA, Himayani R. Otitis media
efusi: etiologi, patofisiologi, patogenesis, epidemiologi, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi. Medula. 2023;13(4.1):87-92.
2. Galic MZ, Klancnik M. Adenoid size in children with otitis media with
effusion. Acta Clin Croat. 2021;60(3):532-9.
3. Karyanta M, Satrowiyoto S, Wulandari DP. Rasio prevalensi otitis media
dengan efusi di refluks laringofaringeal. International Journal of
Otolaryngology. 2019;1-3.
4. Simbolon RP. Laporan Penelitian Distribusi Penderita Otitis Media Efusi
Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten Karangasem. Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana; 2019.
5. Farhat. Buku Ajar Penyakit Pada Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah
Kepala Leher. Medan: Universitas Sumatra Utara; 2019.
6. Searight FT, Singh R, Peterson DC. Otitis Media With Effusion. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
7. Aquinas R. Tatalaksana otitis media efusi pada anak. CDK. 2017;44(7):472-
7.
8. Vanneste P, Page C. Otitis media with effusion in children: Patophysiology,
diagnosis, and treatment. A review. Journal of Otology. 2019;14:33-9.
9. Qureishi A, Lee Y, Belfield K, Birchall JP, Daniel M. Update on otitis media
– prevention and treatment. Infect Drug Resist. 2014;7:15-24.
10. Miller BJ, Gupta G. Adenoidectomy. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023.
11. Higgins TS. Otitis Media With Effusion [Internet]. Medscape. 2022 [cited 8
July 2023]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/858990-
overview?src=mbl_msp_android&ref=share
12. Rosenfeld RM, Shin JJ, Schwartz SR, Coggins R, Gagnon L, Hackell JM,
Hoelting D, Hunter LL, Kummer AW, Payne SC, Poe DS. Clinical practice
guideline: otitis media with effusion (update). Otolaryngology–Head and
Neck Surgery. 2016 Feb;154(1_suppl):S1-41.
13. Searight, Frederick T., Rahulkumar Singh, and Diana C. Peterson. "Otitis
media with effusion." (2019).

39

Anda mungkin juga menyukai