Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

DISFUNGSI TUBA EUSTACHIUS

Oleh:
DIKA CAHAYA PUTRI
1102012065

Perseptor:

dr. Gunawan Kurnaedi, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF THT RSUD DR. SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
11 SEPTEMBER 15 OKTOBER 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan
kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul Disfungsi Tuba Eustachius ini
dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF THT di RSUD dr. Slamet Garut. Penulis menyadari
bahwa terselesaikannya referat ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Untuk
itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Gunawan Kurnaedi, Sp.THT-KL selaku dokter pembimbing penulisan referat.
2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF THT RSUD dr. Slamet Garut.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD dr. Slamet Garut.
Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Garut, September 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................1

DAFTAR ISI .............................................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................3

BAB II. TUBA EUSTACHIUS............................................................................................4

BAB III. DISFUNGSI TUBA EUSTACHIUS........................................................................10

BAB IV. SIMPULAN .............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................22

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sudah sejak lama Eustachius menjelaskan tentang anatomi tuba eustakhius, dan
pemahaman fungsinya pada telinga tengah. Hubungan secara anatomi antara ruang telinga
tengah dan nasofaring kemudian diketahui namun peranan dari tuba masih belum jelas
diketahui. Hubungan ini pada awalnya diduga merupakan bagian organ dari sistem pernafasan,
namun dari pengamatan selanjutnya diketahui bahwa tuba ini mempunyai peranan yang sangat
vital pada cavum timpani, membran timpani dan telinga tengah secara keseluruhan.

Gangguan fungsi dari tuba eustakhius (seperti gangguan membuka dan menutup,
gangguan mukosiliari klirens) dapat menyebabkan perubahan yang patologis di telinga tengah.
Hal ini akan menyebabkan gangguan pendengaran dan komplikasi yang lain dari otitis media.
Perubahan-perubahan patologis ini termasuk otitis media akut rekuren dan otitis media efusi.
Retraksi membran timpani yang kronis juga dapat menyebabkan atelektasis telinga tengah dan
otitis media adesif. Retraksi pada pars tensa membran timpani yang terbentuk akibat adanya
disfungsi tuba eustakhius yang kronis. Hal ini menyebabkan terjadinya kolesteatoma dan
komplikasi yang serius di kemudian hari. Bertentangan dengan konsep saat ini, tuba Eustakhius
tidak hanya sebuah tabung namun merupakan sebuah organ yang terdiri dari lumen dengan
mukosa yang melapisinya, kartilago, jaringan lunak yang mengitarinya, otot-otot paratuba
(tensor veli palatine, tensor timpani, levator veli palatine dan salpingofaringeus). Istilah celah
telinga tengah (middle ear cleft) sering digunakan untuk menggambarkan tuba eustakhius,
telinga tengah dan sel-sel mastoid.

3
BAB II
TUBA EUSTACHIUS

1. ANATOMI TUBA EUSTACHIUS

Gambar 1: Tuba Eustachius.

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.


bentuknya seperti huruf S. Seperti yang sudah diketahui tuba eustakhius
merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Tuba
eustakhius mempunyai ukuran yang lebih panjang pada dewasa dibandingkan bayi
dan anak. Pertumbuhan ukuran panjangnya terjadi sebelum usia 6 tahun.
Dilaporkan bahwa panjang tuba terpendek adalah 30 mm dan terpanjang 40 mm
(ukuran rata-rata 3138 mm). Pada tuba eustakhius dewasa, bagian 1/3 posteriornya
(11-44 mm) dibentuk oleh pars osseus, dan 2/3 anteriornya (20-25 mm) dibentuk
oleh membran dan kartilago. Pada orang dewasa, tuba eustakhius membentuk
sudut 45o, sedangkan pada bayi hanya 10.

Dari muara sebelah bawah pada dinding lateral nasofaring berjalan ke atas,
belakang dan ke arah luar untuk sampai ke muara sebelah atas pada dinding
anterior kavum timpani. Sepertiga bagian atas (lateral) terbentuk oleh tulang
sedangkan duapertiga bagian bawah (medial) terdiri dari tulang rawan.

4
Orifisium nasofaringealis terletak setinggi ujung posterior dari konka
inferior. Tuba eustakhius pada bayi relatif lebih horizontal, lebih pendek dan lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa.

Gambar 2. Perbedaan tuba eustachius anak dan dewasa

Tabel 1. Perbedaan tuba eustachius anak dan dewasa

Perkembangan tuba eustakhius dipengaruhi oleh perkembangan dari bagian


medial dari wajah. Fungsi tuba eustakhius berkembang menjadi normal pada usia

5
anak 5 sampai 6 tahun di mana tekanan udara telinga tengah menjadi normal. Tuba
eustakhius dapat dibagi menjadi 3 bagian diantaranya: bagian kartilago
(cartilaginous), antara (junctional) dan tulang (ossseus). Bagian kartilago adalah
bagian yang terletak di bagian proksimal dan bermuara di nasofaring. Bagian
tulang (osseus) terletak di bagian distal dan bermuara di anterior telinga tengah.
Bagian junction adalah bagian dimana bagian kartilago dan bagian tulang
terhubung dan sebelumnya diduga merupakan bagian yang tersempit dari lumen
tuba yang lebih dikenal sebagai isthmus. Dari penelitian tiga dimensi saat ini
terhadap 9 tulang temporal manusia oleh Sudo dkk, ditunjukkan bahwa bagian
isthmus dari lumen tuba lebih dekat di daerah distal dari bagian kartilago dan bukan
di daerah pertemuan dari bagian kartilago dan bagian tulang. Mukosa yang
melapisi seluruh lumen tuba sama dengan mukosa yang melapisi saluran
pernafasan.

Gambar 3. Tuba eustakhius menghubungkan hidung dan nasofaring


dengan telinga tengah dan mastoid sebagai suatu system

Suplai darah Tuba Eustakhius

Suplai darah tuba Eustakhius adalah dari 5 arteri yang kemudian


bersamasama menyuplai darah buat tuba eustakhius, diantaranya: arteri palatine
ascenden, cabang faringeal arteri maksilari interna, arteri dari kanalis pterygoid,
arteri faringeal ascenden dan arteri meningeal media. Drainase vena oleh pleksus

6
pterigoideus. Aliran limfatik tuba masuk ke dalam kelenjar-kelenjar retrofaring dan
servikal bagian dalam.

Persyarafan Tuba Eustachius

Orifisium faringeal dari tuba eustakhius di persyarafi oleh cabang dari


ganglion otik, n. sphenopalatinus dan pleksus faringeal. Sedangkan saraf
sensorisnya berasal dari pleksus timpanikus dan pleksus faringeal. Nervus
glossofaringeal di duga mempunyai peranan yang dominan pada persyarafan tuba
eustakhius. Saraf simpatis dari tuba tergantung pada ganglion sphenopalatinus,
ganglion otikus, sepasang nervus glossofaringeal, nervus petrosal dan n.
carticotympanikus.

Persyarafan dari m. tensor veli palatine dan m. tensor tympani berasal dari
bagian ventromedial nukleu motor trigeminal ipsilateral melalui n. trigeminus.
Musculus levator veli palatine menerima persyarafan dari n. ambigus melalui n.
vagus.

2. FISIOLOGI TUBA EUSTACHIUS

Secara fisiologi tuba Eustachius melakukan tiga peranan penting yaitu:

a. Ventilasi dan mengatur tekanan telinga tengah.

Dari ketiga fungsi fisiologis tuba eustakhius, fungsi yang paling utama
adalah sebagai regulasi tekanan (ventilasi) di dalam telinga tengah, dimana
pendengaran akan optimal jika tekanan gas di telinga tengah relatif sama dengan
tekanan udara di kanalis auditorius eksterna. Normalnya, pembukaan aktif
secara intermitten dari tuba eustakhius yang terjadi ketika m. tensor veli palatine
berkontraksi ketika proses menelan, menjaga tekanan udara di telinga tengah.

Anak-anak memiliki fungsi tuba yang kurang efisien dibandingkan


dewasa. Namun fungsi tuba eustakhius mengalami perbaikan sesuai dengan
penambahan umur, sesuai dengan menurunnya insidensi infeksi telinga tengah
dari usia bayi ke usia dewasa. Selain karena adanya perbedaan anatomi antara
tuba eustakhius pada anak dan dewasa, juga ditemukanperbedaan fungsional
dalam kemampuan untuk membuka tuba eustakhius ketika proses menelan

7
untuk menyeimbangkan perbedaan tekanan antara telinga tengah dan
nasofaring.

Karena bayi mempunyai mekanisme pembukaan tuba aktif yang kurang


efisien, biasanya bayi melakukan kompensasi dalam rangka untuk
menyeimbangkan tekanan di dalam telinga tengah yaitu dengan menangis,
dimana ketika menangis terdapat tekanan positif yang cukup tinggi di daerah
nasofaring sehingga terjadi aliran udara dari nasofaring ke dalam telinga tengah
melalui tuba sehingga tekanan telinga tengah menjadi sama. Mekanisme ini
juga dapat menjelaskan kenapa bayi selalu menangis ketika berada pada
pesawat terbang yang sedang turun. Proses ini menyebabkan insufflating udara
ke dalam telinga tengah.

Gambar 3.1 Proses men angis dapat mengkompensasi mekanisme pembukaan


tuba yang tdk efisien pada bayi karena tuba eustakhius yang pendek dan
floopy

b. Perlindungan terhadap tekanan bunyi nasofaring dan reflux sekresi dari


nasofaring.

Secara abnormal, tekanan suara tinggi dari nasofaring dapat dialirkan ke


telinga tengah jika tuba terbuka, dengan demikian mengganggu pendengaran
yang normal.Biasanya tuba Eustachius tetap tetutup dan melindungi telinga
tengah melawan suara tersebut. Tuba Eustachius yang normal juga melindungi

8
telinga tengah dari reflux sekresi nasofaring. Reflux ini terjadi dengan mudah
jika diameter tuba lebar (patulous tube), pendek (seperti pada bayi), atau
membran timpani yang perforasi (menyebabkan infeksi telinga tengah yang
persisten pada kasus perforasi membran timpani). Tekanan tinggi di dalam
nasofaring juga dapat memaksa sekresi nasofaring ke dalam telinga tengah ,
misalnya meniup hidung dengan kuat.

c. Pembersihan sekresi telinga tengah.

Membran mukosa tuba Eustachius dan bagian anterior telinga tengah


dilapisi oleh sel ciliated columnar. Silia bergerak ke arah nasofaring.Ini
membantu untuk membersihkan sekresi dan debris dalam telinga tengah ke arah
nasofaring. Fungsi pembersihan dipengaruhi oleh pembukaan dan penutupan
yang aktif dari tuba.

9
BAB III

DISFUNGSI TUBA EUSTACHIUS

Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan
masuk ke dalam telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.
Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor velli palatine apabila perbedaan tekanan
berbeda Antara 20- 40 mmHg. Gangguan fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal,
seperti tuba terbuka abnormal, mioklonus palatal, palatoskisis, obstruksi tuba karena
beberapa penyebab (seperti radang adenoid, tumor nasofaring, radang nasofaring),
barotraumas, OMA, OMSK, OMS, dan otosklerosis.

Pada anak, mekanisme pembukaan tuba eustachius saat menelan sering kali menjadi
satu permasalahan. Hal ini disebabkan oleh, 1) Persisten kolaps kartilago tuba eustachius
2) inefisien muskulus tensor veli palatine 3) atau kedua-duanya.

Gambar 3. Ketidakberhasilan mekanisme pembukaan tuba pada anak

1. Tuba terbuka Abnormal

a. Definisi

10
Tuba terbuka abnormal ialah tuba terus menerus terbuka, sehingga udara
masuk ke telinga tengah waktu respirasi.

b. Etiologi dan faktor resiko

Umumnya idiopatik tetapi dapat juga disebabkan oleh hilangnya


jaringan lemak di sekitar mulut tuba sebagai akibat turunnya berat badan yang
hebat dan kehamilan terutama pada trimester ketiga diidentifikasi sebagai
faktor predisposisi penting.

Selain itu, faktor lain yang mungkin adalah penyakit kronis tertentu
seperti rinitis atrofi dan faringitis, gangguan fungsi otot seperti myasthenia
gravis, penggunaan obat anti hamil pada wanita dan penggunaan estrogen pada
laki-laki.

Gangguan neurologis yang dapat menyebabkan atrofi otot (misalnya,


stroke, multiple sclerosis, penyakit motor neuron) jugamungkin terlibat.
Pembentukan adhesi dalam nasofaring setelah adenoidectomy atau radioterapi
juga dapat mempengaruhi untuk terjadinya kelainan ini.. Faktor predisposisi
lainnya termasuk kelelahan, stres, kecemasan, latihan, dan sindrom sendi
temporomandibular.

c. Epidemiologi

Insiden tuba terbuka abnormal adalah sebanyak 0,3-6,6%, dan 10-20%


dari orang yang mengalaminya mencari bantuan medis karena merasa begitu
terganggu dengan gejalanya. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria dan biasanya terjadi pada remaja dan orang dewasa,
jarang ditemukan pada anak-anak.

d. Gambaran Klinis

Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga atau autofoni
(gema suara sendiri terdengar lebih keras), sampai bisa terdengar bunyi napas
sendiri dan bisa mengganggu pertuturan. Keluhan ini kadang-kadang sangat
mengganggu, sehingga pasien mengalami stress berat. Vertigo dan gangguan

11
pendengaran juga dapat terjadi karena tuba terbuka abnormal memungkinkan
perubahan tekanan yang berlebihan terjadi di telinga tengah, perubahan
tekanan kemudian dikirim ke telinga bagian dalam melalui gerakan tulang
pendengaran. Beberapa pasien mungkin mengalami kesulitan makan karena
suara mengunyah ditransmisikan ke telinga. Gejala mungkin berhubungan
dengan perubahan siklus yang terjadi dalam mukosa tuba eustachius. Beberapa
pasien merasa lega dengan peningkatan kongesti mukosa yang terkait dengan
cara berbaring, menempatkan kepala di antara lutut, atau selama infeksi saluran
pernapasan atas.

Kompresi vena jugularis menghasilkan kongesti vena peritubular dan


bisa meringankan gejala. Pasien kadang-kadang mengendus berulang-ulang
untuk menutup tabung eustachius, dan ini dapat mengakibatkan tekanan negatif
telinga tengah jangka panjang. Dekongestan atau tabung ventilasi dalam
membran timpani dapat memperburuk gejala.

e. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan klinis dapat dilihat membran timpani yang atrofi, tipis
dan bergerak pada respirasi (a telltale diagnostic sign). Membran timpani dapat
menjadi atrofi sekunder akibat gerakan membran timpani yang konstan dari
bernapas atau mengendus. Disebabkan tuba yang terbuka abnormal, perubahan
tekanan dalam nasofaring sangat mudah dipindahkan ke telinga tengah
sehinggakan pergerakan membran timpani bisa dilihat pada waktu inspirasi dan
ekpirasi. Pergerakan ini lebih jelas jika pasien bernapas setelah menutup lobang
hidung yang bersebelahan. Membran timpani bergerak ke medial pada waktu
inspirasi dan ke lateral pada waktu ekspirasi. Jika pasien duduk tegak, gerakan
kecil pars flaccida terjadi, yang menghilang ketika pasien terlentang.

f. Pemeriksaan penunjang

CT scan dalam bidang aksial telah digunakan untuk menunjukkan


adanya tuba terbuka abnormal. CT scan mungkin berguna dalam membuat
diagnosis pada beberapa pasien. Radiologi hanya membantu dalam diagnosis

12
patensi anatomi. Timpanometri dapat mendeteksi gerakan dari membran
timpani dengan respirasi hidung, terutama dengan pasien dalam posisi
tegak.Suara distorsi dari respirasi hidung dan pertuturan dapat didengar dengan
mikrofon ditempatkan di meatus eksternal. Dengan sonotubometry, suara uji
dimasukkan ke ruang depan hidung dan mikrofon dipasang ke dalam meatus
auditori eksternal. Dengan tuba terbuka abnormal, tingkat tekanan suara di
kanalis eksternal berada pada tingkat maksimum, karena tabung tidak menutup,
tidak ada penurunan mendadak dalam suara yang ditransmisikan.

g. Penatalaksanaan

Dalam kondisi normal, tabung eustachius ditutup dan hanya dibuka pada
waktu menelan atau autoinflation. Biasanya, penutupan tabung eustachius
dikelola oleh faktor luminal dan ekstraluminal, yang meliputi elastisitas
intrinsik tabung, tegangan permukaan lembab luminal, dan tekanan jaringan
ekstraluminal. Tonus otot tensor veli palatini melebarkan lumen jadinya
kerusakan pada tensor veli palatini setelah operasi bibir sumbing dapat
mengakibatkan tuba terbuka abnormal. Berat badan juga dapat menyebabkan
pembukaan abnormal yang disebabkan oleh berkurangnya tekanan jaringan
dan hilangnya deposit lemak di daerah tabung eustachius. Kehamilan
mengubah tekanan pembukaan tabung eustachius karena perubahan tegangan
permukaan, estrogen yang bekerja pada prostaglandin E mempengaruhi
produksi surfaktan. Jaringan parut di ruang postnasal akibat adenoidectomy
dapat menyebabkan traksi tuba dalam posisi terbuka.

Kondisi akut dari penyakit ini adalah self-limiting dan tidak


memerlukan pengobatan.Pasien dengan tuba terbuka abnormal yang sedang
hamil dan mereka dengan gejala ringan (kebanyakan pasien) perlu diinformasi
saja.Pasien yang memiliki gejala selama kehamilan bebas gejala setelah
melahirkan. Pasien disarankan untuk melakukan hal berikut:

Menambah atau mendapatkan kembali berat badan yang hilang

Hindari diuretik

Berbaring atau meletakkan kepala lebih rendah ketika gejala terjadi

13
Pemberian obat topikal (obat nasal) dengan antikolinergik mungkin
efektif untuk beberapa pasien. Estrogen (Premarin) tetes hidung (25 mg dalam
30 mL normal saline, 3 tetes tid) atau obat oral larutan jenuh kalium iodida (10
tetes dalam segelas jus buah tid) telah digunakan untuk menginduksi
pembengkakan pembukaan tuba eustachius. Obat hidung yang mengandung
asam klorida encer, chlorobutanol, dan benzil alkohol telah dibuktikan efektif
pada beberapa pasien. Hal ini telah dilaporkan dapat ditoleransi dengan baik
dengan sedikit atau tidak ada efek samping. Persetujuan oleh Food and Drug
Administration (FDA) masih tertunda. Bila tidak berhasil dapat
dipertimbangkan untuk memasang pipa ventilasi (Grommet).

2. Obstruksi Tuba

Obstruksi tuba eustakhius dapat terjadi secara fungsional atau mekanik atau
bahkan keduanya. Obstruksi mekanik disebabkan dari (a) penyebab intrinsik seperti
peradangan atau alergi atau (b) penyebab ekstrinsik seperti tumor dinasofaring.
Obstruksi fungsional disebabkan oleh karena peningkatan kelenturan tulang rawan
yang tidak membuka secara fisiologis atau kegagalan mekanisme membuka tuba
aktif karena fungsi tensor veli palatini yang berkurang. Pada bayi dan anak-anak
memiliki tulang rawan yang lebih banyak sehingga lumen tuba eustakhius lebih
lentur yang menyebabkan tuba eustakhius kurang terbuka saat kontraksi otot tensor
veli palatini.

14
Gambar 5. Perbedaan lumen tuba eustakhius pada dewasa dan anak saat menelan.

Obstruksi tuba mekanik dapat terjadi secara intrinsik ataupun ekstrinsik. Secara
intrinsik disebabkan oleh kelainan mukosa lumen karena inflamasi yang dapat
menyempitkan diameter lumen. Inflamasi tersering karena infeksi atau alergi. Secara
ekstrinsik dapat disebabkan oleh obstruksi karena tumor yang menyempitkan atau
menghalangi lumen tuba eustakhius.

Gejala oklusi tuba termasuk otalgia, yang dapat ringan sampai berat, gangguan
pendengaran, sensasi popping, tinitus dan gangguan keseimbangan atau bahkan
vertigo. Tanda-tanda gejala oklusi tuba eustakhius bervariasi dan tergantung pada
lamanya gejala dan tingkat keparahan. Gejalanya diantaranya, retraksi membran
timpani, pergerakan kaku pada membran timpani, transudate terlihat di belakang
membran timpani dan gangguan pendengaran konduktif. Dalam kasus yang parah
seperti barotrauma, membran timpani tertarik secara signifikan dengan pendarahan
di lapisan subepitel, haemotympanum atau kadangkadang terjadi perforasi.

Patensi lumen tuba eustakhius juga dapat terjadi kelainan diantaranya tuba
patulous dan semipatulous. Tuba patulous yaitu terbukanya lumen tuba eustakhius
walaupun saat istiahat, sedangkan pada semipatulous, lumen tuba eutakius tertutup

15
saat istirahat namun mempunyai resistensi yang rendah dibandingkan resistensi pada
lumen tuba yang normal.

a. Obstruksi fungsional tuba eustachius

Obstruksi fungsional yang persisten dengan tekanan negatif pada telinga tengah
yang ditanda retraksi bermakna membran timpani, hal tersebut disebut
atelektasis. Tekanan negatif pada telinga tengah memudah terjadi aspirasi bakteri
dan virus dari nasofaring. Jika terjadi aspirasi bakteri dan virus dari nasofaring ke
telinga tengah dapat menyebabkan otitis media. Jika tidak terjadi aspirasi,
makayang terjadi adalah otitis media dengan efusi.

Fungsi tuba eustakhius terganggu pada pasien celah palatum karena: (a)
kelainan torus tubarius, yang menunjukkan kepadatan elastin yang tinggi
menyebakan lumen tuba eustakhius sulit untuk membuka, (b) tensor veli palatini
otot tidak menempel ke dalam tubarius torus dalam kasus 40% kasus dari kalainan
celah palatum. Otitis media dengan efusi sering terjadi pada pasien ini. Bahkan
setelah operasi, diperlukan pemasangan gromet untuk ventilasi telinga tengah.

Pada sindrom Down fungsi tuba eustakhius menurun karena berkurangnya


tonus otot tensor veli palatini dan bentuk yang abnormal dari nasofaring. Anak-
anak dengan sindrom ini rentan terhadap otitis media yang berulang atau otitis
media dengan efusi.

16
Gambar 6 Mekanisme obstruksi fungsional tuba eustakhius

b. Obtruksi mekanik tuba eustachius

Pada obstruksi intrinsik paling terjadi karena inflamasi pada lumen yang dapat
disebabkan oleh virus, bakteri atau alergi. Obstuksi pada bagian tulang dari tuba
eutakius biasanya disebabkan inflamasi akut atau kronik. Obtruksi total dapat
terjadi pada ujung muara telinga tengah. Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian
tulang rawan dari tuba eustakhius. Patogenesis obstruksi intrinsik sama halnya
dengan obstruksi fungsional.

Pada obstruksi ektrinsik dapat terjadi karena tekanan dari luar lumen yang
disebabkan oleh tumor nasofaring, adenoid atau lesi pada dasar tengkorak.
Adenoid menyebabkan disfungsi tuba oleh karena (a) obstruksi mekanik
pembukaan tuba, (b) bertindak sebagai reservoir untuk organisme patogen, (c)
dalam kasus alergi , sel mast dari jaringan adenoid melepaskan mediator inflamasi
yang menyebabkan penyumbatan tuba eustakhius. Dengan demikian, adenoid

17
bisa menyebabkan otitis media dengan efusi atau otitis media akut berulang.
Adenoidektomi dapat membantu mengurangi kedua kondisi tersebut.

Gambar 7. Mekanisme obstruksi mekanik intrinsik tuba eustakhius

18
Gambar 8. Mekanisme obstruksi mekanik ekstrinsik tuba eustakhius

c. Barotrauma (Aero-Otitis Media)

Perpindahan udara dari telinga tengah ke faring melalui tuba eustakhius terjadi
secara pasif bila terdapat tekanan lebih tinggi pada telinga tengah. Dalam situasi
sebaliknya, di mana tekanan udara nasofaring yang tinggi, udara tidak dapat
masuk ke telinga tengah kecuali tabung dibuka secara aktif oleh kontraksi otot
seperti menelan, menguap atau manuver valsava. Bila tekanan atmosfer lebih
tinggi dari telinga tengah (90 mmHg), tuba eustakhius akan "terkunci", yaitu
jaringan lunak faring ujung tabung masuk ke dalam lumennya. Jika terdapat
edema tuba eustakhius, bahkan perbedaan tekanan yang kecil menyebabkan tuba
eustakhius "terkunci". Tekanan negatif tiba-tiba di telinga tengah menyebabkan
retraksi membran timpani, hiperemis dan pembengkakan pembuluh darah,
transudasi dan pendarahan. Kadang-kadang meskipun jarang, ada pecah
membran labirin dengan vertigo dan gangguan pendengaran sensorineural.

19
Mekanisme bisa terjadi saat menyelam bawah laut, terbang atau perjalanan
udara, trauma kepala tumpul, dan terapi oksigen hiperbarik. Pada perjalanan
udara. Sebagai acuan tekanan, permukaan laut adalah 1atmosfer (ATM),
ketinggian 18.000 kaki adalah ATM. Selama lepas landas di dalam pesawat
terbang, tekanan udara menurun pada tingkat perkiraan 15 mmHg setiap
ketinggian 400 kaki. Selama mendarat, relatif tekanan udara meningkat.
"Tekanan" di dalam pesawat terbang adalah relatif dan tidak semua pesawat yang
sama. Sebuah pesawat biasanya bertekanan 8,5 psi, yang diartikan bahwa dalam
kabin pesawat hingga ketinggian 16.000 kaki memiliki tekanan sama pada
ketinggian permukaan laut, namun pada ketinggian 40.000 kaki, di dalam kabin
pesawat memmiliki tekanan yang sama dengan 7.000 kaki. Secara keseluruhan,
kabin bertekanan dapat mengurangi tetapi tidak akan menghilangkan risiko
barotrauma. Otalgia dirasakan ketika perbedaan tekanan yang melintasi membran
timpani melebihi 60 mm Hg dan lumen tuba eustakhius "terkunci" pada 90
mmHg. Membran timpani dapat terjadi perforasi pada tekanan, diperlukan
tekanan 100 mmHg sampai 500 mmHg. Implosive trauma telinga disebabkan
oleh peningkatan secara akut tekanan telinga tengah atau tekanan tulang
pendengaran memaksa kaki stapes ke vestobullum. Trauma telinga ledakan ini
disebabkan oleh peningkatan tekanan cairan cerebrospinal (CSF) atau manuver
valsava yang terlalu kuat, mengakibatkan peningkatan tekanan intracochlear dan
kemungkinan pecahnya oval atau round window.

Pada saat menyelam, nyeri biasanya terjadi karena ketidakmampuan atau


kegagalan untuk menyamakan tekanan telinga tengah. Gejala lain antara lain
nyeri pada wajah, gigi atau telinga, gangguan pendengaran mendadak, vertigo,
tinnitus, atau rasa penuh di telinga. Pada pemeriksaa dapat termasuk perdarahan
petekie, blebs di saluran telinga luar, efusi serosa, retraksi membran timpani,
gangguan pendengaran konduktif atau kadang-kadang gangguan pendengaran
sensorineural, dan hingga membran timpani pecah. Sebagai acuan tekanan,
permukaan laut adalah 1 ATM, 33 meter di bawah permukaan laut ialah 2 ATM,
dan 150 meter di bawah permukaan air laut ialah 3 ATM. Farmer
menggambarkan sistem penilaian untuk barotrauma telinga tengah : tipe I adalah
rasa penuh pada telinga dan nyeri, tapi pada otoskopi normal, tipe II adalah rasa

20
nyeri, penurunan pendengaran, membran timpani eritema, efusi , dan
hemotimpanum, dan tipe III adalah membran timpani perforasi.

Manajemen barotrauma tujuannya adalah untuk mengembalikan aerasi telinga


tengah. Hal ini dilakukan dengan kateterisasi atau politzerisation. Pada kasus
ringan, dapat diberikan tetes hidung dekongestan, nasal dekongestan atau
antihistamin oral. Dengan adanya cairan atau kegagalan medikamentosa,
miringotomi dapat dilakukan untuk "membuka " tuba eustakhius dan aspirasi
cairan. Pencegahan barotrauma dapat dicegah dengan langkah-langkah berikut :

1. Hindari perjalanan udara saat terjadi infeksi saluran pernapasan atas atau
alergi.

2. Menelan berulang kali selama pesawat mendarat. Mengunyah permen atau


permen karet.

3. Jangan biarkan tidur selama mendarat karena saat tidur tidak dapat menelan.

4. Autoinflation tabung oleh Valsava harus dilakukan sebentar-sebentar


selama keturunan .

5. Gunakan semprot hidung vasokonstriktor dan tablet antihistamin dan


dekongesan sistemik, setengah jam sebelum mendarat teruatama pada orang
dengan riwayat episode.

6. Pada barotrauma berulang, harus dicurigai polip hidung, deviasi septum,


alergi dan sinusitis kronis.

21
KESIMPULAN

Tuba eustakhius tidak hanya merupakan sebuah tabung namun sebuah organ yang
merupakan bagian dari sistem organ. Rongga hidung, palatum dan faring merupakan bagian
ujung proksimal dari tuba eustakhius dan telinga tengah serta sistem sel-sel gas mastoid
merupakan ujung bagian distal dari tuba eustakhius. Oleh karena itu fungsi dari tuba inipun
pasti berhubungan dengan sistem ini.

Ada tiga fungsi dari tuba eustakhius, diantaranya:

1. Sebagai pengatur tekanan (ventilasi) dari telinga tengah yang menyeimbangkan


tekanan gas di dalam telinga tengah dan tekanan atmosfir

2. Sebagai pelindung terhadap telinga tengah dari tekanan suara dan sekresi dari rongga
nasofaring.

3. Sebagai klirens (drainase) cairan yang dihasilkan di dalam telinga tengah yang
kemudian dialirkan ke nasofaring. Dari ketiga fungsi fisiologis tuba eustakhius, fungsi
yang paling utama adalah sebagai regulasi tekanan (ventilasi) di dalam telinga tengah,
dimana pendengaran akan optimal jika tekanan gas di telinga tengah relatif sama
dengan tekanan udara di kanalis auditorius eksterna.

Metoda dalam menilai fungsi tuba terutama menilai ventilasi tuba sudah banyak
tersedia bagi para klinisi dan harus digunakan sesuai indikasinya, mulai dari yang sederhana
hingga dengan menggunakan alat yang sudah canggih. Obstruksi tuba eustakhius dapat terjadi
secara fungsional atau mekanik atau bahkan keduanya. Obstruksi mekanik disebabkan dari (a)
penyebab intrinsik seperti peradangan atau alergi atau (b) penyebab ekstrinsik seperti tumor di
nasofaring. Patensi lumen tuba eustakhius juga dapat terjadi kelainan diantaranya tuba patulous
dan semipatulous. Tuba patulous yaitu terbukanya lumen tuba eustakhius walaupun saat
istiahat, sedangkan pada semipatulous, lumen tuba eutakius tertutup saat istirahat namun
mempunyai resistensi yang rendah dibandingkan resistensi pada lumen tuba yang normal.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Oreilly, Robert C. Sando, Isamu. Anatomy and Physiology of the Eustachian Tube.
In: Cummings Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 5th Edition. Mosby. 2010

2. Bluestone, Charles D, Klein, Jerome. Otitis Media and Eustachian Tube Dysfunction
In: Pediatric Otolaryngology. 4th Edition. Saunders, 2003

3. Bluestone, Charles D. Anatomy and Physiology of the Eustachian Tube System. In :


Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Fourth Edition. Edited by: Bailey B.J.
Lippincott Williams & Wilkin. 2006.

4. Snow Jr, JB; Ballenger, JJ. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
6th edition. BC Decker. 2003

5. Vicente, Javier. Trinidad, Almudena. Et al. Evolution of Middle Ear Changes After
Permanent Eustachian Tube Blockage. Arch Otolaryngol Head and Neck Surgery. Vol
133. June 2007

6. Straetmans, Masja. Heerbeek, Niels. Schilder, M. Eustachian Tube Function Before


Reccurence of Otitis Media With Effusion. Arch Otolaryngol Head and Neck Surgery.
Vol 131. Feb 2005

7. Martino, Ercole. Walther, Leif Erik. Westhofen, Martin. Endoscopic Examination of


the Eustachian Tube: A Step by Step Approach. Otology & Neurotolgy. Vol 26 .No.
6; page 1112-117. 2005

8. Effect of Surface Tension and Surfactant Administration on Eustachian Tube

Mechanics. J Appl Physiol Vol 93; page 1007-1014. 2002 Grimmer, JF. Poe, Dennis

S. Update on Eustachian Tube Dysfunction and the Patulous Eustachian Tube. Curr

Opin Otolaryngol Head Neck Surg. Vol 13; page 277-282. Lippincott Williams, 2005

9. Heerbeek, Niels. Avoort, Stijn. Sonotubometry. Arch Otolaryngol Head and Neck

Surgery. Vol 133. Aug 2007

23
10. Avoort, Stijn. Herbeek, Niels. Sonotubometry in Children With Otitis Media With

Effusion Before and After Insertion of Ventilation Tube. Arch Otolaryngol Head and

Neck Surgery. Vol 135. May 2009

11. Lino, Yukiko. Kakizaki, Keiko. Saruya, Shoji. Et al. Eustachian Tube Function in

Patients With Eosinophilic Otitis Media Associated With Bronchial Asthma

Evaluated by Sonotubometry. Arch Otolaryngol Head and Neck Surgery. Vol 132.

Oct 2006

12. Yagi, Nobuya. Haji, Tomoyuki. Honjo, Iwao. Eustachian tube patency detected by a

photoelectric method. The Laryngoscope. Vol 97, Issue 6, page 732-736, June 1987.

13. Dhingra PL. Disease of Ear Nose Throat. First Edition. Elsevier. 2007. Jackler RK,

Brackman DE. Neurotology. Second Edition. Elsevier. Philadelphia. 2005.

24

Anda mungkin juga menyukai