REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2016
NEURITIS OPTIKUS
OLEH :
Andres Rizaldy Kehi, S. Ked
PEMBIMBING
dr. Eunike Cahyaningsih Sp.M
HALAMAN PENGESAHAN
Referat ini diajukan oleh :
Nama
Fakultas
Bagian
Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. W.Z.
Johannes, Kupang.
Pembimbing Klinik
dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M
Ditetapkan di
: Kupang
Tanggal
()
September 2016
BAB I
PENDAHULUAN
kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel ganglion.
Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil.(3)
Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf sensorik.
Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidak
dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0-1,2 juta serat
saraf. (3)
Bagian nervus optikus
Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di bagi mejadi 4
bagian : (3)
anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh lemak orbital.
Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang berjalan
inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki mata dari
sebelah medial.
retrobulbar.
Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian menyatu
membentuk kiasma optikum.
cribrosa.
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri circle
of zinn
Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-cabang
arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari
arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri oftalmika.
penggelembungan
dari
ventrikel
ketiga
yang
menyebabkan tekanan pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis
atau arteri communican posterior.
5. Lesi saluran optik.
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil
kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi
optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan
dengan kelumpuhan saraf
ipsilateral.
Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberculosis, dan
aneurisma dari cerebellar atas atau arteri serebral posterior.
6. Lesi badan genikulatam lateral.
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil
minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.
7. Lesi radiasi optik.
Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan
radiasi optic total mengakibatkan hemianopsia homonim total.
Hemianopia quadrantic inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi
lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia
quadratic superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus
temporal (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari
radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan
sekunder, serta trauma.
8. Lesi korteks visual.
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang
dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak
senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi
kortetk visual.
o Idiopatik
o Sklerosis multiple
o Neuromielitis optika (penyakit Delvic)
b. Diperantarai imun
- Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air, influenza,
mononukleosis infeksiosa)
- Neuritis optik pascaimunisasi
- Ensefalomielitis diseminata akut
- Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)
- Lupus eritematosus sistemik
- Penyakit leber
c. Infeksi langsung
- Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus
d. Neuropati optik granulomatosa
- Sarkoidosis
- Idiopatik
e. Penyakit peradangan sekitar
- Peradangan intraocular
- Penyakit orbita
- Penyakit sinus, termasuk mukormikosis
- Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis
f. Intoksikasi racun eksogen
-
g. penyakitmetabolic
-
2.5 Patofisologi
Demielinasi pada neuritis optik diduga melibatkan episode kerusakan mielin
yang berurutan pada sebagian besar kasus, dengan penyembuhan yang cepat dan
berdekatan pada setiap episodenya. Walaupun terdapat pada sebagian kecil pasien
yang langsung mengalami perburukan visus/ penglihatan pada serangan pertama dan
terjadi progresif visual loss pada penyakit multiple sklerosis.(5)
Patogenesis dari neuritis optik belum sepenuhnya diketahui, namun diduga
berkaitan dengan demielinasi pada nervus optikus yang melibatkan proses inflamasi
diperantarai oleh sel- sel T-Limfosit yang masuk kedalam blood-brain barrier dan
menyebabkan delayed type IV hypersensitivity reaction, hal tersebut menyebabkan
pelepasan cytokine dan mediator inflamasi kemudian merusak myelin, sel- sel neuron
dan degenerasi dari akson.(3,5)
Dalam reaksi tersebut myelin nervus optikus mengalami destruksi sehingga
akson hanya dapat memberikan impuls listrik dalam jumlah yang sangat kecil. Bila
keadaan ini terus menerus terjadi, maka sel ganglion retina aka mengalami kerusakan
ireversibel. Setelah destruksi myelin berlangsung, axon dari sel ganglion retina akan
mulai berdegenerasi. Monosit melokalisir daerah tersebut diikuti oleh makrofag untuk
memfagosit myelin. Antrosit kemudian berproliferasi dengan diikuti deposisi jaringan
sel glia. Daerah gliotik (sklerotik) dapat berambah jumlahnya dan meluas ke otak dan
medulla spinalis (multipel sklerosis).(5)
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi
dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing.
melebihi hilangnya akson. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan
mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik
kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi
sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel
B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di
cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan
dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu
diantara pasien Neuritis optikus.(5)
Penurunan visus dan kerusakan visus yang permanen (40-60%) pada pasien
neuritis optikus dikarenakan rusaknya serabut akson dan adanya penipisan dari retinal
nerve fibre layer (RNFL). Ditambah dengan adanya blok konduksi karena kerusakan
myelin pada nervus optikus.(3)
Dari sebuah studi kasus, kerusakan axon yang irreversible dapat terjadi pada
proses awal penyakit. Bebrapa study menunjukkan pada individu dengan serangan
akut optik neuritis selama 3 bulan dapat menyebabkan adanya kerusakan axon/
axonal injury dan penipisan dari retinal nerve fibre layer (RNFL) pada 74% kasus,
sedangkan pada studi yang lain menunjukkan adanya penipisan pada RNFL yang
signifikan bila dibandingkan dengan mata sebelahnya yang normal atau dibandingkan
dengan mata control yang normal.(1,3)
Gambaran perbaikan secara klinis , karena demielinasi yang menyebabkan
gangguan konduksi dan cedera pada axon pada satu jalur kemudian adanya
remielinasi dan kompensasi dari system neuronal yang lainnya dapat menggambarkan
adanya perbaikan secara klinis.(3)
2.6 Gambaran Klinis
Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada papilitis, dimana
saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis retrobulbar yang
mengenai saraf ekstra okular. (6)
1). Gambaran akut
-
Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat mengenai kedua mata
terutama pada anak-anak.
Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien.
Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah
gejala awal.
Diskus
optik
terlihat
mengecil
dan
pucat,
terutama
di
daerah
1. Anamnesa
Riwayat pasien dengan sklerosis multipel dapat ditanyakan apakah
mempunyai riwayat neuritis optik yang berulang, ditanyakan apakah pernah
terjadi keluhan yang sama sebelumnya. Gejala subjektifnya antara lain :
Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang
mengenai satu atau kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien memiliki
visus lebih baik dari 20/40 pada serangan pertama, sepertiga lagi juga dapat
belakang kepala
Adanya defek lapangan pandang.
Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu tubuh
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan
sistemik
yang
diperlukan
diantaranya
analisa
cairan
serebrospinal (CSF) yang terdiri dari total protein, albumin IgG, IgA, IgM, glukosa,
laktat, cell count, analisis mikrobiologi/virulogi dan oligoclonal band. Pemeriksaan
darah lengkap dan serologi diperlukan terutama pada pasien dengan kecurigaan
infeksi dan inflamasi seperti SLE, sifilis, sarkoidosis. Foto polos thoraks harus
dilakukan pada pasien dengan suspek Tuberkulosis yang akan diberikan terapi
kortikosteroid.(7)
Papilaedema
Iskemik
Gejala Visus
Visus sentral
Visus tidak
Optik Neuropati
Defek akut
hilangcepat, progresif;
hilang;kegelapan
lapangan pandang;
jarang
transien
biasanyaaltitudinal;
ketajaman bervariasi-
Sakit kepala,
turun akut
Biasanya nihil;
mual,muntah, tanda
arteritiskranial
Sakit bergerak
fokalneurologik lain.
Tidak ada.
perludisingkirkan
Tidak ada.
bilateral
orangdewasa; sering
Selalu bilateral
Khasunilateral pada
padaanak-anak
dengan pengecualian
stadiumakut, mata
yangsangat jarang;
kedua
dapatasimetris
terlibat subsequently
Lain
dengangambaran
sindrom Foster
Gejala Pupil
Tidak ada
Tidak ada
Kennedy
Tidak ada
isokoria;reaksi sinar
isokoria;reaksi normal
isokoria;reaksi sinar
neuritis
Penglihatan
Warna
Ketajaman
infark disk
Normal
Biasanya menurun
Normal
Visus
Ketajaman
bervariasi;hilang
hebat/NLP (nolight
perception)
Ada.
Tidak ada
(vitreus)
Fundus
Retrobulbar;normal
Papilitis
Derajat
Biasanya edema
derajat pembengkakan
pembengkakandisk
disk segmental
disk bervariasi
Pulsasi vena
bervariasi, hemoragi
pallid,dengan sedikit
hemoragilidah api
Defek
kampus
Prognosis Visus
inferior altitudinal.
Visus biasanya
Baik
Prognosis baik
kembalinormal atau
denganmenghilangkan
tingkatfungsional
kausatekanan intra-
kedualama untuk
kranial
terlibatdalam 1/3
kasusidiopatik.
Ciri Khas
Papilitis
AAION
Atrofi Papil
Sekunder
1.Lesi
Biasanya
unilateral
Biasanya
Neuritis
Retrobulbar
Kompresi
Optik
-unilateral
-bilateral
Neuropati
-Unilateral
- Penurunan
-penurunan
-Kehilangan
unilateral,
namun bias
juga bilateral
2.Gejala
(i) Visual
-Kehilangan
penglihatan
tiba-tiba
dengan
refraktif error
- Penurunan
tajam
penglihatan
tajam
penglihatan
secara tiba-tiba
mendadak
penglihatan
yang berat
-penglihatan
Penglihata
n
warna
terganggu
(ii) Nyeri
-Bisa disertai
pergerakan
-Tidak
-tidak
bola mata
-tidak nyeri
-nyeri sekitar
bola mata
3.Pemeriksaan
Fundus
(i) Media
(ii) Warna diskus
Pinggir
-Keruh pada
posterior
vitreous .
-Hiperemia
- Bening
-Pucat
-Kabur
-bening
-pucat
-jernih
-merah
kekuningan
diskus
-putih,
Edema diskus
(iii) Edema
Peripapillary
(iv) Venous
engorgement
(v) Pedarahan
Retina
(vi) Retinal
-Kabur
-Bengkak
-Biasanya tidak
-Ada
lebih 3 diopter
-Tidak ada
-Ada
kabur,batas
-merah
-tidak ada
tegas
-tidak ada
-Jelas
-Kurang jelas
-Jelas
-Biasanya tidak
-Tidak ada
ada
-ada
-tidak ada
-tidak ada
-kurang jelas
exudates
(vii) Makula
-tidak ada
-Macular Fan
- tidak ada
bisa ada
4.Lapangan
-Central
Scotoma
-Central
Tidak ada
Central skotoma -central
scotoma
-central
skotoma,
skotoma
parasentral dan
cincin
2.9 Penatalaksanaan
ONTT (Optic Neuritis Treatment Trial) menyatakan bahwa pengobatan
dengan kortikosteroid tidak lagi memiliki efektifitas jangka panjang terhadap
perbaikan visus, meskipun penggunaan metilprednisolone iv 250 mg setiap 6 jam
selama 3 hari, diikuti dengan pemberian prednison oral 1mg/kgBB/hari untuk 11 hari,
dapat mempercepat pemulihan hingga 1-2 minggu. Prednison oral tidak menunjukkan
efektifitas yang bermakna dan malah meningkatkan risiko kekambuhan dua kali lipat
sehingga penggunaannya saat ini tidak dianjurkan. (8)
Pengobatan saat ini mengkombinasikan metilprednisolone iv dengan terapi
imunomodulator untuk mengurangi risiko kekambuhan dan mencegah timbulnya
multipel sklerosis pasca neuritis optik akut. (8)
Menurut Wills Eye Manual, terapi terhadap neuritis optik adalah sebagai
berikut: (3)
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
b.
c.
d.
Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil
MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi
lanjutan.
2.10 Prognosis
Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak timbulnya
gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan visus biasanya
terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang jelek sewaktu episode akut
biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek. (3)
Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang
menjadi multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic
demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang normal
dan 56% pada lesi matter putih. Patient dengan neuritis optikus episode pertama
dengan hasil MRI otak abnormal, interferon -1a telah terbukti dapat mengurangi
risiko terjadiny multiple sclerosis sebanyak 25%.(3)
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92%
pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun
demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal. (2)
BAB III
KESIMPULAN
Neuritis optik adalah penyakit inflamasi akut atau subakut atau suatu proses
demielinisasi yang mempengaruhi saraf optik. Neuritis optikus tidak berdiri sendiri,
namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah
multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Neuritis
optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit
manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada 50%
perjalanan penyakit multipel sklerosis. (1,3)
DAFTAR PUSTAKA
1. A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12
New Age International 2007. P 288-96.
2. Kurne A, et al. Recurrent optic neuritis: clues from a long-term follow up
study of recurrent and bilateral optic neuritis patients. Eye and Brain 2010:2
15-20
3. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and
Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52
4. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th edition.
2005. Stuttgart : Thieme. p 130 137.
5. Hoorbakht H, Bagherkashi F. Optic Neuritis, Its Differential Diagnosis and
Management [Internet].India :
8].
Avaible
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3414716/
6. Budiono A. Nervus Optikus. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Uiversitas Riau
RSUD Arifin Achmad. 2008
7. Lutfi D. Prasetiyono H, Loebis R, Suhartono G, Yughantoro D. Bilateral Optic
Neuritis in Children Due to Multiple Sclerosis. Journal Oftalmologi Indonesia
Vol.7 No.4 Desember 2010
8. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and
Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52.