Disusun oleh :
1. Anti Purditasari 4151181453
2. Selma Najwah Maharani 4151181472
3. Shiva Valeska Ardhaniswari 4151181480
4. Jovy Yudha Tamba 4151181498
Pembimbing:
DEFINISI ............................................................................................................. 3
KLASIFIKASI BENDA ASING ............................................................................ 3
TANDA DAN GEJALA ........................................................................................ 3
EPIDEMIOLOGI .................................................................................................. 4
ETIOLOGI dan FAKTOR PREDISPOSISI........................................................... 4
ILMU KEDOKTERAN DASAR ............................................................................ 6
1.Anatomi Bronkus ........................................................................................... 6
2.Histologi Bronkus........................................................................................... 8
3.Mekanisme Batuk ........................................................................................ 12
PATOGENESIS dan KOMPLIKASI .................................................................. 13
PEMERIKSAAN PENUNJANG ......................................................................... 14
PENATALAKSANAAN ..................................................................................... 15
PROGNOSIS ..................................................................................................... 17
ASPEK PBHL ................................................................................................... 17
Medical Indication ........................................................................................... 17
Patient Preferrences ....................................................................................... 17
Quality of Life ................................................................................................. 18
Contextual Features ....................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19
2
DEFINISI
Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar tubuh atau
dari dalam tubuh ke saluran napas. Benda asing pada saluran napas merupakan
keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Keterlambatan
penanganan dapat meningkatkan terjadinya komplikasi bahkan kematian. Aspirasi
benda asing di bronkus sering menyebabkan gangguan pernapasan dan menjadi
penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi, karena dapat mengakibatkan
gangguan napas akut, penyakit paru kronis, dan bahkan kematian.1,2
3
katup. Bronkus mengembang pada inspirasi dan memungkinkan lewatnya udara
ke paru-paru distal. Pada ekspirasi terjadi kontraksi bronkus di sekitar benda asing,
sehingga udara terperangkap di paru-paru distal. Keadaan ini menimbulkan
emfisema di perifer dari benda asing tersebut. Jika benda asing dibiarkan, dapat
menimbulkan pneumonia, abses atau perdarahan.3,5
EPIDEMIOLOGI
Kasus tertelannya benda asing sering terjadi pada populasi anak-anak.
Aspirasi benda asing dapat menyebabkan kelainan yang serius dan bahkan
menyebabkan kematian. Menurut data National Safety Council tahun 1995, sesak
napas karena penyebab mekanik mencakup 5% (167 kasus) dari semua penyebab
kematian yang tidak disengaja pada populasi anak di bawah usia 4 tahun di
Amerika Serikat.
Sebagian besar dari kematian ini terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun
(81 kematian, yang mencakup 10% dari kematian yang tidak disengaja pada anak
6,7
yang berusia kurang dari 1 tahun) . Sebagian besar kasus terjadi pada anak
berusia kurang dari 3 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia rata-
rata adalah 1–2 tahun.
Berbeda dengan orang dewasa, benda-benda asing yang tertelan oleh anak-
anak cenderung tersangkut di sisi kanan. Hal ini disebabkan karena anatomi
bronkus anak-anak memiliki sudut yang lebih landai pada bronkus kanan
dibandingkan bronkhus kiri hingga usia kurang lebih 15 tahun.
4
berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan dan yang berasal dari kerangka
binatang seperti tulang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, dan batu.
Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda asing yang bersifat iritatif dan non-
iritatif. Benda asing endogen berupa sekret kental, darah, bekuan darah dan lain-
lain.
Berikut adalah jenis-jenis benda asing berdasarkan asalnya8,9
1. Benda asing eksogen
Berasal dari luar tubuh, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Benda
asing eksogen dapat berupa zat padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat
terdiri dari zat organik seperti kacang - kacangan (yang berasal dari tumbuhan
tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti
paku, jarum, peniti, batu, kapur barus (naftalen) dan lain-lain. Benda asing
eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan
benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.
2. Benda asing endogen
Berasal dari dalam tubuh. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental,
darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkejuan, dan membran difteri. Cairan
amnion, mekonium dapat masuk ke dalam saluran napas bayi pada saat proses
persalinan.
Berdasarkan sifatnya benda asing dibagi menjadi benda asing mati dan benda
asing hidup.10
1. Benda asing hidup, yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah, dan cacing.
2. Benda asing mati, yang tersering yaitu manik manik, baterai logam, kancing baju.
Kapur barus merupakan kasus yang jarang namun mengandung naftalen yang
bersifat sangat mengiritasi. Kasus baterai logam di hidung juga harus
diperlakukan sebagai kasus gawat darurat yang harus dikeluarkan segera,
karena kandungan zat kimianya yang dapat bereaksi terhadap mukosa hidung.
Berdasarkan konsistensinya benda asing dapat juga digolongkan menjadi
benda asing yang lunak seperti kertas, kain, penghapus, sayuran, dan benda asing
yang keras seperti kancing baju, manik-manik, baterai dan lain-lain. Faktor
predisposisinya yaitu:11
1. Faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal)
2. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal (keadaan tidur, kesadaran
menurun, alkoholisme dan epilepsy).
5
3. Faktor fisik (kelainan dan penyakit neurologik)
4. Proses menelan yang belum sempurna pada anak
5. Faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis)
6. Ukuran, bentuk serta sifat benda asing
7. Faktor dental, medikal dan surgikal (antara lain tindakan bedah, ekstraksi gigi,
belum tumbuhnya gigi molar pada anak yang berumur < 4 tahun)
8. Faktor kecerobohan (antara lain meletakkan benda asing di mulut, persiapan
makanan yang kurang baik, makan atau minum yang tergesa-gesa, makan
sambil bermain (pada anak-anak), memberikan kacang atau permen pada anak
yang gigi molarnya belum lengkap.
6
Anatomi Bronkus.
7
2. Histologi Bronkus
Trakea bercabang di luar paru-paru dan membentuk bronkus primer kanan
dan kiri (ekstrapulmonal) kemudian menjadi bronkus yang lebih kecil dan masuk
ke dalam paru (intrapulmonal). Di dalam paru (intrapulmonal) cincin tulang rawan
hialin digantikan oleh lempeng tulang rawan hialin tidak beraturan yang
mengelilingi bronkus. Sewaktu bronkus terus bercabang dan berkurang
ukurannya, jumlah dan ukuran lempeng tulang rawan juga berkurang. Bronkus
ekstrapulmonal maupun intrapulmonal dilapisi epitel bertingkat semu silindris
bersilia yang ditunjang oleh lapisan tipis lamina propria, jaringan ikat halus dengan
serat elastik dan beberapa limfosit. Selapis tipis otot polos mengelilingi lamina
propria dan memisahkannya dari submukosa. Submukosa mengandung kelenjar
bronkialis seromukosa (Eroschenko, 2012). Menurut Mescher dalam buku Atlas
Histologi dasar Junqueira, 2012 setiap bronkus primer bercabang-cabang dengan
setiap cabang yang mengecil sehingga tercapai diameter sekitar 5 mm. Mukosa
bronkus besar secara struktural mirip dengan struktur trakea, kecuali pada
susunan kartilago dan otot polosnya.14
8
Histologi Bronkus
9
Bronkus Terminalis
10
a.) Sistem Mukosiliar
Perangkat mukosilier memegang peranan penting pada jalan nafas, yaitu
sebagai pertahanan mekanis dengan cara menangkap partikel pada permukaan
epitel jalan nafas dan membersihkannya dari traktus trakeobronkial melalui
pergerakan silia. Mekanisme ini disebut transport mukosiliar mengandung
komponen penting yaitu lapisan mucus yang menangkap partikel inhalasi dan
mengeluarkannya dari saluran pernafasan dengan adanya pergerakan silia, serta
periciliary layer (PCL) yang menyediakan lingkungan yang baik bagi silia untuk
bergerak.15
b.) Refleks Batuk
Refleks batuk merupakan suatu mekanisme pertahanan untuk menjaga
kebersihan saluran pernafasan pada saat transport mukosiliar sudah tidak efektif
lagi. Transport mukosiliar tidak efektif bila terjadi peningkatan sekresi mucus,
inflamasi, infeksi, atau gangguan fungsi silia. Reflex batuk penting untuk
meningkatkan fungsi pembersihan terhadap hasil sekresi dan partikel asing serta
melindungi dari aspirasi. Pada kondisi normal batuk akan melindungi saluran nafas
dan paru.16
Refleks batuk dapat terjadi secara involunter atau tidak disadari dan secara
volunter atau secara sadar diinduksi atau ditekan oleh penderita. Serat aferen
nervus vagus akan masuk ke batang otak melewati nucleus tractus solitarius
(nTS). Nukleus ini memiliki jalur untuk mengirimkan informasi kepada sekelompok
neuron yang berfungsi dalam regulasi pernapasan, yaitu ventral respiratory group
(VRG). Impuls akan dikirimkan oleh VRG kepada motor neurons (MNs) untuk
mengontrol durasi dari fase inspirasi, kompresi, dan ekspirasi batuk, serta
mengatur regulasi otot pernapasan (Gambar 7). Refleks batuk tidak hanya diatur
oleh batang otak, melainkan juga dapat diatur oleh bagian otak (korteks dan
subkorteks). Pengaturan batuk oleh otak akan menghasilkan penekanan batuk
dan juga batuk yang disadari. Kesadaran akan batuk memerlukan suatu proses
pada korteks otak yang mengolah informasi sensori dari saluran pernapasan dan
menghasilkan perilaku batuk yang bertujuan untuk membersihkan saluran
pernapasan. Rangsangan yang sudah diolah akan dikirim kembali oleh serabut
saraf eferen N.vagus, n.frenikus, n.interkostalis dan lumbaris, N.trigeminus,
N.fasialis, dan N.hipoglossus menuju ke efektor yang terdiri dari otot-otot laring,
11
trakea, bronkus, diafragma, dan otot pernapasan. Daerah efektor adalah tempat
terjadinya mekanisme batuk.16
3. Mekanisme Batuk
Refleks batuk terjadi dalam empat fase, yaitu fase iritasi, fase inspirasi, fase
kompresi, dan fase ekspirasi.16,17
1. Fase iritasi
Fase iritasi ditandai dengan terangsangnya reseptor batuk oleh berbagai jenis
iritan sampai dengan penyaluran kembali rangsangan yang telah diolah di pusat
batuk kepada organ efektor.
2. Fase inspirasi
Fase inspirasi dimulai pada saat terjadi abduksi aktif dari glotis sehingga glotis
terbuka. Abduksi ini disebabkan oleh kontraksi dari muskulus abduktor pada
kartilago aritenoid. Volume udara yang diinspirasi bervariasi jumlahnya. Pada
orang dewasa, volume pada saat inspirasi berkisar antara 200 – 3500 ml di atas
kapasitas residu fungsional. Volume inspirasi yang besar ini menyebabkan
tekanan subglotis semakin kuat sehingga ekspirasi dapat terjadi lebih cepat dan
kuat.
3. Fase kompresi
Fase kompresi dimulai dengan tertutupnya glotis selama 0,2 detik sehingga
mengakibatkan terjebaknya udara di dalam paru. Penutupan glotis yang
dikombinasi dengan kontraksi muskulus dinding dada, diafragma, dan dinding
abdomen menghasilkan peningkatan yang cepat dari tekanan intratorakal.
Tekanan pada subglotis dapat mencapai 300 cm H2O.
4. Fase ekspirasi
Udara bertekanan tinggi dari paru akan mendesak terbukanya glotis dan
menghasilkan aliran udara ekspirasi yang kuat diiringi timbulnya suara batuk. Arus
udara ekspirasi maksimal akan tercapai dalam waktu 30-50 detik setelah
terbukanya glotis. Kecepatan udara yang dihasilkan pada fase ini dapat mencapai
800 km/jam. Tekanan intrapleura yang tinggi menyebabkan kompresi dinamis dan
kolapsnya saluran pernapasan utama. Tekanan pada saluran pernapasan besar
menurun dengan cepat. Udara yang mengalir dengan cepat biasanya membawa
benda asing yang terdapat dalam bronkus dan trakea. Pola batuk tergantung pada
tempat dan jenis rangsangan yang diterima. Rangsangan mekanis pada laring
menyebabkan fase ekspirasi yang timbul dengan segera. Hal ini mungkin untuk
12
mencegah aspirasi pada saluran pernapasan. Rangsangan pada bagian distal dari
laring menyebabkan fase inspirasi yang lebih nyata.18 Mekanisme batuk
membantu pengeluaran benda asing dari saluran pernapasan, baik benda asing
dari luar (eksogen) maupun yang diproduksi oleh saluran pernapasan sendiri
(endogen).
Benda asing di bronkus, lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan, karena
bronkus kanan hampir merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan bronkus
kiri membuat sudut dengan trakea. Pasien dengan benda asing di bronkus yang
datang ke rumah sakit kebanyakan berada pada fase asimtomatik. Pada fase ini
keadaan umum pasien masih baik dan foto rontgen toraks belum memperlihatkan
kelainan.3
Pada fase pulmonum, benda asing berada di bronkus dan dapat bergerak ke
perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu secara
progresif, dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan
mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkannya bervariasi,
tergantung pada bentuk, ukuran dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema,
atelektasis, drowned lung serta abses paru.3
Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran napas
dengan gejala laringotrakeabronkitis, toksemia, batuk dan demam ireguler. Tanda
fisik benda asing di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda asing dari
satu sisi ke sisi lain dalam paru. Benda asing organik, seperti kacang-kacangan,
mempunyai sifat higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air,
13
serta menyebabkan iritasi pada mukosa. Mukosa bronkus menjadi edema, dan
meradang, serta dapat pula terjadi jaringan granulasi di setiap benda asing,
sehingga gejala sumbatan bronkus makin menghebat. Akibatnya timbul gejala
laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk dan demam yang tidak terus menerus
(irreguler).3
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan, dan
lebih mudah didiagnosis dengan pemeriksaan radiologik, karena umumnya benda
asing anorganik berfifat radioopak.3
Benda asing yang terbuat dari metal dan tipis, seperti penit, jarum, dapat
masuk ke dalam bronkus yang lebih distal, dengan gejala batuk spasmodik. Benda
asing yang lama berada di bronkus dapat menyebabkan perubahan patologik
jaringan, sehingga menimbulkan komplikasi, anatara lain penyakit paru kronik
supuratif, bronkiektasis, abses paru dan jaringan granulasi yang menutupi benda
asing.3,18
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebagian besar benda asing yang tertelan bersifat radiolusen. Oleh karena itu,
hasil foto x-ray hanya menunjukkan bukti tidak langsung dari aspirasi, seperti
atelektasis, dan air trapping. Penemuan yang paling sering dari X-ray yaitu, normal
tanpa kelainan, air trapping, pergeseran mediastinum, atelektasis, pneumonia,
lobar collapse,konsolidasi, dan benda asing radioopak.19
X-ray rutin dilakukan dari dua posisi, yaitu anterioposterior dan lateral (gambar
1). Gambar 1. Foto anteroposterior (A) dan lateral (B) menunjukkan gambaran
radioopak benda asing di trakea. Fluoroskopi merupakan metode yang lebih
sensitf untuk menilai pergerakan mediastinum dan diafragma. Beberapa teknik
pencitraan lainnya seperti MRI dan VQ-scan mempunyai keterbatasanmasing-
masingdalammendiagnosa aspirasi benda asing.
14
Anestesi dapat digunakan untuk mereka yang kurang kooperatif, tetapi akan
meningkatkan risiko terjadinya obstruksi saluran napas.19
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan aktif dilakukan sebelum anak dibawa ke rumah sakit.
Sebagian besar anak mengalami batuk yang kuat sebagai refleks untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Selama anak tersebut masih dapat batuk,
menangis atau berbicara, tidak diperlukan penatalaksanaan lebih lanjut. Hal-hal
yang memerlukan tindakan cepat adalah jika terjadi penutupan sempurna dari
jalan napas, di mana udara tidak dapat masuk ataupun keluar, yang ditandai
dengan ketidakmampuan mengeluarkan suara. Untuk anak yang berusia kurang
dari 1 tahun, back slaps atau chest thrust dapat dilakukan dengan letak kepala
anak di bawah. Untuk yang berusia di atas 1 tahun, Heimlich maneuver
15
direkomendasikan. Manuver ini bertujuan untuk mendorong diafragma ke atas
sehingga meningkatkan tekanan intratorakal dan tekanan intratrakeal yang dapat
mendorong benda asing tersebut. Namun, teknik ini tidak luput dari komplikasi
yang mungkin terjadi.20
Terdapat 2 jenis bronkoskopi, yaitu fleksibel dan rigid, di mana tipe rigid dibagi
lagi menjadi ventilating dan Venturi. Bronkoskopi fleksibel digunakan untuk
ekstraksi benda asing yang berada di jalan napas distal dan bronkus atas karena
diameternya yang kecil dan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan
21
bronkoskop rigid.
16
Penatalaksanaan benda asing saluran napas membutuhkan berbagai metode
penatalaksanaan dapat dilakukan tindakan berupa laringoskopi, bronkoskopi
fiberoptik fleksibel, bronkoskopi kaku dan torakotomi. Penggunaan bronkoskopi
dalam penatalaksanaan kasus ini menurunkan tindakan pembedahan torakotomi.
Bronkoskopi kaku merupakan baku emas penatalaksanaan aspirasi benda asing
pada percabangan trakeobronkial yang tampak secara langsung. Bronkoskop
kaku merupakan pilihan untuk ekstraksi benda asing yang teraspirasi pada anak
karena ventilasi lebih terjamin karena mempunyai konektor yang dihubungkan
dengan oksigen, lebih mudah untuk melakukan tindakan dan bisa untuk mengatasi
perdarahan. Intervensi awal menggunakan bronkoskop kaku diikuti dengan
ekstrasi menggunakan cunam (grasping forcep) atau ekstraktor magnetik
memungkinkan pengangkatan benda asing dengan mudah dan aman.
Penanganan benda asing tajam secara teliti dapat mencegah komplikasi dan
morbiditas. Kegagalan pengangkatan benda asing akibat impaksi, terutama benda
asing logam dengan ujung tajam memerlukan terapi torakotomi.20,22
PROGNOSIS
Tinjauan retrospektif mengidentifikasi bahwa tingkat kematian pasien anak
dengan aspirasi benda asing sebesar 2,5%. Benda asing yang berada lebih bawah
pada saluran pernapasan menjadikan kemungkinan kematian yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan yang posisi benda asing berada di proksimal.18
ASPEK PBHL
Medical Indication
KDM Beneficence, dengan kriteria Menerapkan Golden Rule Principle dimana
dokter harus memperhatikan semua prosedur diagnostik yang sudah menjadi
standar pada pasien serta melakukan terapi yang sesuai dan meminimalisasi
akibat buruk dari perjalan penyakit.
Patient Preferrences
KDM Autonomi, pasien harus kompenten dalam pemahaman terhadap
informasi dan pengambilan keputusan. Hal yang terkait yaitu mengenai informed
consent diserahkan kepada pasien atau ibu pasien jika pasien seorang anak kecil.
17
Quality of Life
KDM Beneficence: dokter memiliki kewajiban meminimalisasi akibat buruk
yang dapat terjadi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, dengan cara
memberikan penatalaksanaan yang sesuai dengan derajat penyakit.
Contextual Features
KDM Justice: Dokter mempunyai kewajiban mendistribusikan keuntungan dan
kerugian atas tindakan medis kepada pasien serta menjaga kelompok yang rentan
dan dokter juga tidak boleh membeda-bedakan pasien dari staus social, dan RAS
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ragab A, Ebied OM, Zalat S. Scarf pins sharp metallic tracheobronchial
foreign bodies: presentation and management. 2007; 71(5): 769–73.
2. Cohen S, Avital A, Godfrey S, Gross M, Kerem E, Springer C. Suspected
foreign body inhalation in children: What are the indications for bronchoscopy.
J Pediatr. 2009; 155(2): 276–80.
3. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok edisi V cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta. 2001
4. Pradjoko Isnu, Syafa’ah Irmi, dan Subianto Aries. 2017. Aspira Jarum Pentul
yang Tertanam 10 hari di Bronkus Kanan Seorang Remaja. Jurnal Respirasi.
3(2), 47.
5. Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of
otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, hal; 467-468. 1997.
6. Al-Sarraf N, Eddine HJ, Khaja F, Ayed AK. Headscarf pin tracheobronchial
aspiration: a distinct clinical entity. Interactive CardioVascular and Thoracic
Surgery. 2009; 1(1): 187–190.
7. Ghai A, Wadhera R, Hooda S, Kamal K, Verma V. Subglottic Foreign Bodies-
Two Case Reports. Anesth, Pain & Intensive Care. 2008; 12(1): 27-29.
8. Junizaf MH. 2018. Benda Asing di Saluran Nafas. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi ke 7. Jakarta: FKUI
9. Novialdi, Rahman S. 2006. Benda Asing Batu Kerikil di Bronkus. Bagian
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang.
http://repository.unand.ac.id/diunduh pada tanggal 20 April 2016.
10. Shrestha I, Shrestha BL, Amatya RCM. Analysis of Ear, Nose and Throat
Foreign Bodies in Dhulikhel Hospital. Khatmandu University Medical Journal.
Nepal: 2012.
11. Widiastuti D, Chair I. Aspirasi Kacang pada Anak. Sari Pediatri. Jakarta. 2003
12. Scanlon VC, Sanders T, Davis FA. Essential of Anatomy and Physiology.
5thed. 2007
13. Kaminsky DA, ed. The netter collection of medical illustrations. 2nd ed.
Philadelphia: Saunders; 2011. p. 16-27
14. Eroschenko, V. P. (2012). Atlas Histologi diFiore. jakarta: EGC.
19
15. Paramita DV, Juniati SH. Fisiologi dan Fungsi Mukosiliar Bronkus. Jurnal THT
- KL Vol.9, No.2, Mei - Agustus 2016, hlm. 64 – 73.
16. Fitriah H, Juniati SH. Peran traktus trakeobronkial dalam proteksi paru. Jurnal
THT-KL.
17. Chernick V. 2012. Physiology of cough. In : Haddad GG, Abman SH, Chernick
V, eds. Basic mechanisms of pediatric respiratory disease 2nd ed. Ontario:
BC Deck.
18. Cramer N, Jabbour N, Tavarez MM, et al. Foreign Body Aspiration. [Updated
2019 Dec 20]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2020 Jan.
19. Huang HD, Fang HY, Chen HC, Wu CY, Cheng CY, Chang CL. Three
dimensional computed tomography for detection of tracheobronchial foreign
body aspiration in children. Pediatric surge lat 2008;24:157-60
20. Fitri F, Prijadi J. Bronkoskopi dan Ekstraksi Jarum Pentul pada Anak Jurnal
Kesehatan Andalas. 2014; 3(3): 538-544.
21. Elmustafa OM, Osman WN. A clinical experience with sharp bronchial foreign
bodies in Sudanese patients. Sudanese Journal of Public Health 2009; 4(2):
256-258.
22. Eroglu A, Kurkcuoglu IC, KaraoglanogluN, Yekeler E, Aslan S, Basoglu A.
Tracheobronchial Foreign Bodies: A 10- Year Experience. Turkish Journal of
Trauma & Emergency Surgery 2003; 9(4): 262-266.
20