Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

TERAPI OKSIGEN

Pembimbing:
dr. Albert Daniel Solang, Sp.A(K)

Disusun oleh:
Ella Risa Marbun
2065050114

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 05 OKTOBER – 31 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu pemenuhan tugas kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Referat yang berjudul
“Terapi Oksigen” ini diharapkan dapat memiliki manfaat bagi penulis serta pembaca referat ini.

Penulis menyadari bahwa di dalam melaksanakan Pendidikan Kepaniteraan Ilmu Kesehatan


Anak terdapat kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan arahan dari
dosen pembimbing serta para dokter pengajar, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan
referat ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Albert Daniel Solang, Sp.A(K) selaku pembimbing referat, yang telah memberikan
waktu, arahan, nasihat serta saran dalam menyelesaikan referat ini
2. Teman – teman kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak FK UKI yang telah saling
mendukung dan membantu satu sama lain dalam melaksanakan program kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU UKI Jakarta.
Referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis
berterima kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk bekal yang baik dalam penulisan
berikutnya.

Jakarta, Oktober 2020

(Ella Risa Marbun)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................................1
2.1 Oksigenasi..........................................................................................................................................1
2.2 Hipoksemia........................................................................................................................................2
2.2.1 Definisi........................................................................................................................................2
2.2.2 Hipoksemia pada Neonatus........................................................................................................2
2.2.3 Hipoksemia pada Anak...............................................................................................................3
2.2.4 Deteksi Hipoksemia....................................................................................................................3
2.2 Terapi Oksigen...................................................................................................................................5
2.2.1 Definisi........................................................................................................................................5
2.2.2 Indikasi........................................................................................................................................5
2.2.3 Kontraindikasi.............................................................................................................................6
2.2.4 Tujuan (Goal)..............................................................................................................................6
2.2.5 Teknik dan Perangkat Pemberian Terapi Oksigen.......................................................................7
2.2.6 Pedoman Klinis Terapi Oksigen..........................................................................................12
2.2.7 Pemantauan Terapi Oksigen..............................................................................................12
2.2.8 Komplikasi Terapi Oksigen.................................................................................................13
2.2.9 Penghentian Terapi Oksigen..............................................................................................14
BAB III KESIMPULAN..................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................16

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kurva Disosiasi Oksihemoglobin..................................................................................1


Gambar 2 Kanul Nasal...................................................................................................................7
Gambar 3 Kateter Nasal.................................................................................................................8
Gambar 4 Sungkup muka sederhana..............................................................................................8
Gambar 5 Sungkup Muka Partial Rebreathing.............................................................................9
Gambar 6 Sungkup Muka Non Rebreathing..................................................................................9
Gambar 7 Sungkup Venturi.........................................................................................................10

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikasi klinis untuk terapi oksigen..................................................................................1


Tabel 2. Metode Pemberian Oksigen..............................................................................................7
Tabel 3. Jenis Perangkat Pengiriman Oksigen, Kemampuan FDO2, dan Indikasi Penggunaan.. 10
Tabel 4. Indikasi pemberian oksigen berdasarkan perlu tidaknya kontrol FiO2..........................11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Oksigen (O2) adalah molekul gas yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau,
ditemukan oleh Joseph Priestley pada tahun 1774 dan diberikan nama sebagai oksigen oleh
Lavoisier. Penemuan dan pemanfaatan gas ini terus berkembang terutama dalam pengobatan dan
perawatan pasien dimana mula-mula dilakukan pada bayi oleh dokter anak Finlandia Arvo Ylppo
150 tahun sejak ditemukannya oksigen. Selanjutnya pada tahun 1920, suplementasi oksigen (O 2)
dievaluasi oleh Baruch dkk dan akhirnya ditetapkan suatu konsep bahwa oksigen (O 2) dapat
digunakan sebagai terapi.3 Hingga akhirnya pada tahun 2017, World Health Organization
(WHO) memasukkan oksigen ke dalam daftar obat esensial atau yang disebut dengan WHO
Essential Medicines List (EML) yang digunakan lebih lanjut selama anestesi, untuk perawatan
darurat dasar, untuk pembedahan dan pengobatan beberapa penyakit pernafasan akut maupun
kronis yang dapat digunakan untuk pasien anak maupun dewasa. 2 Dengan demikian, maka
oksigen dapat diartikan sebagai gas medis terapeutik esensial yang digunakan untuk
penatalaksanaan pasien dengan hipoksemia, atau rendahnya kadar oksigen di dalam darah yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, trauma maupun keadaan kesehatan lainnya.1,2

Hipoksemia merupakan komplikasi yang terjadi akibat infeksi saluran pernapasan bawah
akut yang meningkatkan faktor resiko kematian pada anak. Infeksi saluran pernafasan bawah
yang paling sering menyerang anak-anak yaitu pneumonia yang menyebabkan sebagaian besar
kasus hipoksemia pada anak-anak di negara-negara berkembang. 1,2
WHO dan UNICEF
menyebutkan Pneumonia adalah penyebab kematian menular terbesar pada anak-anak di seluruh
dunia dan memperkirakan setidaknya 13,3% anak dengan pneumonia mengalami hipoksemia,
dengan begitu meningkatkan resiko kematian hingga lima kali lipat pada anak. 1,2 Tidak saja
akibat infeksi pneumonia, masih terdapat keadaan yang menyebabkan hipoksemia pada anak.
Lebih dari 23% dari 5,9 juta kematian anak tahunan disebabkan oleh kondisi neonatal seperti
asfiksia lahir, sepsis dan berat badan lahir rendah, yang semuanya dapat menyebabkan
hipoksemia.1 Keadaan lainnya yang dapat menimbulkan hipoksemia pada anak adalah
meningitis, malaria, asthma, gagal jantung, henti napas, asidosis metabolik, distress pernapasan

1
dan keadaan lainnya. Penatalaksanaan dengan terapi oksigen diharapkan dapat meningkatkan
harapan hidup pasien anak. Penelitian yang dilakukan di Papua Nugini menunjukkan bahwa
dengan memperbaiki sistem oksigenasi dapat mengurangi risiko kematian hingga 35%.1

Terapi oksigen memiliki banyak manfaat apabila digunakan secara tepat, namun apabila
terapi oksigen diberikan tanpa dilakukan evaluasi yang baik maka dapat menimbulkan potensi
resiko dalam pemakaiannya, oleh karena itu dalam memberikan terapi oksigen diperlukan
pelayan kesehatan yang memahami dan terlatih.1,3. Petugas kesehatan perlu meningkatkan
kesadaran tentang tanda klinis hipoksemia dan penanganannya secara suportif dengan terapi
oksigen, dengan demikian akan memungkinkan untuk mendapatkan manfaat klinis dan manfaat
yang besar bagi kesehatan masyarakat khususnya dalam perawatan anak-anak. Tujuan dari
pembuatan referat ini adalah untuk memberikan pemahaman terkait pengantaran oksigen (O2),
hipoksemia, dan berbagai hal mengenai terapi oksigen mulai dari definisi, indikasi,
kontraindikasi, teknik pemberian dan komplikasi pemberian terapi oksigen (O2) sehingga terapi
oksigen (O2) dapat diberikan dalam batas aman dan efektif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oksigenasi
Untuk dapat mempertahankan kehidupan, jaringan memerlukan oksigen. Faktor yang
berperanan pada hantaran oksigen ke jaringan yaitu ventilasi yang adekuat, pertukaran gas/
difusi, dan distribusi sirkulasi/perfusi.
Oksigen diangkut dalam darah dalam dua bentuk: secara fisik terlarut dalam plasma (2%)
dan secara kimiawi terikat pada molekul hemoglobin dalam sel darah merah (98%). Jumlah
oksigen dalam darah (jumlah dari kedua bentuk, terlarut dan terikat pada hemoglobin) dijelaskan
dalam mL O2 per 100 mL darah (atau volume%).
Untuk menentukan seberapa banyak oksigen terlarut dalam plasma, tegangan oksigen
arteri atau tekanan oksigen parsial (PaO 2) diukur (dalam mm Hg atau kPa) PaO 2 adalah ukuran
hanya dari molekul oksigen yang terlarut dalam plasma dan bukan yang terikat pada
hemoglobin; namun, karena ada keseimbangan dinamis antara molekul oksigen terlarut bebas
dan terikat hemoglobin, saturasi oksigen dapat dihitung dari PaO2. Hubungan ini dijelaskan oleh
kurva disosiasi hemoglobin-oksigen (Gbr. 1).

Gambar 1. Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Gold standar untuk mengukur tekanan oksigen arteri (PaO2) dan untuk menghitung
saturasi oksigen adalah analisis gas darah. Namun metode ini invasif, menyakitkan dan
menyusahkan pasien, dan mesin serta reagen gas darah sangat mahal.
Pembawa utama oksigen dalam darah adalah hemoglobin, dan setiap molekul
hemoglobin dapat membawa empat molekul oksigen. Kandungan oksigen pada hemoglobin
dinyatakan sebagai saturasi oksigen (SO2), yaitu perbandingan antara hemoglobin pembawa
1
oksigen (oxyhaemoglobin) dan hemoglobin total. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah
oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total hemoglobin darah
mengikat oksigen. Ketika saturasi oksigen hemoglobin arteri diukur dengan analisis gas darah
arteri, itu dikenal sebagai SaO2, dan ketika diukur secara non-invasif dengan oksimetri nadi, itu
dikenal sebagai SpO2 (saturasi berdenyut oksigen hemoglobin). SpO2, yang terkait dengan PaO2,
oleh karena itu digunakan untuk mendefinisikan hipoksemia dalam pedoman ini (lihat Gambar
1).

2.2 Hipoksemia
2.2.1 Definisi
Penurunan kandungan oksigen dalam darah disebut hipoksemia. Hipoksemia dapat
berakibat kepada hipoksia, yaitu oksigen yang tidak mencukupi dalam jaringan untuk fungsi sel
dan organ normal. Hipoksia dapat terjadi meskipun jumlah oksigen yang terdapat didalam darah
normal dan demikian juga sebaliknya. Hantaran oksigen ke jaringan tergantung dari ventilasi
yang adekuat, pertukaran gas, dan sirkulasi. Apabila dalam 4 menit terjadi gangguan di antara
ketiga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipoksia yang berakibat pada disfungsi sistem
organ hingga kematian. Oleh karena itu, hipoksemia merupakan kondisi yang mengancam jiwa
yang memerlukan deteksi dini dan penatalaksanaan yang segera.

2.2.2 Hipoksemia pada Neonatus


Satu jam pertama setelah melahirkan, bayi yang dilahirkan secara normal memiliki
saturasi oksigen normal yang lebih rendah. Mungkin diperlukan waktu satu jam atau lebih untuk
saturasi oksigen mencapai tingkat di atas 90%. Tingkat normal untuk bayi baru lahir pada jam-
jam pertama kehidupan biasanya 88% atau lebih.1 Oleh karena itu, terapi oksigen harus mencapai
level ini.1

Pada neonatus, beberapa kondisi yang sering kali menyebabkan hipoksemia pada
neonatus antaralain respiratory distress syndrome (RDS), asfiksia lahir, dan takipnea transien
pada neonatus, pneumonia. Faktor predisposisi penyebab apnoe pada neonatus antara lain seperti
prematuritas, sepsis, kejang, hipoglikemia. Apnea dan hipoventilasi juga terjadi pada bayi sehat
dengan berat badan lahir sangat rendah (<1,5 kg atau usia kehamilan <32 minggu) karena sistem
pernapasan yang belum matang (apnea prematuritas). Apnea dapat menyebabkan hipoksemia

2
dan memperlambat denyut jantung (bradikardia), yang selanjutnya mengurangi pengiriman
oksigen ke jaringan (hipoksia).

2.2.3 Hipoksemia pada Anak1


2.2.3.1 Infeksi Respirasi Akut
Hipoksemia adalah komplikasi umum pada infeksi saluran pernapasan bawah akut pada
anak-anak dan meningkatkan faktor risiko kepada kematian. Infeksi yang paling umum adalah
pneumonia dan bronkiolitis, yang menyebabkan sebagian besar kasus hipoksemia pada anak-
anak di negara berkembang. Dalam tinjauan sistematis studi lebih dari 20.000 anak dengan
pneumonia akut atau infeksi saluran pernapasan bawah lainnya, prevalensi median hipoksemia
pada anak dengan pneumonia berat dan sangat parah (klasifikasi klinis WHO) adalah 13% (9-
38%). Diperkirakan 14 juta anak setiap tahun menderita pneumonia parah atau sangat parah (2),
ini setara dengan 1,86 juta kasus pneumonia hipoksemik setiap tahun.1

Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh bakteri (Streptococcus


pneumonia dan Haemophilus influenzae) dan virus (virus pernapasan syncytial, virus influenza).
Patogen lain sering ditemukan pada kelompok risiko tinggi tertentu, seperti anak malnutrisi,
neonatus dan anak dengan infeksi HIV, yang mungkin terinfeksi patogen termasuk
Staphylococcus aureus, basil gram negatif enterik seperti Escherichia coli dan Klebsiella sp,
Pneumocystis jiroveci (sebelumnya Pneumocystis carinii) dan Mycobacterium tuberculosis.1

2.2.3.2 Kondisi Lainnya1


Hipoksemia juga terjadi pada beberapa anak dengan penyakit lain, seperti asma akut,
meningitis, dan sepsis, tetapi lebih jarang dibandingkan dengan kejadian infeksi pernafasan akut.
Kondisi lain penyebab hipoksemia juga dapat terjadi pada kasus gagal jantung atau serangan
jantung, anemia, keracunan karbon monoksida, trauma, dan keadaan darurat perioperative juga
malaria.1

2.2.4 Deteksi Hipoksemia


Manifestasi klinis hipoksemia pada neonatus, anak-anak dan orang dewasa memiliki
perbedaan. Penting agar petugas kesehatan dapat mengidentifikasi pasien yang sangat sakit
secara klinis dan dapat mengidentifikasi tanda klinis hipoksemia, daripada mengandalkan
peralatan pemantauan yang bisa saja tidak tersedia atau fungsinya buruk.

3
2.2.4.1 Manifestasi Klinis pada Neonatus1
Manifestasi klinis hipoksemia pada neonatus dan bayi muda tidak spesifik, terkadang
mengakibatkan keterlambatan pengenalan oleh orang tua dan petugas kesehatan dalam
mendeteksi hipoksemia.1

Seperti pada bayi yang lebih tua dan anak-anak (lihat bagian selanjutnya), tidak ada satu
pun tanda klinis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi semua neonatus hipoksemia.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa, pada neonatus, seperti pada bayi dan anak-anak,
pernapasan cepat tidak sensitive untuk dijadikan manifestasi klinis hipoksemia (karena banyak
anak dengan hipoksemia mungkin tidak bernapas cepat) dan tidak spesifik (yaitu banyak anak
dengan pernapasan cepat tidak hipoksemia). Seperti pada anak yang lebih besar, sianosis adalah
tanda klinis yang paling spesifik, tetapi lebih dari seperempat neonatus dengan hipoksemia tidak
diidentifikasi sebagai sianosis.1

Pertimbangan ini sangat mendukung penggunaan oksimetri nadi dalam manajemen


neonatus yang sakit dan pentingnya mengajar petugas kesehatan untuk menyaring tanda-tanda
klinis umum ini. Pemantauan apnea juga direkomendasikan untuk pemantauan rawat inap pada
bayi dengan berat badan lahir sangat rendah dan neonatus prematur, jika tersedia.1

2.2.4.2 Manifestasi Klinis pada Anak1


Manifestasi klinis hipoksemia pada anak dapat ditandai dengan melihat tanda-tanda
berikut: 1
1. Sianosis Central (kulit dan selaput lender tampak biru)
2. Peningkatan laju pernapasan (takipnoe)
3. Koma, lesu berat, sujud atau kejang yang berkepanjangan
4. Menggunakan otot pernapasan tambahan
5. Nodding head, mendengus atau hidung melebar
6. Krepitasi atau ronki
7. Ketidakmampuan untuk minum

4
Tabel 1. Indikasi klinis untuk terapi oksigen1

2.2 Terapi Oksigen


2.2.1 Definisi
Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa untuk mencegah atau
memerbaiki hipoksia jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat
dengan cara masukan oksigen ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut
hemodinamik dan meningkatkan daya ekstraksi O2 jaringan.4
2.2.2 Indikasi
Terapi oksigen diindikasikan bila adanya abnormal konsentrasi oksigen yang rendah
dalam darah arteri, atau dikenal sebagai hipoksemia. Oksigen diperlukan untuk metabolisme
karbohidrat yang memadai dan produksi adenosin trifosfat. Ketika kadar oksigen tidak
memenuhi persyaratan fungsi tubuh, terjadi hipoksia jaringan. Hipoksia ini dapat menyebabkan
serangkaian masalah yang tidak diinginkan, seperti vasodilatasi lokal, vasokonstriksi paru,

5
asidosis metabolik, nekrosis jaringan, peningkatan risiko kernikterus, dan gangguan produksi
surfaktan hingga trauma otak.3

Rekomendasi pemberian terapi oksigen menurut American College of Chest Physicians


and National Heart Lung and Blood institute:5
 Henti jantung dan henti napas
 Hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg, SaO2<90%)
 Tanda-tanda gangguan sirkulasi
 Asidosis metabolik (bikarbonat<18 mmol/L)
 Distres pernapasan, apnea dan bradipnea
 Anemia berat

2.2.3 Kontraindikasi
Kontraindikasi terhadap terapi oksigen tidak banyak antara lain, pada pasien anak dengan
penyakit jantung bawaan. Terapi oksigen dapat menyebabkan sirkulasi berlebih dalam sistem
paru sebagai vasodilator paru yang poten. Pada neonatus prematur, SpO2 yang lebih rendah
mungkin ditargetkan untuk mengurangi efek toksik dari terapi oksigen, seperti retinopati
prematuritas atau displasia bronkopulmonal.3

2.2.4 Tujuan (Goal)


Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai oksigenasi jaringan yang memadai.
Cara pemberian terapi oksigen harus sesuai dengan ukuran dan keadaan klinis pasien. Pemilihan
perangkat dan aliran oksigen ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis spesifik dan
tujuan terapeutik setiap pasien. Dalam terapi oksigen sangat penting untuk diberikan pada tingkat
yang akurat dan aman dengan konsentrasi fraksional oksigen inspirasi (FIO2) serendah
mungkin.3

Efek langsung pemberian oksigen dengan konsentrasi lebih dari 21% adalah
meningkatkan tekanan oksigen alveolar, menurunkan usaha nafas yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan oksigen alveolar, dan menurunkan kerja miokardium yang diperlukan
untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri. 6 Oleh karena itu, tujuan terapi oksigen adalah:6
 Mengatasi hipoksemia

6
Apabila hipoksemia disebabkan oleh penurunan tekanan oksigen alveolar (PAO2) atau ketidak
sesuaian antara ventilasi/perfusi, maka peningkatkan fraksi oksigen inspirasi (FiO2) dapat
memperperbaiki keadaan hipoksemia.

 Menurunkan usaha nafas


Usaha nafas biasanya meningkat sebagai respons terhadap keadaan hipoksemia atau stimulus
hipoksik. Meningkatkan fraksi oksigen inspirasi akan memungkinkan usaha nafas berkurang dan
tetap dapat mempertahankan oksigenasi yang adekuat.
 Mengurangi kerja miokardium
Sistem kardiovaskular adalah mekanisme kompensasi utama terhadap keadaan hipoksia atau
hipoksemia. Pemberian oksigen akan mengurangi atau mencegah peningkatan kerja miokardium.

2.2.5 Teknik dan Perangkat Pemberian Terapi Oksigen


Perangkat untuk pengiriman oksigen berbeda dalam biaya, efisiensi penggunaan oksigen,
dan kemampuan untuk menyediakan fraksi oksigen inspirasi (FiO2) yang diperlukan (yaitu
persentase atau konsentrasi oksigen yang dihirup oleh pasien). Pilihan perangkat pengiriman
yang tepat akan bergantung pada kebutuhan klinis dan kemampuan perangkat.2

Oksigen merupakan obat yang harus diberikan dengan dosis dan cara pemberian yang
tepat serta diperlukan pemantauan selama terapi. Pemberian oksigen harus dimulai dari
pemilihan alat, ukuran dan tujuan akhir terapi oksigen yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien. Terdapat dua sistem pemberian terapi oksigen yaitu aliran rendah dan aliran tinggi.
Sistem aliran rendah menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung aliran inspirasi pasien
sedangkan aliran tinggi menghasilkan FiO2 yang sesuai dengan aliran inspirasi pasien.5

7
Tabel 2. Metode Pemberian Oksigen5

8
2.2.5.1 Sistem Aliran Rendah

 Kanul Nasal
Kanul nasalmerupakan yang paling sederhana dan nyaman untuk pemakaian jangka
panjang tetapi sulit menentukan FiO2, dapat menciptakan PEEP tergantung ukuran kanul
nasal dan flow.5

Gambar 2. Kanul Nasal


 Kateter Nasal
Kateter nasal adalahujungtabung yang dimasukkan kedalam satu lubang hidung sampai
kedaerah farings. Alat ini tidak dianjurkan karena tidak lebih unggul dari kanul nasal dan
dapat menyebabkan distensi abdomen.

Gambar 3. Kateter Nasal


9
 Sungkup Muka sederhana
Sungkup muka sederhana menggunakan udara ruangan sehingga aliran oksigen harus
diberikan paling sedikit 6 liter per menit untuk mendapatkan konsentrasi oksigen yang
diinginkan dan mencegah CO2 terhirup kembali.

Gambar 4. Sungkup muka sederhana

 Sungkup dengan reservoir


Sungkup muka rebreathing parsial mendapat oksigen ditambah udara ekspirasi dengan
jumlah kurang lebih sama dengan volume ruang rugi anatomis pasien.

Gambar 5. Sungkup Muka Partial Rebreathing

 Sungkup non-rebreathing
Sungkup non-rebreathing dilengkapi dengan katub satu arah untuk mencegah terhisapnya
kembali udara ekspirasi, sehingga udara inspirasi tidak akan atau sedikit sekali tercampur
dengan CO2.

10
Gambar 6. Sungkup Muka Non rebreathing

 Sungkup terbuka
Sungkup terbuka (face tent) biasanya lebih ditolerir oleh anak dari pada sungkup biasa.

2.2.5.2 Sistem Aliran Tinggi

 Sungkup dengan sistem venturi


Sungkup dengan sistem venturi memberikan konsentrasi oksigen sesuai dengan
konsentrasi yang diinginkan antara 25-60% yang melebihi aliran inspirasi pasien. Udara
yang masuk tergantung dari kecepatan jet (ukuran lubang dan aliran oksigen) dan ukuran
katup.

Gambar 7. Sungkup Venturi

11
Secara ringkas Jenis Perangkat Pengiriman Oksigen, Kemampuan FDO2, dan Indikasi
Penggunaan dapat dilihat pada tabel berikut :3

Tabel 3. Jenis Perangkat Pengiriman Oksigen, Kemampuan FDO2, dan Indikasi


Penggunaan3

12
2.2.6 Pedoman Klinis Terapi Oksigen
Dalam memilih jenis alat yang akan dipakai dalam terapi oksigen perlu dipertimbangkan
beberapa faktor sebagai berikut: (a) kenyamanan pasien, (b) FiO 2 yang diinginkan, (c) perlu
tidaknya pengontrolan FiO2, dan (d) perlu tidaknya gas inspirasi dilembabkan.6
Pedoman lainnya yaitu :4
1. Tentukan status oksigen pasien dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan analisis gas
darah dan oksimetri
2. Pilih sistem yang akan digunakan (aliran tinggi/rendah)
3. Tentukan konsentrasi oksigen yang dikehendaki: tinggi (> 60%), sedang (35-60%), atau
rendah (<35 %)
4. Pantau keberhasilan terapi oksigen dengan pemeriksaan fisik pada sistem respirasi dan
kardiovaskular
5. Pemeriksa analisis gas darah secara periodik (selang waktu minimal 30 menit)
6. Apabila dianggap perlu, ubah cara pemberiannya
7. Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan perubahan terhadap cara pemberian terapi
oksigen (O2).
8. Selalu perhatikan terjadinya efek samping dari terapi oksigen (O2) yang diberikan

Tabel 4. Indikasi pemberian oksigen berdasarkan perlu tidaknya kontrol FiO2

2.2.7 Pemantauan Terapi Oksigen


Pemantauan klinis perlu dilakukan untuk menilai apakah terapi oksigen sudah adekuat
dan efektif pada pasien juga disertakan pemeriksaan laboratoris. 6 Pemantauan klinis meliputi

13
pemeriksaan jantung, paru, status neurologis, dan usaha nafas, yang terdiri dari tingkat
kesadaran, frekuensi jantung, frekuensi napas, tekanan darah, sirkulasi perifer (waktu pengisian
kapiler normal 1-2 detik), dan ada atau tidaknya sianosis.6 Bila memungkinkan, lakukan
pemantauan variabel fisiologis dengan cara non invasif (pulse oxymeter) atau invasif (analisis
gas darah). Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan PaO2 dan saturasi sebelum pemberian
terapi oksigen. Setelah dilakukan terapi oksigen, pemeriksaan gas darah atau oksimeter harus
diulang untuk menentukan FiO2 yang akan diberikan untuk mencapai PaO2 >59 mmHg atau
SaO2 >90%. Oksimetri dapat memantau saturasi oksigen secara berkesinambungan dan sangat
bermanfaat apabila analisis gas darah sukar diperiksa atau tidak tersedia.6
Setelah terapi oksigen dimulai, anak harus diperiksa dalam waktu 15-30 menit untuk
mengamati apakah pengobatan tersebut berhasil.1 Pada anak-anak yang hipoksemia berat,
koreksi oksigen mungkin tidak lengkap dan tanda-tanda klinis mungkin tetap ada, atau SpO 2
mungkin masih rendah; ini tidak berarti bahwa terapi oksigen telah gagal, dan tidak boleh
ditinggalkan.1 S

2.2.8 Komplikasi Terapi Oksigen


Pemberian oksigen bukan tanpa bahaya. Meskipun oksigen sangat bermanfaat pada
hipoksemia tetapi pemberiannya dengan konsentrasi tinggi dan lama dapat menimbulkan efek
samping yang merugikan baik langsung pada paru maupun di luar paru. Risiko yang dapat terjadi
terdiri dari risiko fisik yang berhubungan dengan luka bakar, perubahan fisiologis sebagai
respons terhadap perubahan PaO2, dan toksisitas seluler akibat hiperoksemia.6
Pemberian oksigen dengan FiO2 100% lebih dari 6 jam akan menimbulkan gangguan pada
fungsi paru. Gejala yang timbul adalah nyeri dada dan batuk. Dengan semakin berlanjutnya
cedera paru hiperoksik, maka kapasitas vital paru akan menurun karena adanya kebocoran
kapiler, penurunan aktivitas surfaktan, dan atelektasis. Terapi oksigen akan menyebabkan cedera
pada sel endotel dan gangguan integritas endotel kapiler, sehingga rongga alveoli akan terisi oleh
cairan yang kaya akan protein. Selain itu, penurunan aktifitas surfaktan akan menyebabkan
komplians paru terganggu. Atelektasis absorbsi terjadi bila gas alveolar berdifusi ke dalam
sirkulasi pulmonal lebih cepat dari ventilasi. Nitrogen, yang berfungsi untuk mempertahankan
volume alveolar, akan digantikan oleh oksigen yang dengan cepat akan berdifusi, akibatnya
terjadi atelectasis yang progresif. Oksigen radikal bebas, yang merupakan produk antara

14
metabolisme normal, merupakan penyebab utama toksisitas oksigen. Selain radikal bebas,
produk alur siklooksigenase dan lipoksigenasi mempunyai peranan dalam cedera paru
hiperoksik.6
Peningkatan PaO2 akan menstimulasi refleks pengaturan ventilasi dan perfusi. Depresi
ventilasi dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronis yang sangat bergantung pada
stimulus hipoksik untuk bernapas. Hiperoksia akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler
pulmonal sedangkan resistensi vaskuler sistemik meningkat, sehingga akan terjadi penurunan
curah jantung. Selain itu, pemberian oksigen juga dapat menekan eritropoesis dan menyebabkan
kerusakan retina terutama pada bayi premature (retrolental fibroplasia).

2.2.9 Penghentian Terapi Oksigen


Pemberian oksigen harus dihentikan apabila oksigenasi arteri adekuat tercapai dengan
udara ruangan (PaO2 >60 mmHg, SaO2 >90%). Pada pasien tanpa hipoksemia yang mempunyai
risiko untuk terjadinya hipoksia jaringan, pemberian oksigen dihentikan apabila status asam basa
dan penilaian klinis fungsi organ vital stabil dengan membaiknya hipoksia jaringan.6

15
BAB III
KESIMPULAN

Oksigen adalah terapi yang dapat menyelamatkan hidup dan target dari oksigenasi adalah
kecukupan oksigenasi jaringan. Oksigen merupakan gas medis terapeutik esensial yang
digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan hipoksemia yang sering terjadi pada neonatus
dan anak.

Hipoksemia pada neonatus, anak dan dewasa memiliki manifestasi klinis yang berbeda
untuk itu penting sekali bagi petugas kesehatan mengenali tanda-tanda hipoksemia dan
memberikan penatalaksanaan terapi oksigen secara tepat. Memiliki kemampuan untuk
mendeteksi dan mendiagnosis hipoksemia dengan tepat, dan memiliki pasokan oksigen yang
dapat dipergunakan untuk mengobati hipoksemia, merupakan elemen penting untuk mengakhiri
kematian yang dapat dicegah pada anak-anak di seluruh dunia.

Dalam terapi oksigen dimulai dari pemilihan alat, ukuran dan tujuan akhir terapi oksigen
yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Selain itu terapi oksigen sangat penting untuk
diberikan pada tingkat yang akurat dan aman dengan konsentrasi fraksional oksigen inspirasi
(FIO2) serendah mungkin. Pemantauan klinis terhadap pasien termasuk pemeriksaan fisis,
saturasi pulse oxymetri, analisis gas darah adalah tolok ukur dalam menilai status oksigenasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Oxygen therapy for children: a manual for health workers.
Geneva. 2016.

2. World Health Organization. WHO-UNICEF Technical Specifications and Guidance for


Oxygen Therapy Devices. Geneva. 2019.

3. Walsh, B. K., & Smallwood, C. D. Pediatric oxygen therapy: a review and


update. Respiratory care, 2017. 62(6), 645-661.

4. Mangku G, Senapathi TGE. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Edisi II. Jakarta.
Indeks. 2017.
5. Trihono, Partini Pudjiastuti, et al. "Best Practices in Pediatrics." Buku PKB X IDAI. Edisi
ke 1: 11-3.
6. Alwi EH. Terapi oksigen. Dalam: Pudjiadi AH, Latief B, Budiwardhana N. Buku Ajar
pediatri gawat darurat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.
7. Nursakina, Yosilia; Prawira, Yogi. Perbandingan Penggunaan Heated Humidified High
Flow Oxygen Therapy dan Low Flow Oxygen Therapy pada Pasien dengan Hipoksemia:
Tinjauan Kasus Berbasis Bukti. Sari Pediatri, 2019, 21.3: 195-201.

17

Anda mungkin juga menyukai