TERAPI OKSIGEN
Pembimbing:
dr. Albert Daniel Solang, Sp.A(K)
Disusun oleh:
Ella Risa Marbun
2065050114
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu pemenuhan tugas kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Referat yang berjudul
“Terapi Oksigen” ini diharapkan dapat memiliki manfaat bagi penulis serta pembaca referat ini.
1. dr. Albert Daniel Solang, Sp.A(K) selaku pembimbing referat, yang telah memberikan
waktu, arahan, nasihat serta saran dalam menyelesaikan referat ini
2. Teman – teman kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak FK UKI yang telah saling
mendukung dan membantu satu sama lain dalam melaksanakan program kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU UKI Jakarta.
Referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis
berterima kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk bekal yang baik dalam penulisan
berikutnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................................1
2.1 Oksigenasi..........................................................................................................................................1
2.2 Hipoksemia........................................................................................................................................2
2.2.1 Definisi........................................................................................................................................2
2.2.2 Hipoksemia pada Neonatus........................................................................................................2
2.2.3 Hipoksemia pada Anak...............................................................................................................3
2.2.4 Deteksi Hipoksemia....................................................................................................................3
2.2 Terapi Oksigen...................................................................................................................................5
2.2.1 Definisi........................................................................................................................................5
2.2.2 Indikasi........................................................................................................................................5
2.2.3 Kontraindikasi.............................................................................................................................6
2.2.4 Tujuan (Goal)..............................................................................................................................6
2.2.5 Teknik dan Perangkat Pemberian Terapi Oksigen.......................................................................7
2.2.6 Pedoman Klinis Terapi Oksigen..........................................................................................12
2.2.7 Pemantauan Terapi Oksigen..............................................................................................12
2.2.8 Komplikasi Terapi Oksigen.................................................................................................13
2.2.9 Penghentian Terapi Oksigen..............................................................................................14
BAB III KESIMPULAN..................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................16
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Oksigen (O2) adalah molekul gas yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau,
ditemukan oleh Joseph Priestley pada tahun 1774 dan diberikan nama sebagai oksigen oleh
Lavoisier. Penemuan dan pemanfaatan gas ini terus berkembang terutama dalam pengobatan dan
perawatan pasien dimana mula-mula dilakukan pada bayi oleh dokter anak Finlandia Arvo Ylppo
150 tahun sejak ditemukannya oksigen. Selanjutnya pada tahun 1920, suplementasi oksigen (O 2)
dievaluasi oleh Baruch dkk dan akhirnya ditetapkan suatu konsep bahwa oksigen (O 2) dapat
digunakan sebagai terapi.3 Hingga akhirnya pada tahun 2017, World Health Organization
(WHO) memasukkan oksigen ke dalam daftar obat esensial atau yang disebut dengan WHO
Essential Medicines List (EML) yang digunakan lebih lanjut selama anestesi, untuk perawatan
darurat dasar, untuk pembedahan dan pengobatan beberapa penyakit pernafasan akut maupun
kronis yang dapat digunakan untuk pasien anak maupun dewasa. 2 Dengan demikian, maka
oksigen dapat diartikan sebagai gas medis terapeutik esensial yang digunakan untuk
penatalaksanaan pasien dengan hipoksemia, atau rendahnya kadar oksigen di dalam darah yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, trauma maupun keadaan kesehatan lainnya.1,2
Hipoksemia merupakan komplikasi yang terjadi akibat infeksi saluran pernapasan bawah
akut yang meningkatkan faktor resiko kematian pada anak. Infeksi saluran pernafasan bawah
yang paling sering menyerang anak-anak yaitu pneumonia yang menyebabkan sebagaian besar
kasus hipoksemia pada anak-anak di negara-negara berkembang. 1,2
WHO dan UNICEF
menyebutkan Pneumonia adalah penyebab kematian menular terbesar pada anak-anak di seluruh
dunia dan memperkirakan setidaknya 13,3% anak dengan pneumonia mengalami hipoksemia,
dengan begitu meningkatkan resiko kematian hingga lima kali lipat pada anak. 1,2 Tidak saja
akibat infeksi pneumonia, masih terdapat keadaan yang menyebabkan hipoksemia pada anak.
Lebih dari 23% dari 5,9 juta kematian anak tahunan disebabkan oleh kondisi neonatal seperti
asfiksia lahir, sepsis dan berat badan lahir rendah, yang semuanya dapat menyebabkan
hipoksemia.1 Keadaan lainnya yang dapat menimbulkan hipoksemia pada anak adalah
meningitis, malaria, asthma, gagal jantung, henti napas, asidosis metabolik, distress pernapasan
1
dan keadaan lainnya. Penatalaksanaan dengan terapi oksigen diharapkan dapat meningkatkan
harapan hidup pasien anak. Penelitian yang dilakukan di Papua Nugini menunjukkan bahwa
dengan memperbaiki sistem oksigenasi dapat mengurangi risiko kematian hingga 35%.1
Terapi oksigen memiliki banyak manfaat apabila digunakan secara tepat, namun apabila
terapi oksigen diberikan tanpa dilakukan evaluasi yang baik maka dapat menimbulkan potensi
resiko dalam pemakaiannya, oleh karena itu dalam memberikan terapi oksigen diperlukan
pelayan kesehatan yang memahami dan terlatih.1,3. Petugas kesehatan perlu meningkatkan
kesadaran tentang tanda klinis hipoksemia dan penanganannya secara suportif dengan terapi
oksigen, dengan demikian akan memungkinkan untuk mendapatkan manfaat klinis dan manfaat
yang besar bagi kesehatan masyarakat khususnya dalam perawatan anak-anak. Tujuan dari
pembuatan referat ini adalah untuk memberikan pemahaman terkait pengantaran oksigen (O2),
hipoksemia, dan berbagai hal mengenai terapi oksigen mulai dari definisi, indikasi,
kontraindikasi, teknik pemberian dan komplikasi pemberian terapi oksigen (O2) sehingga terapi
oksigen (O2) dapat diberikan dalam batas aman dan efektif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oksigenasi
Untuk dapat mempertahankan kehidupan, jaringan memerlukan oksigen. Faktor yang
berperanan pada hantaran oksigen ke jaringan yaitu ventilasi yang adekuat, pertukaran gas/
difusi, dan distribusi sirkulasi/perfusi.
Oksigen diangkut dalam darah dalam dua bentuk: secara fisik terlarut dalam plasma (2%)
dan secara kimiawi terikat pada molekul hemoglobin dalam sel darah merah (98%). Jumlah
oksigen dalam darah (jumlah dari kedua bentuk, terlarut dan terikat pada hemoglobin) dijelaskan
dalam mL O2 per 100 mL darah (atau volume%).
Untuk menentukan seberapa banyak oksigen terlarut dalam plasma, tegangan oksigen
arteri atau tekanan oksigen parsial (PaO 2) diukur (dalam mm Hg atau kPa) PaO 2 adalah ukuran
hanya dari molekul oksigen yang terlarut dalam plasma dan bukan yang terikat pada
hemoglobin; namun, karena ada keseimbangan dinamis antara molekul oksigen terlarut bebas
dan terikat hemoglobin, saturasi oksigen dapat dihitung dari PaO2. Hubungan ini dijelaskan oleh
kurva disosiasi hemoglobin-oksigen (Gbr. 1).
Gold standar untuk mengukur tekanan oksigen arteri (PaO2) dan untuk menghitung
saturasi oksigen adalah analisis gas darah. Namun metode ini invasif, menyakitkan dan
menyusahkan pasien, dan mesin serta reagen gas darah sangat mahal.
Pembawa utama oksigen dalam darah adalah hemoglobin, dan setiap molekul
hemoglobin dapat membawa empat molekul oksigen. Kandungan oksigen pada hemoglobin
dinyatakan sebagai saturasi oksigen (SO2), yaitu perbandingan antara hemoglobin pembawa
1
oksigen (oxyhaemoglobin) dan hemoglobin total. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah
oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total hemoglobin darah
mengikat oksigen. Ketika saturasi oksigen hemoglobin arteri diukur dengan analisis gas darah
arteri, itu dikenal sebagai SaO2, dan ketika diukur secara non-invasif dengan oksimetri nadi, itu
dikenal sebagai SpO2 (saturasi berdenyut oksigen hemoglobin). SpO2, yang terkait dengan PaO2,
oleh karena itu digunakan untuk mendefinisikan hipoksemia dalam pedoman ini (lihat Gambar
1).
2.2 Hipoksemia
2.2.1 Definisi
Penurunan kandungan oksigen dalam darah disebut hipoksemia. Hipoksemia dapat
berakibat kepada hipoksia, yaitu oksigen yang tidak mencukupi dalam jaringan untuk fungsi sel
dan organ normal. Hipoksia dapat terjadi meskipun jumlah oksigen yang terdapat didalam darah
normal dan demikian juga sebaliknya. Hantaran oksigen ke jaringan tergantung dari ventilasi
yang adekuat, pertukaran gas, dan sirkulasi. Apabila dalam 4 menit terjadi gangguan di antara
ketiga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipoksia yang berakibat pada disfungsi sistem
organ hingga kematian. Oleh karena itu, hipoksemia merupakan kondisi yang mengancam jiwa
yang memerlukan deteksi dini dan penatalaksanaan yang segera.
Pada neonatus, beberapa kondisi yang sering kali menyebabkan hipoksemia pada
neonatus antaralain respiratory distress syndrome (RDS), asfiksia lahir, dan takipnea transien
pada neonatus, pneumonia. Faktor predisposisi penyebab apnoe pada neonatus antara lain seperti
prematuritas, sepsis, kejang, hipoglikemia. Apnea dan hipoventilasi juga terjadi pada bayi sehat
dengan berat badan lahir sangat rendah (<1,5 kg atau usia kehamilan <32 minggu) karena sistem
pernapasan yang belum matang (apnea prematuritas). Apnea dapat menyebabkan hipoksemia
2
dan memperlambat denyut jantung (bradikardia), yang selanjutnya mengurangi pengiriman
oksigen ke jaringan (hipoksia).
3
2.2.4.1 Manifestasi Klinis pada Neonatus1
Manifestasi klinis hipoksemia pada neonatus dan bayi muda tidak spesifik, terkadang
mengakibatkan keterlambatan pengenalan oleh orang tua dan petugas kesehatan dalam
mendeteksi hipoksemia.1
Seperti pada bayi yang lebih tua dan anak-anak (lihat bagian selanjutnya), tidak ada satu
pun tanda klinis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi semua neonatus hipoksemia.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa, pada neonatus, seperti pada bayi dan anak-anak,
pernapasan cepat tidak sensitive untuk dijadikan manifestasi klinis hipoksemia (karena banyak
anak dengan hipoksemia mungkin tidak bernapas cepat) dan tidak spesifik (yaitu banyak anak
dengan pernapasan cepat tidak hipoksemia). Seperti pada anak yang lebih besar, sianosis adalah
tanda klinis yang paling spesifik, tetapi lebih dari seperempat neonatus dengan hipoksemia tidak
diidentifikasi sebagai sianosis.1
4
Tabel 1. Indikasi klinis untuk terapi oksigen1
5
asidosis metabolik, nekrosis jaringan, peningkatan risiko kernikterus, dan gangguan produksi
surfaktan hingga trauma otak.3
2.2.3 Kontraindikasi
Kontraindikasi terhadap terapi oksigen tidak banyak antara lain, pada pasien anak dengan
penyakit jantung bawaan. Terapi oksigen dapat menyebabkan sirkulasi berlebih dalam sistem
paru sebagai vasodilator paru yang poten. Pada neonatus prematur, SpO2 yang lebih rendah
mungkin ditargetkan untuk mengurangi efek toksik dari terapi oksigen, seperti retinopati
prematuritas atau displasia bronkopulmonal.3
Efek langsung pemberian oksigen dengan konsentrasi lebih dari 21% adalah
meningkatkan tekanan oksigen alveolar, menurunkan usaha nafas yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan oksigen alveolar, dan menurunkan kerja miokardium yang diperlukan
untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri. 6 Oleh karena itu, tujuan terapi oksigen adalah:6
Mengatasi hipoksemia
6
Apabila hipoksemia disebabkan oleh penurunan tekanan oksigen alveolar (PAO2) atau ketidak
sesuaian antara ventilasi/perfusi, maka peningkatkan fraksi oksigen inspirasi (FiO2) dapat
memperperbaiki keadaan hipoksemia.
Oksigen merupakan obat yang harus diberikan dengan dosis dan cara pemberian yang
tepat serta diperlukan pemantauan selama terapi. Pemberian oksigen harus dimulai dari
pemilihan alat, ukuran dan tujuan akhir terapi oksigen yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien. Terdapat dua sistem pemberian terapi oksigen yaitu aliran rendah dan aliran tinggi.
Sistem aliran rendah menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung aliran inspirasi pasien
sedangkan aliran tinggi menghasilkan FiO2 yang sesuai dengan aliran inspirasi pasien.5
7
Tabel 2. Metode Pemberian Oksigen5
8
2.2.5.1 Sistem Aliran Rendah
Kanul Nasal
Kanul nasalmerupakan yang paling sederhana dan nyaman untuk pemakaian jangka
panjang tetapi sulit menentukan FiO2, dapat menciptakan PEEP tergantung ukuran kanul
nasal dan flow.5
9
Sungkup Muka sederhana
Sungkup muka sederhana menggunakan udara ruangan sehingga aliran oksigen harus
diberikan paling sedikit 6 liter per menit untuk mendapatkan konsentrasi oksigen yang
diinginkan dan mencegah CO2 terhirup kembali.
Sungkup non-rebreathing
Sungkup non-rebreathing dilengkapi dengan katub satu arah untuk mencegah terhisapnya
kembali udara ekspirasi, sehingga udara inspirasi tidak akan atau sedikit sekali tercampur
dengan CO2.
10
Gambar 6. Sungkup Muka Non rebreathing
Sungkup terbuka
Sungkup terbuka (face tent) biasanya lebih ditolerir oleh anak dari pada sungkup biasa.
11
Secara ringkas Jenis Perangkat Pengiriman Oksigen, Kemampuan FDO2, dan Indikasi
Penggunaan dapat dilihat pada tabel berikut :3
12
2.2.6 Pedoman Klinis Terapi Oksigen
Dalam memilih jenis alat yang akan dipakai dalam terapi oksigen perlu dipertimbangkan
beberapa faktor sebagai berikut: (a) kenyamanan pasien, (b) FiO 2 yang diinginkan, (c) perlu
tidaknya pengontrolan FiO2, dan (d) perlu tidaknya gas inspirasi dilembabkan.6
Pedoman lainnya yaitu :4
1. Tentukan status oksigen pasien dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan analisis gas
darah dan oksimetri
2. Pilih sistem yang akan digunakan (aliran tinggi/rendah)
3. Tentukan konsentrasi oksigen yang dikehendaki: tinggi (> 60%), sedang (35-60%), atau
rendah (<35 %)
4. Pantau keberhasilan terapi oksigen dengan pemeriksaan fisik pada sistem respirasi dan
kardiovaskular
5. Pemeriksa analisis gas darah secara periodik (selang waktu minimal 30 menit)
6. Apabila dianggap perlu, ubah cara pemberiannya
7. Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan perubahan terhadap cara pemberian terapi
oksigen (O2).
8. Selalu perhatikan terjadinya efek samping dari terapi oksigen (O2) yang diberikan
13
pemeriksaan jantung, paru, status neurologis, dan usaha nafas, yang terdiri dari tingkat
kesadaran, frekuensi jantung, frekuensi napas, tekanan darah, sirkulasi perifer (waktu pengisian
kapiler normal 1-2 detik), dan ada atau tidaknya sianosis.6 Bila memungkinkan, lakukan
pemantauan variabel fisiologis dengan cara non invasif (pulse oxymeter) atau invasif (analisis
gas darah). Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan PaO2 dan saturasi sebelum pemberian
terapi oksigen. Setelah dilakukan terapi oksigen, pemeriksaan gas darah atau oksimeter harus
diulang untuk menentukan FiO2 yang akan diberikan untuk mencapai PaO2 >59 mmHg atau
SaO2 >90%. Oksimetri dapat memantau saturasi oksigen secara berkesinambungan dan sangat
bermanfaat apabila analisis gas darah sukar diperiksa atau tidak tersedia.6
Setelah terapi oksigen dimulai, anak harus diperiksa dalam waktu 15-30 menit untuk
mengamati apakah pengobatan tersebut berhasil.1 Pada anak-anak yang hipoksemia berat,
koreksi oksigen mungkin tidak lengkap dan tanda-tanda klinis mungkin tetap ada, atau SpO 2
mungkin masih rendah; ini tidak berarti bahwa terapi oksigen telah gagal, dan tidak boleh
ditinggalkan.1 S
14
metabolisme normal, merupakan penyebab utama toksisitas oksigen. Selain radikal bebas,
produk alur siklooksigenase dan lipoksigenasi mempunyai peranan dalam cedera paru
hiperoksik.6
Peningkatan PaO2 akan menstimulasi refleks pengaturan ventilasi dan perfusi. Depresi
ventilasi dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronis yang sangat bergantung pada
stimulus hipoksik untuk bernapas. Hiperoksia akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler
pulmonal sedangkan resistensi vaskuler sistemik meningkat, sehingga akan terjadi penurunan
curah jantung. Selain itu, pemberian oksigen juga dapat menekan eritropoesis dan menyebabkan
kerusakan retina terutama pada bayi premature (retrolental fibroplasia).
15
BAB III
KESIMPULAN
Oksigen adalah terapi yang dapat menyelamatkan hidup dan target dari oksigenasi adalah
kecukupan oksigenasi jaringan. Oksigen merupakan gas medis terapeutik esensial yang
digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan hipoksemia yang sering terjadi pada neonatus
dan anak.
Hipoksemia pada neonatus, anak dan dewasa memiliki manifestasi klinis yang berbeda
untuk itu penting sekali bagi petugas kesehatan mengenali tanda-tanda hipoksemia dan
memberikan penatalaksanaan terapi oksigen secara tepat. Memiliki kemampuan untuk
mendeteksi dan mendiagnosis hipoksemia dengan tepat, dan memiliki pasokan oksigen yang
dapat dipergunakan untuk mengobati hipoksemia, merupakan elemen penting untuk mengakhiri
kematian yang dapat dicegah pada anak-anak di seluruh dunia.
Dalam terapi oksigen dimulai dari pemilihan alat, ukuran dan tujuan akhir terapi oksigen
yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Selain itu terapi oksigen sangat penting untuk
diberikan pada tingkat yang akurat dan aman dengan konsentrasi fraksional oksigen inspirasi
(FIO2) serendah mungkin. Pemantauan klinis terhadap pasien termasuk pemeriksaan fisis,
saturasi pulse oxymetri, analisis gas darah adalah tolok ukur dalam menilai status oksigenasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Oxygen therapy for children: a manual for health workers.
Geneva. 2016.
4. Mangku G, Senapathi TGE. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Edisi II. Jakarta.
Indeks. 2017.
5. Trihono, Partini Pudjiastuti, et al. "Best Practices in Pediatrics." Buku PKB X IDAI. Edisi
ke 1: 11-3.
6. Alwi EH. Terapi oksigen. Dalam: Pudjiadi AH, Latief B, Budiwardhana N. Buku Ajar
pediatri gawat darurat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.
7. Nursakina, Yosilia; Prawira, Yogi. Perbandingan Penggunaan Heated Humidified High
Flow Oxygen Therapy dan Low Flow Oxygen Therapy pada Pasien dengan Hipoksemia:
Tinjauan Kasus Berbasis Bukti. Sari Pediatri, 2019, 21.3: 195-201.
17