Anda di halaman 1dari 62

REFERAT IPD

PANKREATITIS AKUT DAN KRONIS

ADE FRISKILLA HARIANJA


202010401011031

PEMBIMBING
dr. M. Mahfudz, Sp.PD FINASIM

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KABUPATEN JOMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas rahmat -Nya, penulisan Referat Pankreatitis Akut dan Kronis
ini dapat diselesaikan dengan baik. Limpah terimakasih pula untuk
keluarga dan sahabat yang telah memberikan dukungan dan semangat
dalam menyelesaikan tulisan ini.
Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada dr. M. Mahfudz, Sp.PD, FINASIM
selaku pembimbing kami, yang telah membimbing dan menuntun kami
dalam pembuatan referat ini.
Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang
membangun. Akhirnya, semoga referat ini dapat bermanfaat.

Palu, 22 Desember 2020

Penulis

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pankreatitis akut ditandai dengan peradangan pankreas dan berhubungan
dengan cedera sel asinar dan respons inflamasi lokal dan sistemik. Tingkat
keparahan pankreatitis akut dapat bervariasi dari sembuh sendiri, ditandai dengan
edema pankreas ringan, hingga peradangan sistemik yang parah dengan nekrosis
pankreas, kegagalan organ, dan kematian [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
Insiden pankreatitis akut di Inggris diperkirakan 15-42 kasus per 100.000
pasien per tahun dan meningkat 2,7% setiap tahun. Pankreatitis akut memiliki
angka kematian 1% -7% yang meningkat menjadi sekitar 20% pada pasien dengan
nekrosis pankreas. Angka kematian dipengaruhi oleh beratnya penyakit dengan
beberapa faktor prognostik telah dijelaskan. Kehadiran kegagalan organ yang
persisten dikaitkan dengan kematian tertinggi, yang mencapai 60% di beberapa
seri. Pankreatitis batu empedu lebih sering terjadi pada wanita di atas usia 60,
terutama di antara mereka yang menderita mikrolitiasis, sedangkan pankreatitis
alkoholik lebih sering terjadi pada pria [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
Sedangkan pankreatitis kronis merupakan peradangan kronis pada pankreas,
bersifat progresif, disertai adanya jaringan parut, yang merusak pankreas secara
ireversibel, dan mengakibatkan hilangnya fungsi eksokrin dan endokrin dari
pankreas. Kasus ini memberikan konsekuensi mortalitas dan komplikasi yang
cukup besar. Pengelolaan pankreatitis kronik yang tepat bermula dengan
penegakkan diagnosis secara akurat. Ini menjadi tantangan tersendiri terutama
pada pasien yang masih dalam stadium awal, dimana tidak selalu memberikan
bukti definitif pankreatitis kronik. Berbagai modalitas diagnostik seperti
computed tomography scan (CT Scan), Magnetic resonance
cholangipancreoticography (MRCP), hingga penunjang perendoskopik baik itu
endoscopic ultasound (EUS) dan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP), dan uji fungsi pankreas langsung dan tak
langsung, dapat membantu penegakkan diagnosis pankreatitis kronik. Penunjang

3
perendoskopik (EUS maupun ERCP) tidak hanya memberikan pencitraan tapi
juga sebagai modalitas terapi [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
1.2 Batasan Masalah
Referat ini akan membahas tentang pankreatitis akut dan kronis.
1.3 Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang pankreatitis
akut dan kronis.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2 . 1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
2.1.1 Anatomi pankreas
Pankreas adalah kelenjar yang berbentuk panjang, lunak, datar, berlobus dan
berwarna kekuningan, terletak di dinding posterior abdomen, dengan posisi agak
melintang. Pankreas adalah struktur retroperitoneal dan memiliki kapsul tipis.
Untuk tujuan deskriptif pankreas dibagi menjadi caput, collum, corpus dan cauda.
Caput dan cauda masing-masing menandai ekstremitas kanan dan kiri kelenjar
(Gambar 1). Cauda dan collum pankreas terletak agak ke kanan dari garis tengah
sedangkan ekornya ada di kiri garis tengah. Corpus pankreas melintas ke sisi kiri,
sedikit condong ke atas untuk menyambung dengan cauda. Saat melintas dari
kanan ke kiri, corpus pankreas melengkung di depan aorta dan kolom vertebralis,
kira-kira dalam bidang transpyloric pada tingkat vertebra lumbal pertama. Lokasi
pankreas yang dalam dan adanya berbagai visera yang terletak di anterior
membuat pankreas tidak dapat diakses untuk pemeriksaan fisik. Pankreas
memiliki fungsi ganda. Selain kelenjar pencernaan aksesori eksokrin penting,
pankreas memiliki komponen endokrin penting yang terdiri dari jutaan pulau
Langerhans yang didistribusikan ke seluruh substansi pankreas [ CITATION
Mah19 \l 1033 ].

Gambar 1. Bagian-bagian pankreas [ CITATION Pau11 \l


1033 topografi
2.1.1.1. Hubungan ] pankreas

5
Caput pankreas adalah bagian terluas dari pankreas dan terletak tepat di
dalam kurva-C duodenum. Secara superomedial caput menyambung dengan
collum pankreas, yang kemudian menyambung dengan corpus [ CITATION
Mah19 \l 1033 ]. Struktur yang terkait dengan aspek anterior pankreas adalah
sebagai berikut :
Akar mesokolon transversal memiliki keterikatan yang
bersambung ke permukaan ventral caput dan collum pankreas dan di
sepanjang permukaan anterior tubuh pankreas yang berdekatan dengan
batas bawahnya. Superior dari garis perlekatan mesokolon transversal,
kantung kecil/ bursa omentum merupakan hubungan anterior langsung dari
pankreas. Bursa omentum terletak di antara pankreas dan permukaan
posterior lambung [ CITATION Mah19 \l 1033 ].
Hubungan posterior pankreas dari kanan ke kiri adalah sebagai berikut :
Caput pankreas menutupi vena kava inferior yang pada tingkat ini
menerima aliran dari vena renalis kanan dan kiri. Tepat di belakang caput
pankreas adalah ujung bawah saluran empedu sebelum saluran terakhir masuk ke
caput pankreas untuk bergabung dengan saluran pankreas utama. Collum pankreas
terletak tepat di depan dimulainya vena portal yang dibentuk oleh penyatuan vena
lien dan mesenterika superior. Corpus pankreas, langsung medial ke collum,
menutupi aorta abdominalis dan asal arteri mesenterika superior. Lebih jauh ke
kiri corpus menutupi crus kiri diafragma, hilus ginjal kiri dan kelenjar supra-ginjal
kiri. Vena lienalis berjalan langsung ke posterior sepanjang badan pankreas dan
menerima vena mesenterika inferior 2-3 cm sebelum bergabung dengan vena
mesenterika superior. Tepat di lateral hilus ginjal kiri, cauda pankreas meluas ke
ligamentum lienorenal [ CITATION Mah19 \l 1033 ].

6
Gambar 2. Topografi pankreas [ CITATION Pau11 \l
1033 ]
2.1.1.2. Vaskularisasi dan drainase limfatik pancreas
Caput dan collum pankreas disuplai oleh dua arkade arteri
pancreaticoduodenal; satu anterior dan satu posterior. Setiap arcade
divaskularisasi oleh arteri pankreatikoduodenal superior dan inferior. Arkade
terletak di antara pinggiran cembung kepala pankreas dan margin dalam cekung
duodenum. Arteri pancreaticoduodenal superior adalah cabang dari arteri
gastroduodenal yang selanjutnya merupakan cabang dari arteri hepatika komunis.
Arteri pankreatikoduodenalis inferior adalah cabang paling awal dari arteri
mesenterika superior. Arkade pancreaticoduodenal dengan demikian mewakili
anastomosis antara arteri mesenterika celiac dan superior. Seperti tersirat dalam
nama mereka, arkade pankreatikoduodenal juga memasok duodenum yang
berdekatan. Ligasi atau gangguan arkade akan mengakibatkan devaskularisasi
signifikan pada duodenum. Corpus dan cauda pankreas disuplai oleh banyak
cabang arteri limpa. Yang terakhir adalah cabang terminal utama dari batang
celiac. Pembuluh darah ini berjalan berliku-liku dan ke kiri, di sepanjang batas
atas corpus dan ekor pankreas sebelum memasuki ligamen splenorenal untuk
mencapai hilus lien. Arteri limpa melepaskan banyak cabang yang memasuki
permukaan punggung pankreas [ CITATION Mah19 \l 1033 ].

7
Gambar 3. Vaskularisasi pankreas [ CITATION Pau11 \l
1033 ]
Drainase vena pankreas menuju sistem portal. Vena portal terbentuk
tepat di belakang collum pankreas oleh pertemuan vena lienalis dan vena
mesenterika superior. Vena lien, tidak seperti arteri lienik, berjalan lurus. Dimulai
di sekitar hilus limpa, vena limpa melekat pada permukaan posterior cauda dan
corpus pankreas. Vena limpa menerima lima sampai dua belas cabang dari cauda
dan corpus pankreas, selain menerima vena mesenterika inferior (Gambar 3).
Caput dan collum pankreas mengalir ke vena pankreatikoduodenal superior dan
inferior. Vena superior mengalir sebagian ke vena gastroepiploic kanan dan
sebagian langsung ke vena portal. Vena pankreatikoduodenalis inferior mengalir
ke vena mesenterika superior. Jadi, terlepas dari rutenya, seluruh drainase vena
pankreas pada akhirnya mencapai vena portal [ CITATION Mah19 \l 1033 ].

Gambar 4. Drainase vena pankreas [ CITATION Mah19 \l


1033 ].

8
Pembuluh limfatik yang mengalir dari pankreas menyertai arteri
pankreas. Corpus dan cauda pankreas mengalir ke kelenjar getah bening
retropankreas. Setengah bagian atas caput dan collum mengalir ke kelenjar getah
bening celiac sedangkan bagian bawah kepala mengalir ke kelenjar getah bening
mesenterika superior [ CITATION Mah19 \l 1033 ].
2.1.1.3. Sistem duktus pancreas
Duktus utama kelenjar, ductus wirsungi, membentang sepanjang kelenjar
dan biasanya bergabung dengan penghentian saluran empedu untuk membentuk
ampula Vater yang membuka ke aspek posteromedial mukosa bagian kedua dari
duodenum pada papilla duodenum mayor. Duktus pankreas aksesori, duktus
Santorini, melewati bagian atas kepala dan membuka ke dalam mukosa duodenum
di papilla minor sekitar 2 cm proksimal dari pembukaan duktus mayor (Gambar 4)
[ CITATION Mah19 \l 1033 ].

Gambar 5. Sistem duktus pankreas [ CITATION Mah19 \l


2.1.1.4. 1033 ].
Struktur mikroskopis
Pankreas adalah kelenjar berlobus halus yang terkandung dalam kapsul
berserat halus. Lobulus terdiri dari asini sel sekretori serosa. Asinus terdiri dari
bagian eksokrin pankreas dan mengeluarkan sekresi mereka melalui duktul ke
saluran utama. Di antara asini terletak pulau-pulau kecil Langerhans. Pulau-pulau
tersebut merupakan agregasi terpisah dari berbagai jenis sel sekretori, yang dapat
dibedakan dengan pewarnaan histokimia. Sel alfa pulau mengeluarkan glukagon;
sel-sel beta mengeluarkan pro-insulin (pemberi insulin). Jenis sel ketiga, sel delta,
mengeluarkan somatostatin [ CITATION Mah19 \l 1033 ].
2.1.2 Fisiologi pankreas
Pankreas mengandung jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin
dominan terdiri dari kelompok sel sekretorik mirip anggur yang membentuk
kantung yang dikenal sebagai asini, yang terhubung ke saluran yang akhirnya

9
bermuara ke duodenum. Bagian endokrin yang lebih kecil terdiri dari pulau-pulau
terisolasi dari jaringan endokrin, pulau Langerhans, yang tersebar di seluruh
pankreas. Hormon terpenting yang disekresikan oleh sel pulau kecil adalah insulin
dan glukagon. Jaringan eksokrin dan endokrin dari pankreas berasal dari jaringan
yang berbeda selama perkembangan embrio dan hanya berbagi lokasi yang sama.
Meskipun keduanya terlibat dengan metabolisme molekul nutrisi, keduanya
memiliki fungsi berbeda di bawah kendali mekanisme pengaturan yang berbeda
[ CITATION She16 \l 1033 ].
Pankreas eksokrin mengeluarkan cairan pankreas yang terdiri dari dua
komponen: (1) enzim pankreas yang secara aktif disekresikan oleh sel asinar yang
membentuk asini dan (2) larutan alkali encer yang secara aktif disekresikan oleh
sel saluran yang melapisi saluran pankreas. Komponen alkali encer (berair) kaya
akan natrium bikarbonat (NaHCO3). Seperti pepsinogen, enzim pankreas
disimpan dalam butiran zymogen (vesikel sekretori) setelah diproduksi dan
kemudian dilepaskan melalui eksositosis sesuai kebutuhan. Sel asinar
mengeluarkan tiga jenis enzim pankreas yang mampu mencerna ketiga kategori
bahan makanan: (1) enzim proteolitik untuk pencernaan protein, (2) amilase
pankreas untuk pencernaan karbohidrat, dan (3) lipase pankreas untuk pencernaan
lemak. Enzim pankreas hampir dapat mencerna makanan sepenuhnya tanpa
adanya semua sekresi pencernaan lainnya [ CITATION She16 \l 1033 ].
2.1.2.1. Fungsi eksokrin pancreas
Tiga enzim proteolitik utama pankreas adalah tripsinogen, kimotripsinogen,
dan prokarboksipeptidase, yang masing-masing disekresikan dalam bentuk tidak
aktif. Ketika tripsinogen disekresikan ke dalam lumen duodenum, ia diaktifkan
menjadi bentuk enzim aktifnya, tripsin, oleh enteropeptidase (sebelumnya dikenal
sebagai enterokinase), enzim yang tertanam di membran luminal sel yang melapisi
mukosa duodenum. Seperti pepsinogen, tripsinogen harus tetap tidak aktif di
dalam pankreas untuk mencegah enzim proteolitik ini mencerna protein sel tempat
pembentukannya. Tripsinogen tetap tidak aktif, oleh karena itu, sampai mencapai
lumen duodenum, di mana enteropeptidase memicu proses aktivasi. Tripsin
kemudian secara autokatalitik mengaktifkan lebih banyak tripsinogen. Sebagai
perlindungan lebih lanjut, pankreas juga menghasilkan bahan kimia yang dikenal

10
sebagai inhibitor tripsin, yang memblokir tindakan tripsin jika aktivasi spontan
tripsinogen secara tidak sengaja terjadi di dalam pankreas [ CITATION She16 \l
1033 ].
Kimotripsinogen dan prokarboksipeptidase diubah oleh tripsin menjadi
bentuk aktifnya, kimotripsin dan karboksipeptidase, masing-masing, dalam lumen
duodenum. Jadi, sekali enteropeptidase telah mengaktifkan beberapa tripsin,
tripsin melakukan sisa proses aktivasi. Masing-masing enzim proteolitik ini
menyerang hubungan peptida yang berbeda. Produk akhir yang dihasilkan dari
tindakan ini adalah campuran rantai peptida kecil dan asam amino. Lendir yang
disekresikan oleh sel usus melindungi dari pencernaan dinding usus kecil oleh
enzim proteolitik yang diaktifkan [ CITATION She16 \l 1033 ].
- Amilase pankreas
Seperti amilase saliva, amilase pankreas berkontribusi pada
pencernaan karbohidrat dengan mengubah pati makanan (amilosa dan
amilopektin) menjadi maltosa disakarida dan branched polysaccharide
∂-limit dextrins. Amilase disekresikan dalam getah pankreas dalam
bentuk aktif karena amilase aktif tidak membahayakan sel sekretori. Sel-
sel ini tidak mengandung polisakarida [ CITATION She16 \l 1033 ].
- Lipase pankreas
Lipase pankreas sangat penting karena merupakan satu-satunya
enzim yang disekresikan di seluruh sistem pencernaan yang dapat
mencerna lemak. (Pada manusia, jumlah lipase yang tidak signifikan
disekresikan dalam air liur dan getah lambung — lipase lingual dan
lipase lambung.) Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida makanan
menjadi monogliserida dan asam lemak bebas, yang merupakan unit
lemak yang dapat diserap. Seperti amilase, lipase disekresikan dalam
bentuk aktifnya karena tidak ada risiko pencernaan sendiri oleh pankreas
oleh lipase. Trigliserida bukanlah komponen struktural sel pankreas
[ CITATION She16 \l 1033 ].
- Insufisiensi enzim pankreas
Ketika terjadi kekurangan enzim pankreas, pencernaan makanan
tidak lengkap. Karena pankreas adalah satu-satunya sumber lipase yang

11
signifikan, kekurangan enzim pankreas menyebabkan gangguan
pencernaan yang serius dan malabsorpsi lemak makanan. Manifestasi
klinis utama dari insufisiensi eksokrin pankreas adalah steatorrhea, atau
lemak berlebih yang tidak tercerna dalam feses. Hingga 60% hingga 70%
lemak yang tertelan dapat dikeluarkan melalui tinja. Pencernaan protein
dan karbohidrat sedikit terganggu karena enzim saliva, lambung, dan
usus kecil berkontribusi pada pencernaan kedua bahan makanan ini
[ CITATION She16 \l 1033 ].
- Sekresi alkali
Enzim pankreas berfungsi paling baik dalam lingkungan netral atau
sedikit basa, namun isi lambung yang sangat asam bermuara di
duodenum di sekitar masuknya enzim pankreas ke duodenum. Chyme
asam ini harus dinetralkan dengan cepat di dalam lumen duodenum, tidak
hanya untuk memungkinkan fungsi yang optimal dari enzim pankreas
tetapi juga untuk mencegah kerusakan asam pada mukosa duodenum.
Cairan alkali (kaya NaHCO3) yang disekresikan oleh sel-sel saluran
pankreas ke duodenum berfungsi penting untuk menetralkan asam chyme
yang bermuara di duodenum dari perut. Sekresi NaHCO3 encer sejauh
ini merupakan komponen sekresi pankreas yang terbesar. Volume sekresi
pankreas berkisar antara 1 dan 2 liter per hari, tergantung pada jenis dan
derajat rangsangan [ CITATION She16 \l 1033 ].
2.1.2.2. Fungsi endokrin pancreas
Tersebar di seluruh pankreas di antara sel-sel eksokrin ada sekitar satu
juta kelompok, atau “pulau,” sel endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans.
Pulau-pulau tersebut membentuk sekitar 1% hingga 2% dari total massa pankreas
[ CITATION She161 \l 1033 ]. Jenis sel endokrin pankreas adalah:
 Sel ß (beta) (merupakan sekitar 60% sel pulau kecil), yang secara
bersamaan mengeluarkan insulin, hormon pankreas yang paling penting,
dan amylin, hormon pankreas yang paling baru ditemukan. Sel ß
mengeluarkan insulin 100 kali lebih banyak daripada amylin. Sel-sel ß
terkonsentrasi secara terpusat di pulau-pulau kecil, dengan sel-sel lain
berkerumun di sekitar pinggiran.

12
 Sel ∂ (alfa) (sekitar 25% dari sel pulau kecil), yang menghasilkan
hormon glukagon
 Sel delta, atau D, (sekitar 10% sel pulau kecil), tempat pankreas sintesis
somatostatin
 Sel gamma, atau F, (sekitar 4% dari sel pulau kecil), yang mengeluarkan
polipeptida pankreas, hormon yang berperan dalam mengurangi nafsu
makan dan asupan makanan, masih kurang dipahami
 Sel epsilon (<1% dari sel pulau kecil), yang merupakan sel baru yang
melepaskan ghrelin, "hormon kelaparan". Kebanyakan ghrelin
disekresikan oleh perut sebelum makan.
[ CITATION She161 \l 1033 ].
Pada pankreas terdapat hormon somatostatin pankreas yang menghambat
sistem pencernaan dalam berbagai cara, efek keseluruhannya adalah menghambat
pencernaan nutrisi dan mengurangi penyerapan nutrisi. Somatostatin dilepaskan
dari sel D pankreas sebagai respons langsung terhadap peningkatan glukosa darah
dan asam amino darah selama penyerapan makanan. Dengan mengerahkan efek
penghambatannya, somatostatin pankreas bertindak dalam mode umpan balik
negatif untuk mengerem laju pencernaan dan penyerapan makanan, sehingga
mencegah kadar nutrisi plasma yang berlebihan. Somatostatin pankreas juga
bertindak sebagai parakrin dalam mengatur sekresi hormon pankreas. Kehadiran
lokal somatostatin menurunkan sekresi insulin, glukagon, dan somatostatin itu
sendiri, tetapi kepentingan fisiologis dari fungsi parakrin tersebut belum
ditentukan [ CITATION She161 \l 1033 ].
Sel-sel yang melapisi saluran pencernaan juga menghasilkan somatostatin,
yang bertindak secara lokal sebagai parakrin untuk menghambat sebagian besar
proses pencernaan. Selanjutnya, somatostatin (alias GHIH) diproduksi oleh
hipotalamus, di mana ia menghambat sekresi GH dan TSH [ CITATION
She161 \l 1033 ].
Hormon berikutnya adalah insulin yang memiliki efek penting pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa,
asam lemak, dan asam amino dalam darah dan meningkatkan penyimpanannya.
Saat molekul nutrisi ini memasuki darah selama keadaan absorpsi, insulin

13
meningkatkan pengambilan dan konversi selulernya menjadi glikogen,
trigliserida, dan protein. Insulin memberikan banyak efek dengan mengubah
transportasi nutrisi tertentu yang dibawa darah ke dalam sel atau aktivitas enzim
yang terlibat dalam jalur metabolisme tertentu. Untuk mencapai efeknya, dalam
beberapa kasus insulin meningkatkan aktivitas enzim, misalnya sintase glikogen,
enzim yang mensintesis glikogen dari molekul glukosa. Dalam kasus lain,
bagaimanapun, insulin menurunkan aktivitas enzim, misalnya dengan
menghambat lipase yang sensitif terhadap hormon, enzim yang mengkatalisis
pemecahan trigliserida yang disimpan kembali menjadi asam lemak bebas dan
gliserol [ CITATION She161 \l 1033 ].
Meskipun insulin memainkan peran sentral dalam mengontrol penyesuaian
metabolik antara keadaan absorpsi dan postabsorpsi, produk sekretori dari sel
pulau kecil pankreas, glukagon, juga penting. Banyak ahli fisiologi memandang
sel ß yang mensekresi insulin dan sel ß yang mensekresi glukagon sebagai sistem
endokrin yang digabungkan yang keluaran sekretorinya gabungan merupakan
faktor utama dalam mengatur metabolisme bahan bakar [ CITATION She161 \l
1033 ].
Glukagon memengaruhi banyak proses metabolisme yang sama dengan
yang dipengaruhi insulin, tetapi dalam kebanyakan kasus, tindakan glukagon
berlawanan dengan insulin. Tempat utama kerja glukagon adalah hati, di mana ia
memberikan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Glukagon bekerja dengan meningkatkan cAMP [ CITATION She161 \l 1033 ].
2 . 2. Pankreatitis akut
2.2.1. Definisi
Pankreatitis akut merupakan suatu episode jejas seluler dan radang dari
parenkim pankreas yang dicetuskan oleh autodigesti dari parenkim pankreas oleh
enzim pankreas yang teraktivasi secara tidak normal, manifestasi dari pankreatitis
akut dapat berupa pankreatitis akut ringan, sedang-berat dan pankreatitis akut
berat [ CITATION Der19 \l 1033 ].
2.2.2. Epidemiologi
Insiden pankreatitis akut di Inggris diperkirakan 15-42 kasus per 100.000
per tahun dan meningkat 2,7% setiap tahun. Pankreatitis akut memiliki angka

14
kematian 1%-7% yang meningkat menjadi sekitar 20% pada pasien dengan
nekrosis pankreas. Angka kematian dipengaruhi oleh beratnya penyakit dengan
beberapa faktor prognostik. Kehadiran kegagalan organ yang persisten dikaitkan
dengan kematian tertinggi, yang mencapai 60% di beberapa seri. Pankreatitis batu
empedu lebih sering terjadi pada wanita di atas usia 60, terutama di antara mereka
yang menderita mikrolitiasis, sedangkan pankreatitis alkoholik lebih sering terjadi
pada pria [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
2.2.3. Etiologi
Beberapa faktor etiologi telah dijelaskan untuk pankreatitis akut meskipun
pada 30% kasus faktor etiologi tidak dapat diidentifikasi (disebut pankreatitis
idiopatik). Kehadiran mikrolitiasis menyumbang 80% dari pankreatitis idiopatik.
Di Inggris, batu empedu yang diikuti dengan asupan alkohol bertanggung jawab
atas 75% kasus pankreatitis akut. Penyebab paling umum di seluruh dunia adalah
konsumsi alkohol. Tabel 1 menunjukkan etiologi lain pada pankreatitis akut
[ CITATION Goo19 \l 1033 ].

Gambar 6. Etiologi pankreatitis akut [ CITATION


Goo19 \l 1033 ]
- Penyakit saluran bilier
Pankreatitis batu empedu adalah penyebab tersering dan diperkirakan 28%
-38% dari semua kasus pankreatitis akut. Pankreatitis yang diinduksi batu empedu
disebabkan oleh penyumbatan saluran oleh migrasi batu empedu yang
menyebabkan impaksi sementara batu yang bermigrasi di ampula duodenum,
peningkatan tekanan saluran, dan stimulasi tak teregulasi dari enzim pencernaan
yang disekresikan oleh pankreas. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh batu yang

15
bersarang di ampula duodenum, spasme, dan fibrosis dari sfingter Oddi
[ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Alkohol
Pankreatitis alkoholik adalah penyebab tersering kedua dan diperkirakan 19%
-41% dari semua kasus pankreatitis akut. Hubungan antara penyalahgunaan
alkohol dan pankreatitis masih kurang dipahami, tetapi diketahui bahwa sebagian
besar pasien yang menyalahgunakan alkohol tidak mengembangkan pankreatitis.
Selain itu, dua pertiga pasien yang datang dengan pankreatitis alkoholik akut telah
mengembangkan pankreatitis kronis yang mendasari. Pada sekitar 8% kasus
pankreatitis akut terkait dengan alkohol, mutasi pada gen penghambat tripsin
sekretorik pankreas (SPINK1) telah terlihat [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Hipertrigliseridemia
Pankreatitis yang diinduksi hipertrigliseridemia adalah penyebab yang jarang
dan diperkirakan mencapai 1%-4% kasus. Pankreatitis yang diinduksi
hipertrigliseridemia diperkirakan disebabkan oleh hidrolisis dari lipoprotein kaya
trigliserida yang berlebihan yang melepaskan asam lemak bebas konsentrasi tinggi
yang melukai endotel vaskular dan sel asinar pankreas. Cedera ini menyebabkan
lingkungan iskemik dan asam yang terus berlanjut dengan toksisitas yang
dihasilkan. Gen spesifik yang terkait dengan mutasi reguler konduktansi
transmembran fibrosis kistik dan faktor nekrosis tumor ditemukan menjadi faktor
risiko pankreatitis akut sekunder akibat hipertrigliseridemia. Direkomendasikan
untuk melakukan pemeriksaan kadar trigliserida pada semua pasien pankreatitis
akut yang riwayatnya tidak menunjukkan penggunaan alkohol dan pencitraan
tidak menunjukkan patologi bilier [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Genetik
Beberapa mutasi genetik telah dikaitkan dengan perkembangan pankreatitis
akut. Genotipe gen fibrosis kistik spesifik (cystic fibrosis transmembrane
conductance regulator / CFTR) telah terbukti secara signifikan terkait dengan
pankreatitis akut, dengan risiko tertinggi terlihat pada genotipe fenotipe ringan.
Pankreatitis herediter adalah penyakit dominan autosom yang disebabkan oleh
mutasi gen kationik tripsinogen (PRSS1), tetapi biasanya berhubungan dengan
pankreatitis kronis. Pada pasien yang lebih muda, tanpa penyebab pankreatitis

16
akut yang dapat diidentifikasi, etiologi genetik harus dipertimbangkan
[ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Obat-obatan
Pankreatitis akut yang diinduksi obat adalah kejadian langka. Harus ada tingkat
kecurigaan yang tinggi setelah penyebab umum pankreatitis akut telah
disingkirkan. Diperkirakan 2% - 4,8% dari kasus pankreatitis akut yang
dilaporkan telah dikaitkan dengan beberapa pengobatan. Berbagai macam obat
telah dilaporkan sebagai kemungkinan penyebab pankreatitis akut termasuk 6-
merkaptopurin, sulfonamida, diuretik, didanosine, pentamidin, tetrasiklin,
azatioprin, estrogen, dan steroid. Mekanisme yang diusulkan dari pankreatitis akut
yang diinduksi obat termasuk reaksi imunologis, efek toksik langsung, toksik
metabolit, iskemia dan thrombosis [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Infeksi
Berbagai infeksi telah dikaitkan dengan pankreatitis akut termasuk virus,
bakteri, jamur, dan parasit. Infeksi yang telah dilaporkan menyebabkan
pankreatitis akut termasuk gondongan, virus coxsackie, virus hepatitis B,
cytomegalovirus, virus varicella-zoster, virus herpes simpleks, Mycoplasma,
Legionella, Leptospira, Salmonella, Aspergillus, Toxoplasma, dan
cryptosporidium. Berdasarkan infeksi penyebabnya, virus adalah etiologi utama
pankreatitis akut [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Trauma
Setiap trauma tumpul pada pankreas dapat menyebabkan pankreatitis akut,
tetapi diagnosis ini harus dibuat jika ada kecurigaan yang tinggi. Insiden cedera
pankreas terdiri dari 0,2% sampai 12% dari semua trauma abdomen. Mayoritas
trauma pankreas terkait dengan trauma langsung dengan hanya sebagian kecil
yang terkait dengan trauma tumpul [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Post- ERCP
Peningkatan serum amilase hingga tiga kali batas atas normal telah dilaporkan
setelah 24 jam ERCP. Telah dilaporkan dalam 1,3% - 4,3% dari prosedur ERCP.
Faktor risiko yang paling umum untuk pankreatitis akut terkait pasca-ERCP
adalah usia yang lebih muda, jenis kelamin wanita, riwayat disfungsi sfingter

17
Oddi, opasifikasi saluran pankreas, kolangitis, dan perforasi duodenum
[ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Hiperkalsemia
Peningkatan kadar kalsium juga dikaitkan dengan pankreatitis akut.
Mekanisme di balik itu berasal dari paparan kalsium konsentrasi tinggi yang
menyebabkan toksisitas, gangguan sinyal intraseluler, dan kerusakan sel. Selain
itu, pankreatitis akut telah dilaporkan pada 1,5% pasien dengan
hiperparatiroidisme yang diduga disebabkan oleh hiperkalsemia [ CITATION
Cha19 \l 1033 ].
- Vaskuler
Iskemia pankreas akibat penyakit reumatologi, iskemia akibat syok, dan
embolisasi ateromatosa juga telah dilaporkan sebagai penyebab yang jarang
terjadi. Pankreatitis akut telah dilaporkan pada berbagai penyakit rematik
termasuk sistemik lupus eritematosus, sindrom Sogren, skleroderma, dan artritis
reumatoid. Pankreatitis akut juga telah dilaporkan sebagai kejadian yang jarang
tetapi potensial dalam waktu 48 jam setelah prosedur angiografi transabdominal
akibat embolisasi ateromatosa [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Idiopatik
Penyebab pankreatitis idiopatik atau tak teridentifikasi telah dilaporkan pada
sekitar 10% - 40% dari semua kasus pankreatitis akut. Pankreatitis idiopatik
sering disebabkan oleh mikrolitiasis yang tidak terdeteksi pada pencitraan
abdomen rutin [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
2.2.4. Patogenesis
Baik pankreatitis akut maupun kronis dimulai oleh cedera yang
menyebabkan pencernaan otomatis pankreas oleh enzimnya sendiri. Dalam
keadaan normal, mekanisme berikut melindungi pankreas dari pencernaan sendiri
oleh enzim yang disekresikannya: (1) Sebagian besar enzim pencernaan disintesis
sebagai proenzim tidak aktif (zimogen), yang dikemas dalam butiran sekretori; (2)
Kebanyakan proenzim diaktivasi oleh tripsin, yang dengan sendirinya diaktivasi
oleh enteropeptidase duodenum (enterokinase) di usus halus; dengan demikian,
aktivasi proenzim intrapankreas biasanya minimal; (3) Sel asinar dan duktal
mengeluarkan inhibitor tripsin, termasuk penghambat protease serin Kazal tipe 1

18
(serine protease inhibitor Kazal type 1 / SPINK1), yang selanjutnya membatasi
aktivitas tripsin intrapankreas. Pankreatitis terjadi ketika mekanisme perlindungan
ini terganggu atau kewalahan [ CITATION Der19 \l 1033 ].
Enzim pankreas, seperti yang telah kita diskusikan, termasuk tripsin,
disintesis dalam bentuk proenzim yang tidak aktif. Aktivasi tripsin intrapankreas
yang tidak tepat pada gilirannya dapat menyebabkan aktivasi proenzim lain
seperti profosfolipase dan proelastase, yang kemudian menurunkan sel lemak dan
merusak serat elastis pembuluh darah. Tripsin juga mengubah prekalikrein
menjadi bentuk aktifnya, sehingga memperkuat sistem kinin dan, dengan aktivasi
faktor koagulasi XII, sistem pembekuan dan sistem komplemen. Peradangan yang
terjadi dan trombosis pembuluh kecil (yang dapat menyebabkan kemacetan dan
pecahnya pembuluh yang sudah melemah) merusak sel asinar, yang selanjutnya
memperkuat aktivasi enzim pencernaan intrapankreas [ CITATION Der19 \l 1033
].
Bagaimana aktivasi enzim pankreas yang tidak tepat terjadi dalam bentuk
sporadis pankreatitis akut seperti yang disebutkan di atas, tidak sepenuhnya jelas,
tetapi ada bukti untuk setidaknya tiga peristiwa awal utama:
- Obstruksi saluran pankreas. Apa pun penyebabnya, obstruksi meningkatkan
tekanan duktus intrapankreas dan menyebabkan akumulasi cairan kaya enzim
di interstisium. Meskipun sebagian besar enzim pankreas disekresikan
sebagai zimogen tidak aktif, lipase diproduksi dalam bentuk aktif dan
berpotensi menyebabkan nekrosis lemak lokal. Kematian adiposit diduga
menghasilkan sinyal "bahaya" secara lokal yang merangsang myofibroblas
dan leukosit peri-asinar untuk melepaskan sitokin proinflamasi dan mediator
inflamasi lain yang memulai inflamasi lokal dan mendorong perkembangan
edema interstisial melalui mikrovaskulatur yang bocor. Edema selanjutnya
dapat mengganggu aliran darah lokal, menyebabkan insufisiensi vaskular dan
cedera iskemik pada sel asinar [ CITATION Der19 \l 1033 ].
- Cedera sel asinar primer. Mengarah pada pelepasan enzim pencernaan,
inflamasi dan autodigesti jaringan pankreas. Stres oksidatif dapat
menghasilkan radikal bebas dalam sel asinar, yang menyebabkan oksidasi
lipid membran dan aktivasi faktor transkripsi, termasuk AP1 dan NF-κB,

19
yang pada gilirannya menginduksi ekspresi kemokin yang menarik sel
mononuklear. Peningkatan aliran kalsium tampaknya menjadi pemicu penting
lainnya untuk aktivasi enzim pencernaan yang tidak tepat. Ketika kadar
kalsium rendah, tripsin cenderung membelah dan menonaktifkan dirinya
sendiri, tetapi ketika kadar kalsium tinggi, autoinhibisi dibatalkan dan
aktivasi tripsinogen oleh tripsin lebih disukai. Diduga bahwa setiap faktor
yang menyebabkan peningkatan kadar kalsium dalam sel asinar dapat
memicu aktivasi tripsin yang berlebihan, termasuk kelainan bawaan tertentu
yang mempengaruhi kadar kalsium [ CITATION Der19 \l 1033 ].
- Transpor proenzim intraseluler yang rusak ke dalam kompartemen
intraseluler yang mengandung hidrolase lisosom di dalam sel asinar yang
terluka. Proenzim kemudian diaktifkan, lisosom terganggu, dan enzim yang
diaktifkan dilepaskan. Peran mekanisme ini pada pankreatitis akut tidak jelas
[ CITATION Der19 \l 1033 ].
Sitokin dan mediator inflamasi lainnya seperti tumor necrosis factor (TNF),
interleukin (terutama IL-1, IL-6, dan IL-8), platelet activating factor (PAF), dan
endotoksin dilepaskan dengan cepat dan dapat diprediksi dari sel inflamasi.
Derajat peradangan yang diinduksi TNF berkorelasi dengan keparahan
pankreatitis. Sitokin dengan cepat memasuki sirkulasi sistemik dari rongga
peritoneum melalui duktus toraks dan dapat mempengaruhi banyak sistem tubuh
dan dapat menghasilkan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) dan sindrom
disfungsi multiorgan yang khas pada pankreatitis akut berat [ CITATION Der19 \l
1033 ].
2.2.5. Patofisiologi
Nyeri perut hampir universal dan merupakan ciri khas pankreatitis akut.
Nyeri pankreatitis akut diperkirakan sebagian berasal dari peregangan kapsul
pankreas oleh duktus yang membengkak dan edema parenkim, eksudat inflamasi,
protein dan lipid yang dicerna, dan perdarahan. Selain itu, bahan-bahan ini dapat
merembes keluar dari parenkim ke retroperitoneum dan kantung kecil, di mana
mereka mengiritasi ujung saraf sensorik retroperitoneal dan peritoneal dan
menghasilkan nyeri punggung dan pinggang yang intens [ CITATION Der19 \l
1033 ].

20
Peregangan kapsul pankreas juga dapat menyebabkan mual dan muntah.
Meningkatnya nyeri perut, iritasi peritoneal, dan ketidakseimbangan elektrolit
(terutama hipokalemia) dapat menyebabkan ileus paralitik dengan distensi
abdomen yang nyata. Jika motilitas lambung terhambat dan sfingter
gastroesofageal relaks, mungkin terjadi emesis. Baik usus kecil maupun besar
sering membesar selama serangan akut. Kadang-kadang hanya bagian usus yang
melebar [ CITATION Der19 \l 1033 ].
Hampir dua pertiga pasien dengan pankreatitis akut mengalami demam.
Mekanisme patofisiologis yang bertanggung jawab atas demam melibatkan cedera
jaringan yang luas, inflamasi, dan nekrosis serta pelepasan pirogen endogen,
terutama IL-1, dari leukosit polimorfonuklear ke dalam sirkulasi. Pada
kebanyakan kasus pankreatitis akut, demam tidak menunjukkan adanya infeksi
bakteri. Namun, demam yang persisten setelah hari keempat dan kelima penyakit -
atau suhu yang melonjak hingga 40°C atau lebih - dapat menandakan
perkembangan komplikasi infeksi seperti pengumpulan cairan peripankreas yang
terinfeksi, nekrosis pankreas yang terinfeksi, atau kolangitis asenden [ CITATION
Der19 \l 1033 ].
Syok dapat terjadi pada pankreatitis akut yang parah sebagai akibat dari
beberapa faktor yang saling terkait. Hipovolemia terjadi akibat eksudasi masif
plasma dan perdarahan ke dalam ruang retroperitoneal dan dari akumulasi cairan
di usus akibat ileus. Hipotensi dan syok juga dapat terjadi akibat pelepasan kinin
ke dalam sirkulasi umum. Misalnya, aktivasi selama peradangan akut enzim
proteolitik kallikrein menghasilkan vasodilatasi perifer melalui pembebasan
peptida vasoaktif, bradikinin dan kallidin. Sitokin seperti PAF, vasodilator yang
sangat kuat dan aktivator leukosit, telah terlibat dalam perkembangan syok dan
manifestasi lain dari SIRS. Volume intravaskuler yang berkontraksi
dikombinasikan dengan hipotensi dapat menyebabkan iskemia miokard dan
serebral, gagal napas, asidosis metabolik, dan penurunan output urin atau gagal
ginjal akibat nekrosis tubular akut [ CITATION Der19 \l 1033 ].
Pelepasan dan ekspresi faktor jaringan selama proteolisis dapat
menyebabkan aktivasi kaskade koagulasi plasma dan dapat menyebabkan
koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Dalam kasus lain, hiperkoagulabilitas

21
darah diperkirakan disebabkan oleh peningkatan konsentrasi beberapa faktor
koagulasi, termasuk faktor VIII, fibrinogen, dan mungkin faktor V. Pasien yang
terkena secara klinis dapat mengalami perubahan warna hemoragik (purpura) di
jaringan subkutan di sekitar pusar (Cullen sign) atau di flanks area (tanda Grey
Turner) [ CITATION Der19 \l 1033 ].
Komplikasi paru merupakan manifestasi yang ditakuti dari pankreatitis akut
yang parah dan terjadi pada 15-50% pasien. Tingkat keparahan komplikasi paru
dapat bervariasi dari hipoksia ringan hingga gagal napas (sindrom gangguan
pernapasan akut [ARDS]. Diperkirakan bahwa 50% dari kematian dini pada
pasien dengan pankreatitis akut berat dikaitkan dengan gagal napas akibat cedera
paru akut yang parah. Patofisiologi dari cedera paru-paru akut ini tampaknya
melibatkan peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler. Penghancuran
sel endotel di kapiler alveolar dapat dimediasi oleh enzim pankreas aktif yang
bersirkulasi termasuk elastase dan fosfolipase A2. Surfaktan paru, penghalang
alveolar penting lainnya, tampaknya dihancurkan oleh fosfolipase A2
[ CITATION Der19 \l 1033 ].
Pankreatitis akut dapat disertai dengan efusi pleura kecil (biasanya sisi kiri).
Efusi mungkin reaktif dan karenanya sekunder akibat efek langsung dari pankreas
yang meradang dan bengkak pada pleura yang berbatasan dengan diafragma
(biasanya transudatif). Sebagai alternatif, dalam kasus pankreatitis akut yang
parah, efusi dapat disebabkan oleh pelacakan cairan eksudatif dari pankreas secara
retroperitoneal ke dalam rongga pleura melalui defek pada diafragma. Ciri
khasnya, cairan pleura dalam keadaan terakhir ini adalah eksudat dengan tingkat
protein yang tinggi, dehidrogenase laktat, dan amilase. Efusi dapat menyebabkan
atelektasis segmental pada lobus bawah, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-
perfusi dan hipoksia [ CITATION Der19 \l 1033 ].
Dengan meningkatnya kerusakan parenkim pankreas karena peradangan
berulang dan fibrosis, fungsi eksokrin dan endokrin pankreas terpengaruh.
Diabetes melitus pasca pankreatitis dapat terjadi karena kerusakan parenkim
endokrin pankreas dan insufisiensi pankreas eksokrin (EPI) dapat terjadi karena
kerusakan parenkim eksokrin pankreas. EPI dapat menyebabkan gangguan
pencernaan dan malabsorpsi, lima dari sembilan studi dalam tinjauan sistematis

22
mencatat hubungan antara insufisiensi enzim pankreas dan osteoporosis. Salah
satu akibat malabsorpsi adalah kekurangan vitamin D yang berperan penting
dalam kesehatan tulang dan selanjutnya dapat menyebabkan osteoporosis
[ CITATION Der19 \l 1033 ].
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis pankreatitis akut harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami nyeri perut. Riwayat dan pemeriksaan dapat menjadi indikasi
pankreatitis akut; namun, dua dari tiga kriteria berikut harus dipenuhi untuk
diagnosis:
► Anamnesis menunjukkan ciri-ciri yang khas
► Peningkatan serum amilase atau lipase (> 3ULN).
► Pencitraan (CT, MRI atau ultrasound) yang konsisten dengan pankreatitis
akut.
- Anamnesis
Anamnesis yang menyeluruh diperlukan untuk menentukan sifat nyeri perut
yang muncul dan untuk mengetahui adanya faktor risiko penyakit pankreas. Usia
dan jenis kelamin adalah demografi penting karena perbedaan dua penyebab
pankreatitis akut yang paling umum. Pankreatitis batu empedu paling sering pada
pasien dengan penyakit kandung empedu, biasanya wanita di atas usia 60,
sementara pankreatitis alkoholik lebih sering pada pria, dan umumnya pada usia
yang lebih muda daripada mereka dengan pankreatitis batu empedu. Etiologi
karena metabolik, obat terkait dan prosedural harus dipertimbangkan. Riwayat
pankreatitis akut sebelumnya harus dicatat. Riwayat keluarga penting untuk
menyingkirkan pankreatitis herediter dan sindrom kanker familial. Semua
pengobatan, dan khususnya obat baru, harus ditinjau ulang [ CITATION Goo19 \l
1033 ].
Pola nyeri yang paling umum muncul adalah nyeri epigastrik parah yang
menjalar ke punggung, diperburuk oleh gerakan dan berkurang dengan
mencondongkan tubuh ke depan. Pasien mungkin tampak gelisah, bingung dan
tertekan. Mereka mungkin memberikan riwayat anoreksia, mual, muntah dan
pengurangan asupan oral. Riwayat gejala yang berhubungan dengan kolangitis
harus dicari [ CITATION Goo19 \l 1033 ].

23
- Pemeriksaan fisik
Pasien biasanya memiliki tanda-tanda hipovolemia dan mungkin muncul
diaforesis, takikardi, dan takipneu. Demam dapat terjadi karena pelepasan sitokin
sebagai bagian dari respon inflamasi normal atau mungkin merupakan pankreatitis
yang rumit, misalnya, nekrosis pankreas dengan atau tanpa infeksi. Suara napas
yang berkurang dan perkusi toraks yang redup menunjukkan efusi pleura, yang
mungkin jarang muncul pada presentasi awal meskipun biasanya berkembang
sebagai komplikasi selanjutnya. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan perut
yang empuk dan buncit dengan pelindung volunter dan dengan bising usus yang
berkurang jika ada kaitan dengan ileus. Tanda-tanda klinis hipokalsemia jarang
terjadi tetapi mungkin terlihat jelas. Pankreatitis hemoragik sangat jarang dan
dapat menyebabkan ekimosis pada kulit periumbilikalis (tanda Cullen), di dalam
panggul (tanda Gray-Turner) atau di atas ligamentum inguinalis (tanda Fox).
Perbedaan penting lainnya dari perdarahan retroperitoneal termasuk ruptur
aneurisma abdomen dan ruptur kehamilan ektopik [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
- Pemeriksaan laboratorium
Tes darah rutin termasuk enzim hati, trigliserida dan kalsium harus
dilakukan. Peningkatan kreatinin dan urea menunjukkan cedera ginjal akut akibat
kehilangan cairan ruang ketiga dan deplesi intravaskular. Hemokonsentrasi
dikaitkan dengan peningkatan risiko pengembangan nekrosis pankreas. Dengan
tidak adanya koledokolitiasis, tes fungsi hati biasanya relatif normal. Peningkatan
alanine aminotransferase (ALT) menunjukkan kemungkinan asal empedu. Sebuah
meta-analisis menemukan bahwa peningkatan konsentrasi serum ALT 150 IU / L
atau lebih dalam waktu 48 jam setelah onset gejala memiliki nilai prediksi positif
sebesar 85% dalam memprediksi etiologi batu empedu pada pasien pankreatitis
akut [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
Peningkatan kadar serum amilase atau lipase (> 3 ULN) mendukung
diagnosis, tetapi bukan tanda patognomik untuk diagnosis pankreatitis akut.
Sebaliknya, amilase dan lipase mungkin tidak mencapai ambang diagnostik pada
kasus pankreatitis akut; oleh karena itu perlu memiliki ambang yang rendah untuk
merawat pasien bila ada indeks kecurigaan yang tinggi. Performa diagnostik dari
tes-tes ini menurun dalam beberapa jam dan hari setelah timbulnya pankreatitis

24
akut, sehingga investigasi tambahan harus dilakukan jika ada kecurigaan dari
pankreatitis akut. Pengujian C-reactive protein awal dan serial digunakan dalam
pankreatitis akut sebagai indikator keparahan dan perkembangan peradangan.
Oksigenasi arteri harus dipantau secara ketat dan hipoksia diobati dengan oksigen
tambahan. Pengambilan sampel gas darah arteri harus dipertimbangkan untuk
menilai oksigenasi dan status asam basa [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
- Imaging
Pemeriksaan radiografi tidak digunakan untuk diagnosis pankreatitis akut,
tetapi dapat menentukan etiologi dan menyingkirkan diagnosis alternatif. Foto
thoraks mungkin menunjukkan atelektasis basal dan efusi pleura. Radiografi
abdomen dapat menunjukkan lingkaran sentinel (dilatasi terisolasi dari segmen
usus) yang berdekatan dengan pankreas, menunjukkan batu empedu yang
terkalsifikasi (hanya terdapat pada 15% - 20% dari semua kasus dengan batu
empedu yang terbukti) atau menunjukkan kalsifikasi pankreas sebagai ciri kronis
pankreatitis [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
USG trans-abdominal adalah studi awal yang disukai pada dugaan
pankreatitis batu empedu karena murah, tersedia di samping tempat tidur dan
memungkinkan pemeriksaan kandung empedu dan saluran empedu. Sensitivitas
ultrasonografi konvensional dalam mendeteksi pankreatitis akut hingga 75%
tetapi dibatasi oleh gas usus pada 25% - 30% pasien. Pasien yang menjadi tidak
sehat secara sistematis, septik atau yang tidak membaik harus menjalani CT scan
multiphase yang ditingkatkan kontras untuk menyingkirkan kumpulan
peripankreas, nekrosis, abses dan komplikasi vaskular pankreatitis (misalnya,
perkembangan trombus vena portal, pseudoaneurisma atau perdarahan). Area
penurunan peningkatan parenkim pankreas menunjukkan nekrosis pankreas.
Meskipun CT adalah modalitas awal yang lebih disukai untuk menentukan
stadium pankreatitis akut dan mendeteksi komplikasi vaskular, hal ini tidak
disarankan dalam 48 jam pertama masuk (kecuali ada diagnosis yang tidak pasti)
karena hal ini telah dikaitkan dengan peningkatan lama rawat, meremehkan
derajat nekrosis pankreas dan tanpa perbaikan pada hasil pasien. Untuk
pemeriksaan berseri, MRI semakin disukai dengan penggunaan rangkaian MR
cholangiopancreatography (MRCP) untuk mendeteksi / mengecualikan faktor

25
etiologi (termasuk batu bilier dan pankreas), penggambaran yang lebih baik dari
komponen padat dan cair dari koleksi pankreas dan peri-pankreas (dengan
demikian memfasilitasi perencanaan prosedur drainase), dan karakterisasi
parenkim pankreas yang lebih baik termasuk peradangan akut, volume sisa dan
perubahan fibrotik (dari gangguan sebelumnya). Kolangiopankreatografi retrograd
endoskopi (ERCP) hanya direkomendasikan secara akut pada kasus pankreatitis
batu empedu dengan komplikasi kolangitis. Sebuah meta-analisis tidak
menemukan bukti bahwa ERCP rutin dini secara signifikan mempengaruhi
mortalitas atau morbiditas pada pankreatitis bilier selain pada pasien dengan
kolangitis atau obstruksi bilier yang terjadi bersamaan. Pada pasien yang dianggap
memiliki pankreatitis akut idiopatik, setelah pemeriksaan etiologi bilier negatif,
USG endoskopi (EUS) harus dipertimbangkan untuk mendeteksi mikrolitiasis dan
pencitraan cross-sectional harus ditinjau untuk menyingkirkan neoplasma
pankreas, terutama yang relevan pada pasien berusia> 50 tahun. Sebuah tinjauan
sistematis termasuk 416 pasien dengan pankreatitis akut idiopatik melaporkan
hasil diagnostik 32% - 88% dari EUS, mendeteksi lumpur bilier atau tanda-tanda
pankreatitis kronis. Jika EUS normal, MRCP yang distimulasi sekretin dapat
dipertimbangkan untuk menilai kelainan anatomi yang jarang terjadi [ CITATION
Goo19 \l 1033 ].
2.2.7. Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan awal adalah untuk meringankan gejala dan
mencegah komplikasi dengan mengurangi rangsangan sekretorik pankreas dan
koreksi kelainan cairan dan elektrolit. Awalnya, pasien harus diberikan resusitasi
cairan dan dijaga agar tetap istirahat usus saat masih merasa mual, muntah atau
nyeri perut. Perawatan suportif berlanjut sampai nyeri teratasi dan diet dimulai
kembali. Mayoritas pasien akan membaik dalam waktu 3-7 hari setelah
penatalaksanaan konservatif. Pasien dengan kegagalan organ atau tanda
prognostik yang buruk (SIRS persisten, skor Glasgow> 3, skor APACHE> 8 dan
skor Ranson> 3) harus dinilai untuk masuk ke High Dependency Unit (HDU)
[ CITATION Goo19 \l 1033 ].
- Klasifikasi tingkat keparahan penyakit

26
Salah satu aspek seni mengelola pankreatitis akut adalah klasifikasi tingkat
keparahan penyakit sehingga seseorang dapat mengenali, mengantisipasi, dan
mengobati komplikasi penyakit yang sesuai. Kriteria Atlanta 2012 yang direvisi
untuk klasifikasi tingkat keparahan pankreatitis akut diterima secara luas.
Klasifikasi yang direvisi ini mendefinisikan kegagalan organ sementara sebagai
kegagalan organ yang sembuh total dalam waktu 48 jam, sedangkan kegagalan
resolusi dari kegagalan organ didefinisikan sebagai persisten. Adanya kegagalan
organ yang persisten, biasanya dengan satu atau lebih komplikasi lokal,
mengindikasikan pankreatitis akut yang parah. Di sisi lain, tidak adanya
kegagalan organ tanpa komplikasi lokal atau sistemik mengindikasikan
pankreatitis akut ringan. “Pankreatitis akut cukup berat”, yang diindikasikan oleh
kegagalan organ sementara dan / atau komplikasi lokal atau sistemik tanpa adanya
kegagalan organ persisten, adalah tingkat keparahan baru antara ringan dan berat
yang diperkenalkan dalam klasifikasi yang direvisi. Ada sistem penilaian ganda
untuk prediksi tingkat keparahan penyakit dan implikasi prognostik. Fitur
prognostik membantu dokter dalam memprediksi komplikasi pankreatitis akut
[ CITATION Sha18 \l 1033 ].
Sistem penilaian Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
(APACHE) II telah menunjukkan akurasi tertinggi untuk memprediksi
pankreatitis akut yang parah bila dibandingkan dengan sistem penilaian lainnya.
Penanda lain dari pankreatitis akut berat berdasarkan bukti dari literatur telah
diuraikan dalam gambar di bawah. Skor APACHE II dapat diulang setiap hari dan
kecenderungannya berkorelasi baik dengan kemajuan atau kemunduran klinis.
Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam akurasi prognostik antara
APACHE II dan sistem penilaian faktor ganda seperti Ranson, computed
tomography severity index (CTSI), dan bedside index untuk keparahan pada
pankreatitis akut [ CITATION Sha18 \l 1033 ].

27
Gambar 7. Penilaian tingkat keparahan pankreatitis akut [ CITATION
Sha18 \l 1033 ]
C-reactive protein (CRP) adalah penanda tunggal yang andal, mudah diakses,
untuk menilai tingkat keparahan. Ini telah menunjukkan akurasi prognostik yang
baik untuk pankreatitis akut parah, nekrosis pankreas, dan kematian di rumah
sakit bila diukur pada 48 jam setelah masuk rumah sakit. Parameter lain yang
murah dan mudah didapat yang menunjukkan keparahan pankreatitis akut adalah
hematokrit. Hematokrit saat masuk ≥44% atau kegagalan hematokrit menurun
pada 24 jam setelah masuk merupakan indikasi pankreatitis akut berat pada tahap
awal penyakit. Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
hemokonsentrasi telah dikaitkan dengan risiko pengembangan pankreatitis
nekrotikans dan kegagalan organ, sementara yang lain membantah pengamatan
ini. Tidak adanya hemo-konsentrasi saat masuk memiliki nilai prediksi negatif
yang tinggi untuk perkembangan nekrosis. Penanda lain seperti prokalsitonin dan
IL-8, yang tidak digunakan secara rutin di Inggris, telah terbukti memiliki akurasi
prediksi yang tinggi dalam mengklasifikasikan keparahan pankreatitis nekrotikans
pada hari-hari pertama penyakit [ CITATION Sha18 \l 1033 ].
Respon inflamasi bervariasi antara setiap pasien. Pelepasan enzim
intrapankreas memicu pelepasan mediator proinflamasi dan aktivasi makrofag
dalam sel asinar yang mengakibatkan komplikasi lokal pankreatitis akut, yang
meliputi nekrosis pankreas dengan atau tanpa infeksi, pembentukan pseudokista
pankreas, gangguan saluran pankreas, dan komplikasi vaskular peripankreas.
Tidak jelas mengapa pada beberapa pasien peradangan pankreas lokal memicu

28
pelepasan sistemik mediator proinflamasi. Namun, respons inflamasi sistemik ini
bermanifestasi sebagai kegagalan organ, dan pengenalan serta pengobatannya
penting dalam mengubah perjalanan klinis pankreatitis akut [ CITATION Sha18 \l
1033 ].
- Resusitasi awal
Resusitasi dengan cairan intravena, analgesik dan antiemetik harus menjadi
bagian dari pengobatan awal bahkan sebelum diagnosis pankreatitis akut
ditegakkan. Rehidrasi yang diarahkan pada tujuan dengan larutan Ringer laktat
(atau Hartmann's) direkomendasikan dengan kecepatan 5 - 10mL / kg / jam
sampai tujuan resusitasi tercapai. Randomized control trial triple-blind baru-baru
ini membandingkan Ringer laktat dengan saline normal pada pankreatitis akut dan
menemukan bahwa Ringer laktat dikaitkan dengan efek anti-inflamasi yang
dikaitkan dengan sifat laktat. Kateter urin harus dipasang pada pankreatitis akut
yang parah untuk mencatat keseimbangan cairan yang akurat. Hidrasi yang terlalu
agresif menyebabkan peningkatan angka sepsis, kebutuhan akan ventilasi mekanis
yang lebih banyak dan kematian yang lebih tinggi; Oleh karena itu, kecepatan
infus harus disesuaikan dengan hati-hati untuk setiap pasien, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia dan penyakit penyerta. Resusitasi
cairan dini yang adekuat adalah aspek terpenting dari manajemen medis,
mengurangi kegagalan organ dan kematian di rumah sakit. Pengendalian nyeri
yang efektif penting untuk mencegah diaphragmatic splinting (diafragma menjadi
datar), sehingga mengurangi risiko komplikasi pernapasan. Obat yang paling
sering digunakan adalah opiat (morfin atau fentanil) baik untuk nyeri yang
menembus atau sebagai analgesia yang dikendalikan pasien. Pemantauan ketat
oksigenasi arteri, keseimbangan asam-basa dan glukosa darah harus mengikuti
mode perawatan intensif pasien sakit kritis lainnya [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
- Terapi pankreatitis berat
Perawatan pankreatitis berat harus dilakukan di High Dependency Unit (HDU).
Insulin harus diberikan untuk mempertahankan kontrol glukosa yang ketat karena
hal ini dikaitkan dengan penurunan morbiditas dan mortalitas pada penyakit kritis.
Hipokalsemia dan hipomagnesemia harus diidentifikasi dan diobati untuk
menghindari perkembangan aritmia jantung [ CITATION Goo19 \l 1033 ].

29
- Antibiotik pankreatitis akut
Penggunaan antibiotik pada pankreatitis yang tidak terinfeksi saat ini tidak
direkomendasikan karena tidak ada bukti manfaat yang jelas. Antibiotik
profilaksis belum terbukti mengurangi mortalitas, infeksi ekstra pankreas atau
kebutuhan intervensi bedah. Sebuah meta-analisis menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam tingkat nekrosis karena infeksi, pembedahan atau kematian
antara pasien yang menerima antibiotik dan mereka yang menerima plasebo untuk
pengobatan pankreatitis akut berat. Beberapa penelitian telah menunjukkan sedikit
manfaat dalam kasus pankreatitis nekrosis parah; oleh karena itu, penggunaan
antibiotik harus dibatasi pada pasien yang diduga kuat infeksi. Ada kemungkinan
bahwa penggunaan antibiotik yang tidak hati-hati pada nekrosis dinding (walled
off necrosis) dapat menyebabkan perkembangan organisme resisten begitu infeksi
berkembang [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
- Koleksi cairan pada pankreatitis berat
Pengelolaan koleksi pankreas dan peripankreas telah berkembang selama
dekade terakhir. Kriteria Atlanta yang direvisi tahun 2012 membedakan empat
jenis kumpulan cairan peripankreas pada pankreatitis akut tergantung pada
konten, derajat enkapsulasi dan waktu [ CITATION Goo19 \l 1033 ].

Gambar 8. Kriteria Atlanta [


CITATION Goo19
\l 1033 ]
Indikasi untuk mengeringkan koleksi cairan pankreas termasuk infeksi dan
nekrosis steril bergejala, sementara koleksi cairan persisten yang asimtomatik
dapat diamati. WON biasanya terjadi >4 minggu setelah timbulnya pankreatitis

30
akut. Nekrosis pankreas yang terinfeksi harus didiagnosis berdasarkan tanda-tanda
klinis dan adanya gas pada pencitraan, aspirasi jarum halus tidak diperlukan
secara rutin. Pilihan dan perkembangan intervensi tergantung pada faktor individu
pasien termasuk anatomi koleksi dan mungkin melibatkan pendekatan endoskopi
atau radiologis. Nekrosektomi terbuka (bedah) tidak lagi direkomendasikan pada
pankreatitis nekrosis setelah uji coba PANTER (Pendekatan Langkah Invasif
Minimal versus Nekrosektomi Maksimal pada Pasien dengan Pankreatitis
Nekrosis Akut) yang diterbitkan pada tahun 2010 yang menunjukkan bahwa
pendekatan peningkatan invasif minimal dibandingkan dengan nekrosektomi
terbuka mengurangi tingkat komplikasi utama dan kematian di antara pasien
dengan pankreatitis nekrosis dan jaringan nekrotik yang terinfeksi. Secara umum,
banyak pasien cocok untuk pendekatan 'peningkatan', dimulai dengan manajemen
konservatif dan kemudian ke drainase perkutan atau drainase transluminal
endoskopi pada pasien tertentu dalam pusat endoskopi volume tinggi yang
berpengalaman. Pasien yang tidak merespons drainase perkutan atau endoskopi
awal mungkin memerlukan peningkatan ukuran ke drainase perkutan yang lebih
besar atau lebih banyak atau nekrosektomi endoskopi pada mereka dengan lumen
yang dipasang secara endoskopi dengan stent logam (LAMS) [ CITATION
Goo19 \l 1033 ].
- Intervensi bedah
Manajemen bedah untuk pankreatitis akut dapat dibagi menjadi manajemen
bedah pankreatitis batu empedu akut dan manajemen bedah komplikasi
pankreatitis akut. Gambar 9 merangkum penatalaksanaan pankreatitis akut ringan,
termasuk kasus-kasus yang etiologinya berhubungan dengan batu empedu
[ CITATION Sha18 \l 1033 ].

31
PadaGambar
pasien 9.dengan
Alur diagnosis dan batu
pankreatitis tatalaksana definitif
empedu akut pankreatitis
ringan yang [ CITATION
akutsesuai untuk
Sha18 \l 1033 ]
kolesistektomi, pedoman merekomendasikan bahwa prosedur idealnya dilakukan
pada saat index admission, dan tidak boleh ditunda selama> 2 minggu.
Kolesistektomi laparoskopi dini pada pasien kohort ini dapat mempersingkat
waktu rawat inap total di rumah sakit. Di sisi lain, penelitian yang melibatkan
pasien dengan pankreatitis batu empedu akut ringan yang menjalani
kolesistektomi interval (tertunda) mengamati risiko tinggi masuk kembali dengan
kejadian bilier berulang. Untuk pasien yang berisiko tinggi atau tidak cocok untuk
kolesistektomi, atau di pusat di mana kolesistektomi rawat inap selama index
admission bukan merupakan pilihan yang layak, ERCP dan sfingterotomi
endoskopi (ES) saja mungkin cukup. ES dapat mengurangi risiko jangka pendek
serangan pankreatitis kedua paling sedikit 50% [ CITATION Sha18 \l 1033 ].
Semua pasien dengan pankreatitis batu empedu akut harus menjalani
pencitraan dari saluran empedu komunis untuk menilai koledokolitiasis.
Pencitraan pra operasi menggunakan metode non-invasif seperti USG
transabdominal dan / atau MRCP, sedangkan kolangiografi intraoperatif
memberikan pencitraan real-time dari saluran empedu umum. Penatalaksanaan
koledokolitiasis bergantung pada ketersediaan keahlian lokal dan dapat
diklasifikasikan secara luas menjadi 1) pendekatan satu tahap - laparoskopi atau
kolesistektomi terbuka dengan kolangiografi intraoperatif dan eksplorasi saluran
empedu umum, atau 2) pendekatan dua tahap - ERCP pra operasi dengan atau
tanpa ES diikuti dengan laparoskopi atau kolesistektomi terbuka. Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam morbiditas, mortalitas, retensi batu, dan tingkat

32
kegagalan antara dua pendekatan manajemen untuk koledokolitiasis [ CITATION
Sha18 \l 1033 ].
Di pusat-pusat di mana ketersediaan keahlian bedah yang sesuai
memungkinkan pengelolaan definitif satu tahap dari pankreatitis batu empedu
akut ringan, hasil yang menjanjikan telah diperoleh. Komplikasi rendah dan
tingkat konversi telah diamati, meskipun pemilihan pasien dengan pankreatitis
batu empedu akut ringan tanpa komplikasi mungkin menjelaskan hal ini. MRCP
pasca operasi dan / atau ERCP adalah pilihan yang tersedia bagi dokter jika ada
kekhawatiran mengenai retensi batu atau patologi alternatif. Kombinasi
kolesistektomi laparoskopi dan ES pra operasi juga telah menunjukkan
pendekatan yang aman dan andal dalam menangani koledokolitiasis selama
pankreatitis batu empedu akut [ CITATION Sha18 \l 1033 ].
Pada pasien dengan pankreatitis batu empedu akut berat dengan
koledokolitiasis dan / atau kolangitis, bukti menunjukkan bahwa melakukan
ERCP dalam 72 jam setelah masuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada
kelompok pasien ini. Selain itu, ERCP mengurangi lama rawat inap pada pasien
dengan pankreatitis batu empedu akut yang parah. Sampai saat ini, tidak ada bukti
yang mendukung atau menentang kolesistektomi laparoskopi dini untuk pasien
dengan pankreatitis batu empedu akut yang parah [ CITATION Sha18 \l 1033 ].
Komplikasi lokal pankreatitis akut termasuk nekrosis pankreas dengan atau
tanpa infeksi, pembentukan pseudokista pankreas, gangguan saluran pankreas, dan
komplikasi vaskular peripankreas. Komplikasi lokal ini dapat ditangani dengan
menggunakan kombinasi teknik endoskopi, radiologis, dan bedah, dan telah
ditinjau sebelumnya. Debridemen bedah terbuka memerlukan banyak laparotomi
dan akibatnya dikaitkan dengan morbiditas pasca operasi yang tinggi. Namun,
teknik pembedahan telah berkembang menjadi minimal invasif, yang dapat
dikaitkan dengan hasil yang lebih baik [ CITATION Sha18 \l 1033 ].
- Nutrisi
Dalam kasus pankreatitis ringan, nutrisi enteral harus dimulai kembali segera
setelah sakit perut mereda. Pada pankreatitis berat, pasien harus dijaga nihil
melalui mulut sampai resusitasi penuh, biasanya setelah 48 jam, pada saat itu diet
enteral normal (jika ditoleransi) atau pemberian makanan dengan selang enteral

33
harus dimulai. Dua meta-analisis telah menunjukkan bahwa nutrisi enteral,
dibandingkan dengan nutrisi parenteral, menurunkan sepsis, kegagalan organ,
perlunya intervensi bedah dan mortalitas. Pemberian makanan pasca pankreas
tidak lagi direkomendasikan kecuali jika terdapat obstruksi saluran keluar
lambung mekanis atau pasien tidak dapat mentolerir pemberian selang
nasogastrik. Nutrisi parenteral harus disediakan untuk pasien yang tidak dapat
mencapai tujuan nutrisi dengan pemberian makanan nasojejunal. Penundaan
hingga 5 hari dalam inisiasi nutrisi parenteral mungkin tepat untuk
memungkinkan memulai kembali pemberian makanan oral atau enteral.
Suplementasi enzim pankreas harus diresepkan untuk pasien dengan gejala
insufisiensi eksokrin pancreas [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
2.2.8. Pankreatitis yang disebabkan oleh alkohol
Pasien dengan pankreatitis akibat alkohol mungkin memerlukan profilaksis
penghentian alkohol. Benzodiazepin, tiamin, asam folat, dan multivitamin
umumnya digunakan. Kunjungan tindak lanjut rawat jalan khusus disarankan
untuk mencegah kekambuhan [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
Semua pasien yang dirawat dengan pankreatitis akut harus menjalani
konseling untuk penghentian alkohol. Sebuah uji coba terkontrol secara acak
menunjukkan bahwa konseling penghentian alkohol pada saat pankreatitis akut
menyebabkan penurunan kejadian pankreatitis akut berulang selama periode 2
tahun. Kami menyarankan bahwa semua pasien yang dirawat dengan pankreatitis
akut harus diberikan sumber daya untuk membantu penghentian penggunaan
alkohol saat keluar dari rumah sakit [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
2.2.9. Pankreatitis batu empedu
Semua pasien yang datang dengan pankreatitis batu empedu harus
dipertimbangkan untuk kolesistektomi ketika mereka cukup sehat untuk menjalani
operasi. Dalam kasus pankreatitis bilier ringan, kolesistektomi idealnya dilakukan
selama masuk indeks atau dalam 2 minggu setelah keluar karena kolesistektomi
interval dikaitkan dengan risiko yang signifikan untuk masuk kembali untuk
kejadian bilier berulang. Sebuah tinjauan sistematis menemukan tingkat
penerimaan kembali 18% untuk kejadian bilier berulang dalam 6 minggu setelah
masuk indeks untuk pankreatitis batu empedu ringan. Dalam kasus pankreatitis

34
batu empedu yang parah, kolesistektomi mungkin perlu ditunda sampai
pengumpulan membaik, kecuali pasien cukup sehat untuk operasi dan kantong
empedu agak jauh dari pengambilan. Pada pasien lanjut usia yang tidak fit atau
lemah dengan pembedahan, ERCP dengan sfingterotomi bilier dapat dianggap
sebagai pengobatan definitif meskipun risiko sfingterotomi harus seimbang
terhadap risiko kejadian bilier berulang [ CITATION Goo19 \l 1033 ].
2.2.10. Komplikasi
 Komplikasi lokal
Komplikasi yang paling umum setelah AP termasuk pengumpulan cairan
peri-pankreas akut, pseudokista pankreas, kumpulan nekrotik akut, dan nekrosis
dinding. Komplikasi AP telah diuraikan pada Tabel 3 [ CITATION Cha19 \l 1033
].
- Pankreatitis edema interstitial
Pankreatitis edema interstitial adalah peradangan akut pada parenkim
pankreas dan jaringan peri-pankreas. Namun, ini tidak menunjukkan tanda-tanda
nekrosis jaringan yang dapat dikenali. Pada CT scan kontras yang ditingkatkan,
peningkatan parenkim pankreas tanpa tanda-tanda nekrosis terlihat [ CITATION
Cha19 \l 1033 ].
- Pankreatitis nekrotikans
Pankreatitis nekrotikans biasanya bermanifestasi sebagai nekrosis yang
meliputi jaringan parenkim pankreas dan / atau peripankreas. Pada pencitraan,
temuan ini bermanifestasi baik sebagai kumpulan nekrotik akut yang tidak
memiliki dinding yang pasti berisi jumlah cairan yang bervariasi, atau nekrosis
berdinding yang mengandung kumpulan parenkim pankreas dan / atau jaringan
peripankreas yang dienkapsulasi dengan baik. Temuan ini awalnya steril dan
akhirnya dapat terinfeksi [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Acute peripancreatic fluid collection (APFC)
APFC adalah kumpulan cairan yang homogen tanpa dinding inflamasi yang
jelas di luar pankreas yang mengandung minimal atau tidak ada nekrosis. APFC
sering terjadi dalam empat minggu pertama setelah onset awal pankreatitis
edematosa interstisial. Pada CT scan kontras yang ditingkatkan, APFC
divisualisasikan sebagai kumpulan homogen dengan cairan yang dibatasi oleh

35
bidang fasia normal yang berdekatan dengan pankreas [ CITATION Cha19 \l
1033 ].
- Pancreatic pseudocyst
Pseudokista pankreas adalah kumpulan cairan yang mengandung dinding
inflamasi yang jelas di luar pankreas yang mengandung minimal atau tidak ada
nekrosis. Hal ini sering terjadi empat minggu setelah onset awal pankreatitis
edematosa interstisial. Kriteria CT scan yang ditingkatkan kontras mencakup
kepadatan cairan homogen yang jelas dengan batas yang jelas yang
terenkapsulasi [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Acute necrotic collection
Kumpulan nekrotik akut adalah kumpulan cairan dan nekrosis yang
berhubungan dengan nekrosis pankreatitis. Ini melibatkan jaringan pankreas
dan / atau peripankreas. CT scan dengan kontras yang ditingkatkan
menunjukkan kepadatan non-cairan heterogen intra-pankreas atau ekstra-
pankreas dengan derajat yang berbeda-beda [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Walled-off necrosis
Walled-off necrosis didefinisikan sebagai kumpulan nekrosis pankreas atau
peri-pankreas yang telah membentuk dinding inflamasi yang berbeda. Ini terjadi
lebih dari empat minggu setelah onset awal pankreatitis nekrotikans. CT scan
abdomen yang ditingkatkan kontras menunjukkan kepadatan cairan / non-cair
yang heterogen dengan lokasi yang berbeda-beda. Strukturnya memiliki dinding
berbatas tegas yang seluruhnya berkapsul [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
- Hemorrhagic pancreatitis
Meskipun jarang, komplikasi hemoragik dapat dilihat dan dianggap sebagai
gejala sisa akhir dari pankreatitis akut. Perdarahan dapat terjadi akibat
pseudoaneurisma yang pecah atau bocor, perdarahan yang berhubungan dengan
nekrosis pankreas, dan pseudokista hemoragik. Deteksi dini komplikasi ini
penting dan embolisasi atau intervensi bedah telah terbukti menurunkan angka
kematian [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
 Komplikasi peripancreatic
Komplikasi peripankreas mencakup sejumlah komplikasi. Komplikasi
pankreatitis akut yang tidak umum termasuk trombosis sirkulasi vena

36
splanknikus. Hal ini terutama terjadi pada vena limpa tetapi dapat terjadi di
portal dan / atau vena mesenterika superior. Manifestasi ini terlihat pada 24%
pasien pankreatitis akut. Hal ini juga dapat menyebabkan perkembangan varises
lambung yang menyebabkan perdarahan gastrointestinal [ CITATION Cha19 \l
1033 ].
Komplikasi lain yang jarang tetapi serius yang mungkin terjadi pada
pankreatitis akut termasuk pseudoaneurisma. Hal ini harus dicurigai bila pasien
mengalami perdarahan gastrointestinal mendadak, penurunan hemoglobin dan
nyeri perut yang semakin parah. CT scan seringkali dapat menunjukkan tanda-
tanda pankreatitis hemoragik. Pasien-pasien ini mendapatkan keuntungan dari
angioembolisasi yang sering dilakukan dengan radiologi intervensi dan
intervensi bedah disediakan sebagai pilihan terakhir [ CITATION Cha19 \l
1033 ].
Pasien pankreatitis akut juga berisiko tinggi mengalami sindrom
kompartemen abdominal akibat edema jaringan akibat resusitasi cairan agresif,
inflamasi peripankreas, dan asites [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
 Komplikasi sistemik
Setiap pasien dengan pankreatitis akut berada pada peningkatan risiko
eksaserbasi kondisi yang mendasari termasuk penyakit jantung, paru, hati, dan
nefrogenik. Komplikasi ini harus ditangani saat timbul. Kami menyarankan pasien
dengan pankreatitis akut yang mengalami komplikasi sistemik serius harus
ditangani di ICU dengan bantuan rekan lain termasuk ahli paru, ahli jantung dan
nefrologis [ CITATION Cha19 \l 1033 ].
2.2.11. Prognosis
Sebagian besar pasien pankreatitis akut akan membaik dalam 1 minggu
setelah penanganan konservatif dan cukup sehat untuk dipulangkan. Etiologi
harus diidentifikasi, dan rencana untuk mencegah kekambuhan harus dimulai
sebelum keluar dari rumah sakit. Prognosis jangka panjang didasarkan pada faktor
etiologi dan kepatuhan pasien terhadap modifikasi gaya hidup. Pankreatitis akut
umumnya sembuh dan fungsi pankreas tetap utuh. Banyak pasien berkembang
menjadi pankreatitis akut berulang atau pankreatitis kronis, dan risikonya lebih
tinggi di antara perokok, pecandu alkohol, dan pria [ CITATION Goo19 \l 1033 ].

37
2 . 3. Pankreatitis kronis
2.3.1. Definisi
Pankreatitis kronis digambarkan sebagai penyakit fibroinflamasi yang
merusak jaringan pankreas dan menyebabkan hilangnya fungsi eksokrin dan
endokrin [ CITATION Sin19 \l 1033 ]. Pankreatitis kronis adalah kerusakan
jaringan dan fungsi pankreas yang permanen dan progresif. Manifestasi klinis
termasuk nyeri perut, steatorrhea, dan diabetes mellitus [ CITATION Bar18 \l
1033 ].
2.3.2. Epidemiologi
Pankreatitis kronis adalah penyakit kronis progresif dengan kejadian
tahunan 5 sampai 8 dan prevalensi 42 sampai 73 kasus per 100.000 orang dewasa
di Amerika Serikat. Tingkat prevalensi yang bervariasi dari 36 hingga 125 per
100.000 penduduk telah dilaporkan dari Jepang, Cina, dan India, di mana India
memiliki prevalensi tertinggi [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Data dari rangkaian kasus dan studi cross-sectional memperkirakan bahwa
kejadian pankreatitis kronis adalah antara sekitar 4 - 12 kasus per 100.000 orang
per tahun. Data prevalensi adalah langka, dengan perkiraan berkisar antara 37
hingga 42 kasus per 100.000 orang. Pria terpengaruh 1,5 hingga 3 kali lebih
banyak daripada wanita. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 35 sampai 55 tahun
[ CITATION Bar18 \l 1033 ].
2.3.3. Etiologi dan klasifikasi
Pankreatitis kronis adalah entitas penyakit, diklasifikasikan menjadi tiga
bentuk utama: (1) pankreatitis kalsifikasi kronis; (2) pankreatitis obstruktif kronis;
(3) pankreatitis autoimun kronis (pankreatitis responsif steroid). Presentasi klinis
bervariasi berdasarkan etiologinya, tetapi gejala utamanya adalah nyeri perut
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].

38
[ CITATION
Gambar 10. Klasifikasi pankreatitis kronis
Kem18 \l 1033 ]
Perkembangan pankreatitis kalsifikasi kronis dimulai dengan pankreatitis
akut. Seiring perkembangan penyakit, muncul batu intraduktal (di saluran
pankreas utama atau cabang), distorsi saluran, striktur, dan atrofi jaringan
pankreas. Penghancuran parenkim yang ekstensif akan menyebabkan steatorrhea
dan diabetes. Jenis pankreatitis kronis lainnya jarang membentuk kalsifikasi
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].
Pankreatitis obstruktif kronis didefinisikan sebagai hasil pankreatitis kronis
dari penyakit primer di saluran pankreas atau obstruksi (baik komplit atau
sebagian) dari saluran pankreas. Obstruksi sebagian besar disebabkan oleh
striktur, sebagai komplikasi dari prosedur endoskopi, pembedahan, pankreatitis
nekrotikan akut, trauma tumpul abdomen, penyempitan anastomosis pankreas-
enterik, dan tumor obstruksi (adenokarsinoma duktus atau tumor musinosa papiler
intraduktal). Kemudian, ini bisa menyebabkan pankreatitis kalsifikasi kronis. Pada
pankreatitis obstruktif, hanya daerah proksimal yang terkena sedangkan fungsi
pankreatis distal adalah cadangan. Obstruksi parsial saluran pankreas
meningkatkan risiko pankreatitis akut rekuren. Sebagian besar pankreatitis
obstruktif kronik tidak bergejala [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
Pankreatitis autoimun kronis adalah jenis pankreatitis unik yang
peradangannya responsif terhadap terapi steroid. Pankreatitis autoimun kronis
diklasifikasikan menjadi tipe 1 dan 2, yang berbeda secara kontras. Kata
'autoimun' lebih relevan untuk penyakit tipe 1, sehingga beberapa ahli melabeli
pankreatitis autoimun kronis tipe 2 sebagai pankreatitis kronis idiopatik duktal.
Pankreatitis autoimun tipe 1 terutama bermanifestasi sebagai sindrom

39
fibroinflamasi multiorgan, sangat berkorelasi dengan imunoglobulin G4 (IgG4),
ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgG4 serum, keterlibatan multiorgan,
temuan histologis yang khas, dan responsif terhadap terapi deplesi sel B dan
kortikosteroid. Penyakit terkait IgG4 mempengaruhi beberapa organ, termasuk
pankreas, saluran empedu, saluran saliva, ginjal, dan kelenjar getah bening. Secara
histologis, penyakit ini ditandai dengan infiltrasi limfoplasmacytic di sekitar
saluran, fibrosis storiform, peradangan berat pada vena yang dapat menyebar ke
arteri yang berdekatan, dan kelimpahan dari sel plasma positif IgG4 (> 10 / high
power field). Bentuk umum dari pankreatitis kronis autoimun tipe 1 adalah ikterus
obstruktif. Nyeri tidak dominan dan berkurang setelah pemberian steroid.
Sayangnya, tingkat kekambuhan tinggi pada kondisi ini. Di sisi lain, pankreatitis
kronis idiopatik duktus (pankreatitis autoimun tipe 2) secara substansial berbeda
dengan pankreatitis autoimun tipe 1. Secara histologis, obliterasi duktus pada
pankreatitis autoimun tipe 2 disebabkan oleh infiltrasi neutrofil pada lapisan epitel
ductus [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
2.3.4. Faktor risiko
a. Alkohol
Secara tradisional, alkohol dikenal sebagai faktor risiko utama pankreatitis
kronis. Studi epidemiologi di AS melaporkan bahwa hampir 50% pankreatitis
kronis disebabkan oleh alkoholisme. Alkoholisme adalah faktor risiko pankreatitis
kronis, baik sendiri (34%) atau sebagai kombinasi dari obstruksi duktus (9%) dan
proporsi yang lebih tinggi pada pria (59 % vs. 28%). Baru-baru ini, lokus gen
CLDN2 diidentifikasi dan terkait dengan alkoholisme sebagai faktor risiko
pankreatitis. Frekuensi homozigositas lebih tinggi pada pria (0,26 vs. 0,07)
sehingga memperkuat bukti dan peran gender terhadap alkoholisme dan
pankreatitis kronis [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
Risiko pankreatitis kronis berhubungan dengan dosis konsumsi alkohol.
Case control dan meta analisis terbaru menunjukkan bahwa 2-3 kali lebih tinggi
risiko mengembangkan pankreatitis jika mengonsumsi 4-5 porsi alkohol setiap
hari. Tidak ada ambang pasti konsumsi alkohol yang meningkatkan risiko
pankreatitis kronis. Alkohol meningkatkan kerusakan sel asinar dengan

40
mengganggu mekanisme pertahanannya terhadap stres oksidatif jaringan
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].
b. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko independen dari pankreatitis kronis. Dalam
meta analisis, perkiraan risiko pankreatitis kronis pada perokok adalah 2,5 (95%
CI: 1,3-4,6) dibandingkan dengan non-perokok (setelah penyesuaian konsumsi
alkohol). Hubungan antara merokok dan pankreatitis kronis tergantung pada
dosis, perkiraan sekitar 3,3 (95% CI: 1,4-7,9) pada perokok lebih dari 1 bungkus
setiap hari, dibandingkan dengan 2,4 (95% CI: 0,9-9,6) pada perokok tidak berat.
Orang yang pernah merokok di masa lalu juga memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan pankreatitis kronis (HR = 1.59; 95% CI: 1.1.9 -2.12) . Studi in
vitro menunjukkan bahwa nikotin dan metabolitnya menyebabkan stres oksidatif
pada sel asinar pankreas [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
c. Genetik
Dalam dua dekade terakhir, beberapa penelitian telah mengidentifikasi gen
spesifik yang meningkatkan predisposisi untuk mengembangkan pankreatitis
kronis, dengan aktivasi tripsinogen prematur atau oleh kegagalan untuk
menonaktifkan tripsin selama proses inflamasi. Penelitian sebelumnya
mengidentifikasi mutasi pada gen tripsin kationik (PRSS1) yang mengaktifkan
tripsinogen secara prematur, menyebabkan pankreatitis herediter. Ini adalah sifat
dominan autosomal dengan tingkat penetrasi yang tinggi, karena individu yang
terkena menunjukkan gejala klinis. Penghambat protease serum, SPINK1, yang
diekspresikan oleh sel asinar selama respon inflamasi juga mengkode penghambat
tripsin. Meskipun mutasi SPINK1 bukanlah faktor risiko independen, mutasi ini
dapat mengubah penyakit dan terlibat dalam transformasi dari pankreatitis akut ke
kronis. Mutasi ini sangat terkait dengan pankreatitis kalsifikasi trofik. Mutasi pada
CFTR (penyebab fibrosis kistik) juga ditemukan pada pankreatitis idiopatik
kronis. Gen CTRC, CASR, dan CLDN1 dalam kromosom X juga sangat
berkorelasi dengan pankreatitis kronis. Pankreatitis herediter akibat mutasi PRSS1
meningkatkan risiko perkembangan adenokarsinoma di jaringan pankreatis
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].
d. Obstruksi duktus

41
Obstruksi duktus yang disebabkan oleh striktur yang meradang, tumor jinak,
atau keganasan dapat menyebabkan pankreatitis obstruktif kronik. Penderita
mutasi CFTR memiliki risiko lebih tinggi mengalami divisum pankreas.
Patofisiologi dari fenomena tersebut masih belum diketahui [ CITATION
Kem18 \l 1033 ].
e. Idiopatik
Dalam kebanyakan kasus, etiologi pankreatitis kronis tidak diketahui. Sebelum
diklasifikasikan sebagai idiopatik, semua panel pemeriksaan harus dilakukan.
Pankreatitis tropis, yang dikenal sebagai pankreatitis diabetes fibrokalkulus,
merupakan bentuk awal dari pankreatitis idiopatik di daerah tropis. India Selatan
memiliki prevalensi tertinggi dari pankreatitis kronis ini, ditandai dengan
timbulnya nyeri dini, kalsifikasi pada saluran pankreas utama, dan ketosis onset
cepat yang resisten terhadap pengobatan diabetes. Meski faktor genetik
(SPINK1), nutrisi, dan inflamasi berimplikasi pada kondisi ini, patogenesis
dasarnya masih dipertanyakan [ CITATION Kem18 \l 1033 ].

Gambar 11. Klasifikasi faktor risiko pankreatitis kronis [ CITATION Pha18 \l


1033 ]
2.3.5. Patogenesis
Pankreatitis kronis berkembang perlahan, dimulai dengan cedera sel, diikuti
oleh peradangan dan fibrosis. Proses patofisiologis pada pankreatitis kronis
melibatkan sel asinar, tempat utama cedera atau stres awal, yang mengarah ke
kaskade inflamasi [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Cedera sel
Sel asinar, yang merupakan mayoritas volume pankreas, mensintesis dan
mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam sistem saluran pankreas. Alkohol

42
menyebabkan kerusakan sel asinar karena metabolitnya, seperti asetaldehida yang
mengikuti metabolisme oksidatif, dan etil ester asam lemak yang dihasilkan oleh
metabolisme nonoksidatif. Efek merugikan alkohol pada sel duktus pankreas dan
sel stelata pankreas juga berkontribusi pada patogenesis. Merokok berkontribusi
pada kerusakan sel asinar karena metabolit toksiknya nikotin yang berasal dari
nitrosmin keton. Mutasi genetik yang terkait dengan pankreatitis kronik dapat
menyebabkan cedera seluler baik dengan cara yang bergantung pada tripsin (yaitu,
aktivasi tripsin yang terlibat dalam patofisiologi) atau yang tidak bergantung pada
tripsin (yaitu, aktivasi tripsin tidak terlibat dalam patofisiologi). Mutasi atau
polimorfisme menyebabkan aktivasi tripsinogen prematur atau meningkat karena
varian gain-of-function dalam gen trypsinogen kationik (PRSS1) atau varian loss-
of-function dalam gen seperti SPINK1 dan CTRC yang mengkode protein yang
menonaktifkan tripsin. Peningkatan aktivasi tripsin intraseluler menyebabkan
cedera seluler melalui mekanisme seperti stres retikulum endoplasma, stres
oksidatif, dan gangguan autofagi. Mutasi yang tidak tergantung tripsin pada gen
CFTR, karboksipeptidase A1 (CPA1 HGNC 2296), dan claudin 2 (CLDN2
[HGNC 2041) menyebabkan cedera karena mekanisme yang berbeda. Disfungsi
pengatur konduktansi transmembran fibrosis kistik kemungkinan besar
mempengaruhi sekresi bikarbonat oleh sel duktus pankreas. Kerentanan individu
terhadap pankreatitis kronis karena penggunaan alkohol yang berlebihan dapat
bergantung pada varian genetik yang disebutkan di atas, yang mengkode enzim
pemetabolisme alkohol atau gen lain yang belum diketahui [ CITATION Sin19 \l
1033 ].
Inflamasi
Cedera dan kematian sel asinar mengakibatkan inflamasi yang mungkin
terkait dengan pelepasan pola molekuler terkait kerusakan (damage-associated
molecular patterns / DAMPs) seperti yang terlihat pada pankreatitis alkoholik
akut. Faktor inti kB (NG-kB) memainkan peran kunci dalam memulai kaskade
inflamasi. Peradangan dipromosikan terutama oleh sel imun bawaan, terutama
makrofag. Peran sel imun adaptif tidak jelas. Stres oksidatif telah terbukti terlibat
dalam patofisiologi pankreatitis kronis [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Fibrosis

43
Sel-sel bintang pankreas biasanya ada dalam keadaan diam dan menjadi
aktif setelah stimulasi. Sel bintang pankreas yang teraktivasi merupakan mediator
penting dari inflamasi kronis dan fibrosis pada pankreatitis kronis. Transformasi
growth factor β adalah sitokin terpenting yang terkait dengan fibrosis.
Karakteristik histopatologi pankreatitis kronis meliputi fibrosis interlobular dan
intralobular, kehilangan sel asinar, arsitektur terdistorsi, dan dilatasi duktus
[ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Perkembangan pankreatitis kronis
Teori yang diterima secara luas adalah bahwa peristiwa akut menyebabkan
stres atau cedera sel asinar yang signifikan, yang memicu episode pankreatitis
akut yang terbukti secara klinis. Pasien dengan pankreatitis akut sebelumnya
rentan terhadap episode rekuren baik karena serangan toksik kronis atau
kerentanan genetik. Kebanyakan episode pankreatitis rekuren muncul dengan
nyeri epigastrium. Cedera parenkim pankreas yang berulang dan peradangan
kronis menyebabkan fibrosis. Fibrosis yang melibatkan duktus pankreas
menyebabkan striktur duktus fokal dengan dilatasi duktus proksimal dari
obstruksi. Bentuk batu sekunder akibat stasis sekresi dan kalsifikasi penyumbat
protein. Obstruksi duktus dan cedera berulang menyebabkan hilangnya parenkim
dan atrofi pankreas. Hipotesis nekrosis fibrosis dari patofisiologi pankreatitis
kronis terdiri dari perkembangan dari pankreatitis akut menjadi pankreatitis akut
rekuren menjadi pankreatitis kronis. Namun, pada beberapa pasien, gambaran
penyakit lanjut seperti kalsifikasi atau perubahan duktus yang nyata terlihat pada
presentasi awal. Pada pasien tanpa pankreatitis akut yang nyata secara klinis,
perkembangan menjadi pankreatitis kronis diasumsikan melalui cedera parenkim
subklinis asimtomatik dan inflamasi. Alasan untuk 2 jenis presentasi yang berbeda
(simtomatik vs asimtomatik) tidak diketahui, tetapi bisa terkait dengan ketajaman
dan derajat peradangan atau ambang nyeri pasien [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
2.3.6. Diagnosis
2.3.6..1. Manifestasi klinis
Ciri utama pankreatitis kronis adalah kerusakan jaringan pankreas yang
progresif. Setelah fase subklinis yang memiliki durasi bervariasi, sering terjadi
nyeri abdomen akut berulang dan diikuti dengan insufisiensi fungsi sekresi

44
endokrin dan eksokrin. Keluhan yang paling dominan adalah sakit perut,
gangguan pencernaan, atau penurunan berat badan yang tidak diinginkan. Sakit
perut bervariasi menurut lokasi, tingkat keparahan, atau frekuensinya, bisa
konstan atau intermiten. Asupan makanan akan memperbanyak sakit perut,
sehingga kebanyakan pasien menolak makan, yang menyebabkan penurunan berat
badan. Gangguan pencernaan ditunjukkan dengan diare kronis, steatorrhea,
penurunan berat badan, dan kelelahan. Penderita sakit perut kronis tidak selalu
berkembang menjadi maldigestion, dan sekitar 20% penderita maldigestion tidak
mengeluhkan sakit perut. Steatorrhea tidak berhubungan dengan defisiensi
vitamin yang larut dalam lemak. Penderita pankreatitis kronis juga memiliki
gangguan sosial yang tinggi [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
2.3.6..2. Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi transabdominal (USG) dan computed tomography scan
(CT Scan) memainkan peran penting dalam konfirmasi diagnosis. Diagnosis
menggunakan USG dan CT Scan bergantung pada perubahan morfologi yang
kurang terlihat pada tahap awal pankreatitis kronis. Penegakan diagnosis semakin
sulit karena konfirmasi histologis tidak biasa dalam praktik klinis. Temuan utama
adalah atrofi kelenjar, peradangan kronis, dan fibrosis pada jaringan pankreatis.
Lainnya adalah dilatasi saluran pankreas utama dan cabang dan kalsifikasi
intraductal [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
- USG abdomen
USG abdomen telah digunakan dalam beberapa tahun terakhir untuk
mengevaluasi pankreas, namun tidak ada penelitian baru untuk menyelidiki peran
high-end USG dalam diagnosis pankreatitis kronis. Bahkan dengan visualisasi
yang baik, USG kurang sensitif dan spesifik pada pemeriksaan pankreatitis kronis.
Temuan umum selama USG abdomen adalah kalsifikasi pankreas, yang
ditunjukkan sebagai fokus ekogenik multipel (ditemukan pada 40% pasien).
Sebaliknya, tidak ada korelasi antara fungsi pankreas dan ukuran kalsifikasi.
Temuan lain selama USG adalah perubahan ukuran dan ekogenitas kelenjar
pankreas, dilatasi, dan saluran pankreas yang tidak teratur. USG juga dapat
memeriksa pseudokista, dilatasi saluran empedu, dan trombosis vena limpa,
sebagai komplikasi pankreatitis kronis [ CITATION Kem18 \l 1033 ].

45
- CT scan
CT scan adalah studi pencitraan terbaik pada pankreatitis kronis. Temuan
klasik adalah dilatasi duktus pankreas, kalsifikasi, dan atrofi parenkim. Dari kasus
pankreatitis kronis, sekitar 68% mengalami dilatasi duktus pankreas dan 50%
mengalami kalsifikasi intraduktal, baik fokal maupun difus. Temuan lain adalah
atrofi parenkim (54%), pankreas membesar (30%), atau bahkan pankreas normal
(7%). CT scan juga dapat mendeteksi komplikasi apapun seperti pseudokista,
trombosis vena portosplenic, pseudoaneurysm, dan fistula pancreaticopleura. Pada
titik tertentu, evaluasi CT scan dapat membedakan pankreatitis kronis dengan
kanker pankreas dengan menemukan obstruksi yang berhubungan dengan tumor,
atrofi jaringan pankreas, invasi vaskular, atau tanda metastasis [ CITATION
Kem18 \l 1033 ].

Gambar 12. Gambaran CT scan pada pankreatitis kronis [ CITATION


Kem18 \l 1033 ]
- MRI
MRI adalah modalitas pencitraan lain yang memungkinkan untuk mendeteksi
stadium awal, sehingga intervensi dini untuk mencegah progresivitas dapat
direncanakan. MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
mengevaluasi setiap perubahan pada jaringan pankreas. Evaluasi parenkim pada
MRI menunjukkan intensitas rendah pada duktus pada kasus pankreatitis kronis.
Dengan menyuntikkan sekretin intravena, MRI juga dapat mendiagnosis
pankreatitis kronis dengan mengevaluasi respons sekresi eksokrin. Fokusnya
adalah pada pancreatic duct compliance (PDC) yang didefinisikan sebagai
distensi saluran normal + 1 mm setelah stimulasi sekretin dan pembalikan ke
diameter dasar 10 menit setelah injeksi. Terkadang, kelainan parenkim

46
mendahului kelainan duktus. Klasifikasi Cambride digunakan untuk mengevaluasi
kelainan pada duktus, striktur, pembentukan kista, atau batu intraductal
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].
- Endoscopic ultrasound (EUS)
Endoscopic ultrasound (EUS) adalah alat diagnostik yang umum untuk
pankreatitis kronis karena kemampuannya dalam mengevaluasi perubahan
minimal pada struktur pankreas sebelum dapat dideteksi dengan alat lain.
Diagnosis menggunakan EUS berdasarkan kriteria dukatal dan parenkim yang
ditetapkan oleh Kelompok Kerja Internasional dengan Terminologi Standar
Minimum (MST). Morfologi pankreatitis kronis pada EUS adalah: (1) hiperekoik
dan strand foci; (2) Pankreas lobular; (3) saluran pankreas tidak teratur dan
melebar; (4) hiperekoik duktus marginal; (5) kalsifikasi atau shadowing stone.
Meskipun EUS baru-baru ini dikembangkan dengan baik dalam evaluasi penyakit
lain, penggunaan alat ini dalam diagnosis pankreatitis kronis stagnan dalam
dekade terakhir [ CITATION Kem18 \l 1033 ].

[ CITATION Pha18 \l
Gambar 13. Endoscopic ultrasound pada pankreatitis kronis
1033 ]
- Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Karena pankreatitis kronis terutama didiagnosis dengan menemukan
perubahan pada duktus pankreas utama dan cabangnya, pankreatogram berkualitas
tinggi diperlukan untuk memvisualisasikan anatomi duktus secara akurat. Kontras
disuntikkan di sepanjang duktus ke ekor, termasuk cabang sekunder untuk
menghindari asinarisasi kontras. Kriteria yang diterima secara luas dalam
pancreatogram adalah kriteria Cambridge [ CITATION Kem18 \l 1033 ].

47
[ CITATION Kem18
Gambar 14. Kriteria cambrige
\l 1033 ]
Secara umum, ERCP memberikan informasi diagnostik tambahan yang
penting meskipun jarang digunakan pada pankreatitis kronis. Korelasi antara
kelainan pankreatogram dan temuan histologis ditemukan lebih tinggi pada
penyakit stadium lanjut dan stadium awal. Kelemahan dari modalitas ini adalah
sifat invasifnya dan memiliki resiko komplikasi postprocedural, seperti
pankreatitis akut. ERCP juga hanya memvisualisasikan anatomi duktus, tetapi
tidak untuk parenkim [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
- Uji fungsi pankreas indirek
Tes pankreas tidak langsung seperti tripsinogen serum, elastase feses, dan
lemak feses tidak memerlukan stimulasi hormonal langsung. Pengujian ini hanya
sensitif terhadap pasien dengan steatorrhea dan digunakan jika pengujian langsung
tidak tersedia atau tidak dapat ditoleransi oleh pasien. Pengujian fungsi
pankreatitis tidak langsung harus minimal memeriksa dua parameter. Misalnya,
tripsin serum dengan <20 pg / dL dan elastase tinja <50 ug / dL menandakan
pankreatitis kronis. Sayangnya, kadar lemak feses tidak spesifik untuk pankreatitis
kronis dan kimotripsin tinja hanya tersedia di AS [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
- Pancreas function test
Pengujian ini dapat mendeteksi masalah sekresi pada 30% jaringan pankreas
yang rusak, dengan sensitivitas tinggi terutama pada pankreatitis kronis stadium
akhir. Secretin yang distimulasi PFT direk menggunakan dreiling tube tradisional
akurat untuk memperkirakan fungsi saluran pankreas. Kelemahan dari
pemeriksaan ini adalah tidak nyamannya pasien, membutuhkan fluoroskopi, dan
ketersediaan dreiling tube tradisional. Pasien dengan gastroparesis dan pyloric
stenosis juga tidak sesuai dengan pemeriksaan ini. PFT langsung lainnya adalah

48
CCK yang mengukur fungsi sel asinar. Kelemahan dari tes ini adalah ketersediaan
tabung, fluoroskopi, penanda PEG / manitol, dan infus kontinyu CCK selama
pemeriksaan. Tidak ada keuntungan menggabungkan pengujian secretin dan CCK
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].
- Endoscopic pancreatic function test
Tes ini dikembangkan oleh Cleveland Clinic. Setelah dibius, pasien diinjeksi
dengan secretin bolus (0,2 mcg / kg) dan dilanjutkan dengan aspirasi dan analisis
cairan duodenum. Tes ini lebih sederhana dan tidak membutuhkan fluoroskopi.
ePFT dan uji tabung dreiling adalah standar emas pemeriksaan non-histologis
pada pankreatitis kronis stadium awal. Dalam praktek klinis sehari-hari, pasien
suspek pankreatitis kronis lebih diuntungkan dengan kombinasi tes EUS dan
ePFT, terutama untuk mendeteksi kelainan struktural dan fungsional pada
pankreas [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
- Korelasi antara radiologi, uji fungsi dan temuan histologi
Insufisiensi eksokrin ringan umumnya ditemukan pada pankreatitis ringan
hingga berat, sedangkan fibrosis struktural mencerminkan fungsi eksokrin
pankreas. Namun, tidak ada hubungan linier antara temuan radiologis, uji fungsi,
dan histologis. Penelitian sebelumnya menunjukkan kesesuaian hasil ERCP dan
PFT yang kurang optimal, sebagian besar pada penyakit stadium awal. Tingkat
konkordasi secretin PFT dan ERCP pada pankreatitis kronis non-kalsifikasi
kurang dari 47%. EUS saat ini lebih disukai karena keamanan dan kemampuannya
dalam mengevaluasi, meskipun masih kurang optimal [ CITATION Kem18 \l
1033 ].
2.3.6..3. Algoritma diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis pankreatitis kronis, temuan diagnostik yang
pasti harus ada, didukung dengan faktor risiko di atas. Tindak lanjut longitudinal
dari pemeriksaan radiologis serial dan uji fungsional direkomendasikan jika
belum ditentukan. Algoritma diagnostik dapat dilihat pada Gambar [ CITATION
Kem18 \l 1033 ].

49
Gambar 14. Algoritma diagnosis pankreatitis kronis [ CITATION Kem18 \l 1033 ]
2.3.7. Tatalaksana
Pengobatan pankreatitis kronis tergantung pada etiologi, kalsifikasi,
keparahan, dan stadium. Gaya hidup seperti konsumsi alkohol juga menjadi
pertimbangan dalam pengobatan. Penyakit ini diklasifikasikan menjadi fase
kompensasi, transisi, dan fase tanpa kompensasi. Karena kemungkinan disfungsi
eksokrin, pengobatan farmakologis dan nutrisi penting [ CITATION Kem18 \l
1033 ].
Pada fase kompensasi, tujuan utamanya adalah untuk mengontrol
kekambuhan dan nyeri. Pendekatan utama dalam fase ini adalah diet nutrisi dan

50
farmakoterapi dengan protease inhibitor. Pada fase tanpa kompensasi, bersamaan
dengan gangguan pencernaan dan absorpsi, pasien harus menghindari diet rendah
lemak. Steatorrhea harus dikontrol dengan asupan lemak yang adekuat (50-70 g /
hari) diikuti dengan pemberian enzim pencernaan. Enzim pankreas oral yang
tersedia adalah pancrelipase. Pertimbangan lain pada fase ini adalah sekresi
bikarbonat yang rendah yang menurunkan pH duodenum proksimal. Jika pH
duodenum lebih rendah dari 4, empedu dan beberapa enzim pencernaan dapat
membeku. Oleh karena itu, antasida, agonis reseptor H2, atau penghambat pompa
proton dapat ditambahkan untuk meningkatkan pH. Diabetes pankreas merupakan
komplikasi dalam fase tanpa kompensasi, sehingga kadar glukosa harus dipantau
secara ketat. Algoritma pengobatan pankreatitis kronis ditunjukkan pada Gambar
15 dan Gambar 16 [ CITATION Kem18 \l 1033 ].

Gambar 15. Algoritma tatalaksana pankreatitis kronis [ CITATION Kem18 \l


1033 ]

51
Gambar 15. Pendekatan pembedahan pada pankreatitis kronis [
CITATION Kem18
\l 1033 ]
Perawatan pankreatitis kronis dimulai dengan manajemen medis. Di antara 89
pasien dengan pankreatitis kronis yang baru didiagnosis dalam penelitian berbasis
populasi dengan tindak lanjut rata-rata 10 tahun, 76% pasien mengalami nyeri
tetapi hanya 30% yang memerlukan pengobatan invasif seperti endoskopi,
pembedahan, atau keduanya. Dengan demikian, terapi medis mungkin cukup
untuk manajemen nyeri untuk banyak pasien dengan hanya sebagian, biasanya
pasien dengan nyeri refrakter, yang membutuhkan pengobatan invasive
[ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Jika memungkinkan, pasien harus dinasihati untuk menjauhkan diri dari
alkohol dan merokok karena paparan berkelanjutan dikaitkan dengan kekambuhan
nyeri. Sebuah studi yang melibatkan 205 pasien dengan pankreatitis kronis
ditindaklanjuti/ follow up selama rata-rata 15,5 tahun (kisaran, 10-18 tahun),
menemukan bahwa penggunaan alkohol dan merokok secara terus menerus
dikaitkan dengan perkembangan penyakit. Merokok terus-menerus dikaitkan

52
dengan penurunan kemanjuran intervensi terapi endoskopi dan bedah
[ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Karena tidak ada pedoman mengenai pilihan, penggunaan, dan dosis analgesik,
tangga analgesik WHO 1986 untuk nyeri kanker biasanya digunakan oleh dokter
untuk mengobati nyeri pankreatitis kronis. Pedoman ini merekomendasikan
asetaminofen dan obat antiinflamasi nonsteroid (misalnya diklofenak, ibuprofen,
dan naproksen) sebagai analgesik nonopioid lini pertama dengan eskalasi ke
opioid lemah (mis., Tramadol, kodein) dan kemudian opioid kuat (mis., Morfin,
oksikodon, fentanyl) tergantung pada beratnya nyeri. Meskipun tidak ada data
mengenai penyalahgunaan dan penyalahgunaan opioid pada pasien dengan
pankreatitis kronis yang menyakitkan, peresepan opioid dan praktik pemantauan
harus mengikuti pedoman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
[ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Pregabalin telah terbukti efektif dalam percobaan jangka pendek, yang
mendukung mekanisme nyeri neuropatik untuk pankreatitis kronis pada beberapa
pasien. Kedua suplemen enzim pankreas yang dilapisi dan tidak dilapisi dalam
dosis variabel sering digunakan oleh dokter untuk mengobati rasa sakit tanpa
adanya insufisiensi eksokrin, tetapi meta-analisis dari 5 percobaan telah
menunjukkan kemanjuran yang samar-samar untuk menghilangkan rasa sakit
[ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Suplementasi antioksidan dalam kombinasi dan dalam dosis 0,54 g asam
askorbat, 9000 IU ß-karoten, 270 IU α-tokoferol, 600 ug selenium organik, dan 2
g metionin mungkin bermanfaat terutama bagi pasien dengan pankreatitis kronis
non-alkohol tetapi uji coba tambahan diperlukan. Dalam double blinde
randomized trial, 127 pasien berturut-turut dengan pankreatitis kronis (35
alkoholik, 92 dengan pankreatitis kronis idiopatik) diacak untuk menerima
antioksidan atau plasebo selama 6 bulan. Ukuran hasil utama adalah
menghilangkan rasa sakit. Penurunan jumlah hari nyeri per bulan secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok antioksidan dibandingkan pada kelompok
plasebo (7,4 [SD, 6,8] vs 3,2 [4] P <0,001; 95% CI, 2,07-6,23). Selanjutnya, 32%
dan 13% pasien menjadi bebas rasa sakit pada kelompok antioksidan dan plasebo,
masing-masing (P <.01) [ CITATION Sin19 \l 1033 ].

53
Endoskopi dan reseksi bedah, prosedur drainase, atau keduanya dapat
digunakan untuk mengobati nyeri bila terapi medis tidak berhasil. Prosedur ini
meringankan obstruksi duktus pankreas dari batu, striktur, atau keduanya dalam
upaya mengurangi hipertensi intraduktal dan dengan demikian nyeri. Prosedur
pembedahan yang digunakan termasuk reseksi parsial (misalnya Whipple,
pancreatectomy distal), drainase (misalnya Puestow) dan reseksi parsial gabungan
dan prosedur drainase (misalnya, Frey, Berne, dan Beger). Extracorporeal shock
wave lithotripsy (ESWL) dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk
memecah batu besar sebelum pengangkatan endoskopi, tetapi prosedur ini tidak
disetujui oleh Food and Drug Administration AS untuk batu pankreas dan
membutuhkan bantuan ahli urologi di pusat-pusat AS. Teknik neuroablatif seperti
blokade pleksus celiac endoskopik telah dievaluasi dalam 3 uji coba yang terdiri
dari 151 pasien dan telah melaporkan tingkat pereda nyeri 53% hingga 60%
selama 4 hingga 8 minggu masa tindak lanjut setelah prosedur. Namun, percobaan
yang lebih baru dari 40 pasien dengan pankreatitis kronis, dengan kriteria inklusi
yang lebih ketat untuk pankreatitis kronis, membandingkan perawatan injeksi
yang berbeda untuk blokade pleksus celiac dan melaporkan bahwa hanya 6 pasien
(15%) yang mengalami pereda nyeri secara keseluruhan dalam 1 bulan, yang
menimbulkan pertanyaan tentang apakah prosedur ini merupakan pilihan yang
tepat untuk pasien [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Terlepas dari kemanjuran pembedahan dan seringnya diperlukan prosedur
berulang di antara orang yang menjalani endoskopi, banyak pasien awalnya lebih
memilih terapi endoskopi karena kurang invasif. Pembedahan mungkin
merupakan pengobatan lini pertama yang sesuai untuk pasien pankreatitis kronis
yang memiliki batu pankreas yang besar dan banyak atau striktur kompleks,
inflamasi massa caput, atau penyakit yang terbatas pada cauda pankreas.
Endoskopi mungkin lebih disukai bila ada 3 atau kurang batu kecil (<1 cm) yang
terletak di caput dan corpus pankreas. Pereda nyeri dilaporkan pada hampir 70%
pasien yang awalnya dirawat dengan berbagai terapi medis diikuti dengan
endoskopi, pembedahan, atau keduanya sesuai kebutuhan selama 15 tahun masa
tindak lanjut. Total pankreatektomi dengan atau tanpa autotransplantasi pulau
semakin menjadi pilihan terapeutik pada sebagian pasien dengan pankreatitis

54
kronis genetik atau idiopatik yang rasa sakitnya tidak merespons terapi medis atau
endoskopi dengan tingkat pereda nyeri setinggi 90% dalam rangkaian pusat
tunggal dari 80 pasien [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Evaluasi awal dan pemantauan pasien pankreatitis kronis harus mencakup
penilaian defisiensi fungsional. Gejala steatorrhea (bau busuk, tinja berminyak),
diare, dan penurunan berat badan menunjukkan insufisiensi eksokrin. Steatorrhea
atau malabsorpsi lemak didefinisikan sebagai koefisien penyerapan lemak (CFA)
kurang dari 93% (atau> 7 g lemak per 24 jam dari 72 jam pengumpulan lemak
feses pada pasien yang masing-masing mengonsumsi 100 g lemak makanan. hari
selama pengambilan tinja). Tes lemak feses 72 jam adalah standar kriteria untuk
steatorrhea tetapi tidak memiliki spesifisitas untuk insufisiensi eksokrin pankreas
karena tidak dapat membedakan penyebab malabsorpsi lemak yang berbeda.
Selain itu, pengujian ini sulit untuk dilakukan dengan benar, menyebabkan
penurunan penggunaannya [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Meskipun ada beberapa tes tidak langsung lainnya (misalnya, elastase tinja
atau FE-1, tripsin serum) dan tes langsung (sekretin endoskopi) yang digunakan
untuk mendiagnosis insufisiensi eksokrin, akurasi tes ini paling tinggi dengan
adanya insufisiensi eksokrin yang parah bila didefinisikan sebagai steatorrhea.
Tidak ada standar kriteria yang ditetapkan untuk insufisiensi eksokrin ringan
sampai sedang. Dengan demikian, konseling diet dan enzim pankreas harus
diberikan pada pasien dengan gejala yang konsisten dengan insufisiensi eksokrin
bahkan jika tes diagnostik masih samar [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Enzim pankreas dengan dosis 1000 unit USP lipase per kilogram per makanan
harus diberikan selama makan karena mereka efektif untuk mengobati
malabsorpsi serta meningkatkan parameter nutrisi dan kualitas hidup. Kadar
vitamin D dan studi kepadatan tulang harus dipertimbangkan untuk menilai
osteopenia dan osteoporosis mengingat risiko fraktur trauma yang rendah.
Glukosa puasa dua kali setahun dan hemoglobin terglikasi harus diperoleh untuk
menilai diabetes. Selama masa tindak lanjut, jika gejala berubah atau gejala baru
berkembang, pencitraan dengan CT atau MRI harus diperoleh untuk menilai dan
mengobati komplikasi pankreatitis kronis [ CITATION Sin19 \l 1033 ].
Modifikasi gaya hidup

55
Jika penyebab pankreatitis kronis adalah alkoholisme, pantangan adalah
pengobatan utama. Selain itu, berhenti merokok juga membantu meredakan
pankreatitis kronis karena memicu perkembangan kalsifikasi pada parenkim
pankreas. Konsultasi mendalam diperlukan untuk memastikan kepatuhan pasien
dalam menghentikan konsumsi alkohol dan merokok. Sakit perut dan punggung
merupakan penyebab utama rendahnya kualitas hidup penderita pankreatitis
kronis. Gangguan sosial dan masalah gizi yang berkaitan dengan ketidakmampuan
pencernaan makanan merupakan masalah paling serius yang dihadapi oleh pasien
dan dokter yang merawat. Penatalaksanaan diet merupakan kunci keberhasilan
penderita pankreatitis kronis, terutama dengan gejala dominan nyeri perut
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].
European Society of Gastroenterology (ESGE) merekomendasikan
pendekatan endoskopi sebagai lini pertama pada pankreatitis kronis tanpa
komplikasi parah yang disertai keluhan nyeri parah. Dekompresi duktus pankreas
adalah terapi lini pertama pada pasien dengan obstruksi intraduktal dan hipertensi
melalui sphincterotomy, litotripsy, ekstraksi, atau pemasangan stent. ESGE
merekomendasikan extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) pada
pankreatitis kronis dengan batu pankreas> 5 mm, dilanjutkan dengan ekstraksi
batu (ukuran batu harus <5 mm). Litotripsi intraduktal disarankan jika pendekatan
ESWL gagal. Untuk striktur, dilatasi menggunakan balon atau kateter adalah
pendekatan terbaik, dilanjutkan dengan pemasangan stent plastik. Jika berhasil,
dekompresi ini akan meredakan nyeri. Drainase yang dipandu EUS di saluran
pankreas utama yang tertusuk melalui gaster atau duodenum untuk membuat
fistula untuk drainase adalah jalur kedua. Blok pleksus celiac yang dipandu EUS
adalah pendekatan lain untuk meredakan nyeri. Simpatektomi kimiawi dengan
injeksi alkohol absolut akan menghasilkan anestesi selama 8-12 bulan.
Eksaserbasi nyeri 48 jam setelah prosedur terjadi pada 9% pasien [ CITATION
Kem18 \l 1033 ].
Pendekatan endoskopi adalah lini pertama dalam pembentukan pseudokista
kronis tanpa komplikasi. Metode drainase terdiri dari drainase endoskopi
transpapiler / transduktal dan drainase yang dipandu EUS. Drainase endoskopi
transpapiler / transduktal selama 4-6 minggu direkomendasikan pada pseudokista

56
kecil yang terhubung ke duktus pankreas utama. Jika tidak, drainase yang dipandu
EUS diindikasikan pada hipertensi portal atau tidak ada kasus tonjolan luminal.
Tingkat komplikasi 18%, terutama tentang perdarahan, infeksi, perforasi, dan
migrasi stent [ CITATION Kem18 \l 1033 ].
2.3.8. Komplikasi
Secara umum, pankreatitis kronis adalah penyakit inflamasi yang progresif.
Pengamatan dan evaluasi gejala klinis seperti nyeri, perubahan enzimatik dari
waktu ke waktu, morfologi pankreas, dan fungsi eksokrin-endokrin penting dalam
penentuan prognosis. Penderita pankreatitis kronis lebih berisiko terkena kanker
pankreas, didukung oleh gaya hidup yang karsinogenik (alkohol, merokok)
[ CITATION Kem18 \l 1033 ].
Komplikasi pankreatitis kronis dirangkum dalam gambar 16. Penyebab
paling umum dari morbiditas dan mortalitas adalah nyeri kronis yang
melemahkan, diabetes, pseudokista pankreas, dan kanker pankreas. Meskipun
nyeri sering muncul saat diagnosis, dibutuhkan sekitar lima tahun untuk
berkembangnya diabetes. Pseudokista pankreas biasanya asimtomatik tetapi dapat
menyebabkan komplikasi serius pada 25% sampai 30% pasien dengan
pankreatitis. Pseudokista dapat menyebabkan ruptur, infeksi, perdarahan, dan
obstruksi. Serangan berulang pankreatitis akut dapat menyebabkan abses dan
nekrosis pankreas, sepsis, dan kegagalan multi organ. Hampir seperempat pasien
(23,4%) dengan pankreatitis kronis mengalami osteoporosis dan hampir dua
pertiga (65%) mengalami osteoporosis atau osteopenia. Ada peningkatan risiko
kanker pankreas yang nyata pada pasien dengan pankreatitis kronis, terutama di
antara mereka yang menggunakan alkohol jangka panjang atau pankreatitis
herediter [ CITATION Bar18 \l 1033 ].

57
Gambar 16. Komplikasi pankreatitis kronis
2.3.9. Prognosis [ CITATION Bar18 \l 1033 ]

Kelangsungan hidup rata-rata pada pasien dengan pankreatitis kronis telah


dilaporkan menjadi 15 sampai 20 tahun setelah diagnosis. Dalam studi lain yang
melibatkan 411 pasien dengan pankreatitis kronis, kemungkinan bertahan hidup
hingga 35 tahun setelah timbulnya gejala adalah 83%. Kelangsungan hidup
dipengaruhi oleh komplikasi pankreatitis kronis, efek samping alkoholisme,
merokok, dan diabetes. Risikonya mungkin lebih tinggi bagi mereka dengan
pankreatitis kronis yang ditentukan secara genetik. Pada pasien dengan
pankreatitis herediter, risiko kanker pankreas secara signifikan lebih besar
daripada data Surveilans, Epidemiologi, dan Hasil Akhir yang sesuai dengan usia
dan jenis kelamin [ CITATION Sin19 \l 1033 ]

58
BAB 3
KESIMPULAN
Pankreatitis akut terus menjadi alasan umum untuk rawat inap. Etiologi yang
paling umum termasuk batu empedu, diikuti oleh alkohol. Ini memiliki dampak
signifikan pada pemanfaatan sumber daya kesehatan, morbiditas dan mortalitas.
Penyakit dapat bervariasi dari penyakit ringan hingga penyakit berat dengan
komplikasi sistemik. Landasan penatalaksanaan meliputi resusitasi cairan dini
yang agresif, suplementasi nutrisi yang tepat, dan penatalaksanaan komplikasi.
Pasien dengan pankreatitis terkait batu empedu akut ringan harus menjalani
kolesistektomi sebelum dipulangkan untuk mencegah episode berulang.
Pankreatitis akut parah dan pankreatitis dengan komplikasi lokal dan sistemik
harus ditangani dalam pendekatan multidisiplin dengan melibatkan internis,
gastroenterologi, ahli bedah hepatobilier dan ahli radiologi intervensi
[ CITATION Cha19 \l 1033 ].
Pankreatitis kronis adalah kelainan pankreas yang ireversibel dan progresif
yang ditandai dengan peradangan, fibrosis, dan jaringan parut. Fungsi eksokrin
dan endokrin hilang, seringkali menyebabkan nyeri kronis. Etiologinya
multifaktorial, meskipun alkoholisme merupakan faktor risiko paling signifikan
pada orang dewasa. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 35 sampai 55 tahun. Jika
dicurigai adanya pankreatitis kronis, computed tomography dengan kontras adalah
modalitas pencitraan terbaik untuk diagnosis. Computed tomography mungkin

59
tidak dapat disimpulkan pada tahap awal penyakit, sehingga modalitas lain seperti
magnetic resonance imaging, magnetic resonance cholangiopancreatography, atau
ultrasonografi endoskopi dengan atau tanpa biopsi dapat digunakan. Modifikasi
gaya hidup yang direkomendasikan termasuk penghentian penggunaan alkohol
dan tembakau serta makan dalam porsi kecil, sering, dan rendah lemak. Meskipun
narkotika dan antidepresan memberikan pereda nyeri paling banyak, setengah dari
pasien pada akhirnya memerlukan pembedahan. Endoskopi terapeutik
diindikasikan untuk mengobati striktur simptomatik, batu, dan pseudokista.
Prosedur pembedahan dekompresif, seperti pankreatikoyjejunostomi lateral,
diindikasikan untuk penyakit duktus besar (dilatasi duktus pankreas 7 mm atau
lebih). Prosedur reseksi, seperti prosedur Whipple, diindikasikan untuk penyakit
saluran kecil atau pembesaran kepala pankreas. Risiko kanker pankreas meningkat
pada pasien pankreatitis kronis, terutama pankreatitis herediter. Meskipun tidak
diketahui apakah skrining meningkatkan hasil, dokter harus menasihati pasien
tentang peningkatan risiko ini dan mengevaluasi pasien dengan penurunan berat
badan atau ikterus untuk neoplasma [ CITATION Bar18 \l 1033 ].

60
DAFTAR PUSTAKA
Mahadevan, V., 2019. Anatomy of the pancreas and spleen. Basic Science, 37(6),
pp. 297-301.
Sherwood, L., 2016. 16.5 Pancreatic and Billiary Secretion. In: Human
Physiology from Cells to Systems . Boston : Cengange Learning , pp. 588 -
598.
Goodchild, G., Chouhan, M. & Johnson, G. J., 2019. Practical guide to the
management of acute pancreatitis. Frontline Gastroenterology, Volume 10,
pp. 292-299.
Singh, V. K., Uadav, D. & Garg, P. K., 2019. Diagnosis and management of
chronic pancreatitis. American Medical Association, 322(24), pp. 2422-
2434.
Kemalasari, I., Abdullah, M. & Simadibrata, M., 2018. Chronic Pancreatitis. The
Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive
Endoscopy, 19(2), pp. 107-117.
Sherwood, L., 2016. Endocrine Pancreas and Control of Fuel Metabolism. In:
Human Physiology : From Cells to Systems. Boston: Cengage Learning , pp.
689 - 699.
Paulsen, F. & Waschke, J., 2011. Viscera of the abdomen : Pancreas . In: Sobotta
Atlas of Human Anatomy: Internal Organs . Munchen: Elsevier , pp. 120-
127.
Shah, A. P., Mourad, M. M. & Bramhall, S. R., 2018. Acute pancreatitis: current
perspectives on diagnosis and management. Journal of Inflammation
Research, Volume 11, pp. 77-85.
Chatila, A. T., Bilal, M. & Guturu, P., 2019. Evaluation and management of acute
pancreatitis. World Journal of Clinical Cases, 7(9), pp. 1006-1020.
Barry, K., 2018. Chronic Pancreatitis: Diagnosis and Treatment. American Family
Physician, 97(6), pp. 385 - 393.

61
Pham, A. & Forsmark, C., 2018. Chronis pancreatitis: review and update of
etiology, risk factors, and management. F1000 Research, Volume 7, pp. 1-
11.
Derrick, Frandy & Wirawan, A. D., 2019. Acute Pancreatitis - Etiology,
Pathogenesis, Pathophysiology and The Current Trend in Its Management
and Prevention. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology
and Digestive Endoscopy, 20(1), pp. 27-37.

62

Anda mungkin juga menyukai