Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


Kandidiasis Kutis

ADE FRISKILLA HARIANJA


202010401011031

PEMBIMBING
dr. Andri Catur Jatmiko, sp.KK

SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


RSUD KABUPATEN JOMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas rahmat -Nya, penulisan Referat Kanker Laring ini dapat
diselesaikan dengan baik. Limpah terimakasih pula untuk keluarga dan
sahabat yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam
menyelesaikan tulisan ini.
Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada dr. Andri Catur Jatmiko, sp.KK selaku pembimbing
kami, yang telah membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan referat ini.
Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang
membangun. Akhirnya, semoga referat ini dapat bermanfaat.

Palu, 14 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATAR PENGANTAR ...............................................................................2


DAFTAR ISI ................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................4
1.2 Batasan Masalah.............................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................6
2.1 Definisi kandidiasis.......................................................................6
2.2 Epidemiologi kandidiasis...............................................................6
2.3 Etiologi dan faktor risiko kandidiasis kutis....................................6
2.4 Klasifikasi kandidiasis...................................................................7
2.5 Patogenesis kandidiasis................................................................13
2.6 Diagnosis kandidiasis...................................................................13
2.7 Diagnosis banding........................................................................15
2.8 Tatalaksana kandidiasis................................................................16
2.9 Edukasi.........................................................................................19
2.9 Prognosis kandidiasis...................................................................19
BAB III TINJAUAN PENELITIAN DESKRIPTIF .............................23
3.1 Epidemiologi kandidiasis kutis.......................................................20
3.2 Diagnosis kandidiasis kutis.............................................................23
3.3 Terapi kandidiasis kutis...................................................................24
BAB IV KESIMPULAN ..........................................................................27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................28

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan adanya perubahan dalam manajemen medis dan bedah pasien selama
tiga dekade terakhir, jamur telah muncul sebagai salah satu penyebab utama
penyakit pada manusia dimana Candida albicans menyebabkan infeksi yang lebih
invasif daripada jamur lainnya [ CITATION Dab13 \l 1033 ]. Jamur Candida spp,
terutama C. albicans bersifat komensal pada manusia dan berubah menjadi
patogen pada kondisi daya tahan tubuh pejamu terhadap infeksi menurun; lokal
maupun sistemik. Infeksi candida dapat bersifat superficial, invasif lokal maupun
diseminata [ CITATION San15 \l 1033 ].
Ciri mencolok dari patogenisitasnya adalah kemampuan untuk tumbuh dalam
bentuk ragi/ yeast, pseudohifa, dan hifa. Bentuk hifa memiliki peran penting
dalam menyebabkan penyakit dengan menyerang sel epitel dan menyebabkan
kerusakan jaringan. Di antara Candida spp., Candida albicans adalah agen infeksi
yang paling umum. Jamur dimorfik ini adalah jamur komensal yang berkoloni di
kulit, saluran pencernaan, dan saluran reproduksi [ CITATION Dab13 \l 1033 ].
Kulit manusia biasanya dihuni oleh beragam spesies jamur salah satunya
adalah spesies Candida. Candida albicans, tidak hanya berada di permukaan kulit
sebagai komensal, tetapi juga menyebabkan infeksi dengan cara tumbuh ke dalam
jaringan yang dihuni. Namun, mekanisme pertahananan barier kulit sangat efisien,
yang melibatkan sel-sel imun maupun non-imun residensial serta sel-sel imun
yang secara khusus direkrut ke tempat infeksi. Oleh karena itu, kulit merupakan
pelindung yang efektif melawan infeksi jamur. Sementara sebagian besar
penelitian tentang interaksi komensal dan patogen dari spesies Candida dengan
epitel inang berfokus pada interaksi dengan permukaan mukosa seperti epitel
vagina dan gastrointestinal, sedikit yang diketahui tentang mekanisme yang
mendasari interaksi Candida dengan kulit [ CITATION Kuh17 \l 1033 ].
Kandidiasis kutis biasanya merupakan infeksi sekunder pada kulit dan kuku
(lipatan tubuh) pada pasien yang memiliki factor risiko Penyakit ini terjadi
sebagai infeksi sub-akut atau kronis. Keterlibatan penyakit dapat dilokalisasi atau

4
digeneralisasikan ke kulit atau kuku. Spektrum kandidiasis kutis meliputi
kandidiasis popok, kandidiasis intertriginosa, onikomikosis, dan paronikia.
Biasanya terjadi di daerah hangat, lembab dan berkerut, seperti lipatan ketiak,
inguinal atau intergluteal. Kandidiasis kutis adalah penyakit oportunistik yang
cukup umum dan biasanya menyebabkan maserasi dan trauma pada kulit.
Penyakit ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes dan orang gemuk. Faktor
predisposisi lainnya adalah antibiotik dan kontrasepsi oral menjadi maserasi
[ CITATION Dab13 \l 1033 ].
1.2 Batasan Masalah
Referat ini akan membahas tentang kandidiasis kutis.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang kandidasis kutis meliputi definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, diagnosis banding, terapi, komplikasi, dan
prognosisnya.
2. Sebagai bahan pembelajaran untuk memenuhi salah satu persyaratan
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik bagi Dokter Muda Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang di SMF Ilmu Kulit
dan Kelamin RSUD Jombang.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2 . 1. Definisi kandidiasis
Kandidiasis atau kandidosis atau moniliasis adalah infeksi yang disebabkan
oleh jamur dari genus Candida [ CITATION Hay16 \l 1033 ]. Infeksi dapat
mengenai kulit, kuku, membran mukosa, traktus gastrointestinal, juga dapat
menyebabkan kelainan sistemik [ CITATION San15 \l 1033 ]. Candida albicans
adalah flora normal saluran pencernaan dan genitourinari manusia, serta kulit. Di
bawah kondisi yang tidak tepat dapat menjadi patogen, menyebabkan lesi pada
kulit, kuku, dan membran mukosa. Sering menginfeksi area intertriginosa.
Kondisi hangat, lembab dan maserasi kulit memungkinkan organisme
berkembang biak. Area yang paling sering terkena adalah lipatan perianal dan
inguinal, lipatan perut, lipatan di bawah payudara, area interdigital, lipatan kuku,
dan aksila [ CITATION Jam11 \l 1033 ].
2 . 2. Epidemiologi kandidiasis
Prevalensi kandidiasis tinggi di negara berkembang, dapat ditemukan di
seluruh dunia dan menyerang seluruh populasi umum, prevalensi laki-laki dan
perempuan sama, diduga banyak terjadi di daerah tropis dengan kelembaban udara
yang tinggi. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kelainan kulit yang
disebabkan oleh infeksi candida di Cina menempati urutan ketiga (14%) dari
infeksi jamur pada kulit, Singapura melaporkan tahun 2003 bahwa kasus infeksi
candida pada kulit dan kuku menempati urutan ketiga dan keempat [ CITATION
Soe16 \l 1033 ].
Kasus kandidiasis kutis di Indonesia menempati urutan ketiga dalam insidensi
dermatomikosis, tetapi pada beberapa kota, yaitu Makassar, Medan dan Denpasar
menempati urutan pertama dalam insiden dermatomikosis. Penelitianyang
dilakukan CItrashanty di RSUD Dr. Soetomo Surabaya menyebutkan bahwa
jumlah pasien kandidiadid menempati urutan ketiga setelah dermatofitosis dan
pityriasis versicolor [ CITATION Soe16 \l 1033 ].
2 . 3. Etiologi dan faktor risiko kandidiasis kutis

6
Jamur candida hidup sebagai saprofit, terutama terdapat di tractus
gastrointestinal, selain itu di vagina, uretra, kulit dan di bawah kuku. Dapat juga
ditemukan di atmosfir, air dan tanah [ CITATION San15 \l 1033 ].
Agen penyebab tersering untuk kelainan di kulit, genital dan mukosa oral
adalah C.albicans, sedangkan spesies non-albicans yang sering menimbulkan
kelainan adalah C. dubliniensis, C. glabarata, C. guillermondii, C. Kr usei, C.
lusitaniae, C. parapsilosis, C. pseudotropicalis dan C. tropicalis [ CITATION
San15 \l 1033 ].

Gambar 1. Candida dalam preparat kalium hidroksida. Pseudomycelia dalam


kelompok sel ragi seperti anggur [ CITATION Kun12 \l 1033 ].
Candida albicans merupakan organisme oportunistik, bertindak sebagai
patogen dengan adanya gangguan respons imun, atau di mana kondisi lokal
mendukung pertumbuhannya. Area hangat dan lembat sangat mendukung
pertumbuhan kandida. Penurunan flora yang bersaing selama terapi antibiotik juga
dapat mendukung pertumbuhan kandida. PH kulit yang lebih tinggi juga
mendukung pertumbuhan candida. Popok, panty liner, dan produk oklusif lainnya
meningkatkan pH kulit dan dapat menjadi predisposisi Candida albicans. Buffer
asam topikal dapat membantu sebagai tindakan pencegahan untuk ruam kulit
berulang yang disebabkan Candida [ CITATION Jam11 \l 1033 ] .
2 . 4. Klasifikasi kandidiasis
Infeksi Candida dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
i. Kandidiasis oral
a. Kandidiasis oral (oral thrush)
b. Parleche (keilitis angular atau kandidal keilosis)
ii. Kandidiasis kutis dan selaput lendir genital

7
a. Lokalisata
b. Vulvovaginitis
c. Balantis atau balanopostitis
d. Diaper candidosis
e. Kandidiasis kutis granulomatosa
iii. Paronikia candida dan Onimikosis candida
iv. Kandidosis kongenital
v. Kandidosis mukokutan kronik
vi. Reaksi Id.
[ CITATION San15 \l 1033 ]
Selain itu, Rex dkk. (2000) menguraikan kandidiasis sistemik dalam 4
sindrom yaitu : kandidiasis berhubungan dengan kateter, kandidiasis diseminasi
akut, kandidiasis diseminasi kronik dan kandidiasis organ dalam [ CITATION
San15 \l 1033 ].
2.4.1 Kandidiasis Kutis
2.4.1.1 Kandidiasis intertriginosa
Candida albicans memiliki kecenderungan untuk berkoloni di lipatan kulit
yaitu zona intertriginosa di mana lingkungan lokalnya lembab dan hangat
[ CITATION Kun12 \l 1033 ]. Lokasi yang umum adalah lipatan genitalia, di
selangkangan atau ketiak, di antara bokong, di bawah payudara besar yang
terjuntai, di bawah lipatan perut, di umbilicus dan interdigitalis (Gambar 2)
[ CITATION Jam11 \l 1033 ]. Faktor predisposisi kandidiasis intertriginosa
adalah obesitas, diabetes melitus, memakai pakaian yang ketat dan faktor
pekerjaan [ CITATION Kun12 \l 1033 ].
Erupsi pruritus muncul sebagai bercak maserasi eritematosa merah dan
plak tipis dengan satelit vesikulopustula. Pustula ini membesar dan pecah,
meninggalkan dasar eritematosa dengan sisik yang mudah dilepas yang
berkontribusi pada maserasi dan retakan lebih lanjut. Infeksi kandidiasis kutis
didiagnosis dengan gambaran khas erupsi dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
KOH dan, bila perlu, kultur [ CITATION Kun12 \l 1033 ].
Beberapa erupsi di daerah inguinalis mungkin menyerupai tinea kruris,
tetapi biasanya terdapat lebih sedikit skalitas dan kecenderungan lebih besar untuk

8
pecah-pecah. Ekskoriasi persisten dan likenifikasi dan pengeringan selanjutnya,
seiring berjalannya waktu, dapat mengubah tampilan aslinya. Seringkali, pustula
putih kecil, superfisial terlihat berdekatan dengan bercak. Saat ini, Candida dapat
menyebabkan flare dari inverse psoriasis, tetapi tidak ada peningkatan prevalensi
Candida di area intertriginosa pasien dengan psoriasis atau dermatitis atopik
[ CITATION Jam11 \l 1033 ].

Gambar 2. Candidal intertriginosa. A. papula eritematosa, erosi, pustular bergabung menjadi plak
yang melibatkan area skrotum dan inguinal dengan lesi satelit. Collarette-like scales di mana
pustula telah terkikis. B. eritematosa konfluen dan diskrit, area erosi dengan lesi satelit pustular
dan erosif. C. Merah, plak terkikis sebagian pada vulva yang dikelilingi oleh collarette halus pada
bayi. Di luar lesi utama ada beberapa lesi satelit pustular. D. Erosio interdigitalis blastomycetica.
Area eritematosa yang terkikis di antara jari-jari [ CITATION Kun12 \l 1033 ].

Kandidiasis miliaria mempengaruhi pasien yang terbaring di tempat tidur.


Erupsinya dimulai sebagai vesikulopustula yang terisolasi mengandung jamur,
yang menyebar pada seluruh area punggung yang tertutup. Kandida juga
berkolonisasi dan menginfeksi kulit di sekitar luka yang ditutupi dressing tertutup.
Antibiotik topikal spektrum luas berkontribusi terhadap infeksi candida pada luka
ini (Gambar 3) [ CITATION Kun12 \l 1033 ].

9
Gambar 3. Kandidiasis miliaria [ CITATION
Kun12 \l 1033 ].
Sediaan anticandidal topikal biasanya efektif, tetapi sering terjadi
rekurensi. Kombinasi agen anticandidal topikal dengan kortikosteroid kekuatan
menengah dapat meredakan lebih cepat. Pewarnaan castellani juga bisa
membantu. Pewarnaan castellani yang tidak berwarna sering kali disukai oleh
pasien [ CITATION Jam11 \l 1033 ].
2.4.1.2 Kandidiasis popok
Kandidiasis popok merupakan infeksi dari kolonisasi jamur dari tractus
gastrointestinal dan penutupan kronis dari popok yang basah. Erupsi dengan
eritema muncul pertama kali pada regio perianal dan menyebar ke perineum dan
lipatan inguinal [ CITATION Kun12 \l 1033 ]. Diagnosis kandidiasis dapat
dicurigai dari penemuan keterlibatan lipatan dan terjadinya banyak lesi
eritematosa kecil deskuamasi “satelit” yang tersebar di sepanjang tepi makula
yang lebih besar (Gambar 2-C) [ CITATION Jam11 \l 1033 ].
Agen anticandidal topikal efektif dan kadang ditambahkan dalam salep
zinc oxide untuk bertindak sebagai barier terhadap efek iritasi dari urin.
Kandidiasis popok berulang dapat dikaitkan dengan kolonisasi mulut dan usus,
dan dapat merespon pada penambahan suspensi nistatin oral [ CITATION
Jam11 \l 1033 ].
2.4.1.3 Kandidiasis perianal
Infeksi Candida albicans bisa muncul sebagai pruritus anal. Dapat muncul
dermatitis perianal dengan eritema, merembes, dan maserasi. Pruritus dan rasa
terbakar bisa menjadi sangat parah. Lesi satelit mungkin ada, tetapi bila tidak ada
tidak akan menyingkirkan kandidiasis. Pertumbuhan Candida juga meningkat

10
pada jaringan abnormal, seperti penyakit Paget ekstramammary. Jika jaringan
tidak kembali normal setelah kandidiasis diobati, mungkin diperlukan biopsi
[ CITATION Jam11 \l 1033 ].
2.4.1.4 Erosio interdigitalis blastomycetica
Erosi interdigitalis blastomycetica adalah kandidiasis interdigital atau
infeksi polimikroba pada tangan atau kaki, biasanya mempengaruhi ruang
interdigital tiga dan empat, dimana kelembaban di daerah tersebut adalah
alasannya [ CITATION Kun12 \l 1033 ].
Bentuk kandidiasis ini terlihat sebagai area berbentuk oval dari kulit putih
yang mengalami maserasi di antara dan memanjang ke sisi jari. Biasanya di
tengah lesi terdapat satu atau lebih fisura dengan dasar merah mentah; seiring
perkembangan kondisi kulit yang mengalami maserasi terkelupas, meninggalkan
area yang menyakitkan, mentah, dan gundul dikelilingi oleh kerah epidermis putih
yang menggantung. Kelembaban di bawah cincin merusak kulit dan menjadi
predisposisi infeksi. Penyakit ini juga terlihat pada penderita diabetes dan mereka
yang melakukan pekerjaan basah [ CITATION Jam11 \l 1033 ].
Lesi intertriginous antara jari-jari kaki memiliki gambaran serupa.
Biasanya kulit ari yang putih dan basah itu tebal dan tidak terkelupas dengan
bebas. Di kaki itu adalah sela keempat yang paling sering terlibat, tetapi lesi di
area tersebut cenderung multipel. Secara klinis, ini mungkin tidak bisa dibedakan
dari tinea pedis. Diagnosis ditegakkan dengan kultur. Lesi dapat merespons pada
pengeringan, agen anticandida topikal atau aplikasi kertas saring yang dibasahi
dengan pewarnaan Castellani [ CITATION Jam11 \l 1033 ].
2.4.1.5 Kandidiasis paronikia
Infeksi candida pada kuku dan lipatan paronikial terjadi paling sering pada
pasien dengan diabetes melitus atau pada orang yang sering mencelupkan
tangannya ke air (seperti asisten rumah tangga, pembuat roti, nelayan dan
bartender). Pada paronikia, ada kemerahan awal, bengkak dan nyeri pada
proksimal dan lateral lipatan kuku dengan retraksi kutikula terhadap lipatan kuku
proksimal. Nyeri dan eritema dapat meluas ke seluruh lempeng dan bantalan kuku
[ CITATION Kun12 \l 1033 ].

11
Gambar 4. Onikia dan paronikia kronis yang disebabkan oleh
Candida albicans. A. Perhatikan area hangat tetapi tidak panas,
sedikit nyeri, edema lipatan kuku dengan beberapa onikolisis. B.
Kondisi inflamasi kronik dengan pustulasi dari lipatan kuku dan
dapat menlibatkan lempeng kuku [ CITATION Kun12 \l

Biasanya, beberapa jari terinfeksi secara kronis, tetapi bisa juga hanya satu
atau bahkan semua jari mungkin terlibat. Lipatan kuku berwarna merah dan
bengkak, adanya kehilangan kutikula dan lepasnya lipatan kuku dari permukaan
punggung lempeng kuku. Pasien biasanya mengalami nyeri tekan yang nyata, dan
nyeri spontan merupakan gambaran sesekali. Distrofi kuku dengan tekuk pada
lempeng kuku dan beberapa perubahan warna dan onikolisis di sekitar lempeng
kuku lateral sering terjadi, tetapi kerusakan besar pada lempeng kecuali pada
pasien dengan kandidiasis mukokutan kronis jarang terjadi. Banyak pasien,
terutama yang resisten terhadap pengobatan, tampaknya memiliki sirkulasi perifer
yang buruk [ CITATION Hay16 \l 1033 ].
Kandidiasis paronikia harus dibedakan dengan paronikia akut bakterial.
Dimana paronikia akut biasanya berasal dari stafilokokus dan paronikia kronis
biasanya berasal dari multifaktorial. Dermatitis iritan dan kandidiasis mungkin
memainkan peran penting. Selain itu urtikaria kontak berulang atau dermatitis
kontak alergi terhadap makanan dan rempah-rempah bisa menyerupai candida
paronikia. Uji patch dan radioallergosorbent (RAST) mungkin bermanfaat
[ CITATION Jam11 \l 1033 ].
Dalam sebuah penelitian, pengobatan dengan kortikosteroid topikal lebih
cocok untuk pengobatan dengan agen anticandidal. Menghindari iritan dan
pekerjaan yang menyebabkan basah sangat penting. Agen antikandida dapat
digunakan dalam pengaturan ini, dan dapat digunakan dalam kombinasi dengan
kortikosteroid topikal. Menghindari paparan kronis terhadap kelembaban dan
iritan juga penting pada pasien ini. Jika pengobatan topikal gagal, flukonazol oral

12
seminggu sekali atau itraco nazole dalam dosis berdenyut bisa efektif
[ CITATION Jam11 \l 1033 ].
2.4.1.6 Kandidosis onikomikosis
Kandidiasis onikomikosis berhubungan dengan penebalan kuku sekunder,
kerutan, perubahan warna keputihan dan kadang-kadang hilangnya kuku
[ CITATION Kun12 \l 1033 ]. Dua kondisi predisposisi penting adalah fenomena
atau penyakit Raynaud dan sindrom Cushing. Petunjuk utama bahwa jamur
merupakan patogen yang signifikan adalah erosi pada lempeng kuku bagian distal,
adanya khamir dan hifa pada kuku pada mikroskop langsung dan isolasi Candida
albicans [ CITATION Hay16 \l 1033 ].

2 . 5. Patogenesis kandidiasis
Infeksi candida dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi dari endogen
maupun eksogen antara lain :
- Perubahan fisiologi : usia, kehamilan dan menstruasi
- Faktor mekanik : trauma (luka bakar, abrasi), oklusi lokal, kelembaban,
maserasi, kegemukan
- Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi zat besi, malnutrisi
- Penyakit sistemik: penyakit endokrin (misal: diabetes mellitus, sindroma
Cushing), Down Syndrome, acrodermatitis enteropatika, uremia,
keganasan dan imunodefisiensi
- Iatrogenik : penggunaan kateter, iradiasi sinar X, penggunaan obat-obatan
(misal: glukokortikoid, agen imunosupresi, antibiotika, dll)
[ CITATION San15 \l 1033 ]
Bertanggung jawab atas 50% -60% dari semua infeksi kandida, C. albicans
adalah patogen kandida yang paling umum diidentifikasi. C. albicans memiliki
faktor virulensi sendiri termasuk molekul adhesi yang memungkinkan perlekatan
organisme ke struktur lain, sekresi proteinase [aspartil proteinase (SAP1-9)] yang
memfasilitasi kerusakan pada selubung sel, serta kemampuan untuk mengubahnya
menjadi bentuk hifa yang dianggap penting untuk virulensi C. albicans
[ CITATION Kun12 \l 1033 ].

13
2 . 6. Diagnosis kandidiasis
2.6.1 Gejala klinis kandidiasis kutis
I. Lokalisata
a. Kandidosis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit aksila, genitokrukral, intergluteal, lipat
payudara, interdigital, dan umbilicus serta lipatan kulit dinding abdomen
berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa
[ CITATION San15 \l 1033 ].
Lesi tersebut dikelilingi oleh lesi satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustule-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah
erosive, dnegan tepi yang kasar dan berkembang seperti lesi primer
[ CITATION San15 \l 1033 ].
b. Kandidosis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini
menimbulkan pruritus ani [ CITATION San15 \l 1033 ].
II. Diaper-rash (Candidal diaper dermatitis)
Kelainan dipicu oleh adanya kolonisasi ragi di tractus gastrointestinal.
Infeksi dapat terjadi karena oklusi kronik area popok oleh popok yang basah.
Lesi berawal dari area perianal meluas ke perinemum dan lipar inguinal
berupa eritema cerah[ CITATION San15 \l 1033 ].
2.6.2 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikroskop secara langsung pada specimen dari jamur yang ada
ataupun yang diisolasi secara kultur dapat mengkonfirmasi adanya infeksi (Gambar
1) [ CITATION Kun12 \l 1033 ]. Di bawah mikroskop, sediaan KOH mungkin
menunjukkan spora dan pseudohyphae. Pada pewarnaan Gram, bentuk ragi padat,
Grampositif, badan bulat telur, dengan diameter 2–5 μm [ CITATION Jam11 \l
1033 ].
Pewarnaan potassium hidroksida, atau gram, atau methylene blue berguna
untuk menunjukkan sel-sel jamur. Pada pewarnaan Gram, bentuk ragi (yeast) padat,
Grampositif, ovoid bodies dengan diameter 2–5 μm. Kombinasi dari Gomori
methenamine silver (GMS) dan pewarnaan Kongo merah dapat membantu dalam
diagnosis banding infeksi jamur. Blastomyces dan Pityrosporum positif untuk

14
keduanya, sedangkan Candida dan Histoplasma adalah GMS-positif dan Congo
red-negative [ CITATION Jam11 \l 1033 ]. Candida berkembang biak baik dalam
bentuk tunas (budding) maupun miselium di stratum korneum atau mukosa
superfisial. Budding yeast dan pseudohifa lebih mudah dideteksi pada sediaan
histologis dengan pewarnaan PAS (periodic acid-Schiff). Jika dermatofita
cenderung sejajar dengan permukaan kulit, Candida pseudohifa lebih cenderung
berorientasi vertikal [ CITATION Jam11 \l 1033 ].

Gambar 5. Pseudohifa pada pewarnaan KOH


Kultur dari kuku yang terdampak dapat membantu mengidentifikasi agen
penyebab yang bertanggung jawab atas onikomikosis (dermatofita atau candida).
Candida albicans menghasilkan koloni mucoid keputihan dalam 2-5 hari pada agar
Saburoud yang diberikan antibiotic [ CITATION Kun12 \l 1033 ]. Dalam kultur
Candida albicans harus dibedakan dari bentuk Candida lain yang jarang bersifat
patogen, seperti Candida krusei, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida
pseudotropicalis, dan Candida guilliermondii. Kultur pada agar glukosa Sabouraud
menunjukkan pertumbuhan koloni berwarna krem, keabu-abuan, dan lembab dalam
waktu sekitar 4 hari. Seiring waktu, koloni membentuk penetrasi kecil seperti akar
ke dalam agar-agar. Pemeriksaan mikroskopis koloni menunjukkan kelompok sel
tunas. Ketika diinokulasi ke dalam kultur agar tepung jagung, tampak produksi
spora chlamydo bundar yang merupakan karakteristik dari C. albicans
[ CITATION Jam11 \l 1033 ].

15
Gambar 6. Pertumbuhan C. albicans pada
Saburaud’s Dextrose Agar Plate berbentuk krim
berwarna putih, licin disertai bau yang khas.

2.7 Diagnosis Banding


a. Eritrasma: lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada
satelit, pemeriksaan dengan lampu Wood positif
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatofitosis (tinea)
[ CITATION San15 \l 1033 ]
Diagnosis banding kandidosis intertriginosa meliputi tinea, dermatitis
seboroik, intertrigo bakterial, psoria fleksuralis, penyakit Hailey-Hailey dan
penyakit Darier fleksural [ CITATION Hay16 \l 1033 ].

2.8 Tatalaksana kandidiasis


Pengobatan infeksi candida bergantung pada spesies penyebab, sensitifitas
terhadap obat antijamur, lokasi infeksi, penyakit yang mendasari, dan status imun
pasien.
- Upayakan untuk menghindari atau menghilangkan factor pencetus dan
predisposisi
- Pengobatan topikal untuk kandidosis kutis
Grup azol antara lain :
a. Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
b. Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan, dan krim
c. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
d. Siklopiroksolamin 1% larutan, krim

16
e. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas
- Pengobatan sistemik
Panduan manajemen kandidiasis telah diperbarui pada tahun 2009 oleh
Infectious Disease Society of America. Panduan tersebut merekomendasikan
penggunaan yang sesuai dari echinocandins, caspofungin, micafungin dan
anidulafungin, bersama dengan vorikonazol dan posaconazole, serta formulasi lipid
amfoterisin B. Flukonazol masih dianggap sebagai obat lini pertama pada pasien
non-neutropenik dengan kandidemia atau diduga kandidiasis invasif. Pilihan
terapeutik dalam pengelolaan kandidiasis invasif dan kandidemia termasuk triazol
serta agen yang lebih baru seperti echinocandins [ CITATION Kun12 \l 1033 ].
Agen anticandidal topikal
Sebagian besar agen topikal yang dipasarkan untuk tinea juga efektif untuk
kandidiasis. Agen tersebut termasuk clotrimazole (Lotrimin, Mycelex), econazole
(Spectazole), ketoconazole (Nizoral), miconazole (MonistatDerm Lotion, Micatin),
oxiconazole (Oxistat), sulconazole (Exelderm), naftifine (Naftin), terco nazole,
ciclopirox) , butenafine (Mentax), terbinafine (Lamisil), nistatin, dan lotion
amfoterisin B. topikal. Agen yang lebih tua seperti gentian violet, cat Castellani,
dan asam borat terkadang masih digunakan [ CITATION Jam11 \l 1033 ].
Agen lain
Flukonazol memiliki catatan keamanan yang luar biasa, bahkan ketika
digunakan dalam jangka panjang pada pasien Candida yang berhubungan dengan
genodermatosis. Posaconazole, itraconazole, voriconazole, echinocandins, ani
dulafungin dan amfoterisin B juga digunakan dalam berbagai kasus. Berbagai
senyawa flavonoid, termasuk apigenin dan kaempferol, alkaloid ibogaine (an
indole), dan alkaloid berberin protober berine telah dipelajari untuk efek
inhibisinya. Kaempferol telah menunjukkan manfaat kelangsungan hidup pada
pasien dengan infeksi sistemik. Aplikasi topikal dari masing-masing agen ini
mempercepat eliminasi dari tempat inokulasi kulit [ CITATION Jam11 \l 1033 ].

Manajemen lini pertama kandidosis intertriginosa


Kandidiasis intertriginosa membutuhkan terapi topikal khusus (krim azole
atau polyene) biasanya dilanjutkan selama sekitar 2 minggu, tetapi pengobatan

17
mungkin diperlukan untuk waktu yang lebih lama, dan kemungkinan besar akan
gagal jika perhatian tidak diberikan untuk mengeringkan area yang terkena. Pada
beberapa pasien dengan Candida intertriginosa lembab, penggunaan kalium
permanganat lebih efektif. Perhatian harus diberikan untuk mengobati bakteri yang
terjadi bersamaan; sekali lagi, kalium permanganat berguna untuk tujuan ini. Pada
infeksi jari tangan atau jari kaki, terapi antijamur topikal, dikombinasikan dengan
penggunaan alas kaki terbuka dalam kasus infeksi pada kaki, adalah tepat
[ CITATION Hay16 \l 1033 ].
Kandidiasis intertriginosa telah berhasil diobati dengan antijamur topikal
(misalnya, klotrimazol, ekonazol, siklopiroks, mikonazol, ketokonazol, dan
nistatin). Sediaan bubuk juga menjaga lingkungan kering dimana kondisi lembab
akan memfasilitasi infeksi candida. Terapi antijamur sistemik direkomendasikan
untuk infeksi kulit yang luas, keterlibatan folikel, atau infeksi pada pasien dengan
imunokompramais [ CITATION Kun12 \l 1033 ].
Manajemen paronikia
Lini pertama
 Larutan Azole dua kali sehari selama 2-4 bulan tergantung pada respons
klinis
 Ditambah dalam kasus kronis, steroid topikal kekuatan sedang yang dioleskan
ke kulit lipatan kuku sekali sehari
Atau
 Itrakonazol 100 mg setiap hari selama 1–2 bulan • Flukonazol 100 mg setiap
hari selama 1–2 bulan
Lini kedua
 Larutan timol 4%
[ CITATION Hay16 \l 1033 ]

Manajemen lini pertama paronikia


Candida paronikia membutuhkan terapi topikal yang berkepanjangan dengan
aplikasi poliena, imidazol, atau pengobatan non-spesifik yang sering, seperti timol
4% dalam kloroform. Losion mungkin lebih disukai daripada krim. Ada beberapa
penelitian tentang itrakonazol atau flukonazol meskipun efektif dalam banyak kasus

18
paronikia. Apapun rejimen anti-Candida yang dipilih, itu harus diikuti dengan
tindakan umum seperti memastikan pengeringan tangan yang memadai. Meski
begitu, relaps sering terjadi pada banyak pasien, terutama pada fase kronis
paronikia. Peran berkelanjutan Candida lebih diperdebatkan dan faktor lain seperti
dermatitis kontak iritan atau alergi dapat berperan dalam respons inflamasi yang
sedang berlangsung. Untuk alasan ini, dalam kasus kronis, penambahan
kortikosteroid topikal adalah pendekatan yang logis [ CITATION Hay16 \l 1033 ].
Paronikia kronis akibat Candida seringkali resisten terhadap terapi. Aspek
yang paling penting dari terapi termasuk meminimalkan faktor yang berkontribusi
seperti paparan air, serta drainase abses apapun. Imidazol topikal dalam bentuk
larutan harus dipertimbangkan pada awalnya. Empat persen mol dalam etil alkohol
(diracik oleh apotek, karena tidak tersedia secara komersial) mengeringkan
kandida, dan dengan demikian dapat menjadi alternatif yang sesuai. Azol oral juga
dapat digunakan dalam kasus refraktori lainnya [ CITATION Kun12 \l 1033 ].
Manajemen onikomikosis
Pada onikomikosis Candida yang terbukti, flukonazol atau itrakonazol
menghasilkan respons terbaik [ CITATION Hay16 \l 1033 ].
Itrakonazol oral atau flukonazol (triazol) tampaknya paling efektif untuk
onikomikosis kandida. Dua regimen pengobatan tersedia: dosis harian atau pulse
dose regiment (dosis tunggal). Itraconazole, yang disetujui untuk digunakan pada
onikomikosis di Amerika Serikat, dapat diberikan 200 mg setiap hari selama 6
minggu untuk kuku jari tangan dan selama 12 minggu untuk kuku kaki. Ini juga
dapat diberikan dalam dosis tunggal, 200 mg dua kali sehari selama 1 minggu per
bulan, dengan total dua dosis tunggal untuk kuku dan tiga dosis tunggal untuk kuku
kaki.
2.9 Edukasi
Memberikan edukasi kepada pasien untuk :
- Menjaga hygiene tubuh
- Menjaga agar kulit area infeksi tidak lembab
- Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringan
- Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain.
Cuci handuk yang kemungkinan terkontaminasi

19
- Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah
mandi
[ CITATION Kun12 \l 1033 ].
2.10 Prognosis kandidiasis
Prognosis umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor
predisposisi [ CITATION San15 \l 1033 ]. Relaps dapat terjadi pada kepatuhan
berobat yang buruk, faktor risiko yang tidak diatasi dan adanya factor predisposisi [
CITATION EJM091 \l 1033 ].
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
[ CITATION EJM091 \l 1033 ].

BAB 3
TINJAUAN PENELITIAN DESKRIPTIF
3.1 Epidemiologi kandidiasis kutis
3.1.1 Penelitian di RSUD dr. Soetomo Surabaya tahun 2011-2013
Dalam profil pasien baru infeksi candida pada kulit dan kuku RS dr. Soetomo
menunjukkan bahwa pada 20.975 pasien yang datang ke URJ Kesehatan Kulit dan
Kelamin dari tahun 2011-2013, 137 diantaranya menderita infeksi candida pada
kulit dan kuku (0,65%). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan
seperti kemungkinan terjadi penurunan angka kejadian penyakit kulit dan infeksi

20
candida pada kulit dan kuku, atau meningkatnya kesadaran yang cukup tinggi pada
masyarakat untuk mencegah dan menghindari factor predisposisi dan kemungkinan
terakhir adalah karena pasien lebih memilih untuk berobat di dokter swasta karena
mungkin mendapatkan pelayanan yang lebih cepat dan lebih baik [ CITATION
Soe16 \l 1033 ].

Gambar 7. . Distribusi keluhan kasus baru infeksi candida pada kulit dan kuku di
Divisi Mikologi URJ. Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. SOetmo Surabya
Periode 201-2013 [ CITATION Soe16 \l 1033 ]

Grafik di atas menunjukkan bahwa keluhan pasien dengan infeksi kandida


pada kulit pada tahun 2011 sampai dengan 2013 adalah gatal (72,8%) dan bercak
kemerahan (63,2%). Keluhan terbanyak pada pasien dengan infeksi kandida pada
kuku adalah perubahan warna (56,6%). Prevalensi menunjukkan jumlah pasien
perempuan lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki, hal itu sesuai dengan
penelitian Pndeleke dkk. Bahwa kandidiasis kutis ditemukan banyak terdapat pada
perempuan, diduga karena perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan rumah
tangga seperti kontak dengan air, kehamilan dan memakai pakaian ketat sehingga
menyebabkan keringat dan lembab. Selain itu, perempuan lebih memperhatikan
Kesehatan dan kenyamanan sheingga memilih untuk memeriksakan diri ke Rumah
Sakit [ CITATION Soe16 \l 1033 ].
Berdasarkan usia, umur terbanyak terkena infeksi candida pada kulit pada
tahun 2011-2013 adalah 1-4 tahun, infeksi candida pada kuku jumlahnya bervariasi
tiap tahunnya, yaitu 2011 terbanyak di atas 65 tahun (50%), 2012 kelompok umur
25-44 tahun (40%) dan 2013, 45-65 tahun (50%). Angka kejadian infeksi candida
biasanya meningkat pada bayi dan orang tua, hal itu disebabkan karena status
imunologisnya tidak sempurna. Infeksi candida juga disebutkan meningkat pada

21
anak-anak yang menderita dermatitin atopic atau dermatitis seboroik. Infeksi
candida di kulit terbanyak usia 1-4 tahun kemungkinan karena pendidikan
masyarakat Indonesia yang menengah kebawah kurang baik sehingga kurangnya
pengetahuan menjaga higiene pada anak-anak. Kondisi iklim Indonesia yang tropis
juga merupakan faktor eksogen, anak-anak berumur 1-4 tahun yang sedang aktif
bermain, mudah berkeringat dan membuat menjadi kulit menjadi lembap atau basah
[ CITATION Soe16 \l 1033 ].
3.1.2 Penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Penelitian dilakukan pada penderita dengan diagnosis intertriginosa di
Instalasi Rekam Medik dan Poliklinik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Januari sampai dengan Desember 2013. Terdapat 40 pasien yang
didiagnosis kandidiasis intertriginosa dari 4099 total pasien dengan persentase
sebesar 0,98%. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya,
jumlah pasien kandidiasi intertriginosa pada tahun 2012 tidak jauh berbeda
disbanding pada tahun 2013 yaitu 37 pasien (3,37%) dari 1096 keseluruhan pasien
baru. Penurunan angka kejadian di tahun 2013 menunjukkan kemungkinan
meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyrakat akan Kesehatan kulit
khususnya penyakit kandidasis intertriginosa [ CITATION Pol16 \l 1033 ].

Gambar 8. . Distribusi penyakit kandidosis intertriginosa berdasarkan jenis


kelamin, usia, pekerjaan, lokasi dan factor pencetus [ CITATION
Pol16 \l 1033 ]

22
Pada distribusi penyakit menurut jenis kelamin, kasus kandidiasis
intertriginosa lebih banyak ditemukan pada perempuan (70%) disbanding laki-laki
(30%). Hal ini mungkin disebabkan oleh cara dan perilaku perempuan di kalangan
masyarakat yaitu misalnya cara berpakaian ketat dan pakaian tertutup, serta
penggunaan sepatu tertutup pada laki-laki maupun pada perempuan dengan bagian
depan lebih kecil sehingga membuat lipatan-lipatan kulit menjadi lembab dan
menghasilkan keringat yang berlebih dan rentan terhadap infeksi kandidosis
intetriginosa. Lipatan payudara juga merupakan lokasi lipatan kulit yang tertutup
dan menghasilkan lingkungan yang lembab [ CITATION Pol16 \l 1033 ].
Kandidosis intertriginosa paling banyak ditemukan pada kelompok usia 45-64
tahun (42,5%), diikuti oleh usia ≥65 tahun (27,5%) dimana hal ini mungkin
disebabkan penurunan imunitas pada orang tua dan status imunologik yang sudah
tidak sempurna. Pada usia <1 tahun terdapat 1 pasien (2,5%) dikarenakan
penggunaan popok yang menghasilkan aposisi lingkungan yang lembab
[ CITATION Pol16 \l 1033 ].
Dari aspek pekerjaan, ditemukan bahwa terbanyak adalah Pegawai Negeri
Sipil (PNS), kemungkinan dikarenakan PNS menggunakan pakaian tertutup dan
sepatu tertutup sepanjang hari yang dapat meningkatkan kelembaban dalam lipatan
kulit dan dapat memicu peningkatan pertumbuhan jamur. Pekerjaan terbanyak
kedua adalah ibu rumah tangga dimana Sebagian besar IRT mengerjaan pekerjaan
rumah pada daerah basah yang dapat menghasilkan lingkungan yang lembab pada
kulit sehingga mendukung untuk pertumbuhan jamur [ CITATION Pol16 \l 1033 ].
Distribusi lokasi lipatan yang terkena kandidiasis intertriginosa terbanyak
adalah pada lipat paha, diikuti ketiak dan lipat payudara. Hal ini disebabkan karena
bagian lipat paha merupakan daerah yang paling tertutup serta sering terjadi
gesekan kulit dan menghasilkan lingkungan yang lembab. Sedangkan ketiak
merupakan area yang menghasilkan banyak keringat sehingga area tersebut menjadi
lembab, dan lipat payudara merupakan area yang lembab karena tertutup oleh
pakaian [ CITATION Pol16 \l 1033 ].
Berdasarkan faktor pencetus didapatkan bahwa terbanyak adalah karena
berkeringat atau lingkungan lembab dimana hal ini mungkin disebabkan
penggunaan pakaian tertutup dan ketat serta sepatu yang tertutup. Persentase kedua
adalah penderita diabetes melitus dimana tingginya kadar glukosa pada pasien

23
diabetes melitus menyebabkan tingginya kadar glukosa kulit sehingga
mempermudah timbulnya infeksi jamur, selain itu juga akibat faktor
imunokompramais pada pasie diabetes melitus. Faktor pencetus terbanyak ketiga
adalah obesitas dimana pada pasien obesitas tubuh menjadi lebih banyak
berkeringan dan lembab serta terdapat banyak lipatan-lipatan pada kulit
[ CITATION Pol16 \l 1033 ].
3.1.3 Penelitian di RSUD dr. Soetomo Surabaya tahun 2013-2016
Mayoritas kasus infeksi kandidiasis yang ditemui di Divisi Mikologi Unit
Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun
2013-2016 adalah kandidiasis intertriginosa (50,5%), diikuti oleh kandidiasis kutis
(28,9%), dan kandidiasis onikia (8,3%) seperti ditunjukkan pada gambar di bawah
ini [ CITATION Pus19 \l 1033 ].

Gambar 9. Distribusi diagnosis pasien baru infeksi kandidiasis di Divisi Mikologi Unit Rawat
Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2013-2016
[ CITATION Pus19 \l 1033 ]
Hal itu dapat disebabkan karena kandidiasis memiliki predileksi daerah
lipatan yang sering maserasi, didukung oleh cuaca yang panas dan iklim tropis
Indonesia, sehingga menyebabkan produksi keringat yang banyak dan
mengakibatkan lokasi lipatan kulit yang tertutup pakaian menjadi lembab dan
rentan terhadap kandidiasis intertriginosa [ CITATION Pus19 \l 1033 ].
Penelitian ini menunjukkan bahwa kandidiasis banyak menginfeksi populasi
perempuan (62,4%). Hasil itu sama dengan penelitian retrospektif yang dilakukan
oleh Ramadhani dan Astari di Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2011 – 2013, dengan jumlah terbanyak jenis
kelamin kasus kandidiasis adalah perempuan. Hal itu dapat terjadi, karena
beberapa faktor risiko yang dimiliki oleh perempuan, seperti melakukan pekerjaan
rumah tangga yang banyak kontak dengan air, kehamilan, dan pemakaian pakaian

24
yang ketat yang didukung dengan iklim tropis yang akan menyebabkan produksi
keringat yang banyak dan mengakibatkan lokasi lipatan-lipatan kulit yang tertutup
pakaian menjadi lembap dan rentan terhadap infeksi. Hal lain yang kemungkinan
berpengaruh pada hasil ini ialah populasi perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki atau lesi pada kandidiasis mengakibatkan rasa tidak nyaman,
biasanya perempuan lebih memperhatikan penampilan, sehingga terdorong untuk
memeriksakan diri ke rumah sakit. Hal ini juga dapat disebabkan karena tidak
seimbangnya komposisi jenis kelamin sampel, dimana jumlah kunjungan pasien
perempuan lebih banyak dari laki-laki [ CITATION Pus19 \l 1033 ].
Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa kelompok usia dari tahun
ke tahun memiliki hasil yang bervariasi. Kelompok usia 45 – 64 tahun memiliki
prevalensi lebih banyak dibandingkan kelompok usia lainnya, karena faktor
pertahanan tubuh yang menurun seiring dengan pertambahan usia, dan
kemungkinan adanya penyakit penyerta yang menyebabkan kondisi imunosupresi
(Gambar 10). Kelompok usia 45 – 64 tahun masih termasuk usia bekerja, dengan
faktor aktivitas yang menghasilkan keringat dan tidak diimbangi dengan kebersihan
diri, maka akan meningkatkan risiko kandidiasis [ CITATION Pus19 \l 1033 ].
Untuk penyakit penyerta dan kondisi khusus yang ditemui pada penelitian ini,
didapatkan sebanyak 84 pasien tidak disertai penyakit penyerta atau kondisi lainnya
yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya kandidiasis, namun sebanyak 30
pasien mempunyai riwayat diabetes melitus. Diabetes melitus adalah gangguan
endokrin yang umum dengan penurunan kekebalan host terhadap infeksi. Infeksi
oportunistis yang paling umum pada individu dengan diambetes melitus adalah
kandidiasis, terutama kandidiasis oral. Kandidiasis paling sering disebabkan oleh
Candida albicans. Candida albicans pada individu sehat diyakini sebagai komensal,
tetapi pada pasien diabetes melitus akan membentuk kolonisasi yang sangat
banyak. Kolonisasi subklinis ini dapat membuat host lebih rentan untuk
mengembangkan kolonisasi mukosa yang lebih dalam dengan penyebaran lebih
lanjut melalui darah [ CITATION Pus19 \l 1033 ].

25
Gambar 10. Prevalensi kandidiasis berdasarkan jenis kelamin dan usia di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2013-2016 [ CITATION Pus19 \l
1033
3.2] Diagnosis kandidiasis kutis
Pada tahun 2011-2013 dari 78 (68,4%) pasien baru infeksi candida pada kulit
yang dilakukan KOH positif paling banyak ditemukan bentukan blastospora
(56,06%) dan pasien baru dengan infeksi candida pada kuku, 19 pasien (39,13%)
yang dilakukan KOH positif juga ditemukan bentukan blastospora sebanyak 15
pasien (88,23%) [ CITATION Soe16 \l 1033 ].
Hasil kultur pasien baru infeksi candida pada kulit dan kuku menunjukkan
selama tahun 2011-2013 didapatkan spesies Candida albicans 4 kasus pada infeksi
candida pada kulit, sedangkan pada kuku didapatkan pada 3 dari 18 pasien
[ CITATION Soe16 \l 1033 ].
Penegakkan diagnosis infeksi spesies candida pada kulit dan kuku didasarkan
pada gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang
rutin dilakukan untuk infeksi candida adalah pemeriksaan mikroskopis langsung
dengan menggunakan KOH 20% dan tinta Parker. Pada tabel di atas ditemukan
bahwa pada pemeriksaan KOH yang positif paling banyak ditemukan bentukan
blastospora (56,06%), juga banyak ditemukan pada kuku (39,13%). Meskipun
begitu, hasil negative pada pemeriksaan KOH tidak lantas menyingkirkan
diagnosis, karena hal ini dapat dipengaruhi factor lain seperti pasien sudah
mengobati diri sendiri dengan obat topikal, atau dapat juga karena pemeriksaan
yang kurang tepat [ CITATION Soe16 \l 1033 ].

26
Gambar 9 . Distribusi hasil pemeriksaan laboratorium (KOH) kasus baru pasien dengan
infeksi candida pada kulit dan kuku di divisi. Mikologi Unit Rawat Jalan (URJ). Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode 2011-2013 [ CITATION
Soe16 \l 1033 ].
Pemeriksaan kultur jamur di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tidak selalu
dikerjakan, hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu seperti pada gambaran klinis
yang menyerupai kandidiasis tetapi dengan pemeriksaan KOH negative atau untuk
kepentingan penelitian maupun laporan kasus, oleh karena itu hasil kultur belum
dapat mencerminkan epidemiologi spesies penyebab yang sebenarnya [ CITATION
Soe16 \l 1033 ].
Penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2013-
2016 juga memuat mengenai distribusi efloresensi pasien baru kandidiasis di RS
tersebut. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa efloresensi terbanyak pasien
baru kandidiasis tahun 2013 hingga 2016 adalah satelit papul yakni sebanyak 176
pasien, skuama sebanyak 143 pasien, makula berbatas jelas sebanyak 133 pasien
dan eritema sebanyak 61 pasien. Efloresensi yang disebutkan bisa terdapat lebih
dari 1 pada satu orang pasien. Data yang didapatkan sesuai dengan teori, bahwa
terdapat adanya pruritic eruption dan eritematosa dengan satelit papul. Selain itu,
infeksi oleh jamur menginduksi respons imun untuk menghasilkan reaksi inflamasi

27
yang menyebabkan warna kemerahan, tepi annular, dan pertumbuhan jamur bersifat
sentrifugal dengan tepi yang lebih aktif sebagai satelit papul. Tanda serta gejala
yang ditimbulkan oleh kandidiasis memiliki beberapa kesamaan dengan penyakit
lain di bidang kulit. Efloresensi yang tampak juga memiliki kesamaan dengan
penyakit di bidang kulit yang lain, terutama infeksi jamur, sehingga pemeriksaan
fisik secara inspeksi saja tidak cukup untuk bisa digunakan sebagai sarana untuk
menegakkan diagnosis, sehingga pemeriksaan laboratorium perlu untuk dilakukan [
CITATION Pus19 \l 1033 ].

Gambar 11. Distribusi efloresensi lesi pasien baru kandidiasis di Divisi Mikologi Unit Rawat
Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2013-2016
[ CITATION Pus19 \l 1033 ]

3.3 Terapi kandidiasis kutis


3.3.1 Penelitian di RSUD dr. Soetomo Surabaya
Ketokonasol adalah pilihan terapi terbanyak infeksi candida pada kulit pada
tahun 2011-2013 (78,1%) dan (62,6%) pada kuku [ CITATION Soe16 \l 1033 ].

28
Gambar 10. . Distribusi pelaksanaan kasus baru pasien baru infeksi candida pada kulit dan
kuku di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Periode 2011-2013 [ CITATION Soe16 \l 1033 ].

Bila dievaluasi berdasarkan Panduan Praktis Klinis (PPK) yang berlaku di


RSUD Dr. Soetomo untuk terapi infeksi candida pada kulit sudah sesuai dengan
PPK yang berlaku, yaitu ketokonasol (78,1%). Sedangkan terapi untuk candida
pada kuku pilihan pertama PPK adalah itrakonasol. Obat tersebut sebenarnya sudah
masuk ke dalam formularium RSUD Dr. Soetomo, tetapi sering tidak tersedia dan
harganya cukup mahal apabila pasien membeli sendiri [ CITATION Soe16 \l
1033 ].
3.3.2 Penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Gambar di bawah memperlihatkan bahwa obat yang paling sering diberikan
pada pasien kandidosis intertriginosa adalah antifungi topikal (65%) sedangkan
kombinasi obat kedua terbanyak yang diberikan ialan antifungi topikal dan
antibiotic topikal (27,5%).
Terapi obat yang paling sering digunakan dalam terapi kandidiasis
intertriginosa adalah antifungi topikal (ketoconazole, miconazole) sebanyak 26
pasien (65%). Terapi ini lebih dominan diberikan karena cukup untuk mengatasi
infeksi jamur pada kulit. Pada beberapa pasien dikombinasikan dengan antibiotic
topikal (asam fusidat dan gentamisin). Pengobatan antibiotic dapat menghambat

29
pertumbuhan dan membasmi mikroba jenis lain pada kulit yang terinfeksi serta
menghilangkan penyebab infeksi sekunder [ CITATION Pol16 \l 1033 ].

Gambar 11.. Distribusi kandidiasis intertriginosa menurut terapi pengobatan [ CITATION


Pol16 \l 1033 ].
Infeksi jamur dengan lesi yang tidak luas pada kulit dapat diberikan
antifungi topikal atau oles, sedangkan pemberian antifungi sistemik atau oral
diberikan pada pasien dengan infeksi yang luas. Antibiotik topikal diberikan pada
11 pasien, karena pada pasien dengan kandidiasis intertriginosa sering didapati
terjadinya infeksi sekunder [ CITATION Pol16 \l 1033 ].

BAB 4
KESIMPULAN

30
Kandidiasis kutis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi
jamur genus Candida pada kulit. Spesies Candida adalah penyebab paling umum
dari infeksi jamur pada orang dengan gangguan sistem imun. Spesies Candida
adalah penyebab paling umum dari infeksi jamur pada orang dengan gangguan
sistem imun. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat
sebagai saprofit. Infeksi kandida dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik
edogen maupun eksogen.
Kandidiasis kutis dapat berupa kandidiasis intertriginosa, kandidiasis perianal
maupun kandidosis kulit generalisata. Candida albican memiliki predileksi
berkoloni di daerah lipatan kulit yang lembab dan terdapat maserasi. Lokasi utama
intertriginosa pada lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara,
antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilicus. Faktor predisposisi antara
lain kegemukan, menggunakan pakaian yang ketat, diabetes mellitus kelembaban,
penggunaan antibiotik dan PH kulit yang lebih tinggi (pemakaian popok, panty
liner, produk oklusif lainnya).
Kandidiasis kutis tampak sebagai kulit gatal yang eritema dan terdapat
maserasi pada area intertriginosa dengan lesi satelit berupa vesikopustul. Pustule ini
pecah dan meniggalkan dasar yang eritema dengan keloret yang epidermisnya
mudah terlepas. Penangan kandidosis kulit mencakup menghilangkan atau
menghindari faktor predisposisi dan pemberian obat topikal maupun oral.

DAFTAR PUSTAKA
Dabas, P. S., 2013. An approach to etiology, diagnosis and management of different
types of candidiasis. Journal of Yeast and Fungal Research, 4(6), pp. 63-74.

31
EJ, M. et al., 2009. Antifungal treatment for invasive candida infections: a mixed
treatment comparison meta-analysis.. Annals of Clinical Microbiology and
Antimicrobials, 8(23), pp. 1-11.
Hay, R. J. & Ashbee, H. R., 2016. Fungal Infections. In: C. Griffiths, et al. eds.
Rook's Textbook of Dermatology. New Delhi: WILEY Blackwell, pp. 32.56 -
32.68.
James, W. D., Berger, T. G. & Elston, D. M., 2011. Diseases Resulting from Fungi
and Yeasts. In: Andrew's Disease of the Skin Clinical Dermatology.
s.l.:Elsevier, pp. 297-301.
Kuhbacher, A., Burger-Kentischer, A. & Rupp, S., 2017. Interaction of Candida
Species with the Skin. MDPI, 5(32), pp. 1-12.
Kundu, R. V. & Garg, A., 2012. Section 30. Fungal Diseases : Yeast Infection. In:
L. A. Goldsmith, et al. eds. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine .
New York: Mc Graw Hill, pp. 2298-2307.
Polli, S., Pandaleke, H. & Kapantow, M., 2016. Profil kandidosis intertriginosa di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
Januari - Desember 2013. Jurnal e-Clinic, 4(1), pp. 446-451.
Puspitasari, A., Kawilarang, A. P., Ervianti, E. & Rohiman, A., 2019. Profil Pasien
Baru Kandidiasis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, April, 31(1),
pp. 24-34.
Soetojo, S. D. R. & Astari, L., 2016. Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit
dan Kuku. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, April, Volume 28, pp.
34-41.
Widaty, S., 2015. Kandidosis. In: S. L. S. Menaldi, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin . s.l.:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp. 117-120.

32

Anda mungkin juga menyukai