Anda di halaman 1dari 19

Urolithiasis — Diagnostik Interdisipliner, Terapi dan Tantangan Pencegahan

Sekunder

Christian Fisang, Ralf Anding, Stefan C. Müller, Stefan Latz, Norbert Laube

RINGKASAN

Latar belakang: Prevalensi urolithiasis di Jerman adalah sebesar 4,7%.


Insidensinya telah meningkat tiga kali lipat dalam tiga dekade terakhir. Risiko
rekurensi adalah 50-80%, bergantung pada jenis batu, kecuali jika pencegahan
sekunder dilakukan. Pencegahan sekunder yang disesuaikan dengan risiko
menurunkan risiko ini menjadi 10–15%.

Metode: Ulasan ini didasarkan pada publikasi yang diperoleh dengan pencarian
selektif di PubMed dengan kata kunci "urolithiasis," "batu kemih," "epidemiologi,"
"litogenesis," "biomineral," "faktor risiko," dan "diagnosis, terapi, metafilaksis.
“Publikasi ini dievaluasi dengan bantuan pedoman urolithiasis dari European
Association of Urology.

Hasil: Kolik renal akut biasanya dapat didiagnosis tanpa peralatan canggih. Batu
dapat ditangani dengan berbagai teknik bergantung pada ukuran dan lokasi, yang
meliputi penanganan dengan: extracorporeal shock-wave lithotripsy,
ureterorenoskopi, percutaneous nephrolitholapaxy, dan operasi terbuka. Sebagian
besar batu ureter berdiameter hingga 5 mm dapat keluar secara spontan. 75%
pasien tidak memiliki komplikasi. Evaluasi dasar yang diperlukan untuk
pencegahan sekunder dapat dilakukan oleh dokter mana pun dalam rawat jalan.
Pada 25% pasien yang mengalami komplikasi, evaluasi interdisiplin yang lebih
luas dari parameter metabolik harus dilakukan di pusat klinis untuk batu kemih.

Kesimpulan: Urolithiasis memiliki banyak penyebab dan dapat ditangani dengan


berbagai cara. Pemeriksaan metabolik yang ekstensif seringkali diperlukan untuk
pencegahan sekunder. Berbagai pilihan perawatan harus dipertimbangkan sesuai
dengan keadaan setiap pasien. Saat ini banyak data yang tersedia mengenai metode
bedah dan intervensi, tetapi belum ada uji coba berkualitas tinggi dalam
pencegahan sekunder. Penelitian lebih lanjut harus berfokus pada etiologi dan
patogenesis urolithiasis.

Pada tahun 2006 urolithiasis merupakan diagnosis kedua terbanyak setelah


penyakit prostat yang merupakan diagnosis paling sering di pusat urologi di
Jerman (1).
Batu saluran kemih adalah massa compact polikristalin yang terjadi di dalam
saluran kemih manusia dan hewan. Seperti tulang dan gigi, batu ini adalah
biomineral. Sementara produk non-patologis dari biomineralisasi yang terbentuk
dalam proses genetika menunjukkan tingkat organisasi biologis yang tinggi, urolith
adalah kasus khusus. Pembentukannya diatur oleh faktor patoanatomis dan
fisikokimia (2).

Sekitar 97% batu saluran kemih ditemukan di ginjal dan ureter (batu ginjal),
sisanya 3% di kandung kemih dan uretra (3). Ukuran batu saluran kemih bervariasi
mulai dari mikrometer hingga beberapa sentimeter. Batu ini seringkali tetap tidak
diketahui dalam waktu yang lama sebelum terdapat keluhan berupa nyeri hebat,
atau ditemukan secara insidental pada radiografi atau ultrasonografi (Gambar 1).
Batu saluran kemih adalah gejala dari faktor eksogen dan endogen dan biasanya
asalnya multifaktorial. Keluarnya batu secara alami atau pengangkatan batu secara
bedah tidak dapat menghilangkan penyebabnya, dan banyak pasien mengalami
rekurensi (4).

Karena diversitas etiologi dari batu saluran kemih, banyak komposisi yang berbeda
dapat ditemukan. Kalsium oksalat (whewellite, weddellite; prevalensi> 80%),
kalsium fosfat (karbonat apatit, 5%), magnesium ammonium phosphate ("batu
infeksi"; struvite, 5%), dan asam urat (13%) adalah yang biomineral paling umum.
Sementara sistin, amonium urat, dan brushite jarang terjadi (semua ≤1%) (5, 6).

Perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam diagnosis telah menyebabkan


peningkatan prevalensi dan kejadian batu saluran kemih. Di Jerman, survei
nasional menunjukkan adanya peningkatan kejadian (dari 0,54% menjadi 1,47%)
dan prevalensi (dari 4,0% menjadi 4,7%) antara 1979 dan 2001 (4). Urolithiasis
merupakan penyakit yang menyebar luas. Lima puluh persen pasien menderita
setidaknya satu rekurensi, dan 10 hingga 20% mengalami tiga atau lebih episode
urolithiasis (4, 6). Prevalensi sebesar 12% telah dilaporkan di AS (6). Urolithiasis
terkait kemakmuran juga meningkat di negara-negara berkembang, akibat diet
tinggi kalori dikombinasikan dengan tingkat olahraga yang rendah. Pada awal abad
ke-12, Hildegard dari Bingen (1098–1179) menemukan hubungan antara makanan
orang kaya, anggur, dan batu saluran kemih dan mendesak orang-orang
sezamannya untuk memodifikasi diet mereka secara bersamaan (7, 8). Pada tahun
2000, 9,7% pria Jerman dan 5,9% wanita Jerman dalam kelompok usia 50 hingga
64 tahun pernah mengalami episode urolithiasis. Dalam dua dekade terakhir,
insiden meningkat secara dominan antara usia 40 dan 49 tahun (4, 6, 9). Terdapat
perbedaan dalam distribusi jenis kelamin dan berbagai daerah di Jerman: batu asam
urat lebih umum terjadi di negara-negara timur dan selatan, batu infektif di bagian
timur negara (9). Batu kalsium fosfat lebih sering ditunjukkan pada pasien yang
lebih muda, sedangkan batu asam urat dan batu dengan komposisi atipikal lebih
sering terjadi pada orang yang lebih tua (10). Pekerjaan dapat menjadi faktor
risiko: di antara profesi lain, risiko batu meningkat pada dokter, terutama ahli
bedah (11). Keseimbangan cairan yang buruk adalah salah satu faktor yang
bertanggung jawab dalam hal ini.

Faktor-faktor penting yang menjelaskan variasi dalam prevalensi urolithiasis


meliputi kebiasaan diet, iklim, lingkungan, etnis, dan faktor keturunan (Gambar 2).

Faktor risiko eksogenik seperti pola nutrisi dan gaya hidup yang ditandai dengan
rendahnya aktivitas fisik yang dikombinasikan dengan asupan energi tinggi dari
makanan yang kaya lemak, protein, karbohidrat, dan purin (13, 14) semakin
penting, seperti halnya merokok, penyalahgunaan alkohol, dan stres kronis (15).
Oleh karena itu, terjadi peningkatan insidensi dan prevalensi urolithiasis, terutama
di Eropa dan Amerika Serikat (7).

Kolik renal akut

Gejala utama yang paling umum terjadi adalah nyeri kolik menjalar di
hipokondrium. Rasa nyeri bervariasi bergantung pada posisi batu di ureter dan
dapat mencapai intensitas yang luar biasa (16). Nyeri terburuk disebabkan oleh
batu yang terletak tinggi di sudut costovertebral. Rasa nyeri dari batu yang terletak
lebih rendah dirasakan di daerah hipogastrik, dan dapat menjalar ke alat kelamin
(16). Pasien merasa gelisah dan tidak dapat menemukan posisi yang mengurangi
rasa sakit mereka. Reaksi vegetatif yang menyertai seperti mual dan muntah dapat
terjadi. Bergantung pada presentasi, diagnosa banding meliputi diagnosa akut
abdomen, yaitu pielonefritis, divertikulitis, apendisitis, kolesistitis, dan
pankreatitis. Kehamilan ekstrauterin dan torsi kista ovarium, gejala vertebrogenik,
pneumonia, aneurisma aorta abdominal, dan infark miokard juga harus
dipertimbangkan karena konsekuensi potensialnya.

Sebelum investigasi diagnostik dilakukan, pasien yang menderita kolik harus


diberikan obat penghilang rasa nyeri yang tepat. Opsinya adalah anti nyeri non-
steroid, misal, diklofenak dan metamizol (tingkat bukti 1b, tingkat rekomendasi
A), dan opioid, misal, Tramadol (tingkat bukti 4, tingkat rekomendasi C). Obat ini
diberikan dalam kombinasi (19-21).

Pemberian analgesik harus diikuti dengan pemeriksaan fisik yang berorientasi pada
gejala atau diagnosis diferensial, dan harus meliputi palpasi renal dan perut.
Pemeriksaan ini harus diikuti dengan pemeriksaan urin yang diekskresikan secara
spontan dengan strip tes urin (dipstick). Mikrohematuria adalah tanda kolik ginjal.
Sonografi adalah tes diagnostik non-invasif yang bermakna, dengan sensitivitas 61
hingga 93% dan spesifisitas 84 hingga 100% (6, 22). Dalam kebanyakan kasus
batu di ureter, satu-satunya temuan sonografi adalah akumulasi urin. Batu sering
kali tidak tervisualisasi secara langsung karena adanya gas usus di atasnya. Triad
nyeri panggul kolik, ektasia yang didiagnosis secara sonografis dari kaliks ginjal,
dan mikrohematuria secara praktis bersifat patognomonik untuk ureterolitiasis.
Sensitivitas mikrohematuria dalam konteks triad ini adalah 0,95 pada fase akut
(23).

Jika tersedia, CT abdominal polos dosis rendah merupakan metode pencitraan


diagnostik pilihan (bukti level 1a, rekomendasi grade A), dengan spesifisitas dan
sensitivitas hampir 99%. Batu yang tidak terdeteksi secara radiografi dapat
divisualisasikan, dan densitas batu dalam Hounsfield unit memberikan indikasi
awal dari komposisinya dan membantu diagnosis diferensial (6, 24-26). Prosedur
pencitraan alternatif adalah radiografi polos dan urografi ekskresi. Namun dalam
kolik akut, urografi ekskresi memiliki risiko ruptur kaliks renal karena diuresis
yang diinduksi oleh medium kontras (6).

Biokimia darah klinis harus meliputi elektrolit, asam urat, kreatinin, protein C-
reaktif (CRP), hitung darah lengkap tanpa diferensial, dan parameter global
koagulasi (rekomendasi grade A) (6)

Jika batu saluran kemih dikonfirmasi sebagai penyebab gejala pasien, pilihan
penanganan bergantung pada lokasi dan ukuran batu (6). Penangan berikut ini
tersedia:

● Perawatan konservatif
● Extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL)
● Ureterorenoskopi (URS)
● Percutaneous nephrolithotomy (PCNL)
● Laparoskopi
● Operasi terbuka

Dalam kasus yang ekstrim nefrektomi mungkin diperlukan. Bedah laparoskopi


atau terbuka biasanya dilakukan bersamaan dengan penanganan komorbiditas,
misalnya stenosis pelvis ginjal.
Kemolitolisis oral, di mana batu dilarutkan in situ, hanya berlaku untuk batu asam
urat (rekomendasi grade A) (6).

Pedoman urolithiasis Jerman dan Eropa merekomendasikan opsi perawatan


berikut:

Perawatan batu konservatif

Strategi yang paling sering dilakukan untuk pengobatan kolik renal akut adalah
penatalaksanaan konservatif dengan tujuan mencapai pasase spontan batu saluran
kemih (terapi ekspulsi medis) (bukti level 1a, rekomendasi grade A). Perhatian
harus diberikan pada kasus peningkatan parameter retensi atau parameter infeksi.
Selain itu, pengobatan konservatif tidak sesuai jika pasien terus menderita rasa
nyeri atau gejala vegetatif seperti mual dan muntah yang tetap ada setelah
diberikan analgesik yang adekuat. Alpha-blocker meningkatkan pasase spontan dan
mengurangi episode kolik (tingkat bukti 1a, tingkat rekomendasi A) (6, 20, 27-29).
Tingkat pasase spontan sebesar 71 hingga 98% untuk batu distal ≤5 mm dan 25
hingga 79% untuk batu berukuran antara 6 dan 10 mm telah dilaporkan dalam
literatur. Batu ureter proksimal berukuran ≤5 mm keluar secara spontan pada 29
hingga 98%, batu ≤10 mm pada 10 hingga 53% kasus (30).

Bentuk lain dari perawatan konservatif adalah kemolitolisis batu asam urat dan
"watchful waiting" pada kasus batu ginjal tanpa gejala (30).

Intervensi batu

Pelvis renalis dan kaliks atas / menengah


Batu di pelvis renalis dan kaliks atas / menengah dapat diobati dengan ESWL,
PCNL, dan URS fleksibel. Pada pasien dengan batu ≤20 mm ESWL adalah metode
yang dipilih dan berhasil menangani 56-94% batu pada kaliks atas / menengah dan
79-85% pada pelvis renalis (rekomendasi grade B). Untuk urolith > 20 mm ESWL
berisiko meninggalkan jejak fragmen ("steinstrasse") di ureter dan mencapai stone
free rate lebih rendah, sehingga PCNL pada kondisi ini lebih disukai (rekomendasi
grade B) (6).

Kaliks yang lebih rendah

Karena alasan anatomi, ESWL memberikan stone free rate yang lebih rendah
daripada batu di kaliks yang lebih rendah. Bergantung pada perawatan
sebelumnya, risiko kekambuhan, komorbiditas, dan keadaan anatomi, di antara
faktor-faktor lain, mini-PCNL dengan diameter 11 hingga 21 Charrière adalah
pilihan yang semakin umum untuk batu sekecil 10 mm (rekomendasi grade B) (6).
URS fleksibel bersaing dengan ESWL dalam penanganan batu hingga ukuran 10
mm (6). Revisi pedoman EAU April 2014 memberikan kepentingan endoskopi
lebih besar daripada pada 2013. Intervensi endoskopik, yaitu URS dan PCNL,
sekarang tampaknya sama validnya dengan ESWL untuk penanganan batu dengan
ukuran apa pun di lokasi ini. Namun, karena tidak terdapat studi acak yang relevan,
rekomendasi untuk peningkatan teknik endoskopi ini adalah B, bertumpu pada
konsensus ahli.

Batu staghorn
Batu ginjal yang menempati sebagian besar panggul renal atau mengisi setidaknya
satu kaliks disebut batu staghorn. Pilihan penanganan adalah PCNL, dapat
dikombinasikan dengan ESWL dan URS fleksibel, atau pada kasus tertentu
dikombinasikan dengan nefrolitotomi. Jika ginjal tidak lagi berfungsi, nefrektomi
dapat dipertimbangkan (6).

Ureter proksimal

Metode penanganan yang disukai untuk batu ≤ 10 m pada ureter proksimal adalah
ESWL, yang mencapai pembebasan batu pada 70 hingga 90% kasus (rekomendasi
grade A) (6). Jika ESWL in-situ primer tidak dimungkinkan atau
dikontraindikasikan oleh temuan laboratorium, misalnya, gagal ginjal atau infeksi
saluran kemih, splinting ureter yang diikuti oleh ESWL merupakan pilihan. Perlu
dicatat bahwa sekitar 20% pasien harus mengambil cuti kerja karena splinting
ureter saja (31).

URS adalah metode pilihan untuk batu ureter > 10 mm. Kemajuan terbaru dalam
URS semirigid dan fleksibel yang meliputi diameter instrumen yang lebih kecil
dan sudut fleksi yang lebih tinggi, telah mengubah pengobatan batu pada ureter
proksimal. Pembebasan total batu saat ini dapat mencapai hingga 82% dari kasus
dengan tingkat komplikasi yang rendah (6).

Ureter distal

ESWL dan endoskopi adalah pilihan pengobatan yang valid untuk batu ≤ 10 mm
pada ureter distal, dengan pembebasan total batu yang dicapai masing-masing
sebesar 86% dan 97% kasus. Endoskopi lebih disukai untuk batu berukuran > 10
mm, dengan eliminasi total batu pada 93% pasien, dibandingkan 74% untuk ESWL
(rekomendasi grade A) (6).

Metafilaksis

Perawatan primer yang berhasil perlu diikuti dengan pencegahan kekambuhan


yang efektif dimana material batu harus diperiksa dengan Fourier transform
infrared spectroscopy (FTIR) atau difraksi sinar-X (XRD) seperti yang dijelaskan
dalam pedoman. Tanpa analisis batu, tidak terdapat profilaksis khusus yang dapat
dilakukan (bukti level 2, rekomendasi grade A) (6, 32).

Analisis ini harus dilakukan setelah setiap kejadian batu, karena komposisi batu
berturut-turut pada pasien yang sama dapat berubah mengikuti perubahan secara
klinis (bukti level 2, rekomendasi grade B) (6). Namun, dalam praktiknya hal ini
sering terlupakan, sehingga pasien dalam jangka panjang dapat menerima
penanganan yang tidak lagi sesuai.

Sejauh apa kejadian batu harus diinvestigasi? Suara-suara kritis dapat


mempertanyakan titik diagnostik pasca-intervensi kompleks jika penanganan
kemudian hanya terdiri dari saran untuk meningkatkan asupan cairan. Namun,
episode urolithiasis baru mungkin memerlukan intervensi bedah, dan komplikasi
potensial seperti gagal ginjal akut dan urosepsis harus dipertimbangkan, kadang-
kadang bersama dengan komorbiditas yang serius seperti insufisiensi ginjal kronis
dan terminal (33). Banyak komorbiditas lain telah dideskripsikan. Rule dan
rekannya menunjukkan bahwa pembentukan batu saluran kemih dikaitkan dengan
peningkatan risiko infark miokard (34). Membandingkan 4.564 pasien dengan
10.860 kontrol, risikonya 38% lebih tinggi pada pasien setelah observasi 9 tahun.
Setelah faktor-faktor risiko disesuaikan, misalnya insufisiensi ginjal, peningkatan
risiko menjadi 31%. Sun dan rekannya mendeskripsikan peningkatan risiko kanker
urothelial pada pembentuk batu saluran kemih (35).

Diagnosis postintervensional dan metafilaksis yang idealnya dilakukan ketika


pasien bebas dari batu, harus dilakukan secara individual dan disesuaikan dengan
konstelasi risiko. Spektrum ini berkisar antara watchful waiting sampai uji
metabolik interdisipliner. Sekitar 25% dari pasien dengan batu termasuk dalam
kelompok berisiko tinggi (36, 37). Dalam sekitar 75% kasus, episode batu lebih
lanjut dapat dicegah secara efektif dengan diagnosis metabolik dasar yang diikuti
oleh metafilaksis batu saluran kemih umum (38).

Pengetahuan mengenai riwayat pasien dan perawatan diet dan obat spesifik
terhadap suatu jenis batu, bersama dengan investigasi berorientasi biokimia dan
deteksi kemungkinan penyebab anatomi, sangat penting dalam metafilaksis
postintervensional. Hal ini berlaku baik untuk pasien dengan kejadian batu pertama
dan bagi mereka dengan urolithiasis rekuren. Tingkat rekurensi berkurang secara
signifikan dengan pengobatan yang ditargetkan (10-15% vs 50-80%) (39, 40).

Faktor-faktor utama yang terkait adalah defek enzim, gangguan hormonal,


malabsorpsi dalam saluran pencernaan, insufisiensi ginjal, kelainan urodinamik,
infeksi saluran kemih urease-positif yang berulang, dan pH urin yang tidak
menguntungkan. Secara khusus, konsekuensi dari gaya hidup barat yang modern
adalah faktor risiko dalam sindrom metabolik (e1-e3) dan semakin bertanggung
jawab dalam pembentukan batu saluran kemih. Kelebihan berat badan (indeks
massa tubuh [BMI] ≥ 25 kg / m2) dan obesitas (BMI ≥ 30 kg / m2) meningkatkan
risiko pembentukan batu saluran kemih secara signifikan (e4, e5).
Diskusi yang lengkap mengenai patomekanisme biomineralisasi dan investigasinya
akan jauh melebihi cakupan artikel ini. Oleh karena itu penulis akan membatasi
diri pada orientasi umum (36, 37).

Urolithiasis uncomplicated

Sekitar 75% pasien dengan batu saluran kemih dapat dikategorikan sebagai
uncomplicated. Dasar untuk mengklasifikasikan kasus urolithiasis sebagai
complicated atau tidak adalah berdasarkan riwayat medis pasien (Tabel 1). Secara
sederhana, setiap pasien yang tidak memenuhi setidaknya satu dari kriteria yang
tercantum dalam Tabel 2 berisiko rendah kambuh.

Diagnosis metabolik yang ekstensif tidak perlu dilakukan pada pasien batu saluran
kemih uncomplicated; bagaimanapun bergantung kepada jenis batu, beberapa
langkah umum harus dilakukan. Hal ini meliputi anamnesis komprehensif untuk
mencatat faktor risiko potensial sedini mungkin:

 Predisposisi keluarga
 Karakteristik sindrom metabolik, misal, obesitas, hipertensi, dislipoproteinemia,
hiperglikemia.
 Kondisi mental dan fisik, misal masalah mental seperti kegelisahan, desensitisasi,
ketidaktertarikan dan kehilangan motivasi, dan masalah fisik seperti mobilitas
terbatas.
 Infeksi saluran kemih berulang
 Faktor sosial dan pekerjaan seperti rekan kerja, pengangguran, shift kerja, waktu
istirahat, istirahat makan, perjalanan bisnis dan perjalanan yang sering.
 Gangguan metabolisme, misal gangguan reabsorpsi dan transportasi ginjal:
kebocoran renal (kalsium, fosfat); asiduria (pH urin secara permanen <6,0; terkait
misalnya dengan sindrom metabolik dan eh konsumsi protein hewani yang
berlebihan); sistinuria; hiperabsorpsi enteral dari zat litogenik (misal, kalsium,
oksalat); gangguan hormonal (misal, tingkat parathormon dan kortisol);
peningkatan kadar vitamin D3; defisiensi enzim.
 Anomali urodinamik: Anamnesis dapat mencakup nyeri panggul setelah asupan
cairan meningkat, perasaan pengosongan kandung kemih yang tidak lampias, nyeri
panggul saat berkemih, infeksi saluran kemih berulang, atau deteksi sonografi
insidental dari gangguan transport urin, bahkan mungkin di uterus selama
pemeriksaan antenatal rutin. Jika dari hal tersebut ada yang ditemukan,
penyelidikan lebih lanjut dalam anomali urodinamik diindikasikan.
 Komorbiditas kausatif, misalnya penyakit Crohn, short bowel syndrome, cystic
fibrosis, osteoporosis, atau metabolisme katabolik, misal karena tumor, pankreas,
atau penyakit hati.

Skrining untuk gangguan metabolik yang berat adalah keharusan pada pasien
berisiko tinggi, dan karena tidak terdapat garis pemisah yang jelas antara risiko
rendah dan tinggi dalam praktik klinis, kami juga merekomendasikannya pada
pasien berisiko rendah:

 Selama setidaknya 3 hari pasien harus menyimpan buku harian nutrisi, mencatat
semua makanan dan minuman yang disertai dengan rincian jumlah dan waktu.
Buku ini dapat menggambarkan fitur khusus apa pun dari diet, misalnya, apakah
orang tersebut omnivora, karnivora, vegetarian, atau vegan.
 Sampel urin harus diambil dari setiap mikturisi selama seminggu dalam kondisi
normal dan diuji pHnya. Profil pH urin yang dihasilkan dapat mengeksklusi,
misalnya, asidosis tubulus renal (RTA). Pasien dengan RTA memiliki kelainan
tubulus ekskresi proton atau resorpsi bikarbonat, yang menyebabkan asidosis
metabolik. pH urin biasanya secara permanen <5,8. Selain itu, fluktuasi terkait pH
pada hari kerja atau yang terkait dengan gaya hidup (misal hari kerja dibandingkan
akhir pekan) dapat dideteksi.
 Tes darah (standard blood count ditambah kalsium, kreatinin, dan asam urat)
(rekomendasi grade A); penentuan parathormon secara hati-hati pada semua pasien
kecuali kasus yang sama sekali tidak rumit (e6).
 Investigasi setidaknya satu sampel urin 24-jam (e7): volume, pH (Gambar 3),
natrium, kalium, kalsium, magnesium, amonia, klorida, oksalat, sitrat, fosfat, asam
urat, dan kreatinin (rekomendasi ulang kelas A). Jika terdapat tanda-tanda infeksi,
sampel urin harus dipersiapkan untuk kultur bakteri (14).
 Perhitungan indeks risiko empiris untuk pembentukan batu urin dari parameter urin
yang disebutkan di atas (e8, e9) dan / atau penentuan tambahan risiko kristalisasi
menggunakan BONN Risk Index (BRI) (e10-e12). Hal ini memungkinkan evaluasi
yang lebih rinci dari kedua profil risiko dan perjalanan penyakitnya.

Jika langkah-langkah diagnostik dasar mengkonfirmasi pasien batu sebagai


uncomplicated, skrining metabolik ini tidak perlu dilakukan. Metafilaksis batu
saluran kemih umum dengan follow-up teratur saja sudah cukup (6, 36, 37, 39).

Urolithiasis complicated
Sekitar 25% pasien batu saluran kemih dikategorikan sebagai complicated. Pasien-
pasien ini, diklasifikasikan oleh pedoman sebagai risiko tinggi, menunjukkan
setidaknya satu dari karakteristik yang tercantum dalam Tabel 2.

Investigasi dasar seperti yang dilakukan pada pasien uncomplicated diikuti dengan
skrining metabolik diperpanjang yang dijelaskan di atas. Hal ini melibatkan
diagnostik interdisiplin yang kompleks yang harus dilakukan di pusat spesialis.
Jika pembentukan batu saluran kemih pasien individu telah sepenuhnya
tergambarkan dan pengobatan diperlukan, berbagai agen telah tersedia. Obat-obat
paling penting tercantum dalam Tabel 3.

Kesimpulan

Urolithiasis sudah tersebar luas dan semakin meningkat prevalensinya. Berbagai


opsi tersedia untuk penanganan bedah. Pedoman EAU menyediakan informasi
mengenai operasi dan metafilaksis. Gambaran umum bahasa Jerman yang berguna
dari diagnosis diferensial disediakan oleh chart praktis, yang berorientasi pada
pedoman batu saluran kemih, di mana rincian patogenesis, diagnosis metabolik,
dan metafilaksis dirangkum (e13).

Pesan Kunci

● Urolithiasis adalah gejala dari berbagai penyakit ginjal, endokrin, usus, dan
kadang-kadang bahkan keganasan. Pembentukan batu seringkali dipicu dan
dipengaruhi oleh faktor risiko eksternal.
● Pilihan dan keberhasilan metode untuk menghilangkan batu saluran kemih
bergantung pada lokasi, ukuran, dan komposisi batu dan pada komorbiditas lain

● Terdapat berbagai jenis batu kemih, beberapa di antaranya terbentuk di bawah


kondisi fisikokimia yang saling eksklusif. Karenanya, analisis urolith wajib
dilakukan.

● Anamnesis yang ditargetkan memungkinkan setiap pasien untuk dikategorikan


sebagai risiko tinggi atau rendah. Tindakan diagnostik dan terapeutik selanjutnya
bergantung pada klasifikasi ini.

● Metafilaksis yang diadaptasi berdasarkan risiko dan secara individual


mengurangi risiko rekurensi akibat ca. 50% menjadi sekitar 15%.

Konflik Kepentingan
Para penulis menyatakan bahwa tidak terdapat konflik kepentingan.

Tabel 1 Klasifikasi pasien batu saluran kemih non komplikasi berdasarkan riwayat
medis mereka (6, 37)

Temuan klinis Tatalaksana

Episode pertama Cave: Riwayat "sakit ginjal yang


sering" di masa kecil, tetapi
asalnya tidak jelas
Usia : dewasa

Tanpa abnormalitas anatomis eksklusi horseshoe kidney dan


outlet stenosis

Kemungkinan hubungan dengan Misalnya, pembentukan batu pada


pola hidup atau segera setelah masa stres
yang tidak biasa dan reaksi
kompensasi tertentu

Riwayat keluarga urolitiasis Cave: Petunjuk batu yang


negatif mungkin belum ditemukan di
anggota keluarga melalui
pernyataan seperti "Ada sesuatu,
tapi aku tidak ingat ..."

Batu tunggal Penilaian dengan prosedur


pencitraan yang sesuai

Tabel 2 Klasifikasi pasien batu kemih berisiko tinggi (6, 37)

Temuan klinis Tatalaksana

Usia; anak atau remaja Pertimbangkan menilai saudara


kandung untuk risiko litogenesis

Brushite, asam urat / urat, batu Ingat mineral-mineral lain yang


infeksi menyertainya dalam diagnosis dan
perawatan

Stres psikovegetatif kronis Menentukan derajat keparahan,


mungkin dengan bantuan sistem
penilaian stres yang divalidasi

Ginjal tunggal
Malformasi saluran kemih

Gangguan fungsi pencernaan E.g., penyakit Crohn, kolitis


ulserativa, sariawan, pankreatitis
kronis, sirosis hati, reseksi usus
kecil

Tingkat kekambuhan tinggi Lebih dari tiga batu dalam 3


tahun. Perubahan jenis batu (fase
mineral utama dan cabang) atau
komposisi dapat mengindikasikan
perubahan kondisi metabolisme

Hyperparathyroidism (HPT) Lima bentuk HPT, primer ke


quinary

Nephrocalcinosis Sejumlah penyebab, mis., Setelah


asidosis tubulus ginjal, hiper-
oksaluria primer, sarkoidosis,
HPT, glomerulitis kronis

Sejarah keluarga yang positif Pertimbangkan menilai anak-anak


pasien untuk risiko litogenesis

Primary hyperoxaluria Dua jenis, penyakit herediter


autosom resesif

Renal tubular acidosis Uji dengan menggunakan kurva


pH urin, analisis gas darah, dan uji
beban ammonium klorida

Fragmen batu sisa Mungkin mempertimbangkan cara


endoskopi untuk menghilangkan
batu, khususnya ketika
concrement adalah tipe yang tahan
terhadap disintegrasi oleh ESWL,
mis., Kuas, sistin, whewellite

Cystine, 2,8-dihydroxyadenine, Pembentukan batu ditentukan


xanthine stones secara genetis; wajib metafilaksis
seumur hidup

Department of Urology and Pediatric Urology, Bonn University Hospital : Dr. med. Fisang, Dr. med.
Anding, Prof. Dr. med. Müller, Dr. med. Latz Deutsches Harnsteinzentrum, Urological Center Bonn
Friedensplatz, Bonn: PD Dr. rer. nat. Laube

Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int 2015; 112: 83–91

Anda mungkin juga menyukai