Anda di halaman 1dari 4

Nama : Dewi Apriani

NIM : 1965050143

HIPERTENSI

PERTANYAAN EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI

1. Apa yang dimaksud hipertensi?


2. Kapan sesorang dianggap terkena hipertensi?
3. Siapa yang beresiko terekena hipertensi?
4. Dimana hipertensi sering terjadi?
5. Mengapa hipertensi bisa terjadi?
6. Bagaimana gejala klinis hipertensi?
7. Bagaimana pencegahan hipertensi?
8. Apa komplikasi hipertensi?
9. Bagaimana pengobatan hipertensi?

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam
arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Pada pemeriksaan tekanan
darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung
berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi
(diastolik).

Kategori Hipertensi

Stadium 1 (Hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 (Hipertensi sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg

Stadium 3 (Hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg

Stadium 4 (Hipertensi maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
Gejala yang sering dikeluhkan penderita hipertensi adalah sakit kepala, pusing, lemas,
kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epitaksis, dan kesadaran menurun. Hipertensi
terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko. Faktor-faktor risiko yang menyebabkan
hipertensi adalah umur, jenis kelamin, obesitas, alkohol, genetik, stres, asupan garam,
merokok, pola aktivitas fisik, penyakit ginjal dan diabetes melitus

Menurut Riskesda tahun 2018 penderita hipertensi di Indonesia mencapai 8,4%


berdasarkan diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 18 tahun, Berdasarkan hasil pengukuran
tekanan darah pada penduduk prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah sekita
34,1%, sedangkan pada tahun 2013 hasil prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah
sekitar 25,8%. Hasil prevalensi dari pengukuran tekanan darah tahun 2013 hingga tahun 2018
dapat dikatakan mengalami peningkatan yaitu sekitar 8,3%. Data dari Riskesda tahun 2018
juga mengatakan bahwa prevalensi hasil pengukuran darah pada penderita hipertensi terdapat
pada provinsi Kalimantan Selatan dengan prevalensi penderira sekitar 44,1% atau lebih tinggi
dari rata-rata prevalensi hasil pengukuran darah di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta
sendiri berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk yaitu menempati posisi
ke-13 dan prevalensi rata-rata penderita hiperensi berada dibawah prevalensi penderita
hipertensi di Indonesia (Kemenkes, 2019).

Berikut angka kejadian hipertensi di Indonesia

Hipertensi merupakan faktor pencetus utama terjadinya kejadian stroke,baik stroke


hemoragik ataupun iskemik. Hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan darah perifer
sehingga menyebabkan sistem hemodinamik yang buruk dan terjadilah penebalan pembuluh
darah serta hipertrofi dari otot jantung. Hipertensi yang menimbulkan plak aterosklerosis
secara terus menerus akan memicu timbulnya stroke.

Hipertensi pula merupakan faktor resiko kejadian gagal ginjal kronik. Penyakit
hipertensi perlahan dan tidak menunjukan gejala apapun selama bertahun tahun. Masa laten
ini menutupi perkembangan penyakit sehingga terjadi kerusakan organ yang bermakna.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung lama pada arteriol dan glomeruli akan
menyebabkan terjadinya sklerosis pada pembuluh darah. Lesi sklerotik yang terjadi pada
arteri kecil, arteriol dan glomeruli akan menyebabkan terjadinya nefrosklerosis. Lesi ini
terjadi karena adanya kebocoran plasma melalui membran intima pembuluh darah, yang
mengakibatkan terbentuknya suatu deposit fibrinoid di lapisan media pembuluh darah, yang
disertai dengan terjadinya penebalan progresif pada dinding pembuluh darah, sehingga
pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan terjadi obstruksi pada pembuluh darah.
Obstruksi yang terjadi pada arteri dan arteriol ini akan menyebabkan kerusakan glomerulus
dan atrofi tubulus, sehingga nefron mengalami kerusakan, yang menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronik (GGK).

Penyakit stroke dan gagal ginjal merupaka penyakit katastropik yang membutuhkan
perawatan medis yang lama dan berbiaya tinggi. Kedua penyakit tersebut menempati urutan
teratas dalam pembiayaan pelayanan kesehatan Program JKN-KIS. Tingginya pembiayaan
katastropik ini menunjukkan peserta terlindungi dari risiko finansial akibat penyakit kronis
dan berbiaya mahal. Pemerintah masih diperlukan upaya bersama dalam hal pencegahan agar
pembiayaan tidak semakin memberatkan kantong Dana Jaminan Sosial (DJS). Deteksi dini
serta penerapan pola hidup sehat adalah upaya yang harus diintensifkan, mengingat
sesungguhnya penyakit-penyakit ini yang sebenarnya ini bisa dicegah dan dikendalikan
dengan baik.

Intervensi-intervensi pencegahan hipertensi , seperti:

1. Penyuluhan bahaya hipertensi.


2. Penyuluhan rilaku hidup sehat untuk mencegah penyakit tidak menular.
3. Penyuluhan penyakit penyerta hipertensi.
4. Mengadakan kegiatan rutin pemeriksaan tekanan darah, indeks masa tubuh, dan
edukasi prilaku hidup sehat.
5. Pemberian obat hipertensi kepada masyrakat yang terdiagnosis hipertensi.
6. Melakukan pemantauan konsumsi obat dengan cek berkala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Laily RS. Hubungan Karakteristik Penderita dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke
Iskemik. J Berk Epidemiol. 2017;5(1):48–59.

2. Dwi V, Nursanto D, Risanti ED, Dewi LM, Listiana K, Dewi M. Hubungan Hipertensi
Dan Usia Terhadap Kejadian Kasus Gagal Ginjal Kronis Di Rsud Dr. Harjono S.
Ponorogo. 2019;105–13.

Anda mungkin juga menyukai