Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

BRONKOPNEUMONI BERAT

Oleh :
Febrianti Ernesia
1965050112

Pembimbing :
dr. Dina Siti Daliyanti, Sp.A(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD dr. CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA BEKASI
PERIODE 18 OKTOBER – 27 NOVEMBER 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,

Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr. Chasbullah
Abdulmadjd Kota Bekasi periode 18 Oktober – 27 November 2021 dengan judul
“Bronkopneumonia Berat” yang disusun oleh:

Nama : Febrianti Ernesia


NIM : 1965050112

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :


Pembimbing : dr. Dina Siti Daliyanti, Sp.A(K)

Menyetujui,

dr. Dina Siti Daliyanti, Sp.A(K)

2
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Identitas Pasien

● Nama : By. F
● Tanggal Lahir : 15 September 2021
● Usia : 1 bulan
● Jenis Kelamin : Laki – Laki
● Agama : Islam
● Alamat : Bekasi

Identitas Orang Tua


IBU
• Nama : Ny.
• Umur : 28 tahun
• Pekerjaan : Karyawan Swasta
• Pendidikan : SMK
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Alamat : Bekasi Kaum RT 005/001
• Penghasilan/bulan :

AYAH
 Nama : Tn. A
 Umur : 30 tahun
 Pekerjaan : Karyawan Swasta
 Pendidikan : SMA
 Agama : Katolik
 Suku : Jawa
 Alamat : Bekasi
 Penghasilan/bulan :

3
II. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis

Keluhan Utama : Sesak Nafas 1 hari sebelum masuk rumah sakit


Keluhan Tambahan : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien anak perempuan usia 1 bulan dibawa orang tua nya ke IGD RSUD Bekasi dengan
keluhan sesak berat 1 hari SMRS. Sesak dirasakan hilang terus menerus, hingga saat
bernafas dada pasien seperti tertarik, nafas pasien pendek dan cepat, dan hidung kembang
kempis, sesak tidak disertai mengi dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktifitas. Pasien
juga mengeluhkan batuk sudah 3 minggu SMRS, batuk dirasakan terus menerus disertai
dahak yang sulit dikeluarkan. Keluhan diare, muntah disangkal, bab dan bak dalam batas
normal, pasien memiliki riwayat sering muntah melalui hidung.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Peny. -
Jantung
Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -
Demam - Kejang - Peny. Darah -
berdarah
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Varicela - Asma -
Mata -

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi tidak diketahui

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit serupa

4
III. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak apatis
b. Tanda Vital
• Kesadaran : komposmentis
• Frekuensi Nadi : 160x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
• Frekuensi Pernafasan : 60x/menit
• Suhu tubuh : 37oC
• SpO2 :
c. Data Antropoemetri
a. Berat Badan : 3.1 kg
b. Tinggi Badan : 50 cm
c. IMT : - kg/m2
d. BB/U :-%
e. TB/U :-%
f. BB/TB :-%
d. Kepala
o Kepala : mikrocephalic, pertumbuhan rambut merata, tidak
mudah dicabut, ubun-ubun cekung
o Rambut :-

5
o Wajah : warna kulit sama dengan sekitar, wajah tampak seperti
orang tua
o Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung
o Telinga : liang telinga lapang
o Hidung : hiperemis (-), napas cuping hidung (+)
o Mulut : kering
o Tenggorokan ; mukosa hiperemis (-)
o Leher : tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening

e. Thoraks
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : vocal fremitus simestris, pergerakan dinding dada simteris
o Perkusi : sulit dikenali
o Auskultasi : bunyi nafas dasar vesikuler, bunyi ronki +/+, bunyi wheezing
-/- retraksi suprasternal (+)

f. Jantung
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, gallop (-) murmur (-)

g. Abdomen
 Inspeksi : perut tampak mendatar
 Auskultasi : Bising usus terdengar 3x
 Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

 Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defense muscular (-)

i. Ekstremitas
 Superior : akral hangat, edema -/-, CRT<2detik
 Inferior : akral hangat, edema -/-, CRT<2detik

6
7
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Leukosit 6,3 ribu/uL MCV -
Eritrosit - MCH -
Hemaglobin 11,1 g/dL MCHC -
Hematokrit 32,5 % Trombosit 448 ribu/uL
Natrium - mmol/L GDS - mg/dL
Kalium - mmol/L
Clorida -mmol/L

VII. Pemeriksaan Anjuran


- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan Foto Rontgen Thoraks
- Analisis Gas Darah

VIII. Diagnosa Kerja


Bronkopneumonia Berat
IX. Penatalaksanaan
Pro PICU
Konsul ke SpA
Pro intubasi
Mm :
IVFD KaEN 3A
Cairan 310cc/h
Nasal kanul O2 2 lpm
Sanmol 30 mg/kg/hari (IV)
cefotaxime 2x100 mg (IV)
Meropenem 3x100mg

8
X. Follow Up
7 November 2021

Subjective Objective Assesment Planning

Demam naik • Tampak sakit Bronkopneumonia • Terpasang CVC


berat, • IVFD: KAEN 3A 15 tpm
turun, sesak Penurunan
• Sopor • Meropenem 3x100mg
napas • Saturasi O2: kesadaran • OMZ 1x5mg
18%ETT • Dexamethason 3x0,7mg
• Fentanyl 2mg
• Denyut nadi:
• Dormicum 2mcg
107x/menit
• Paracetamol 30mg k/p
• RR: 35x/menit
• Kandistatin 3x1ml
• Tekanan
• Azitromicin 1x1ml
darah:82/23m
• Epineprine 0,1
mHg
• Dopamin 10 mikro
• Suhu: 34,9oC

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 BRONKOPNEUMONIA
1.1.1 Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang
akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula
melibatkan bronkiolus terminal. 1,2

1.1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1
sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada
anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. 3,4
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang
dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. 3

1.1.3 Klasifikasi Pneumonia


Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga
klasifikasi pneumonia.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:

10
 Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada
penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
 Pneumonia virus.
 Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari
pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri
dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
c. Pneumonia interstisial. 1,5

1.1.4 Etiologi
Faktor Infeksi
- Bakteri
a. Pneumococcus, penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh
penumokokus 1 – 8, pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9. Insiden meningkat pada usia
lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b. Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti morbili,
influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis, pneumonia oleh
pneumokokus.

- Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.

- Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan
kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama
sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal
berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada

11
anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus
diubah – ubah posisi tidurnya.

- Jamur : Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis, Aspergilosis


dan Aktinimikosis.
- Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat,
pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis
lebih rasional daripada pembagian anatomis.
o Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
o Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
o Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
o Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :

12
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan
faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. 2,4

1.1.5 Patogenesis

Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet).
Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian
bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Agen-agen mikroba yang menyebabkan
Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-
faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem
pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir
ini. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk

13
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi

14
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
anti mikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu:

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)

15
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.5,10

1.1.6 Manifestasi Klinis


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk
setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang
meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi
ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi
antara 2-3 minggu.

1.1.7 Pemeriksaan Fisik


Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif
16
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian
yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan
fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting
dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah
terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”,
yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal
lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada
“head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan
menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan


d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus
atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-
gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba
terbuka.4,13

1.1.8 Pemeriksaan Radiologi

17
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.
Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.4,9

1.1.9 Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit
dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal
atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif
sehingga tidak rutin dilakukan. 9,10

1.1.10 Kriteria Diagnosis 4,5,8


Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a. Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Diagnosis Bronkopneumonia menurut WHO :
 BronkoPneumonia sangat Berat : Sianosis sentral dan tidak bisa minum
 BronkoPneumonia Berat : Ada retraksi tanpa sianosis, masih bisa minum
 BronkoPneumonia : Tidak ada retraksi tapi Takhiepnea
 Bukan BronkoPneumonia : Hanya batuk tanpa gejal diatas 4,5,8

1.1.11 Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan umum

18
-
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr
-
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
-
Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan khusus
-
Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat penurun
panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita
kelainan jantung
-
Antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis
Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga.

19
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. 6,11,13

3.2.13 Komplikasi 5,12


Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax
(seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari
penyebaran infeksi hematologi. Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai.
5,12

3.2.14 Prognosis

20
Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka kesembuhan
penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas
berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita
dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.
6,10

21
22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman R, Behrman R, Jenson H., Tubengen D, penyunting. Dalam : Nelson


textbook of pediatric. Edisi ke-19.Philadelphia.2011.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I.VI. Jakarta : InternaPublishing ; 2014.
3. Gallacher DJ,Hart K, Kotecha S. Common respiratory conditions of the
newborn.Breathe.2016;12(1):30-42
4. Silvanandan S, Agarwal R, Sethi A. Respiratory distress in term neonates in low-
resource settings.Semin Fetal Neonatal Med.2017;22(4):260-6.
5. Kommawar A, Borkar R, Vagha J, Lakhkar B, Meshram R, Taksandae A. Study of
respiratory distress in newborn. Int J Contemp Pediatr.2017;4(2):490.
6. Nathan AM, The CSJ, Jabar KA, Teoh BT, Tangaperumal A, Westerhout C, Zaki R,
Eg KP, Thavagnanam S, de Bruyne JA. Bacterial pneumonia and its associated factors
in children from a developing country : A prospective cohort study. Plos one. 2020
Feb 14; 15(2):e0228056
7. Carlotti AP, Carvalho WB, Johnston C,Rodriguez IS,Delgado AF. COVID-19
Diagnostic and Management Protocol for Pediatric Patients.Clinics.2020;75
8. Arsic Arsenjievic V, Vyzantiadis TA, Mares M, Otasevic S, Tragiannidis A,Janic D.
Diagnosis of Pneumocystis jirovecii Pneumonia in Pediatric Petients in Serbia, Greece,
and Romania. Current Status and Challenges for Collaboration. Journal of Fungi. 2020
Jun
9. Ma XJ, Wang LN, Wang LB, Wang XF, et al. Diagnosis and treatment guideline od
community acquired pneumonia in children.Chin Clin Infect Dis J.2019;12:6-13.
10. Zhu N, Zhang D, Wang W,Li X, Yang B, Song J, Zhao X, Huang B, Shi W, et al. A
novel coronavirus from patients with pneumonia in China,2019.N ENgl J Med.2020.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa2001017
11. Tezer H, DEMİRDAĞ TB. Novel coronavirus disease (COVID-19) in children.
Turkish Journal of Medical Sciences. 2020 Apr 21;50(SI-1):592-603.
12. Wang XF, Deng L,Lui JR,Liu CF,Liu EM,Liu HW,et al. Guidelines for the diagnosis
and treatment od adenovirus pneumonia in children (2019 edition).Chin J Cli Infect
Dis.2019;12:161-6.
13. Scott JA, Wonodi C, Moisi JC, et al; Pneumonia methods working group. The
definition of pneumonia, the assessment of severity, and clinical standardization in

23
thePneumonia etiology research for child health study. Clin Infect Dis.2015;54.
14. Virkki R, Juven T, Rikalainen H, Svedstorm E, Mertsola J, Ruukskanen O.
Differentiation of bacterial and viral pneumonia in children. Thorax. 2017;57(5):438-
11.
15. Claes AS, Clapuyt P, Menten R, Michoux N, Dumitriu D. Performance of chest
ultrasound in pediatric pneumonia. European journal of radiology. 2017 Mar 1;88:82-
7.
16. Lampin ME, Duhamel A, Behal H, Recher M, Leclerc F, Leteurtre S. Use of paediatric
early warning scores in intermediate care units. Archives of disease in childhood. 2020
Feb 1;105(2):173-9.

24

Anda mungkin juga menyukai