Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

IMMUNE THROMBOCYTOPENIC PURPURA (ITP)

Oleh :
Aulia Rahmadani, S.Ked
K1B1 21 025

Pembimbing :
dr. Jumhari Baco, M.Sc., Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Aulia Rahmadani, S.Ked
NIM : K1B1 21 025
Judul : Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, 22 Oktober 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Jumhari Baco, M.Sc., Sp.A


BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : An. Muammar Rizki Athala
Nomor RM : 25 42 XX
Tanggal Lahir : 20 Februari 2021
Umur : 7 Bulan 16 Hari
Alamat : Jl. Laute 1, Mandonga
Agama : Islam
Suku : Makassar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Tanggal masuk RS : 27 September 2021
DPJP : dr. Yeni Haryani, M.Kes., Sp.A

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Bintik merah di seluruh tubuh
2. Anamnesis terpimpin
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien bayi laki-laki usia 7 bulan 16 hari rujukan dari dr.
Hj.Musyawarah, Sp.A masuk ke RS dengan keluhan bintik merah di
seluruh tubuh sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk RS. Awalnya bintik
merah muncul di kedua kaki. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien juga
mengalami mimisan 1 hari yang lalu. Keluhan lain mual dan muntah 1x
saat di IGD. Pasien tidak demam. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengalami batuk pilek selama 3 hari pada saat 2 minggu
yang lalu. Tidak ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dan keluhan
yang sama. Ibu menderita hipotensi dan ayah memiliki alergi suhu dingin
dan telur.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak mengonsumsi obat sebelumnya.
Riwayat Alergi :
Pasien memiliki riwayat alergi susu sapi.
Riwayat Prenatal :
Tidak ada riwayat penyakit ibu selama kehamilan. Riwayat ANC
tiap bulan.
Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir spontan, cukup bulan (37 minggu) dan langsung
menangis. BBL : 2.900 gram. PBL : 37 cm.
Riwayat Nutrisi :
Pasien tidak pernah mengonsumsi ASI. Pasien mengonsumsi susu
zoya dan makanan pendamping ASI.
Riwayat Imunisasi :
Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai usia.
Riwayat Tumbuh Kembang :
Sesuai usia.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 97x/menit
Suhu : 36,5°C
Pernapasan : 52x/menit
SpO2 : 98%
d. Status Gizi
BB : 8,8 kg
PB : 67 cm
Status Gizi :
BB/PB : 2 SD ˂ Z ˂ 3 SD (Gizi lebih/Overweight)
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Kepala : Normochepal, rambut kepala hitam dan tidak
mudah rontok, ubun-ubun datar
Wajah : Simetris, Edema (-), petekie (+)
Telinga : Serumen (-/-), otorhea (-/-)
Mata : Cekung (-), Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-), pupil isokor, Perdarahan subkonjungtiva (-),
Edema palpebral (-)
Hidung : Rinore (-), Epistaksis (+), napas cuping hidung (-)
Bibir : Pucat (-), sianosis (-), kering (-)
Mulut : Stomatitis (-), perdarahan gusi (-)
Lidah : Atrofi papil lidah (-), Tremor (-), Kotor (-)
Tonsil : T1/T1, Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru-Paru :
PP : Normochest, pengembangan dada simetris, retraksi dada (-),
petekie di dada dan di punggung
PR : Krepitasi (-), nyeri tekan (-), massa (-), pelebaran sela iga (-)
PK : Sonor pada kedua lapang paru
PD : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung :
PP : Ictus Cordis tidak nampak
PR : Ictus Cordis tidak teraba
PK :
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
PD : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-)

Abdomen :
PP : Datar, ikut gerak nafas. Tampak petekie hampir diseluruh
lapangan
abdomen.
PD : peristaltik (+) kesan normal
PK : Timpani, Shifting dullness (-)
PR : nyeri tekan (-), distensi (-), Massa (-)
Limpa : Tidak ada pembesaran
Hepar : Tidak ada pembesaran
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Kelenjar limfe : tidak teraba pembesaran
Kulit : sianosis (-), ikterus (-), peteki (+), turgor baik,
pucat (-)
Anggota gerak : peteki (+), akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2
detik, Edema (-), Sianosis (-)
Col. Vertebralis : Spondilitis (-), skoliosis (-), gibbus (-)
Refleks Patologis : tidak ada.

D. Kebutuhan Cairan
BB = 8,8 kg
Kebutuhan cairan perhari = 8,8 x 100 ml = 880 ml.
Intake cairan :
Oral : Susu Zoya 10 ml/2 jam = 120 ml
IV : D5 ½ NS 12 tpm = 864 ml
E. Ringkasan Riwayat Penyakit
Pasien bayi laki-laki usia 7 bulan 16 hari masuk ke RS dengan keluhan
bintik merah di seluruh tubuh sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk RS.
Awalnya bintik merah muncul di kedua kaki. Ibu pasien mengatakan bahwa
pasien juga mengalami mimisan 1 hari yang lalu. Keluhan lain mual dan
muntah 1x saat di IGD. Pasien tidak demam. BAB dan BAK dalam batas
normal.
Pasien mengalami batuk pilek selama 3 hari pada saat 2 minggu yang lalu.
Tidak ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit dan keluhan yang sama. Ibu menderita
hipotensi dan ayah memiliki alergi suhu dingin dan telur. Tidak ada riwayat
pengobatan. Pasien memiliki riwayat alergi susu sapi. Tidak ada riwayat
penyakit ibu selama kehamilan. Riwayat ANC tiap bulan. Riwayat Kelahiran :
lahir spontan, cukup bulan dan langsung menangis. Pasien tidak pernah
mengonsumsi ASI. Pasien mengonsumsi susu zoya dan makanan pendamping
ASI. Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai usia. Riwayat
Tumbuh Kembang sesuai usia.
Keadaan umum Sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis, Tekanan darah
: 100/60 mmHg, Nadi : 97x/menit, Suhu : 36,5°C, Pernapasan : 52x/menit,
SpO2 : 98%, BB : 9,5 kg, PB : 67 cm, Status Gizi : Gizi lebih/Overweight.
Tampak petekie di wajah, dada, abdomen, punggung, dan kedua ekstremitas
atas dan bawah. Tidak ada pembesaran limpa.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin (27/9/2021) WBC 7.5 x
103/µL, RBC 4.66 x 106/µL, HGB 11.6 g/dL, HCT 36.8 %, MCV 79.0 fl,
MCH 21.9 pg, MCHC 31.5 g/dL, PLT 20 x 103/µL. Pemeriksaan kimia
darah (27/9/2021) Glukosa Sewaktu 78 mg/dl. Pemeriksaan Apusan Darah
Tepi (27/9/2021) Eritrosit MH, anisop, anulosit (+), ovalosit (+), bi (-), nb (-).
Leukosit Jumlah normal, L˃PMN, GT(+), tidak ditemukan sel-sel pleomorfik.
Trombosit Jumlah menurun, morf normal. Kesan Trombositopenia suspek
kausa ITP.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (27 September 2021)
Jenis Tes Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 7.5 4.0 -10.0 103/uL
RBC 4.66 4.50 -5.50 106/uL
HGB 11.6 11.0 – 17.9 g/dL
HCT 36.8 37.0 – 48.0 %
MCV 79.0 80.0 – 98.0 fL
MCH 21.9 28.0 – 33.0 pg
MCHC 31.5 31.9 – 37.0 g/dL
RDW-CV 13.6 11.5 – 14.5 %
RDW-SD 43.0 35 – 56 fL
PLT 20 150 – 450 103/uL
PCT 0.01 0.10 – 0.40 %
MPV 9.0 4.0 – 15.2 fL
PDW 19.6 15.0 – 18.0 %

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Hitung Jenis (27 September 2021)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Neut# 2.8 1.1 – 7.0 103/uL
Lymph# 3.2 0.7 – 5.1 103/uL
Mono# 1.4 0.0 – 0.9 103/uL
Eos# 8.1 0.0 – 0.9 103/uL
Baso# 0.1 0.0 – 0.2 103/uL
Neut% 37.2 50.0 – 70.0 %
Lymph% 42.5 20.0 – 40.0 %
Mono% 18.5 3.0 – 8.0 %
Eos% 0.6 0.5 – 5.0 %
Baso% 1.2 0.0 – 1.0 %
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (28 September 2021) RSUD
Kota Kendari
Jenis Tes Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 7.5 4.0 -10.0 103/uL
RBC 4.99 4.50 -5.50 106/uL
HGB 13.3 11.0 – 17.9 g/dL
HCT 39.4 37.0 – 48.0 %
MCV 79 80.0 – 98.0 fL
MCH 26.6 28.0 – 33.0 pg
MCHC 33.7 31.9 – 37.0 g/dL
RDW-CV 12.7 11.5 – 14.5 %
RDW-SD 36 35 – 56 fL
PLT 11 150 – 450 103/uL
PCT 0.009 0.10 – 0.40 %
MPV 11.3 4.0 – 15.2 fL
PDW 31.3 15.0 – 18.0 %

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Hitung Jenis (28 September 2021) RSUD


Kota Kendari
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Neut# 0.99 1.1 – 7.0 103/uL
Lymph# 5.71 0.7 – 5.1 103/uL
Mono# 0.53 0.0 – 0.9 103/uL
Eos# 0.14 0.0 – 0.9 103/uL
Baso# 0.10 0.0 – 0.2 103/uL
Neut% 13.2 50.0 – 70.0 %
Lymph% 76.5 20.0 – 40.0 %
Mono% 7.1 3.0 – 8.0 %
Eos% 1.9 0.5 – 5.0 %
Baso% 1.3 0.0 – 1.0 %
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah (27 September 2021) RSUD
Kota Kendari
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa Sewaktu 78 ˂ 200 mg/dl

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Urinalisis (29 September 2021) RSUD Kota


Kendari
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Urin
Glukosa - ˂30 mg/dl
Protein - ˂10 mg/dl
Bilirubin - Negatif
Urobilinogen - ˂1 mg/dl
pH 7.0 4.8 – 7.4
Berat jenis 1.005 1.003 – 1. 029
Eritrosit - Negatif
Keton - Negatif
Nitrit - Negatif
Leukosit - Negatif
Vit C - Negatif
Makroskopis
Warna Kuning muda Kuning muda
Kejernihan Jernih Jernih
Mikroskopis
Eritrosit 1-2 0-3 /LPB
Leukosit 0-1 0-5 /LPB
Epitel Skuamous 2-3 5-15 /LPB
Epitel Torak - 0-2 /LPB
Epitel Kuboid - 0-2 /LPB
Bakteri - 0 /LPB
Torak Hialin - 0-2 /LPB
Kristal Abnormal - 0 /LPB

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Apusan Darah Tepi (27 September 2021)


RSUD Kota Kendari
HB = 11.6 MCV = 79.0 PLT = 20 x 103
RBC = 4.66 x 106 MCH = 21.9 WBC = 7.5 x 103
HCT = 36.8
Eritrosit MH, anisop, anulosit (+), ovalosit (+), bi (-), nb (-)
Leukosit Jumlah normal, L˃PMN, GT(+), tidak ditemukan sel-sel
pleomorfik
Trombosit Jumlah menurun, morf normal
Kesan Trombositopenia suspek kausa ITP
Saran Aspirasi sumsum tulang

2. Rapid Tes Antigen SARS CoV-2 (27 September 2021) RSUD Kota
Kendari
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Rapid Tes Antigen SARS CoV-2 Negatif Negatif

G. Anjuran Pemeriksaan
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi

H. Diagnosis Kerja
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)
I. Terapi
IVFD D5 ½ NS 12 tpm
Apyalis drops 1 x 0.3 ml
J. Perkembangan Pasien
Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
28-9-2021 S : Petekie (+) di wajah, badan dan  IVFD D5 ½ NS 12
ekstremitas, epistaksis (+) 1x, mual tpm
(+), muntah (+), demam (-), BAB (+)  Apialys drops
dan BAK (+) dalam batas normal 1x0.3 ml
O:  Inj. Metil
KU : Lemah, Sakit sedang prednisolon 62,5
N : 88x/menit mg/12 jam/iv
S : 36,2°C
P : 47 x/menit
SpO2 : 98%
Wajah : petekie (+)
Thoraks : pengembangan dada
simetris, petekie (+), sonor (+),
bunyi napas
vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-).
Abdomen : datar, petekie (+),
peristaltik usus (+) dalam batas
normal, Splenomegali (-)
Ekstremitas : peteki (+), akral hangat
dan CRT ˂ 2 detik.
A : Susp. ITP
29-9-2021 S : Petekie (+) di wajah, badan dan  IVFD D5 ½ NS 12
ekstremitas, bintik perdarahan di tpm
mata kiri (+), epistaksis (-), mual (-),  Apialys drops
muntah (-), demam (-), BAB (+) dan 1x0.3 ml
BAK (+) dalam batas normal  Inj. Metil
O: prednisolon 62,5
KU : Lemah, Sakit sedang mg/12 jam/iv
N : 93x/menit
S : 36,5°C
P : 34x/menit
SpO2 : 99%
Mata : bintik perdarahan (-/+)
Wajah : petekie (+)
Thoraks : pengembangan dada
simetris, petekie (+), sonor (+),
bunyi napas
vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-).
Abdomen : datar, petekie (+),
peristaltik usus (+) dalam batas
normal, Splenomegali (-)
Ekstremitas : peteki (+), akral hangat
dan CRT ˂ 2 detik.
A : ITP
30-9-202 S : Petekie (+) di wajah, badan dan  IVFD D5 ½ NS 6
ekstremitas mulai berkurang, bintik tpm
perdarahan di mata kiri (+),  Apialys drops
epistaksis (-), mual (-), muntah (-), 1x0.3 ml
demam (-), BAB (+) dan BAK (+)  Inj. Metil
dalam batas normal prednisolon 62,5
O: mg/12 jam/iv
KU : Lemah, Sakit sedang
N : 135x/menit
S : 36,7°C
P : 30x/menit
SpO2 : 99%
Mata : bintik perdarahan (-/+)
Wajah : petekie (+)
Thoraks : pengembangan dada
simetris, petekie (+), sonor (+),
bunyi napas
vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-).
Abdomen : datar, petekie (+),
peristaltik usus (+) dalam batas
normal, Splenomegali (-)
Ekstremitas : peteki (+), akral hangat
dan CRT ˂ 2 detik.
A : ITP
1-10-2021 S : Petekie (+) di wajah, badan dan  IVFD D5 ½ NS 6
ekstremitas berkurang, bintik tpm
perdarahan di mata kiri (+),  Apialys drops
epistaksis (-), mual (-), muntah (-), 1x0.3 ml
demam (-), BAB (+) dan BAK (+)  Inj. Metil
dalam batas normal prednisolon 62,5
O: mg/12 jam/iv
KU : Baik, sakit ringan
N : 113x/menit
S : 35,9°C
P : 32x/menit
SpO2 : 99%
Mata : bintik perdarahan (-/+)
Wajah : petekie (+)
Thoraks : pengembangan dada
simetris, petekie (+), sonor (+),
bunyi napas
vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-).
Abdomen : datar, petekie (+),
peristaltik usus (+) dalam batas
normal, Splenomegali (-)
Ekstremitas : peteki (+), akral hangat
dan CRT ˂ 2 detik.
A : ITP
2-10-2021 S : Petekie di wajah (-), badan (-)  Aff infus
dan ekstremitas (+) berkurang, bintik  Apialys drops
perdarahan di mata kiri (+), 1x0.3 ml
epistaksis (-), mual (-), muntah (-),  Inj. Metil
demam (-), BAB (+) dan BAK (+) prednisolon 62,5
dalam batas normal mg/12 jam/iv
O:
KU : Baik, sakit ringan
N : 125x/menit
S : 36,3°C
P : 34x/menit
SpO2 : 99%
Mata : bintik perdarahan (-/+)
Wajah : petekie (-)
Thoraks : pengembangan dada
simetris, petekie (-), sonor (+), bunyi
napas
vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-).
Abdomen : datar, petekie (-),
peristaltik usus (+) dalam batas
normal, Splenomegali (-)
Ekstremitas : peteki (+), akral hangat
dan CRT ˂ 2 detik.
A : ITP
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi dan Etiologi


Definisi Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) menurut International
Working Group (IWG) adalah suatu penyakit perdarahan yang didapat sebagai
akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan yang ditandai dengan
trombositopenia (jumlah trombosit ˂100.000/mm3) dengan gejala klinik
umumnya berupa peteki, hematom, ekimosis purpura, perdarahan membrane
mukosa 1-4 minggu setelah mengalami infeksi virus atau imunisasi.1
Istilah saat ini diusulkan oleh IWG merekomendaikan istilah
“trombositopenia imun” karena etiologinya saat ini sudah diketahui lewat
mekanisme imun dan adanya respon yang baik terhadap steroid dan
splenektomi menunjukkan pula bahwa penyakit ini disebabkan adanya suatu
antibody antitrombosit sehingga disebut purpura trombositopenik imun atau
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP).1

B. Epidemiologi
Menurut Childhood ITP Study Group International (ICIS), usia kejadian
ITP sebesar 70% anak-anak berusia 1-10 tahun, 10% adalah bayi (lebih dari 3
bulan dan kurang dari 12 bulan), dan sisanya 20% lebih tua (usia 10-16
tahun). Insiden pada anak laki-laki dan perempuan sama. Namun pada bayi,
laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 1,7 : 1.1
Delapa puluh hinggan 90% anak dengan ITP menderita episode
perdarahan akut yang akan pulih dalam beberapa hari atau minggu sesuai
dengan namanya (akut)akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak ada
perbedaan insidens laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak
pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus, ataupun
imunisasi 1-4 minggu sebelum terjadi penyakit ini. Perdarahan sering terjadi
saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada usia ˃7 tahun,
sering terjadi pada anak perempuan. 1
C. Patofisiologi
Trobositopenia pada ITP terjadi akibat destruksi trombosit yang berlebihan
dimediasi oleh reaksi autoimun melalui ikatan autoantibodi spesifik trombosit
dengan trombosit autolog yang membentuk kompleks. Kompleks ini dengan
cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuclear melalui
reseptor fcγ yang diekspresikan oleh makrofag dalam sistem retikuloendotelial
terutama lien dan hati. Pada sebagian besar pasien, terjadi mekanisme
kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil,
produksi trombosit tetap terganggu, akibat destruksi trombosit oleh makrofag
didalam sumsum tulang (intramedullary) atau melalui hambatan
megakariositopoiesis. Pada ITP, lien merupakan tempat utama sintesis
antobodi anti-trombosit dan destruksi trombosit.1

Gambar 1. Patofisiologi ITP1

Pada mulanya glikoprotein IIb//IIIa yang terdapat pada membrane


trombosit yang dianggap sebagai antigen oleh autoantibodi (IgG) akan
diopsonisasi, namun pada tahap ini belum ada yang mengenali glikoprotein
lainnya seperti Ib/IX. Trombosit yang telah diliingkupi oleh autoantibodi ini
akan berikatan dengan antigen precenting cell (APC) misalnya makrofag atau
sel dendrit pada reseptor fcγ dan mengalami internalisasi dan degradasi. Selain
merusak glikoprotein IIb/IIIa, APC juga akan memproduksi epitope kritip dari
glikoprotein trombosit lainnya. APC yang teraktivasi akan mengekspresikan
peptide baru pada permukaan selnya dengan bantuan konstimulasi (interaksi
antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang fungsinya memfasilitiasi protein
inisiasi CD+ T cell clone (T-cell-clone-I) dan spesifitas tambahan (T-cell-
clone-2). Sel B sebagai reseptor sel immunoglobulin, selain meningkatkan
produksi antiglikoprotein Ib/IX antibody (oleh B-cell clone-2).1
Tidak adanya autoantibodi yang terdeteksi pada 30% sampai 40% pasien
menunjukkan adanya mekanisme tambahan penghancuran trombosit mungkin
berperan penting. Sel T yang langsung memediasi sitotoksisitas mengakariosit
dan trombosit mungkin menjadi mekanisme utama terjadinya trombositopenia
pada sebagian pasien. Sebuah study yang dilakukan oleh Olsson dkk pada
Nature Medicine memperlihatkan peran penting dari sel T meningkatkan
regulasi gen yang terlibat dalam sel yang memdiasi sitotoksisitas CD3+,
CD8+ pada sel T dari pasien yang mengalami ITP.1

D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebab, ITP dibagi menjadi 2 yaitu:2
1. ITP primer, yaitu keadaan trombositopenia tanpa penyebab atau penyakit
yang mendasarinya.
2. ITP sekunder, yaitu keadaan trombositopenia yang disebabkan oleh
penyakit primer. Penyakit primer sering berhubungan dengan ITP antara
lain penyakit autoimun (terutama sindrom antibody antifosfolipid), infeksi
virus (termasuk hepatitis C dan HIV) dan obat-obat tertentu.
Tabel 8. Penyebab ITP sekunder
Sindrom antifosfolipid
Trombositopenia autoimun (contoh Sindrom Evans)
Efek samping pemberian obat
Infeksi Cytomegalovirus, Helicobacter pylori, Hepatitis C, Human
Immunodeficiensy virus, varicella zoster
Kelainan limfoproliferatif
Efek samping transplantasi sumsum tulang
Efek samping vaksinasi
Systemic lupus erythematosus

Berdasarkan lama penyakitnya, ITP dibagi menjadi 3 yaitu:


1. ITP newly diagnosed/baru didiagnosis PTI : berlangsung hingga 3 bulan
2. ITP persisten : berlangsung 3-12 bulan
3. ITP kronik : berlangsung lebih dari 12 bulan.

E. Diagnosis
Pada umumnya pasien ITP tampak sehat, namun tiba-tiba mengalami
perdarahan pada kulit (petekie atau purpura) atau pada mukosa hidung
(epistaksis). Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan lain
yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya tidak
didapatkan. Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya
perdarahan tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura,
perdarahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu
dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya
pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada
lebih kurang 10% anak dengan ITP.3
Gambar 2. Gejala Klinis ITP4
Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan
ITP umumnya normal sesuai umurnya. Pada lebih kurang 15% penderita
didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya. Pemeriksaan
apusan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pseudotrombositopenia, sindrom trombosit raksasa yang diturunkan (inherited
giant platelet syndrome), dan kelainan hematologi lainnya. Trombosit yang
imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar penderita. Pada
pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif
secara metabolik, yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang
sama, perdarahan lebih jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan
sumsum tulang.3
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada anak dengan dugaan ITP, masih
menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli. Umumnya pemeriksaan
ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan namun tidak pada kasus-
kasus dengan manifestasi klinis yang khas. Pemeriksaan sumsum tulang
dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak khas misalnya pada:3
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
demam, penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati
dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi
3. Kasus yang akan diobati dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal
atau yang gagal diterapi dengan imunoglobulin intravena.
Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia yang lain. Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan
bersamaan dengan systemic lupuserythematosus (SLE), sindroma
antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi IgA, hipogamaglobulinemia,
infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan dengan heparin atau quinidine.3

F. Tata Laksana
1. Terapi Suportif
Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam penatalaksaan ITP
pada anak diantaranya membatasi aktivitas fisik, mencegah perdarahan
akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit
atau merubah fungsinya, dan yang penting juga adalah memberi
pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.1
2. Terapi Farmakologis
Berikut ini adalah sejumlah rekomendasi yang terdapat dalam pedoman
ASH 2019:8
Untuk pasien anak dengan newly diagnosed ITP:
Disertai perdarahan minor atau tanpa perdarahan:
 Pedoman ASH merekomendasikan observasi ketimbang pemberian
IVIG atau imunoglobulin anti-D, juga menyarankan observasi
ketimbang pemberian kortikosteroid
Disertai penurunan kualitas hidup dan/atau perdarahan mukosa yang tidak
mengancam jiwa:
 Pedoman ASH merekomendasikan pemberian kortikosteroid
jangka pendek (tidak lebih dari 7 hari) 
 
Untuk pasien anak dengan ITP yang disertai penurunan kualitas hidup
dan/atau perdarahan mukosa yang tidak mengancam jiwa serta tidak
responsif terhadap pengobatan lini pertama:
 Pedoman ASH menyarankan pengobatan lini kedua dengan agonis
reseptor trombopoietin (TPO-RA) ketimbang rituximab atau splenektomi,
juga menyarankan rituximab ketimbang splenektomi

Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi:1,2,5,6,8


a. Kortikosteroid
Prednison 2-4 mg/kgBB/hari maksimal 120 mg perhari selama 5-7
hari. Kortikosteroid parenteral diberikan metilprednisolon sebanyak
15-30 mg/kg IV (maksimal 1 g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari.
Efek samping pemberian kortikosteroid adalah hipertensi, nyeri perut,
ulkus peptikum, hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi, dan
insufisiensi adrenal.
b. Immunoglobulin Intravena (IVIG)
IVIG dapat meningkatkan jumlah tronbosit dalam waktu cepat
(umumnya dalam 48 jam), sehingga pengobatan ini menjadi pilihan
untuk ITP dengan perdarahan yang serius. Efek samping IVIG
menunjukkan lebih dari 75% anak mengalami efek samping nyeri
kepala, nyeri punggung, mual dan demam. Oleh karena itu, sebaiknya
IVIG tidak diberikan tanpa indikasi yang jelas, apalagi kalau hanya
untuk menaikkan jumlah trombosit saja.
Dosis yang biasa digunakan pada IVIG adalah 0,8-1 gram/kgBB
dosis tunggal atau 2 gram/kgBB terbagi dalam 2-5 hari.
c. Immunoglobulin Anti-D (untuk pasien dengan rhesus positif) dengan
dosis 50-75 µg/kgBB dosis tunggal.
Semua pengobatan diatas hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit
yang rendah, tapi tidak mengobati penyakit yang mendasarinya sehingga
kekambuhan sering terjadi.
Splenektomi jarang dilakukan pada anak dengan ITP dan hanya
dianjurkan pada perdarahan hebat yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, dan dilakukan setelah menjadi ITP kronis dengan pengamatan
jangka panjang.

G. Diagnosis Banding1
1. Anemia aplastic
2. Leukemia akut
3. Sindrom Bernard-Soulier
4. Sindrom Wiskott-Aldrich
5. Sindrom Grey platelet
6. Demam Berdarah Dengue
H. Prognosis1,7
Secara umum, prognosis ITP pada anak tergolong baik. Pada 70-80% anak
dengan ITP akut, resolusi spontan terjadi dalam beberapa bulan. 87% yang
mengalami remisi setelah 6 bulan dari munculnya gejala awal. Faktor
predictor terjadinya ITP kronik pada anak-anak yaitu usia yang lebih tua,
onset tiba-tiba tanpa didahului adanya infeksi atau vaksinasi sebelumnya,
perdarahan ringan, dan jumlah trombosit tinggi ˃20.000/mm3.
I. Komplikasi
Perdarahan yang serius jarang didapatkan pada ITP, berbeda dengan
trombositopenia pada sindrom kegagalan sumsum tulang yang lebih
sering menimbulkan perdarahan serius yang dapat mengancam jiwa.
Perdarahan otak yang merupakan komplikasi yang paling ditakutkan dan
mendorong para dokter untuk melakukan pengobatan pada ITP ternyata sangat
jarang didapatkan. Insidens perdarahan otak pada ITP dalam minggu pertama
hanya berkisar 0,1-0,2%, namun meningkat menjadi 1% pada mereka
dengan jumlah trombosit kurang dari 0.000/mm 3 setelah 6-12 bulan.
Meskipun insiden perdarahan intrakranial sangat rendah, namun angka
kematian yang diakibatkannya mencapai 50%.
J. Edukasi
1. Diet tinggi kalori tinggi protein
2. Limitasi aktivitas, istirahat cukup
3. Kontrol dan minum obat rutin
4. Hindari obat NSAID

BAB III
PEMBAHASAN

USIA DAN JENIS KELAMIN


Kasus Teori
Bayi laki-laki usia 7 bulan 16 hari Menurut Childhood ITP Study Group
International (ICIS), usia kejadian ITP
sebesar 70% anak-anak berusia 1-10
tahun, 10% adalah bayi (lebih dari 3
bulan dan kurang dari 12 bulan), dan
sisanya 20% lebih tua (usia 10-16
tahun). Insiden pada anak laki-laki dan
perempuan sama. Namun pada bayi,
laki-laki lebih banyak dari perempuan
dengan perbandingan 1,7 : 1.
GEJALA KLINIS
Kasus Teori
Keluhan bintik merah di seluruh tubuh Pada umumnya pasien ITP tampak
sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk sehat, namun tiba-tiba mengalami
RS. Awalnya bintik merah muncul di perdarahan pada kulit (petekie atau
kedua kaki. Bintik perdarahan di mata purpura) atau pada mukosa hidung
kiri. Ibu pasien mengatakan bahwa (epistaksis).
pasien juga mengalami mimisan. Perdarahan mukosa menetap yang
muncul sebagai tanda
trombositopenia. Perdarahan mukosa
seperti purpura atau ptekie dapat
disebabkan oleh reaksi
penurunan produksi trombosit,
peningkatan destruksi trombosit atau
gangguan kualitas trombosit.

Tidak ada anggota keluarga yang Gangguan kualitas genetic pada


menderita penyakit dan keluhan yang trombosit dapat terjadi karena garis
sama. keturunan baik secara X-link
kromosom atau pun dominan autosom.
Kemungkinan untuk mengalami
sindrom Wiskott-Aldrich, sindrom
Bernardsoulier, anomali May-Hegglin
atau sindrom Gray platelet dapat
disingkirkan.
PEMERIKSAAN FISIK
Kasus Teori
Tampak petekie di wajah, dada, Pada pemeriksaan fisik biasanya
abdomen, punggung, dan kedua hanya didapatkan bukti adanya
ekstremitas atas dan bawah. Bintik perdarahan tipe trombosit (platelet-
perdarahan di mata kiri. Tidak ada type bleeding), yaitu petekie, purpura,
pembesaran lien. perdarahan konjungtiva, atau
perdarahan mukokutaneus lainnya.
Perlu dipikirkan kemungkinan suatu
penyakit lain, jika ditemukan adanya
pembesaran hati dan atau limpa,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kasus Teori
Darah Rutin: Perdarahan sering terjadi saat
WBC 7.5 x 103/µL trombosit dibawah 20.000/mm3
RBC 4.66 x 106/µL (trombositopenia).
HGB 11.6 g/dL ITP biasanya ditandai oleh
HCT 36.8 % trombositopenia tanpa ada kelainan
MCV 79.0 fl morfologi darah tepi.
MCH 21.9 pg
MCHC 31.5 g/dL
PLT 20 x 103/µL
Pemeriksaan Apusan Darah Tepi:
Eritrosit MH, anisop, anulosit (+),
ovalosit (+), bi (-), nb (-).
Leukosit Jumlah normal, L˃PMN,
GT(+), tidak ditemukan sel-sel
pleomorfik.
Trombosit Jumlah menurun,
morfologi normal.
Kesan Trombositopenia suspek kausa
ITP.
PENGOBATAN
Kasus Teori
 IVFD D5 ½ NS 12 tpm Pengobatan yang biasa diberikan pada
 Apialys drops 1x0.3 ml anak dengan ITP meliputi

 Inj. Metil prednisolon 62,5 mg/12 kortikosteroid, IVIG jika terdapat

jam/iv perdarahan hebat, dan Immunoglobuin


Anti-D untuk pasien dengan rhesus
positif.
Kortikosteroid parenteral diberikan
metilprednisolon sebanyak 15-30
mg/kg IV (maksimal 1 g/hari) selama
30-60 menit selama 3 hari.
Apialys drop adalah suplemen vitamin
yang dapat memenuhi nutrisi anak dan
meningkatkan nafsu makan pada anak.
Vitamin ini dapat meningkatkan
stamina tubuh. Dosis Anak < 12
bulan: 1x sehari 0.3mL

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku hematologi dan Onkologi Anak


2. Sari, Teny Tjitra. 2018. Immune Thrombocytopenic Purpura. Sari Pediatri.
20(1):58-64.
3. Setyoboedi, Bagus., Ugrasena, IDG. 2004. Purpura Trombositopenik
Idiopatika pada Anak (Patofisiologi, Tata Laksana serta Kontroversinya).
Sari Pediatri. 6(1):16-22.
4. Cines, D.B., Blanchette, V.S., Chir, B. 2002. Immune Thrombocytopenic
Purpura. N Engl J Med. 346(13):995-1008.
5. Neunert, C.E. 2013. Current Management of Immune Thrombocytopenia.
American Society Hematology Education Program. (1):276-82.
6. Neunert, C.E. 2017. Management of Newly Diagnosed Immune
Thrombocytopenia: Can We Change Outcome?. American Society
Hematology Education Program. 400-5.
7. Nicodemus. 2019. Tatalaksana Purpura Trombositopenik Imun pada Anak.
CDK. 46(9):592-8
8. Neunert, C.E., dkk. 2019. American Society of Hematology 2019 guidelines
for Immune Thrombocytopenia. American Society of Hematology.
3(23):3829-66.

Anda mungkin juga menyukai