Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS OKTOBER 2022

“Chronic Kidney Disease”

Nama : Sri Naharindah N S


Stambuk : N 111 21 118
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2022

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Sri Naharindah N S


No. Stambuk : N 111 21 118
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Judul Refleksi kasus : Chronic Kidney Disease

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSUD UNDATA
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Oktober 2022

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Kartin Akune, Sp. A Sri Naharindah N S

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
CHRONIC KIDNEY DISEASE......................................................... 9
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 18
BAB V KESIMPULAN.............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... iv

3
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD)
merupakan masalah kesehatan serius pada anak dengan morbiditas dan mortalitas
yang makin meningkat serta menimbulkan masalah sosial ekonomi yang
signifikan. Deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk memperlambat
progresivitas penyakit dan menjaga kualitas hidup, namun pengobatan sering
terlambat karena kurangnya kesadaran masyarakat dan tenaga medis (Rahman,
2020).

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang berlangsung


selama tiga bulan atau lebih ditandai dengan kelainan patologi anatomi ginjal
maupun kelainan fungsi ginjal yang terlihat dari pemeriksaan darah, urin, maupun
pencitraan, baik disertai maupun tanpa penurunan laju fi ltrasi glomerulus (LFG)
(Jaya, 2014).

Pengenalan CKD dini sangat penting karena berkaitan dengan pengelolaan


untuk mempertahankan kemampuan fungsional nefron tersisa selama mungkin,
sehingga penderita dapat hidup layak dan tumbuh maksimal. Kesulitan mengenali
penderita CKD dini karena klinis CKD baru terlihat bila fungsi ginjal atau laju
filtrasi glomerulus (LFG) <50%, berupa nyeri kepala, lelah, kurang nafsu makan,
muntah, poliuria, dan gangguan pertumbuhan. Kecurigaan adanya CKD diperkuat
bila ada riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Peran tenaga kesehatan ataupun
dokter umum adalah mengenali secara dini penderita CKD dan kemudian
merujuknya ke dokter spesialis anak atau ke dokter konsultan ginjal anak agar
dapat ditangani seawall mungkin, sehingga dapat mencegah atau menghambat
progresivitas kerusakan ginjal (Rahman, 2020).

4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. NI
Tanggal Lahir : 08-02-2011
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Orang Tua : Ny. S
Pekerjaan Orang Tua : IRT
Tanggal Masuk : 12-10-2022
Ruangan : Kelas C1

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang anak perempuan berusia 13 tahun datang ke Rumah Sakit
Sindhu Trisno, dengan keluhan nyeri ulu hati disertai mual dan muntah
sebanyak 3x dalam sehari. Pasien juga mengeluhkan ada demam(+)
selama 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dan pasien mengeluhkan
kepala pusing(+) sejak 2 hari selama perawatan di rumah sakit. Batuk
dan Flu disangkal oleh pasien.
Pasien juga mengeluhkan jarang BAK setelah hari kedua
perawatan di rumah sakit. Ekskresi urin pada pasien didapatkan hanya 1
kali dalam sehari, berkisaran 30 ml. Setelah dilakukan penampungan urin
selama 9 jam dari pukul 06.00-15.00 WITA. Di dapatkan diuresis pada
pasien 0,08cc/kgBB/jam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada Riwayat penyakit dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit yang sama di keluarga

5
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Kehamilan Ibu G3P2A0. Pasien lahir secara section
caesaria di RS Nasanapura cukup bulan dengan BBL : 2.800 gram.
Riwayat Sosial-Ekonomi
Keluarga pasien termasuk golongan sosial ekonomi menengah
kebawah.
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien tinggal bersama keluarganya di rumahnya sendiri dengan
sanitasi lingkungan yang baik
Anamnesis Makanan
ASI : 0-2 tahun
Susu Formula : 6 bulan-2 tahun
Bubur Saring : 6 bulan-1 tahun
Makanan Keluarga : 1 tahun-sekarang
Riwayat Imunisasi
Riwayat Imunisasi Lengkap sesuai usia

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : E4M6V5 (Compos Mentis)
Antropometri
a. BB : 40 kg
b. TB : 150 cm
c. LILA : 16,5 cm
d. LK : 50 cm
e. LD : 52 cm
f. LP : 49 cm
Status Gizi
g. BB/U : 80% (BB kurang)
h. TB/U : 93% (TB normal)
i. BB/TB : 86% (Gizi Kurang)

6
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/80
- Denyut Nadi : 112x/menit
- Suhu : 38,0oC
- Respirasi : 24 x/menit
- Saturasi Oksigen : 98%
Kepala
 Bentuk : Normocephal
 Kulit : Turgor <2 detik, petechie (-), sianosis (-)
 Mata : Cekung (-/-), Anemis (+/+), Edema (-/-)
 Telinga : Otorrhea (-/-)
 Hidung : Rhinorrhea (-/-)
 Mulut : Sianosis (-/-)
 Faring : Hiperemis (-/-)
 Tonsil : T1/T1
Thoraks
I : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
P : Fremitus taktil (+/+)
P : Sonor (+/+)
A : Vesikular (+/+)
Jantung
I : Ictus cordis terlihat (+)
P : Ictus cordis teraba (-)
P : Batas jantung normal
A : BJ S1/S2 murni (+), regular
Abdomen
I : Datar, jejas (-)
A : Peristaltik (+), kesan normal
P : Timpani (+)
P : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)

7
Ekstremitas
 Punggung : Dalam batas normal
 Genitalia : Dalam batas normal
 Anggota gerak
- Ekstremitas atas : Akral hangat (-/-), edema (+/+)
- Ekstremitas bawah : Akral hangat (-/-), edema (+/+)
 Otot : Eutrofi (+)
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap dilakukan pada
tanggal 13 Oktober 2022 di RS SINDHU TRISNO PALU

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

WBC 8,9 x 103/uL 4,0-11,0


RBC 4,51 x 106/uL 4,1-5,1
Darah HGB 12,3 g/dl 10,8-15,6
Lengkap HCT 36,5% 33-45
PLT 219 x 103/uL 181-521

b. Pemeriksaan Fungsi Ginjal


Hasil pemeriksaan hematologi pada tanggal 12 September 2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Ureum 35 mg/dl <50
Kreatinin 1,6 mg/dl 0,6-1,1

 Produksi urin 30 ml / 9 jam diuresis 0,08 cc/kgbb/jam


 Pada tanggal 13/10/2022 jam 22:07 Tes PCR SARS-Cov-2 :
POSITIF (+)

8
V. RESUME
Seorang anak perempuan berusia 13 tahun, BB:40 kg, datang ke
rumah sakit dengan keluhan nyeri uluhati disertai mual muntah 3x
dalam sehari. Keluhan yang dialami pasien berlangsung sejak 1 hari
sebelum masuk RS. pasien juga mengalami demam demam yang
berlangsung 1 hari sebelum masuk RS. Pasien juga mengeluhkan
jarang BAK. Keluhan lain seperti sesak, batuk, dan BAB cair
disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan vital sign Suhu 38,0 C, RR
24x/menit, Nadi 112x/menit, SpO2 98%). Pada pemeriksaan fisik
kepala, hidung, telinga, mulut dalam batas normal. Pemeriksaan
Thorax dan leher dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan epigastrik. Hasil pemeriksaan laboratorium
dapatkan WBC = 8,9 x ribu/uL, RBC = 4,51 juta/ul, HGB = 12,3 g/dl,
HCT 36,5%, PLT = 219 ribu/ul, Ureum = 35 mg/dl, Kreatinin 1,6
mg/dl. Produksi urin 30 ml / 9 jam, diuresis 0,08 cc/kgbb/jam
VI. DIAGNOSIS
- COVID 19, Dispepsia anuria DD: Acute kidney injury
VII.TERAPI
- IVFD RL 8 gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 gr
- Paracetamol 4x500mg
- Ranitidin 2x1 amp

9
VIII. FOLLOW UP

13/010/2022
S Demam(+), pusing (+), nyeri perut(+). BAB normal dan BAK
terjadi penurunan pengeluaran urin
O KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Suhu : 37,4oC
Nadi : 94 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Saturasi Oksigen : 98%
Pada bagian ekstremitas atas : akral hangat (+/+) edema (-/-)
Pada bagian ekstremitas bawah : akral hangat (+/+) edema (-/-)
A - Dispepsia, anuria, DD Chronic Kidney Disease
P - IVFD RL 8 gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 gr
- Paracetamol 4x500mg
- Ranitidin 2x1 amp

14/09/2022
S Pusing (+), nyeri perut(+). BAB normal dan BAK terjadi
penurunan pengeluaran urin
O KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Suhu : 36,6oC
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 24x/menit

10
Saturasi Oksigen : 99%
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Pada bagian ekstremitas atas : akral hangat (-/-) edema (-/-)
Pada bagian ekstremitas bawah : akral hangat (-/-) edema (-/-)
A Dispepsia, anuria, DD Chronic Kidney Disease
P - IVFD RL 8 gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 gr
- Paracetamol 4x500mg
- Ranitidin 2x1 amp

15/09/2022
S Pusing (+). BAB normal dan BAK terjadi penurunan
pengeluaran urin
O KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Suhu : 36,5oC
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Saturasi Oksigen : 98%
Tekanan Darah : 110/90 mmHg
Produksi urin 30 ml / 9 jam diuresis 0,08 cc/kgbb/jam
Tangga 13/10/2022 jam 22:07 Tes PCR SARS-Cov-2 : POSITIF
(+)
A Dispepsia, anuria, DD Chronic Kidney Disease
P - IVFD RL 8 gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 gr
- Paracetamol 4x500mg
- Ranitidin 2x1 amp

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. CHRONIC KIDNEY DISEASE


a. Definisi
Menurut The National Kidney Foundation’s Kidney Disease and
Outcome Quality Initiative (NKF- KDOQI) pada tahun 2002, merupakan
penyakit ginjal dengan kerusakan ginjal minimal tiga bulan dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada 2012, Kidney
Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) mendefinisikan CKD
sebagai kelainan struktural atau fungsional ginjal yang berlangsung lebih
dari 3 bulan. Namun, definisi ini tidak berlaku untuk anak di bawah 2
tahun, yang nefronnya belum dewasa. Juga, bayi yang lahir dengan
anomali ginjal bawaan mungkin didiagnosis CKD sebelum mencapai usia
3 bulan (Rahman, 2020).
b. Klasifikasi

(Jaya, 2014)
c. Epidemiologi
Rerata angka kejadian Penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada anak
didunia adalah 12,1 kasus per 1.000.000 anak. Kejadian PGK di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986-1988 adalah 21 dari 252
anak. Angka kejadian gagal ginjal tahap akhir pada anak di Amerika, New

12
Zealand, Austria dan Jepang berturut-turut adalah 14,8; 13,6; 12,4; dan 4
per 1.000.000 anak. Salah satu penyebab perbedaan angka kejadian
tersebut adalah adanya program skrining dan kemudahan transplantasi
ginjal (Jaya, 2014).
Penyebab PGK paling sering pada anak umur dibawah lima tahun
adalah kelainan kongenital ginjal dan saluran kemih, termasuk dysplasia
ginjal, hypoplasia ginjal dan uropati obstruktif akibat katup uretra
posterior. Pada anak berusia di atas lima tahun, PGK paling sering
disebabkan oleh penyakit yang didapat glomerulonephritis dan infeksi
saluran kemih (Jaya, 2014).
d. Etiologi
Pada anak, penyakit ginjal kronis dapat disebabkan penyakit
kongenital, didapat, genetik, atau metabolik. Penyebab yang mendasari
berkaitan erat dengan usia pasien saat penyakit ginjal kronis pertama
terdeteksi. Penyakit ginjal kronis pada anak yang berusia kurang dari 5
tahun biasa disebabkan abnormalitas kongenital seperti hipoplasia atau
displasia ginjal, dan/atau uropati obstruktif. Penyebab lain adalah sindrom
nefrotik kongenital, sindrom prune belly, nekrosis korteks,
glomerulosklerosis fokal segmental, penyakit ginjal polikistik, trombosis
vena renalis, dan sindrom hemolitik uremik. Setelah usia 5 tahun,
penyakit- penyakit didapat (berbagai bentuk glomerulonefritis termasuk
lupus nefritis) lebih mendominasi. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan kerusakan berkelanjutan pada penyakit ginjal kronis, yaitu
glomerulosklerosis, pembentukan fibrosis tubulointerstisial, proteinuria,
dan sklerosis vaskular (Ervina, 2015).
e. Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik pada anak dapat disebabkan berbagai
etiologi seperti kelainan ginjal kongenital, didapat, diturunkan, ataupun
penyakit metabolik ginjal. Penyebab lainnya adalah sindrom nefrotik,
infeksi saluran kemih, uropati obstruktif, nefropati refluks, hipertensi,
sindrom prune belly, nekrosis kortikal, glomerulonefritis kronik,

13
glomerulosklerosis fokal segmental, penyakit ginjal polikistik, nefropati
IgA, lupus eritematosus sistemik, dan sindrom hemolitik uremik. Apabila
PGK ditemukan di bawah usia lima tahun paling sering disebabkan oleh
kelainan kongenital seperti hipoplasia, displasia ginjal (11%), dan uropati
obstruksi (22%). Sedangkan pada anak di atas usia 5 tahun, PGK sering
disebabkan oleh penyakit didapat seperti glomerulonefritis atau penyakit
yang diturunkan seperti sindrom Alport. Secara umum penyebab
terbanyak PGK adalah kelainan uropati (30%-33%) dan
glomerulonefropati (25%-27%) (Pardede, 2009).
Respon ginjal pada PGK pada umumnya sama walaupun etiologi
berbeda. Pada awal penyakit, ginjal beradaptasi terhadap kerusakan
dengan meningkatkan LFG oleh nefron normal yang tersisa, namun makin
lama menyebabkan kerusakan glomerulus progresif akibat peningkatan
tekanan hidrostatik pada dinding kapiler dan efek toksik protein yang
melintasi dinding kapiler. Seiring berjalannya waktu, jumlah nefron yang
sklerosis akan semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan beban
ekskresi pada nefron yang masih bertahan. Kondisi ini akan terus berulang
dan semakin banyak nefron yang rusak hingga berakhir dengan GGT
(Pardede, 2009).
Peroteinuria pada PGK merupakan tanda penting kerusakan ginjal.
Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein yang
melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi
migrasi monosit/makrofag dan dengan peran berbagai sitokin terjadi
sklerosis glomerulus dan fibrosis tubulointerstisial. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat meningkatkan progresivitas penyakit karena
menyebabkan nefrosklerosis arteriolar dan menambah cedera akibat
hiperfiltrasi. Hiperfosfatemia menyebabkan pembentukan ikatan kalsium
fosfat yang mengendap di interstisial ginjal dan pembuluh darah.
Hiperlipidemia mempengaruhi fungsi glomerulus dengan menimbulkan
cedera yang diperantarai zat oksidan (Pardede, 2009).

14
f. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada PGK pada anak adalah:
1. Gangguan Pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan adalah hal yang umum dan mungkin yang
paling sering terlihat pada anak-anak dengan PGK. Tingkat gangguan
pertumbuhan meningkat saat LFG menurun, meskipun penurunan
signifikan dalam pertumbuhan terlihat di semua tingkat fungsi ginjal.
Penyebab gangguan pertumbuhan diyakini multifaktorial, termasuk
fungsi growth hormone (GH) dan insulin-like growth factor-I (IGF-I),
status nutrisi, keseimbangan asam-basa, dan mineralisasi tulang (Jaya,
2014).
Usia saat terjadinya PGK berkorelasi dengan tingkat retardasi
pertumbuhan karena anak-anak yang memiliki fungsi ginjal normal
mencapai sepertiga tinggi dewasa terakhir mereka selama 2 tahun
pertama setelah lahir (Jaya, 2014).
2. Kelainan Mineral dan Tulang
Kelainan mineral dan tulang pada PGK adalah dijumpainya satu
atau kombinasi dari: abnormalitas kalsium, fosfor, hormon paratiroid;
abnormalitas jaringan, pertumbuhan, atau kekuatan tulang; kalsifikasi
vaskular atau jaringan ikat lainnya. Keseimbangan kalsium, fosfor,
dan magnesium yang dipertahankan oleh ginjal ketika fungsi ginjal
normal. Pada PGK, dapat terjadi hipokalsemia dan hiperfosfatemia
(Jaya, 2014).
3. Anemia
Anemia merupakan komplikasi umum pada anak-anak PGK yang
menyebabkan banyak konsekuensi klinis yang merugikan, termasuk
kualitas hidup yang buruk, tertekannya kemampuan neurokognitif,
mengurangi kapasitas latihan, dan merupakan faktor risiko
kardiovaskular, seperti hipertrofi ventrikel kiri. Seperti pada orang
dewasa, tujuan perawatan adalah untuk mencapai target hemoglobin
sekitar 11 g/ dL (Jaya, 2014).

15
4. Hipertensi
Hipertensi dapat terjadi pada tahap awal penyakit dan
prevalensinya meningkat jika LFG makin menurun. Penelitian oleh
Chronic Kidney Disease in Children (CKiD) menunjukkan bahwa
hipertensi terdapat pada 54% peserta saat awal dan 48% anak-anak
memiliki tekanan darah tinggi meskipun menggunakan obat
antihipertensi, termasuk penghambat sistem renin angiotensin-
aldosteron (RAAS-I). Jika tekanan darah diukur dengan pemantauan
24 jam tekanan darah (ABPM), mereka menunjukkan variabilitas
sistolik dan diastolik lebih tinggi dan variabilitas detak jantung lebih
rendah dibandingkan anak-anak PGK tanpa hipertensi (Jaya, 2014).
g. Diagnosis
Penderita penyakit ginjal kronis stadium 1-3 (LFG>30 ml/ min )
biasanya bersifat asimptomatik dan gejala klinis baru muncul pada stadium
4 dan 5. Kerusakan ginjal yang progresif dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah akibat overload cairan dan produksi hormon vasoaktif
(hipertensi, edema paru dan gagal jantung kongestif), gejala-gejala uremia
(letargi, perikarditis hingga ensefalopati), akumulasi kalium dengan gejala
malaise hingga keadaan fatal yaitu aritmia, anemia akibat sintesis
eritropoetin yang menurun, hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat
defisiensi vitamin D3), dan asidosis metabolik akibat penumpukan sulfat,
fosfat, dan asam urat (Ervina, 2015).
Pada penyakit ginjal kronis dapat ditemukan hiperkalemia,
hiponatremia, asidosis, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan peningkatan
kadar asam urat. Pasien dengan proteinuria berat dapat mengalami
hipoalbuminemia (Ervina, 2015). Melakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk melihat anemia normokromik normositik. Kadar kolesterol dan
trigliserida serum biasanya meningkat. Urinalisis menunjukkan hematuria
dengan proteinuria pada anak dengan penyakit ginjal kronis yang
disebabkan glomerulonephritis, sementara dysplasia ginjal menghasilkan
urin dengan abnormalitas minimal (Ervina, 2015).

16
h. Terapi
Tujuan penatalaksanaan penyakit ginjal kronis adalah untuk
menangani penyebab primer gangguan ginjal, menghilangkan atau
meminimalkan kondisi-kondisi komorbid, mencegah atau memperlambat
penurunan fungsi ginjal, menangani gangguan metabolik yang terkait
dengan penyakit ginjal kronik, mencegah dan menangani penyakit
kardiovaskular, dan mengoptimalisasikan pertumbuhan dan perkembangan.
Pasien dengan penyakit ginjal kronis harus menjalani evaluasi untuk
menentukan diagnosis jenis penyakit ginjal, kondisi komorbid, stadium
kerusakan ginjal menurut LFG, komplikasi terkait tingkat LFG, faktor-
faktor risiko penurunan fungsi ginjal, dan faktor-faktor risiko bagi penyakit
kardiovaskular (Ervina, 2015).
Berbagai masalah yang dapat dan perlu ditangani dalam penyakit
ginjal kronis dijelaskan sebagai berikut :
- Hipertensi
Penanganan hipertensi dengan terapi ACE inhibitor (angiotensin-
converting enzyme inhibitor) melindungi nefron yang tersisa dari
cedera lebih lanjut dan memperlambat penurunan fungsi ginjal.
Antagonis reseptor angiotensin juga memiliki sifat renoprotektif.
Terapi diindikasikan jika tekanan darah anak lebih dari persentil ke
95 menurut usia, tinggi, dan jenis kelamin. Pembatasan cairan dan
garam dapat mengurangi tekanan darah pada dewasa dan
anak.Jumlah garam yang disarankan adalah 0,5-1 mEq/kg BB/hari
atau kira- kira 2 g NaCl/hari untuk remaja dengan berat badan 20- 40
kg.20Latihan aerobik teratur selama 30-60 menit per hari juga
disarankan. Klasifikasi obat dan dosis dalam menurunkan tekanan
darah pada anak, dapat dilihat pada tabel berikut :

Klasifikasi/ Nama Dosis (oral)/hari Interval


Obat Awal Maksimal dosis

17
Diuretik
Hidroklorotiazid 1 mg/kg 4 mg/kg Tiap 12 jam
Klortalidon 1 mg/kg 2 mg/kg Sehari sekali
Spironolakton 1 mg/kg 3 mg/kg Tiap 12 jam
Furosemid 2 mg/kg 6 mg/kg Tiap 6-8 jam
Penghambat Adrenergik
Penghambat Beta
Propanolol 0,5 mg/kg 10 mg/kg Tiap 8 jam
Penghambat Alfa
Prazosin 0,05 mg/kg 0,4 mg/kg Tiap 8 jam
Penghambat Alfa-beta
Labetalol 1-3 mg/kg 3 mg/kg Tiap 12 jam
Calcium Channel Blocker
Nifedipine 0,25 mg/kg 8 mg/kg Tiap 6-8 jam
Diltiazem 0,1-0,2 3,5 mg/kg Tiap 12 jam
mg/kg
ACE Inhibitor
Captopril 0,5 mg/kg 5 mg/kg Tiap 8 jam
Enalapril 0.08-0.1 1 mg/kg Tiap 24 jam
mg/kg

- Dislipidemia
Penanganan dislipidemia pada anak dengan penyakit ginjal kronis
dan LDL puasa >100 mg/dl, intervensi gaya hidup, seperti latihan
sedang, reduksi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol,
direkomendasikan untuk 6 bulan pertama. Jika kadar LDL target
tidak dicapai (<100 mg/dl), terapi statin direkomendasikan untuk
dimulai (dosis dewasa 10 mg per hari per oral).Kadar bikarbonat
serum perlu diawasi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
stadium 3, 4, dan 5 dan pasien yang menjalani dialisis. Kadar

18
bikarbonat serum perlu dipertahankan di atas 22 mmol/L.Kebutuhan
cairan, natrium dan kalium dapat dihitung menggunakan metode
Holliday-Segar, namun perlu diingat bahwa metode ini tidak dapat
digunakan untuk neonatus berusia < 14 hari.Perumusan kebutuhan
cairan holliday segar sebagai berikut

Zat Kebutuhan per hari


Air 100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, 50 ml/kgBB untuk
10 kg kedua dan 20 ml/kg untuk tiap kg berikutnya
Natrium 3 mmol/kgBB/hari
Kalium 2 mmol/kgBB/hari
(Ervina, 2015)

- Anemia
Koreksi anemia dapat dilakukan melalui pemberian EPO (human
recombinant erythropoietin) dan suplemen besi. Dosis biasa EPO
adalah 300 unit/kg, dibagi dalam tiga dosis. Jika kadar hemoglobin
yang diinginkan telah dicapai, frekuensi pemberian EPO dapat
dikurangi menjadi dua kali atau bahkan satu kali per minggu. Dosis
pemeliharaan EPO bervariasi antara 60 dan 600 unit/kg/minggu.
Kadar hemoglobin target yang disarankan oleh K/DOQI adalah 11-12
g/dl (hematokrit 33-36%). Pemeliharaan kadar hemoglobin ini perlu
dilakukan dengan pemberian besi yang cukup untuk mempertahankan
TSAT (transferring saturation) lebih dari 20% (kisaran 20-50%) dan
kadar feritin serum di atas 100 ng/ml (kisaran 100-800 ng/ml)
(Ervina, 2015).

Terapi gagal tumbuh dimulai dengan dukungan nutrisi yang adekuat


dan menjaga keseimbangan asam basa. Hormon pertumbuhan (GH) dapat
diberikan untuk mengejar keterlambatan pertumbuhan. Terapi GH dengan
dosis 28 IU/m2/minggu selama satu tahun dapat meningkatkan tinggi
badan sebesar 3,8 cm/ tahun (Pardede, 2009).

19
Terapi nutrisi pada PGK bertujuan menjaga kecukupan asupan untuk
mencegah malnutrisi, mengurangi akumulasi produk sisa nitrogen, mem-
perlambat progresivitas penyakit, serta menurunkan risiko morbiditas dan
mortalitas kronik di masa dewasa.17,23 Anak membutuhkan kalori dan
protein untuk tumbuh, asupan protein dapat dinaikkan hingga 2,5
g/kgbb/hari dan sebaiknya terdiri dari protein yang memiliki nilai biologis
yang tinggi, yaitu protein yang lebih banyak dipecah menjadi asam amino
yang berguna dibanding sisa nitrogennya. Protein jenis ini bisa didapat
dari susu, telur, daging, dan ikan. Asupan kalori optimal belum diketahui
dengan pasti, namun direkomendasikan untuk menjaga asupan kalori
berdasarkan recommended dietary allowance (RDA) sesuai dengan
usianya.11 Sebagai akibat penurunan fungsi ginjal, perlu dilakukan
restriksi terhadap beberapa komponen dalam makanan, misalnya fosfat,
kalium, dan natrium. Suplementasi vitamin larut air dan zink perlu
diberikan, terutama pada PGK stadium 5.10,17 Pada PGK stadium lanjut,
tindakan dialisis dan transplantasi ginjal merupakan pilihan terapi
(Pardede, 2009).

20
BAB V
KESIMPULAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan pada bagian ginjal yang
menyebabkan fungsi ginjal mulai menurun secara bertahap. Rerata angka kejadian
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada anak didunia adalah 12,1 kasus per 1.000.000
anak. Salah satu penyebab perbedaan angka kejadian tersebut adalah adanya
program skrining dan kemudahan transplantasi ginjal.
Pada anak, penyakit ginjal kronis dapat disebabkan penyakit kongenital,
didapat, genetik, atau metabolik. Penyebab yang mendasari berkaitan erat dengan
usia pasien saat penyakit ginjal kronis pertama terdeteksi. Penyakit ginjal kronis
pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun biasa disebabkan abnormalitas
kongenital seperti hipoplasia atau displasia ginjal, dan/atau uropati obstruktif.
Manifestasi klinis Penyakit Ginjal Kronik bervariasi bergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Glomerulonefritis bermanifestasi edema, hipertensi,
hematuria dan proteinuria. Sedangkan psien dengan kelainan kongenital seperti
dysplasia ginjal dan uropati obstruktif datang dengan keluhan gagal tumbuh,
dehidrasi karena polyuria, infeksi saluran kemih, maupun insufisiensi ginjal. Pada
stadium lanjut, pasien tampak pucat, perawakan pendek, dan menderita kelainan
tulang.
Secara umum, tatalaksana PGK terdiri dari memperlambat perburukan
fungsi ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi, serta mengganti fungsi ginjal
dengan dialysis dan transplantasi bila terindikasi. Pasien PGK perlu diterapi di
pusat kesehatan dengan pelayanan multidisiplin yang mencakup pelayanan medis,
sosial, nutrisi, dan psikologi. Pemantauan klinis dan laboratorium dilakukan
secara teratur. Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, ureum, kreatinin,
albumin, elektrolit, dan alkalin fosfatase.

21
DAFTAR PUSTAKA
Ervina, L., Bahrun, D., Lestari, H, I. (2015). Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik
pada Anak. Vol. 47 (2).
Jaya, H, T., Pardede, S, O. (2014). Nutrisi pada Anak dengan Penyakit Ginjal
Kronik. CDK Journal. Vol. 41 (2).
Kalengkongan, D, J., Makahahi, Y, B., Tinungki, Y, L. (2018). Faktor-Faktor
Risiko yang Berhubungan Dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
Penderita Yang Dirawat di Rumah Sakit Daerah Liunkendage Tahuna. Vol.
2 (2) : 100-114.
Pardede, S, O., Chunnaedy, S. (2009). Penyakit Ginjal Kronik Pada Anak. Sari
Pediatri. Vol. 11 (3) :199-205.
Rahman, S. (2020). Tatalaksana Hemodialisis pada Anak dan Bayi. CDK Journal.
Vol. 47 (4) : 291-295.
Saputra, B, D., Sodikin., Annisa, S, M. (2020). Karakteristik Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) Yang Menjalani Program Hemodialisis Rutin di RSI
Fatimah Cilacap. Vol. 1 (1) : 19-26.

iv

Anda mungkin juga menyukai