Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI L

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MOLA HIDATIDOSA

DISUSUN OLEH:
Nur Fadhillah Asis
111 2016 2045

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Hj. Nursiah, Sp.OG(K)

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nur Fadhillah Asis

NIM : 111 2016 2045

Judul : Mola Hidatidosa

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Pare-pare, Mei 2018


Mengetahui,
Pembimbing Dokter Muda

dr. Hj. Nursiah, Sp.OG(K) Nur Fadhillah Asis, S.Ked

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................2
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan .............................................................................2
BAB II. LAPORAN KASUS ..............................................................................3
3
3
4
6
7
7
8
8
11
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................14
BAB IV. ANALISIS KASUS..............................................................................29
BAB V. PENUTUP ...........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional.


Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal,
yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm.1

Secara umum, 80% dari penyakit trofoblas gestasional merupakan mola


hidatidosa, 15% adalah korioadenoma dan 5% merupakan koriokarsinoma. Mola
hidatidosa terjadi 1 dari 1000 sampai 2000 kehamilan di Amerika Serikat dan
dilaporkan kira-kira 3000 pasien pertahun dan transformasi maligna terjadi pada
6-19% kasus. 1 dari 15.000 kasus abortus dihubungkan dengan mola hidatidosa
komplit.1

Mola hidatidosa tergolong penyakit jinak namun dapat berkembang


menjadi keganasan. Gambaran klinik dari mola hidatidosa pada permulaanya
tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing,
hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Tidak adanya denyut jantung
janin dan ukuran rahim yang lebih besar dari usia gestasi merupakan pemeriksaan
fisik yang menunjang dalam mendiagnosis mola hidatidosa.1,2

Pada umumnya, setelah menegakkan diagnosis, dilakukan evakuasi mola


hidatidosa dengan kuret hisap yang dilanjutkan dengan kuret tumpul kavum uteri.
Sebagian besar prognosis dari mola hidatidosa baik setelah dievakuasi, namun
tetap dilakukan pemantauan ketat pasca evakuasi mola hidatidosa. Hal ini penting
untuk mengidentifikasi pasien berisiko keganasan seperti mola invasif
(korioadenoma), koriokarsinoma, dan placenta site throphoblastic tumor.3

1
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi,
payah jantung, atau tirotosikosis. Di Negara maju kematian karena mola
hidatidosa hampir tidak ada lagi. Akan terapi, di Negara berkembang masih cukup
tinggi, yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan sehat
jika jaringan dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase keganasan
yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%.
Oleh karenanya, mengenal lebih dekat tentang mola hidatidosa menjadi
penting bagi para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis
kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah
komplikasi.

2.2. Tujuan Penulisan


a. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan kasus Mola Hidatidosa.
b. Mengkaji ketepatan penegakan diagnosis dan penatalaksanaan Molahidatidosa.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny U
Umur : 38 tahun
Alamat : Jl. Petta Oddo Kab. Pare-Pare
Pekerjaan : IRT
Suku : Bugis
No. RM : 148512
Tanggal Masuk : 01 Mei 2018

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Keluhan keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang perempuan 38 tahun G2 P1 A0 datang dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir. Awalnya berupa bercak dan dirasakan semakin banyak.
Sudah dialami 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan
sering merasa mual dan muntah sehingga pasien mengalami penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan. Pasien mengaku telah hamil 2 bulan.
Demam (-), pusing (-), nyeri kepala (-), nyeri ulu hati (-), nyeri perut bagian
bawah (+), BAB biasa, BAK lancar. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat minum obat SMRS tidak ada. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, diabetes, dan tidak memiliki riwayat alergi serta penyakit asma.

Riwayat Menstruasi:
Menarche sejak usia 14 tahun, siklus haid tidak teratur, lama haid 7 hari
dengan ganti pembalut 3 kali dalam sehari. HPHT: 10-02-2018, TP pada
tanggal 17-11-2018.

3
Riwayat Kontrasepsi:
Kontrasepsi yang pernah digunakan oleh pasien adalah suntikan tiap 3
bulan selama 2 tahun, lalu berganti dengan pil kombinasi selama 2 tahun
berikutnya.
Riwayat Obstetri:
1. 2014/ normal/ 2800gr/ laki-laki/ hidup/ lahir di puskesmas
2. 2018/ Kehamilan sekarang
Riwayat Ginekologi:
1. Penyakit IMS: tidak ada
2. Leukorea: tidak ada
3. Fluor albus: tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis:
Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: Composmentis, GCS E4V5M6
Status Gizi:
 Berat badan : 33 kg
 Tinggi badan : 151 cm
 BMI : 14,47 kg/m2 (Underweight)
Tanda-tanda vital:
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 x/ menit
 Pernapasan : 20 x/ menit
 Suhu : 36,50C
Kepala dan Leher:
Mata:
 Kelopak : Edema (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (+/+)
 Sklera : Ikterik (-/-)
 Pupil : Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, refleks cahaya(+/+)

4
Telinga: Pendengaran dalam batas normal.
Hidung: Pernafasan cuping hidung (-).
Mulut: Sianosis (-), perdarahan pada gusi (-).
Leher: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), JVP dalam batas
normal.
Thorax:
Paru:
 Inspeksi: Bentuk dan pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-/-).
 Palpasi : Fremitus raba (D=S), nyeri (-/-).
 Perkusi : Suara ketok sonor (+/+), nyeri ketok (-/-).
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Jantung:
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
 Perkusi : Batas kanan parasternal line dextra.
Batas kiri ICS V 2 jari lateral MCL sinistra.
 Auskultasi: S1 S2 tunggal regular, bising jantung (-).
Abdomen:
 Inspeksi: Linea nigra (-), striae albicans (+), luka bekas operasi (-).
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-).
 Perkusi : Timpani.
 Auskultasi: BU (+) normal.
Ektremitas:
Ekstremitas Atas: Akral dingin, edema (-/-).
Ekstremitas Bawah: Akral dingin, edema (-/-), varises (-/-), refleks patella
(+/+) normal.
b. Pemeriksaan Obstetri
1) Pemeriksaan luar
TFU : setinggi pusat
DJJ : tidak ada

5
Ballottement: tidak ada
Massa tekan : +
Nyeri tekan : -
Luka bekas operasi: -
2) Pemeriksaan dalam:
Vulva/vagina: tak / tak
Portio : tebal, lunak
OUE/OUI : tertutup / tertutup
Pelepasan : Darah (+) lendir ( - ) air ( - )
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Endokrinologi (25 April 2018)
B-HCG > 1.000.000 mIU/mL (Nilai normal = <5 mIU/mL)
2) Imuno-serologi (1 Mei 2018)
HBsAg (Kualitatif) Non reaktif (Non reaktif)
3) Darah Rutin (1 Mei 2018)

Parameter Hasil Nilai Normal


WBC 8,01 x 103/µl 5.00 – 10.00
RBC 3,56 x 106/ µl 4.00 – 5.00
HGB 9,59 g/dl 12.0 – 16.0
PLT 128 x 103/µl 150 – 400

4) Hemostatis (1 Mei 2018)

Parameter Hasil Nilai Normal


CT 9 menit < 15 Menit
BT 1 menit 45 detik 1 Menit - 3 menit

5) Kimia Darah (1 Mei 2018)

6
Parameter Hasil Nilai Normal
SGOT 53 U/L <= 31
SGPT 71 U/L <= 31
Urea 16 mg/dl 10-50
Creatinine 0,4 mg/dl 0,5-0,9
GDS 171 mg/dl < 140

6) USG (23 April 2018):

Gambar 1.1 Hasil USG


Kesan: Mola hidatidosa

7) Patologi Anatomi (9 Mei 2018)


Kesan: Mola hidatidosa

8) Thorax PA (25 April 2018):

7
Gambar 1.2 Hasil X-ray Thorax PA
Kesan: dalam batas normal
V. DIAGNOSIS
G2 P1 A0 + Molahidatidosa + Anemia

VI. PENATALAKSANAAN
Terapi awal:
 IVFD RL 28 tpm
 Pasang laminaria
Terapi operatif: Kuretase
Terapi post kuretase:
 Cefadroxil 2 x 500 mg
 Metronidazole 3 x 500 mg
 Asam mefenamat 3 x 500 mg
 Bledstop 3 x 0,125 mg
 SF 1 x 1
Terapi non-Medikasi: Edukasi dan diet TKTP
VII. PROGNOSIS

8
 ad vitam : dubia ad bonam
 ad sanationam : dubia ad bonam
 ad functionam : dubia ad malam

VIII. RESUME
Seorang perempuan 38 tahun G2 P1 A0 datang dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir. Awalnya berupa bercak dan dirasakan semakin banyak.
Sudah dialami 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan
sering merasa nausea dan vomit sehingga pasien mengalami penurunan nafsu
makan dan mengalami penurunan berat badan. Pasien mengaku telah hamil 2
bulan. BAB biasa, BAK lancar. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat minum obat SMRS tidak ada. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi, diabetes, dan tidak memiliki riwayat alergi serta penyakit
asma.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan status gizi underweight dan tanda-
tanda vital Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 x/ menit, Pernafasan 20 x/
menit dan Suhu 36,50C. pasien tampak anemis. Pada pemeriksaan obstetric
didapatkan TFU setinggi pusat, teraba massa tekan, portio tebal dan lunak,
OUE/OUI tertutup, serta didapatkan pelepasan darah.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar B-HCG
> 1.000.000 mIU/mL, penurunan kadar eritrosit 3,98 x 106/µl dan penurunan
kadar hemoglobin yaitu 9,1 g/dl. Dari pemerikssaan USG kesan yang
didapatkan adalah terdapat Mola hidatidosa.

IX. FOLLOW UP

9
Tgl Subyektif Obyektif Assessment Planning
1/5/ Keluar KU: Molahidatidosa  Observasi KU
2018 darah dari Sedang/CM  Cek lab DR, Kimia
jalan lahir T: 120/80 darah, CT/BT,
(+) mmHg Golongan Darah
N: 80 x/i  Persiapan darah 2 bag
P: 20x/i  Konsultasi anestesi
0
S: 36,5 C  Pasang Laminaria
Anemis: +/
 IVFD RL 28 tpm
+
Massa
abdomen: +
Fluksus:
darah +
2/5/ Keluar KU: Mola hidatidosa  Operatif: Kuretase
2018 darah dari Sedang/CM  Medikasi post Op:
jalan lahir T:140/100  Cefadroxil 2 x
(+) mmHg 500 mg
N: 80 x/i  Metronidazole 3 x
P: 20 x/i 500 mg
0
S: 36,5 C  Asam mefenamat
Anemis: +/ 3 x 500 mg
+
 Bledstop 3 x
Massa
0,125 mg
abdomen +
 SF 1 x 1
Fluksus:
darah +
Darah Rutin
(Post Op)
HGB= 8,81
g/dl

10
WBC=
10,5x103/µl
RBC=
3,25x106/µl
PLT=
104x103/µl
3/5/ Keluar KU: Molahidatidosa  Cefadroxil 2 x 500
2018 darah dari Baik/CM mg
jalan lahir T:110/80  Metronidazole 3 x
(-) mmHg 500 mg
N: 80 x/i  Asam mefenamat 3 x
P: 22x /i 500 mg
S: 36,7 C  Bledstop 3 x 0,125
Anemis: +/ mg
+  SF 1 x 1
Massa
abdomen -
Fluksus:
darah -
X. LAPORAN OPERASI
Nama Pasien: Ny U Mulai Operasi: 09.00 WITA
No. RM: 148512 Selesai Operasi: 09.15 WITA
Diagnosa Pra bedah: Molahidatidosa
Diagnosa Pasca bedah: Molahidatidosa
Tindakan operasi: Dilatasi-Kuretase
Tanggal operasi: 2 Mei 2018
Operator: dr. Hj. Nursiah, Sp.OG(K)
Anastesiet: dr. Sri Wahyuningsih, Sp.An
Persiapan operasi: Informed consent
Laporan operasi:
- Pasien dalam posisi lithotomi
- Desinfeksi vulva, vagina dan portio kemudian pasang doek steril

11
- Pasang sims posterior dan anterior identifikasi portio
- Jepit portio dengan tenaculum arah jam 11
- Sondase uterus ± 14 cm
- Evakuasi jaringan mola dengan Ø > 1 cm dengan abbortic tang
- Injeksi oxytocin : ergometrin = 1 : 1 secara intramuscular
- Bersihkan cavum uteri dengan kuret tajam sampai kesan bersih
- Hasil operasi berupa jaringan mola dengan berat ± 1 Liter dengan
perdarahan ± 500 cc
- Kontrol perdarahan
- Kuretase selesai
- Pasang tampon 1 buah
- Jaringan molahidatidosa dikirim ke PA

Gambar 1.3 Laporan Operasi

12
Gambar 1.4 Hasil operasi berupa jaringan mola

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 MOLA HIDATIDOSA


I. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Penyakit ini ditandai dengan adanya
proliferasi abnormal dari jaringan trofoblas yang berkembang menjadi ganas.1
Trofoblas merupakan jaringan yang pertama kali mengalami diferensiasi
pada masa embrional dini kemudian berkembang menjadi jaringan
ekstraembrionik dan membentuk plasenta. Penyakit trofoblas gestasional meliputi
spektrum yang luas. Bentuk jinak dari penyakit ini adalah mola hidatidosa
sedangkan yang bersifat ganas meliputi mola invasif, koriokarsinoma, dan
placental site throphoblastic tumor.1,2

II. EPIDEMIOLOGI
Secara umum, 80% dari penyakit trofoblas gestasional merupakan
mola hidatidosa, 15% adalah korioadenoma dan 5% merupakan
koriokarsinoma. Mola hidatidosa terjadi 1 dari 1000 sampai 2000
kehamilan di Amerika Serikat dan dilaporkan kira-kira 3000 pasien
pertahun dan transformasi maligna terjadi pada 6-19% kasus. 1 dari 15.000
kasus abortus dihubungkan dengan mola hidatidosa komplit.1
Angka kejadian mola hidatidosa bervariasi, di Meksiko 1 dari 125
wanita hamil mengalami mola hidatidosa sedangkan di Taiwan 1 dari 1500
wanita hamil. Insiden mola hidatidosa komplit di Asia yang tertinggi
adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77 kehamilan dan 1 dari 57 persalinan.1,2
Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kejadian mola
hidatidosa yakni usia reproduksi yang ekstrim yaitu wanita dengan usia
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun, riwayat mola hidatidosa
sebelumnya serta status ekonomi yang rendah. Wanita dengan usia

14
reproduksi kurang dari 20 tahun memiliki risiko 1,5-2 kali lipat mengalami
mola hidatidosa, wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki risiko 5 kali
lipat. Dilaporkan bahwa wanita dengan riwayat mola hidatidosa
sebelumnya memiliki risiko 10 kali lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan mola kedua dan 1000 kali lebih tinggi untuk menderita
koriokarsinoma dibandingkan wanita dengan riwayat hamil normal.
Wanita dengan keadaan sosial ekonomi rendah memiliki risiko 10 kali
untuk terkena kehamilan mola hidatidosa. Hal ini dikaitkan dengan
kemungkinan bahwa nutrisi berpengaruh pada etiologi penyakit ini.3

III. ETIOPATOMEKANISME
Hingga kini belum diketahui penyebab pasti dari mola hidatidosa.
Berbagai teori telah diajukan, antara lain:3,4
a. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena
itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam
jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan kekurangan gizi berupa
asam folat dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini kemudian
menyebabkan gangguan angiogenesis.
b. Teori Neoplasma dari Park
Menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang
mempunyai fungsi abnormal juga, dimana terjadi proses resorpsi cairan yang
berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
c. Teori dari Acosta Sison
Menyatakan bahwa defisiensi protein dapat menyebabkan mola
hidatidosa karena lebih banyak ditemukan pada wanita golongan sosial
ekonomi rendah.
d. Teori Consanguity

15
Dalam teori ini dianggap bahwa kelainan tersebut karena pembuahan
sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel
sperma yang mengandung 23 X (haploid) kromosom, kemudian membelah
menjadi 46 XX, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan
androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh dua sperma, sehingga
terjadi 46 XX atau 46 XY. 2,5

Gambar 3.1 Patomekanisme Molahidatidosa


Pada mola hidatidosa komplit, hanya mengandung DNA paternal
sehingga bersifat androgenik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena
satu sel sperma membawa kromosom 23 X- melakukan fertilisasi terhadap sel
telur yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami
duplikasi membentu 46 XX homozigot. Kromosom ini paling sering terbentuk.
Namun, fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan
membentuk 46 XY atau 46XX heterozigot yang merupakan penggabungan dari
dua sel sperma yang berbeda.2,5
Mola hidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua set
kromosom paternal dan satu set kromosom maternal sehingga berjumlah 69

16
kromosom. Mekanisme umum terjadi yaitu, satu sel telur dibuahi oleh 2
sperma, sehingga menghasilkan 3 set kromosom. 2,5

IV. KLASIFIKASI
Mola hidatidosa diklasifikasikan atas dua, yaitu mola hidatidosa
komplit dan parsial. Perbedaan keduanya berdasarkan morfologi,
gambaran klinikopatologi dan sitogenik.2
a. Mola Hidatidosa Komplit
Gejala paling dominan pada mola hidatidosa komplit adalah perdarahan
vagina. Tanda klasik dari mola hidatidosa selain perdarahan vaginal adalah
tidak adanya denyut jantung janin dan ukuran uterus yang lebih besar dari
perkiraan usia getasi sehingga menimbulkan keluhan nyeri perut. Tanda
patognomonik dari mola hidatidosa adalah pencairan bekuan darah intrauterin
berupa prune juice, seperti vaginal discharge. Perdarahan berulang yang terjadi
menyebabkan defisiensi besi. 20-30% pasien datang dengan toksemia, 10%
dengan hiperemesis gravidarum, 7% dengan hipertiroid yang diduga bahwa
terjadi kemiripan antra hCG dengan TSH pada α-subunit.5,6

Gambar 2.2 Gambaran Mola hidatidosa komplit

b. Mola Hidatidosa Parsial


Manifestasi klinik paling sering mola hidatidosa parsial adalah perdarahan
yang ireguler. Berbeda dengan mola hidatidosa komplit, mola hidatidosa

17
parsial biasanya tidak menyebabkan terjadinya pembesaran ukuran uterus.
Namun, janin dapat hidup berdampingan dengan mola hidatidosa parsial. Pada
umumnya, pasien dengan mola hidatidosa parsial datang dengan gejala missed
abortion atau abostus inkomplit dan baru dapat didiagnosis setelah dilakukan
pemeriksaan histologi dari hasil kuret.3,4

Gambar 2.3 Gambaran molahidatidosa partial

V. DIAGNOSIS
a. Manifestasi Klinik
Biasanya penderita mengalami keterlambatan haid dalam 1-2 bulan.
Terdapat keluhan mual dan muntah yang lebih nyata. Perdarahan pervaginam
dapat bervariasi, mulai spotting hingga perdarahan berat yang dapat menyebabkan
syok. Pada mola hidatidosa yang lebih lanjut, perdarahan uterus berat disertai
adanya anemia defisiensi besi.1,5
Pada sebagian besar kasus, perkembangan uterus lebih cepat dari
perkiraan usia kehamilan. Konsistensi uterus lebih lunak. Adanya kista teka lutein
sehingga sulit untuk membedakan pembesaran uterus pada pemeriksaan bimanual.
Ukuran uterus terus semakin membesar, namun tidak terdeteksi denyut jantung
janin.1,5

18
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar β-hCG
Untuk memperkuat diagnosis mola hidatidosa, dapat dilakukan
pemeriksaan human chorionic gonadoropin (β-hCG). Pada kasus mola
hidatidosa biasanya lebih meningkat dibandingkan pada kehamilan normal.
Peningkatan kadar β-hCG terutama setelah hari ke-100 kehamilan, sangat
sugestif dalam penegakan diagnosis. Perlu dicurigai adanya mola hidatidosa
jika terjadi peningkatan serum β-hCG lebih dari 100.000 IU/L. Serum β-hCG
selain digunakan dalam diagnosis, juga sebagai pemantauan terhadap
keberhasilan terapi.1,3
2. Histologi
Secara histologik, mola hidatidosa komplit memperlihatkan edema
pada vili korionik menyeluruh serta hiperplasia trofoblas yang menyeluruh.
Beberapa referensi menyatakan adanya gambaran “rangkaian anggur” hanya
akan terlihat pada trimester kedua kehamilan.4,7
Gambaran histologi menunjukkan vili korionik yang tidak terlalu
membengkak seperti mola hidatidosa komplit, biasanya hanya terjadi
perubahan fokal.4
Gambaran mola hidatidosa parsial:8
 Hiperplasia trofoblas. Diperlukan dalam diagnosis definitif tidak
menyeluruh seperti pada mola hidatidosa komplit.
 Hidrofik ringan
 Villi biasanya masih terisi sel darah merah tetapi terkadang juga avaskuler
villi
 Jaringan embrio dapat teridentifikasi
3. USG
Pemeriksaan pencitraan ultrasonografi merupakan pilihan utama pada
mola hidatidosa. Peran sonografi termasuk: 1) diagnosis awal, 2) penilaian

19
respon pengobatan, 3) menentukan derajat invasi dari bentuk ganas dari PTG,
dan 4) Menentukan kekambuhan penyakit pada bentuk maligna dari PTG.9
Pada kehamilan trimester I, gambaran molahidatidosa tidak spesifik
sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed
abortion, abortus inkomplit, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II,
gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik. kavum uteri berisi massa
eksogenik bercampur bagian-bagin anekoik vesikular berdiameter antar 5-10
mm. Gambaran tersebut dapat menyerupai sarang lebah (honey comb) atau
badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik
teka lutein.8
Molahidatidosa komplit mempunyai gambaran USG yang klasik yaitu
gambaran ekhoik berupa kumpulan massa solid dengan sejumlah ruang
anekoik. Tampak vesikel dengan diameter 1-30 mm dengan ukurannya
bertambah sejalan dengan usia kehamilan. Dengan adanya vili-vili kecil yang
tampak pada awal kehamilan, uterus mungkin nampak lebih homogen.8
Pada mola hidatidosa parsial, plasenta membesar dan terdapat lesi
anekhoik yang difus dan multipel. Fetus biasanya tidak bisa dipertahankan
atau abnormal serta memberikan gambaran triploid berupa malformasi
kongenital yang multipel dan retardasi pertumbuhan.8
4. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lain yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap, foto thoraks untuk melihat gambaran emboli udara atau metastase ke
paru, faal pembekuan dan pemeriksaan T3 dan T4 bila terdapat gejala
tirotoksikosis.1
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung
molanya. Tetapi, apabila gelembung mola telah keluar, biasanya sudah
terlambat karena pengeluaran gelembung biasanya disertai dengan perdaran
hebat dan keadaan umum pasien telah menurun.1

VI. DIAGNOSIS BANDING


Penyakit trofoblas gestasional harus dapat dibedakan dari kehamilan
normal atau ektopik. Ultrasonografi dan level β-hCG berguna untuk

20
meningkatkan keakuratan diagnosis. Analisis jaringan yang diperoleh dari dilatasi
dan kuretase dapat digunakan untuk histologi dan kandungan DNA.1,4,7
a. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batas digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada
pemeriksaan USG tampak daerah anekoik di dalam kavum uteri yang
bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi, sehingga dapat
disalahtafsirkan dengan kehamilan ganda. Daerah anekoik tersebut berasal
dari perdarahan subkorionik. Gambaran USG pada abortus inkomplit tidak
spesifik.1,4,7
b. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Dikatakan kehamilan ektopik
terganggu terjadi rupture ke rongga peritoneum. Nyeri perut bagian bawah
merupakan keluhan utama. Tanda penting lain adalahnya adanya perdarahan
per vaginam, serta pada pemeriksaan dalam vagina ditemukan nyeri dan
kavum Douglas menonjol. Sedangkan, amenore juga merupakn tanda penting
pada kehamilan ektopik.1
c. Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Untuk mempertimbangkan ketepatan diagnosis, haruslah dipikirkan
kemungkinan kehamilan kembar jika ditemukan hal-hal berikut : (1) besarnya
uterus melebihi lamanya usia kehamilan, (2) uterus bertambah besar lebih
cepat dari biasanya, (3) penambahan berat badan ibu yang mencolok yang
tidak disebabkan edema atau obesitas, (4) banyak bagian kecil yang teraba,
(5) teraba bagian terbesar janin, (6) teraba dua balotemen. Diagnosis pasti
dapat ditentukan dengan(1) terabanya 2 kepala, 2 bokong dan satu atau dua
punggung (2) terdengar dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan
perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut permenit (3) sonogram dapat

21
membuat diagnosis kehamilan kembar pada triwulan pertama (4) roentgen
foto pada abdomen.1,4,7

VII.PENATALAKSANAAN
Angka penyembuhan mola hidatidosa dapat mencapai 100%.
Penatalaksanaan mola hidatidosa tergantung pada kemampuan reproduksi
penderita. Pengelolaan mola hidatidosa terdiri dari:1
1. Perbaikan keadaan umum
Pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan
menghilangkan atau mengurangi preeklampsia dan tirotosikosis.1
2. Pengeluaran jaringan molahidatidosa
Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu:1
a. Kuretase
Bila diagnosis telah dikonfirmasi dan pemeriksaan darah lengkap, tes
fungsi hati dan ginjal, dan rontgen dada pre evakuasi telah diperoleh,
kehamilan mola harus dihentikan. Kuretase hisap adalah metode pilihan.
Aman, cepat dan efektif dalam hampir semua kasus. Oksitosin intravena harus
dimulai setelah sebagian jaringan telah dikeluarkan dan dapat dilanjutkan 24
jam pasca evakuasi jika perlu. Kuretase hisap dengan kuret terbesar mungkin
harus diikuti dengan kuret tajam lembut dan jaringan dari desidua basalis harus
diperiksa secara terpisah untuk studi patologis. Kuretase hisap dapat dengan
aman dilakukan bahkan ketika rahim dalam ukuran usia 28 minggu.
Kehilangan darah biasanya terjadi dalam jumlah sedang, tetapi kemungkinan
transfusi harus tetap dipersiapkan sebagai tindakan pencegahan. Bila mola
hidatidosa yang dievakuasi oleh kuret hisap berukuran besar (usia kehamilan
lebih dari 12 minggu), peralatan laparotomi harus siap tersedia. Histerotomi,
histerektomi atau ligasi arteri bilateral hipogastrikus mungkin diperlukan jika
perforasi atau perdarahan terjadi.2,4
Evakuasi jaringan mola dengan metode hisap lebih aman dan resiko
terjadinya perforasi lebih rendah dibandingkan dengan kuret biasa.4

22
b. Histerektomi
Jika tidak ada kehamilan lebih lanjut yang diinginkan, histerektomi
mungkin lebih disukai dibandingkan dengan kuret hisap. Ini adalah prosedur
logis pada wanita berusia 40 dan lebih tua, karena setidaknya sepertiga dari
wanita-wanita ini akan berkembang menjadi penyakit trofoblas gestasional
yang persisten.2,4
Setelah evakuasi jaringan mola hidatidosa, dilakukan pemeriksaan
histologi terhadap spesimennya dilanjutkan dengan injeksi oksitosin intravena
(drips) untuk membersihkan seluruh jaringan mola hidatidosa didalam uterus.
Pemberian sintrometrin (5 unit oksitosin dan 0,5 mg ergometrin) intravena juga
dilakukan untuk mengurangi terjadinya perdarahan.10
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Profilaksis kemoterapi setelah evakuasi mola hidatidosa tidak rutin
disarankan. Hanya 20% perempuan dengan mola hidatidosa yang berkembang
menjadi penyakit trofoblas ganas. Hal ini masih kontroversial, apakah
kemoterapi profilaksis (dengan methotrexate, actinomycin-D, atau
cyclophosphamide) setelah kehamilan mola hidatidosa lengkap harus
ditawarkan kepada pasien-pasien:2,5
a. Yang dianggap berisiko tinggi akan terjadi keganasan
b. Risiko tinggi penyakit trofoblas gestasional persisten (usia lebih dari 35
tahun, riwayat kehamilan mola sebelumnya, hiperplasia trofoblas)
c. Kadar β-hCG tinggi terkait dengan persisten mola hidatidosa selama dua
bulan setelah evakuasi.
d. Perdarahan rahim persisten, bahkan jika tidak ada bahan trofoblas yang
diperoleh dengan kuretase.
e. Bukti metastasis trofoblas (biasanya ke otak atau ke paru-paru)
Beberapa studi menunjukkan bahwa kejadian penyakit trofoblas
gestasional pasca mola hidatidosa mungkin akan menurun dengan kemoterapi
profilaksis. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan
apakah efek kegunaan kemoterapi sebanding dengan efek samping yang
ditimbulkan.2

23
4. Evaluasi kadar hormon β-hCG
Evaluasi serial kadar hormon β-hCG selama 2 tahun untuk memastikan
telah terjadi penyembuhan komplit dari penyakit trofoblas dan identifikasi
kasus yang berkembang menjadi keganasan, tetapi hal ini jarang terjadi. Jika
kehamilan terjadi, peningkatan β-hCG akan dikaburkan dengan perkembangan
penyakit keganasan.1
Langkah yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:5,11
 Pencegahan kehamilan minimal dalam 6 bulan dengan menggunakan
kontrasepsi hormonal.
 Pengambilan kadar β-hCG serum 48 jam setelah evakuasi mola sebagai
baseline dalam pemantauan, dimana kadar β-hCG dimonitoring setiap 1
minggu jika kadarnya masih tinggi. Hal ini penting untuk mendeteksi
adanya penyakit trofoblas yang persisten. Kadar β-hCG harus menurun
secara progresif hingga tidak terdeteksi.
 Pengukuran terhadap kadar β-hCG serial dilakukan setiap minggu hingga
dalam 4 minggu mencapai normal.
 Kadar β-hCG harus tetap rendah secara konstan dan tidak pernah
meningkat. Pada umumnya kadar β-hCG mencapai normal dalam waktu 8-
12 minggu pasca evakuasi mola. Selama kadarnya tetap rendah tidak
diperlukan intervensi.
 Jika dalam waktu 4 minggu kadar β-hCG telah mencapai normal dilanjutkan
dengan pemeriksaan serial setiap bulan selama 6 bulan.
Perlu dicurigai kemungkinan keganasan jika kadar β-hCG serum berada
dalam fase plateu atau terjadi peningkatan. Kemoterapi bukan merupakan
indikasi jika kadar β-hCG terus menurun. Peningkatan atau fase plateu yang
persisten membutuhkan evaluasi adanya penyakit trofoblas persisten dan
biasanya memerlukan penanganan lanjutan. Jika β-hCG telah menurun dalam
kadar normal, dilakukan pengukuran lanjutan tiap bulan selama 6 bulan. Jika
tidak terdeteksi, pemantauan dapat dihentikan dan diperbolehkan untuk hamil.

24
Kecurigaan adanya keganasan pada keadaan berikut:3,12
 Peningkatan kadar serum β-hCG selama 2 minggu (diambil dalam
interval 3x)
 Kadar β-hCG lebih dari 100.000mlU/mm
 Hasil diagnosis jaringan adalah koriokarsinoma
 Kegagalan serum β-hCG mencapai kadar normal
 Adanya tanda metastasis
 Peningkatan serum β-hCG setelah mencapai kadar normal sebelumnya
Istirahatkan pelvis direkomendasikan selama 2-4 minggu setelah
evakuasi dari uterus dan pasien disarankan untuk tidak hamil selama 6 bulan.
Kontrasepsi yang efektif disarankan selama periode ini.9
Tujuan pemberian kontrasepsi pada penderita mola yaitu mencegah
kehamilan baru dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat
mempengaruhi kadar β-hCG sehingga dapat mengaburkan follow up terhadap
kadar β-hCG tersebut karena peningkatan kadar β-hCG pada kehamilan normal
tidak dapat dibedakan dengan PTG persisten. Penderita pasca mola disarankan
untuk tidak hamil selama 1 tahun untuk menghindari kesalahan interpretasi
adanya perkembangan keganasan.10
Kehamilan baru pasca evakuasi mola dapat mengacaukan pemantauan
terhadap kadar β-hCG serial, maka sangat dianjurkan para penderita mola
untuk menggunakan alat kontrasepsi selama monitoring tersebut. AKDR tidak
dapat digunakan sebelum terjadinya remisi kadar β-hCG karena dapat
meningkatkan resiko terjadinya perforasi jika terdapat tumor. Penggunaan
kontrasepsi barier maupun kontrasepsi hormonal harus direkomendasikan
pasca evakuasi serta selama pemantauan kadar β-hCG. Beberapa data
menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral sebelum terjadinya penurunan
kadar β-hCG dihubungkan dengan peningkatan angka kejadian tumor setelah
mola sebelumnya bila dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan
kontrasepsi oral. Namun, beberapa studi acak mengatakan bahwa tidak ada
peningkatan resiko pasien pasca mola pada pasien yang menggunakan
kontrasespi oral.12

25
Interval penggunaan kontrasepsi yang efektif dianjurkan selama follow-
up kadar β-hCG, yakni 6 sampai 12 bulan. Mengenai pemberian kontrasepsi
oral, ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak mengatakan
bahwa pil kombinasi, disamping dapat menghindarkan kehamilan juga dapat
menahan LH dari hipofisis sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan β-hCG.
Pihak lain menentangnya justru karena estrogen dapat mengaktifkan sel-sel
trofoblas ganas.1

VIII. PROGNOSIS
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung, atau tirotosikosis. Di Negara maju kematian karena mola hidatidosa
hampir tidak ada lagi. Akan terapi, di Negara berkembang masih cukup tinggi,
yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan sehat jika
jaringan dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemeudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase keganasan
yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%.1

3.2 ANEMIA
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau
hemoglobin (protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun.13
Secara fisiologi, harga normal hemoglobin bervariasi tergantung
umur, jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh
karena itu, perlu ditentukan batasan kadar hemoglobin pada anemia.13

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dL)


Anak 6 bulan – 6 tahun <11

26
6 tahun – 14 tahun <12
Wanita dewasa <12
Laki-laki dewasa <13
Dewasa
Ibu hamil <11

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :13,14


1) Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi
tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam
amino, serta gangguan pada sumsum tulang.
2) Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah
merah dalam sirkulasi.
3) Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan
menjadi tiga jenis anemia:13,14
1) Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 –
31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.
2) Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada
anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada
anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia
makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia).
3) Anemia mikrositik hipokrom

27
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73
fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
a. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
b. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
c. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

BAB IV

28
ANALISA KASUS

I. DIAGNOSIS
Seorang wanita G2P1A0 berusia 38 tahun datang ke IGD KB RSUD Andi
Makassau dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir. Awalnya berupa bercak
dan dirasakan semakin banyak. Sudah dialami 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengeluhkan sering merasa mual dan muntah sehingga pasien
mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami penurunan berat badan. Pasien
mengaku telah hamil 2 bulan. BAB biasa, BAK lancar. Tidak ada riwayat trauma
sebelumnya. Riwayat minum obat SMRS tidak ada. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi, diabetes, dan tidak memiliki riwayat alergi serta penyakit
asma. HPHT: 10 – 02 – 2018, TP: 17-11-2018, UK: 10-11 minggu.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan tanda-tanda vital Tekanan darah 120/80
mmHg, Nadi 80 x/ menit, Pernafasan 20 x/ menit dan Suhu 36,5 0C. Pasien tampak
anemis. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU setinggi pusat, teraba massa
tekan, portio tebal dan lunak, OUE/OUI tertutup, serta didapatkan pelepasan
darah.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, adanya keluhan perdarahan
pervaginam yang cukup banyak disertai dengan adanya keluhan mual dan muntah
serta ukuran uterus yang berkembang lebih besar dari usia kehamilan, namun
tidak terdeteksi denyut jantung janin dan OUE/OUI yang tertutup mengarah
kepada gejala Mola hidatidosa.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar B-HCG >
1.000.000 mIU/mL, penurunan kadar eritrosit 3,98 x 106/µl dan penurunan kadar
hemoglobin yaitu 9,1 g/dl. Dari pemerikssaan USG kesan yang didapatkan adalah
terdapat Mola hidatidosa.
Berdasarkan uraian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diatas, maka diagnosa pasien ini mengarah pada Mola hidatidosa +
anemia. Adanya diagnosa banding yaitu abortus iminens, kehamilan ektopik dan
gravid gemelli dapat disingkirkan baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik, maupun
pemeriksaan penunjang. Adapun, faktor risiko yang mungkin terdapat pasien

29
adalah defisiensi protein. Melihat dari status gizi pasien yang termasuk kurang.
Karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
perempuan dari golongan sosioekonomi rendah.

II. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan Mola hidatidosa adalah memperbaiki keadaan
umum pasien dan mengeluarkan jaringan mola. Keadaan umum pasien termasuk
stabil, walaupun Hb pasien rendah tetapi tidak memerlukan transfuse darah.
Sehingga, tindakan operatif berupa kuretase dapat segera dilaksanakan.
Penanganan sebelum operatif yang dilakukan berupa pemasangan
laminaria untuk mendilatasi serviks yang tertutup, sehingga alat kuretase dapat
masuk mengeluarkan jaringan mola yang terdapat di dalam uterus. Persiapan
darah perlu dilakukan untuk kemungkinan terjadinya perdarahan hebat yang dapat
menyebabkan syok hipovolemik pada pasien selama tindakan operatif
berlangsung.
Tindakan operatif berupa kuretase bertujuan untuk mengeluarkan
jaringan mola di dalam uterus, yang kemudian dilanjutkan dengan terapi
medikamentosa seperti antibiotika, analgetika, dan uterotonika. Yang
terpenting setelah tindakan kuretase tersebut adalah observasi dua jam
setelahnya untuk monitoring vital sign sehingga adanya komplikasi seperti
perdarahan ringan sampai berat, infeksi, dan kelainan fungsi pembekuan
darah dapat dihindari.
Terapi non medikamentosa yang diberikan berupa edukasi untuk
kembali memeriksakan kesehatannya sehingga kadar β-hCG dapat
dipantau dan ditentukan penanganan dan rencana pemeriksaan selanjutnya.
Diberitaukan kepada pasien untuk segera datang jika kembali terjadi
perdarahan atau perut kembali membesar. Serta, menyarankan untuk
makan makanan tinggi protein dan karbohidrat untuk memperbaiki
keadaan gizinya.

30
BAB V
KESIMPULAN

1. Mola hidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblastik gestasional


yang paling sering terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya proliferasi
abnormal dari jaringan trofoblas yang berkembang menjadi ganas
2. Beberapa teori yang dianggap menjadi etiologi dari molahidatidosa antara
lain; Teori missed abortion, teori neoplasma Park, Teori dari Acosta sison dan
teori consaguity
3. Manifestasi klinis yang timbul dari molahidatidosa adalah penderita
mengalami keterlambatan haid, Terdapat keluhan mual dan muntah yang
lebih nyata. Perdarahan pervaginam dapat bervariasi, mulai spotting hingga
perdarahan berat yang dapat menyebabkan syok. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan perkembangan uterus lebih cepat dari perkiraan usia kehamilan.
Konsistensi uterus lebih lunak, dan tidak terdeteksi denyut jantung janin.
4. Diagnosis molahidatidosa yaitu selain dengan pemeriksaan fisis didapatkan
kadar β-hCG yang meningkat dibandingkan pada kehamilan normal. Perlu
dicurigai adanya mola hidatidosa jika terjadi peningkatan serum β-hCG lebih
dari 100.000 IU/L.
5. Penatalaksanaan molahidatidosa meliputi perbaikan keadaan umum, tanda
vital kemudian pengeluaran jaringan mola melalui kuretasi ataupun
histerektomi. Kemudian terapi dengan evaluasi kadar βhCG selama 2 tahun.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT.


Bina Pustaka. Hal 488-490
2. Tricia ME, O'Quinn AG. Gestational Throphoblastic Diseses. In DeCherney
AH, Nathan L, editors. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis &
Treatment. 9th ed. Los Angeles: McGraw-Hill Companies; 2003. p. 586-90
3. See HT, Freedman RS, Kudelka AP, Kavanagh JJ. Gestational Trophoblastic
Disease. In Eifel PJ, Gershenson DM, Kavanagh JJ, Silva EG, editors.
Gynecologic Cancer. New York: Springer Science Bussiness Media; 2006. p.
226-233
4. Savage P, Seckl M. Trophoblast Disease. In Edmonds K, editor. Dewhurst's
Textbook of Obstetrics & Gynaecology. Los Angeles: Blackwell Publishing;
2007. p. 117-123
5. Cunningham FG, Hauth JC, Leveno KJ, Gilstrap L, Bloom SL, Wendstrom
KD. Williams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGrawHill Company; 2005
6. Rachimhadhi T. Pembuahan, Nidasi, dan Plasentasi. In Rachimhadhi T,
WWiknjosastro GH, Saifuddin AB, editors. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. p. 143-146.
7. Fisher RA, Sebire NJ. Gestational Trophoblastic Disease. In Moffett A, Loke
C, McLaren A. Biology and Pathology of Tropoblast. New York: Cambridge
University Press; 2006. p. 74-78
8. Brant WE. Obstetric Ultrasound. In Brant WE, Helms CA. Fundamentals of
Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p.
982
9. Pernoll ML. Benson & Pernoll's Handbook of Obstetrics & Gynecology. 10th
ed. New York: McGraw-Hill; 2001
10. Fairley DH. Lecture Notes Obstetrics and Gynaecology London: Blackwell
Publishing; 2004
11. Moore LE. Hydatidiform Mole. Medscape Reference. [Online]; Feb 16, 2018
[cited 2018 May 25. Available from: www.medicine.medscape.com/article
12. Berkowitz RS, Goldstein DP. Presentation and Management of Molar
Pregnancy. [Online].; 2011 [cited 2018 May 25. Available from:
www.nejm.com
13. American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008
14. Hardisman. The Indonesian Journal of Medical Education. 2013
x

32
x

33

Anda mungkin juga menyukai