Anda di halaman 1dari 42

INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

Gonococcus, Sifilis patogenesis mikroorganisme, LGV, Chancroid

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah


Bakteriologi Klinik

Oleh :

Siti Rohmah (P17334118067)

Chika Meisilia (P17334118069)

Dita Gustina (P17334118077)

Kelas D3 - II B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

CIMAHI

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS): Gonococcus, Sifilis patogenesis
mikroorganisme, LGV, Chancroid ”. Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Bakteriologi Klinik.

Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan hormat dan terima kasih
kepada dosen Bakteriologi Klinik atas segala bimbingannya dalam proses belajar
mengajar serta kepada orang tua penulis yang telah memberikan semangat, dukungan
dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih


jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Cimahi, Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan.............................................................................................2
1.4 Manfaat penulisan...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Infeksi Menular Seksual.................................................................................3
2.1.1 Pengertian................................................................................................3
2.1.2 Kelompok beresiko tinggi.......................................................................4
2.1.3 Macam-macam Infeksi Menular Seksual................................................5
2.2 Gonococcus.....................................................................................................6
2.2.1 Pengertian................................................................................................6
2.2.2 Klasifikasi................................................................................................7
2.2.3 Morfologi.................................................................................................9
2.2.4 Struktur Antigen....................................................................................11
2.2.6 Pemeriksaan N.gonnorhoe di laboratorium...........................................11
2.3 Sifilis mikroorganisme patogen....................................................................14
2.3.1 Pengertian dan etiologi..........................................................................14
2.3.2 Klasifikasi..............................................................................................15
2.3.3 Struktur sel, Reproduksi & Penularan...................................................15
2.3.4 Gejala klinis...........................................................................................17
2.3.5 Diagnosis...............................................................................................21
2.4 Limfogranuloma vererum.............................................................................24
2.4.1 Pengertian..............................................................................................24

ii
2.4.2 Klasifikasi..............................................................................................25
2.4.3 Morfologi...............................................................................................25
2.5 Chancroid......................................................................................................30
2.5.1 Pengertian..............................................................................................30
2.5.2 Klasifikasi..............................................................................................31
2.5.3 Sifat-sifat H.ducreyi...............................................................................32
2.5.4 Gambaran klinis.....................................................................................32
2.5.5 Pemeriksaan laboratorium.....................................................................32
BAB III.......................................................................................................................32
3.1 Kesimpulan...................................................................................................32
3.2 Saran.............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Infeksi menular seksual (IMS) yang disebut juga penyakit menular
seksual (PMS) adalah infeksi yang menular lewat hubungan seksual baik
dengan pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-
ganti pasangan. Infeksi menular seksual merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang menonjol di sebagian besar wilayah dunia.

World Health Organisation (WHO) memperkirakan setiap tahun


terdapat 350 juta penderita baru penyakit IMS di negara berkembang seperti
Afrika, Asia, Asia Tenggara, Amerika Latin. Di negara industri prevalensinya
sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensinya masih
tinggi. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan prevalensi
penderita IMS masih sangat tinggi yaitu berkisar antara 7,4 – 50 % (Yuwono,
2007).

Dengan perkembangan di bidang sosial, demografi, serta


meningkatnya migrasi penduduk, populasi beresiko tinggi tertular IMS akan
meningkat pesat. Beban terbesar akan ditanggung negara berkembang, namun
negara maju pun dapat mengalami beban akibat meningkatnya IMS. IMS
menempati peringkat 10 besar alasan berobat di banyak negara berkembang,
dan biaya yang dikeluarkan dapat mempengaruhi pendapatan rumah tangga.
Pelayanan untuk komplikasi atau sukele IMS mengakibatkan beban biaya
yang tidak sedikit.

Jumlah kasus IMS di kota Bandar Lampung yang dilaporkan oleh


Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung pada tahun 2010 terdiri dari

1
gonorhoe sebanyak 76 kasus, sifilis sebanyak 9 kasus, serta IMS jenis lainnya
sebanyak

2
2

355 kasus. Laporan kasus dari Januari-Maret 2011 terdiri dari gonorhoe
sebanyak 17 kasus, servisitis sebanyak 30 kasus, sifilis sebanyak 2 kasus,
serta IMS jenis lainnya sebanyak 159 kasus.

Berdasarkan hal diatas, penulis menetapkan judul makalah tentang


Infeksi Menular Seksual mengenai Gonococcus, Sifilis patogenesis
mikroorganisme, LGV, Chancroid.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat penulis rumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1) Apa yang dimaksud dengan Infeksi menular seksual?
2) Apa saja bakteri yang dapat menyebabkan Infeksi menular seksual?
3) Bagaimana gejala klinik penyakit IMS oleh bakteri?
4) Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan terhadap setiap bakteri
penyebab IMS?

1.3 Tujuan penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui apa itu Infeksi Menular Seksual (IMS).
2) Untuk mengetahui bakteri yang dapat menyebabkan Infeksi Menular
Seksual (IMS).
3) Untuk mengetahui bagaimana gejala klinik penyakit IMS oleh bakteri.
4) Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan pemeriksaan yang dilakukan
terhadap setiap bakteri penyebab IMS.

1.4 Manfaat penulisan


Adapun manfaat penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
2. Secara praktis untuk mengetahui bakteri penyebab IMS, pengendaliannya
dan pemeriksaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Menular Seksual


2.1.1 Pengertian
Penyakit Kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal di Indonesia.
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan istilah tersebut sudah tidak
digunakan lagi dan dirubah menjadi Sexually Transmitted Disease (STD) atau
Penyakit Menular Seksual (PMS). Sejak tahun 1998, istilah STD berubah
menjadi Sexually Transmitted Infection (STI) agar dapat menjangkau penderita
asimptomatik (Daili et al., 2011).

Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang ke
orang lainnya melalui hubungan seksual. Meskipun demikian tidak berarti bahwa
semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi beberapa ada juga yang
ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk termometer dan
sebagainya. Selain itu penyakit ini juga dapat ditularkan kepada bayi dalam
kandungan (Djuanda, 2011).

IMS adalah infeksi yang penularannya kebanyakan melalui hubungan


seksual baik oral, anal, maupun vagina. Meskipun begitu penularan IMS dapat
juga menular dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui
produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang - kadang dapat
ditularkan melalui alat kesehatan. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa
jamur, virus, bakteri, dan parasit (Widyastuti, 2009).

Penyakit IMS disebabkan oleh lebih dari 30 bakteri yang berbeda, virus
dan parasit dan terutama tersebar melalui kontak seksual, termasuk vagina, anal,
dan oral seks. Pada umumnya seseorang tidak sadar dirinya menderita IMS
karena sifat asimptomatik atau tidak menunjukkan gejala khusus.

3
4

Penyakit ini mempunyai pengaruh yang besar pada kesehatan seksual dan
reproduksi di seluruh dunia dan juga termasuk 5 penyakit yang pelayanan
kesehatannya dicari masyarakat untuk untuk mengobati IMS tersebut. Namun,
ketika gejala yang timbul pada seseorang, perasaan malu, stigmatisasi ataupun
keduanya membuat banyak individu yang terkena IMS mencari pengobatan di
luar pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan tradisional, pengobatan mandiri
dengan altenative atau obat bebas di pasaran, bahkan tidak berobat sama sekali.

2.1.2 Kelompok beresiko tinggi


Dalam Infeksi menular seksual (IMS) yang dimaksud dengan perilaku
resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai resiko
besar terserang penyakit tersebut.

1. Yang tergolong kelompok resiko tinggi adalah :


1) Usia
a. 20 – 34 tahun pada laki – laki
b. 16 – 24 tahun pada wanita
c. 20 – 24 tahun pada pria dan wanita
2) Pelancong
3) PSK (Pekerja Seks Komersial)
4) Pecandu narkotik
5) Homo seksual.
2. Tanda dan gejala
Gejala infeksi menular seksual (IMS) di bedakan menjadi:
1) Perempuan
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus,
mulut atau bagian tubuh ang lain, tonjolan kecil – kecil, diikuti luka
yang sangat sakit disekitar alat kelamin.
b. Cairan tidak normal yaitu cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan,
kehijauan, berbau atau berlendir.
5

c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu IMS pada wanita biasanya
tidak menyebabkan sakit atau burning urination.
d. Tonjolan seperti jengger ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin.
e. Sakit pada bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang hilang muncul
dan tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi
saluran reproduksi infeksi yang telah berpindah kebagian dalam
sistemik reproduksi, termasuk tuba fallopi dan ovarium).
f. Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin.
2) Laki – laki
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus,
mulut atau bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil – kecil , diikuti
luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin.
b. Cairan tidak normal yaitu cairan bening atau bewarna berasal dari
pembukaan kepala penis atau anus.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu rasa terbakar atau rasa sakit
selama atau setelah urination.
d. Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di
kantong zakar.

2.1.3 Macam-macam Infeksi Menular Seksual


1. Bakteri Neisseria gonorrhoeae Uretritis, epididimitis,
servisitis, proktitis,
faringitis, konjuntivitis,
Barthoholinitis
Chilamydia trachomatis Uretritis, epididimitis,
Mycoplasma hominis servisitis proktitis,
Ureaplasma urealyticum salpingitis,
limfofranuloma venerum
6

(hanya C. trachomatis)
Treponema palladium Sifilis
Gardnerella vaginalis Vaginitis
Donovania granulomatis Granuloma Inguinale
2. Virus Herpes simplex virus Herpes genitalis
Herpes B virus Hepatitis fulminan akut
dan kronik
Human papiloma virus Kondiloma akuminata
Molluscum contaginosum Moloskum kontangiosum
Virus Human AIDS (Acquired Immune
immuinodeficiency virus Deficiency Syndrome)
3. Protozoa Trichomonas Vaginitis,uretritis,blasnitis
vaginalis
4. Fungus Candida albicans Vulvaginits, blanitis
balanopostitis
5. Ekstroparasit Phthirus pubis Pedikulosis pubis
Sarcoptes scabiei Scabies
var. hominis
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5 (Daili, 2009)

Berikut beberapa bakteri penyebab Infeksi Menular Seksual :


2.2 Gonococcus
2.2.1 Pengertian
Gonorhoe adalah penyakit bernanah yang sagat menular. Sering kali
disebut pula uretritis spesifik (radang aliran kandung kemis khusus). Gejala
penyakit ini tergantung pada situs infeksi, jenis kelamin dan umur korban,
lamanya menderita infeksi, serta terjadinya penyebab sel-sel bakteri
penyebab.
7

Pada laki-laki gonorea menyebabkan uretritis (infeksi pada uretra,


yaitu saluran tempat lewatnya air seni dari kandung kemih ke luar tubuh) akut.
Tanda pertama dapat berupa rasa panas mendadak pada waktu kencing dan
keluarnya cairan bernanah pada 2-8 hari setelah tereksposi (kental, putih
kekuningan atau kuning, kadang-kadang mukoid atau mukopurulen, eritema
dan atau edema pada meatus).
Pada wanita biasanya terjadi infeksi pada uretra dan mulut rahim. Hal
ini dapat menyebabkan rasa sakit pada waktu kencing dan keluarnya cairan
dari vagina, walaupun kebanyakan wanita (cukup banyak pria) tidak
memperlihatkan gejala yang kentara pada infeksi dini. Infeksi tanpa gejala
semacam itu. mungkin merupakan suatu sebab bagi penyebaran penyakit ini.
Penyakit ini terutama menyerang saluran kemih kelamin. Namun,kontaminasi
pada bayi, waktu dilahirkan dapat menimbulkan radang selaput mata
gonokokal, yang mempengaruhi mata. Dapat juga timbul berbagai komplikasi
gonorea diantaranya adalah endokarditis (radang pada lapisandalam jantung)
dan meningitis (radang selaput otak).

2.2.2 Klasifikasi
Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Beta Proteobacteria

Ordo : Neisseriales

Familia : Neisseriaceae

Genus : Neisseria

Spesies : Neisseria gonorrhoeae


8

Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan


gonore menjadi 4 golongan yaitu:

1) Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal


Infections. Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini
adalah infeksi gonokokal urogenital (serviks, uretra dan rektum),
faring dan gonokokal konjungtivitis

2) Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal Infections.


Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan munculnya lesi pada
kulit, arthritis dan seringkali komplikasi perihepatitis, endokarditis
dan meningitis.
9

3) Infeksi gonokokal pada neonatus/ Gonococcal Infections Among


Neonates. Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu
hamil yang terinfeksi dikarenakan dapat mengakibatkan ophtalmia
neonatorum/ infeksi konjungtivitis pada bayi baru lahir sehingga
terjadi kebutaan pada bayi baru lahir. Infeksi gonokokal pada
neonatus terdiri dari ophtalmia neonatorum dan gonococcal scalp
abscesses.

4) Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/ Gonococcal Infections Among


Infants and Children. Golongan klasifikasi ini sama dengan golongan
infeksi gonokokal non komplikasi dan infeksi gonokokal diseminasi,
tetapi golongan ini dibuat untuk memberikan panduan pengobatan
yang lebih efektif berdasarkan usia.

2.2.3 Morfologi
Gonorhoe adalah infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N. gonorrhoeae), suatu diplokokus gram negatif. Pada tahun 1879, N.
gonorrhoeae ditemukan oleh Neisser dengan pulasan sediaan hapusan dari
eksudat uretra, vagina dan konjungtiva. Transmisi penyakit gonorhoe terjadi
melalui inokulasi langsung dari sekresi mukosa yang terinfeksi pada satu
tempat ke tempat lainnya melalui kontak genital-genital, genital-anorektal,
10

oro-genital, atau dari ibu yang terinfeksi ke bayinya pada proses persalinan
(Sparling, 2008).

 Gonokokus adalah diplokokus gram negatif


 Tidak bergerak dan tidak berspora
 Memiliki kapsul
 Bentuk dari gonokokus menyerupai biji kopi dengan lebar 0,8 µ dan
panjang 1,6 µ yang secara karakteristik tumbuh berpasangan dan
bagian yang berdekatan adalah datar (rata)
 Gonokokus bersifat anaerob obligat, tidak tahan lama diudara bebas,
cepat mati pada keadaan kering
 Tidak tahan zat desinfektan
 Hidup optimal padasuhu 25,5ºC dan pH 7,4. Untuk pertumbuhan
optimal diperlukan kadar CO2 2-10%
 Menghasilkan oksidase
 Bersifat mikroaerofilik (Sparling, 2008).

Penentuan tipe gonokokus secara morfologi didasarkan pada dua hal,


yang pertama berdasarkan bentuk koloni yang terjadi bila gonokokus
dibiakkan pada 8 media agar jernih, dan yang kedua berdasarkan opasitas
koloni.

Berdasarkan bentuk koloni gonokokus dibagi menjadi empat tipe.


Koloni berbentuk kecil, cembung dan berkilau terdiri dari dua tipe yaitu tipe 1
dan tipe 2, koloni ini memiliki pili (piliated) dan ditandai dengan P+.
Sedangkan koloni berbentuk besar dan datar juga dibagi menjadi dua tipe
yaitu tipe 3 dan tipe 4, tidak memiliki pili (nonpiliated) dan ditandai dengan
P-. Dalam penelitian in vitro didapatkan koloni P+ bersifat virulen sedangkan
koloni P- mengalami penurunan kemampuan untuk menimbulkan infeksi.
Beberapa koloni memiliki kemampuan mengalami konversi dari P + menjadi
11

Patau sebaliknya beberapa koloni P – dapat mengalami konversi menjadi P+


(Sparling, 2008; Criss dkk, 2005)

Berdasarkan opasitasnya, koloni dibagi menjadi koloni yang opak


(Op) tampak lebih gelap dan bergranuler bila dibandingkan dengan koloni
yang transparan (Tr). Dasar biokimia perbedaan antara koloni Op dan Tr
adalah adanya variasi ekspresi famili protein membran luar yang disebut
protein II (P II), yang saat ini dikenal dengan istilah Opa. Koloni Op terdiri
dari sel-sel yang menunjukkan Opa sedangkan Tr mengandung sel-sel yang
tidak mengandung Opa (Sparling, 2005; Simms dan Jerse, 2006).

2.2.4 Struktur Antigen


Secara serologik gonokokus bersifat heterogen. Gonokokus memiliki
polisakarida nukleoprotein. Juga memiliki kapsul yang terlihat jika diwarnai
dengan pewarnaan negatif. Beberapa kekhasan imunologis terdapat pada
protein kompleks selaput luar kuman.

2.2.5 Kekebalan
Kuman mati oleh pemanasan, pengeringan, dan antiseptik. Peka terhadap
sulfonarnida, penisilin dan antibiotika lain

2.2.6 Pemeriksaan N.gonnorhoe di laboratorium


Spesimen : Vagina secreet, urethra secreet, urin, pus dari mata.

Media yang digunakan :

 Agar coklat (G.C.Agar)


 Agar coklat Thayer Martin
 Cystine trypticase agar (CTA)
 Agar Darah

Cara pemeriksaan :
12

1. Spesimen dibuat smear, dicat gram untuk dicari adanya gram (-)
diplokokus, bentuk biji kopi, intra dan ekstraseluler.

Gambar 4 N.gonnorhoe Iin Gram stain

2. Bahan pemeriksaan ditanam pada agar coklat, agar coklat Thayer Martin
dan agar darah sebagai control. Lalu dieramkan pada suhu 35- 37 derajat
celcius selama 2 malam dengan tambahan CO2 (2-10 %) didalam
eksikator yang didalamnya terdapat kapas basah agar lembab. Atau
menyalakan lilin dalam eksikator apabila lilin mati berarti O 2 telah habis
terbakar, CO2 yang tercapai kira-kira 2 %. Agar darah di tanam seperti
biasa jika tumbuh berarti Neisseria apatogen.

Pada agar coklat dan Thayer Martin setelah tumbuh tampak koloni bulat
diameter 2-3 mm, jernih mengkilap.

3. Uji oksidasi : Reagen HCL-tetrametil-finildiamin 1% dengan hati-


hati diteteskan diatas koloni bakteri. Bila tes positif maka koloni berubah
mula-mula merah jambu kemudian menjadi ungu dan hitam setelah
kurang lebih 5 menit.
13

Gambar 5. Uji oksidasi pada N.gonnorhoe


4. Uji Biokimia : Ditanam pada media gula-gula yaitu glukosa, laktosa,
maltosa, sukrosa dan Nutrient agar.

Tabel 1. Hasil uji biokimia

5. Tes betalaktamase
14

Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna
koloni dari kuning menjadi merah
6. Tes thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi ke dalam 2
gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua.
Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas
kedua tampak jernih.

 Catatan:

1) Sebagai transport media dapat digunakan stuart medium atau Transgrow


medium.
2) Oxidatie test

Koloni pada media plate atau tube ditetesi dengan 0,5-1% larutan
barutetramethyl paraphenilen diamine hidrochloride.

Oxidatie test positif : bila koloni berwarna merah muda menjadi


ungu dan hitam beberapa saat kemudian.

Oxidatie test negatif : bila koloni tidak berubah warnanya.

Bakteri yang menunjukkan oxidatie test positif antara lain golongan


Neisseria, Vibrio cholera, Bacillus anthraxis, Bacillus subtulis dan
Pseudomonas aeruginosa.

2.3 Sifilis mikroorganisme patogen


2.3.1 Pengertian dan etiologi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema
pallidum. Penyakit ini merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik.
Perjalanan penyakit ini dapat menyerang seluruh tubuh, memiliki masa laten
15

tanpa manifestasi lesi tubuh, dan dapat ditularkan oleh ibu kepada bayi di dalam
kandungan (Hutapea, 2011).

Treponema pallidum sebagai penyebab dari penyakit sifilis ditemukan


oleh Schaudinn dan Hoffman pada tahun 1905. Bakteri ini merupakan bakteri
gram negatif dan termasuk kedalam ordo spiroehaetales, berbentuk spiral teratur
dengan lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang 6-15 µm, terdiri atas 8-24 lekukan.
Bakteri ini aktif bergerak, berotasi 90o dengan cepat disekitar endoflagelnya
bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya lancip. Membiak secara
pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Spiralnya sangat
tipis sehingga tidak dapat dilihat secara langsung kecuali menggunakan
pewarnaan imunofluoresensi atau iluminasi lapang gelap dan mikroskop elektron
(Ratna, 2009).

Gambar 6. Sifilis

2.3.2 Klasifikasi

Gambar 7. Treponema pallidum

Kingdom : Eubacteria

Filum : Spirochaetes
16

Kelas : Spirochaetes

Ordo : Spirochaetales

Familia : Treponemataceae

Genus : Treponema

Spesies : Treponema pallidum

2.3.3 Struktur sel, Reproduksi & Penularan


Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam,
dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian
luar. Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam
ruang periplasmik, antara dua membran. Organel ini yang menyebabkan
gerakan tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol
(Corkscrew). Filamen flagel memiliki sarung/selubung dan struktur inti yang
terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga
memiliki filamen sitoplasmik, disebut juga dengan fibril sitoplasmik. Filamen
bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein intramembran
membran bagian luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang
rendah ini diduga menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari
respons imun pejamu (Muliawan, 2008).

Gambar 8. Struktur sel Treponema pallidum


17

Treponema pallidum memperbanyak diri dengan cara membelah diri


secara transversal di dalam tubuh hospes maupun pada hewan coba.
Treponema pallidum yang patogen tidak dapat dibiakkan pada media buatan
atau pada perbenihan jaringan ataupun embryonated egg walaupun
diinkubasikan pada suasana anaerob. Treponema pallidum yang patogen
hanya dapat dibiakkan pada testis kelinci dengan waktu pembelahan
(generation time) sekitar 30 jam.

Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi yang infeksius.


Treponema masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang
mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, lalu masuk ke dalam pembuluh
darah, dan'diedarkan keseluruh tubuh. Sekitar 3 minggu (10 s/d 90 hari)
setelah bakteri masuk, di tempat masuk pada tubuh timbul lesi primer berupa
luka (Hutapea, 2011). Penyakit sifilis yang tidak segera diobati akan menjadi
sifilis primer, sekunder, laten dini dan sifilis tingkat lanjut.

2.3.4 Gejala klinis

Gambar 9. Gejala sifilis


1. Sifilis Primer (SI)
Dalam waktu 3 minggu setelah kontak terjadi, tanda klinis yang pertama
akan timbul adalah tukak. Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia
eksterna. Jumlah tukak biasanya hanya satu, tapi terkadang juga dapat
18

multiple. Lesi awal yang terjadi biasanya berupa papul yang merigalami erosi,
teraba keras karena terdapat indurasi. Lesi awal sifilis berupa papul yang
muncul di daerah genitalia kisaran tiga minggu setelah kontak seksual. Papul
membesar dengan ukuran 0,5 – 1,5 cm kemudian mengalami ulserasi,
membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm,
tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi
dapat juga multipel. Hampir sebagian besar disertai pembesaran kelenjar
getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral.
Permukaannya biasanya tertutup krusta dan dapat terjadi ulserasi. Jika
tidak disertai dengan bakteri lain maka bentuknya akan lebih khas dan tidak
terasa nyeri. Pada pria biasanya selalu disertai dengan pembesaran kelenjar
limfe inguinal medial unilateral belateral, sedangkan pada wanita tukak jarang
terlihat pada genitalia eksterna, karena lesi sering pada serviks atau vagina
wanita. Pemeriksaan serologi pada stadium ini sudah reaktif. Tanpa
pengobatan lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 3 sampai 6 pekan.

2. Sifilis Sekunder (S II)


Biasanya S II timbul setelah 6-8 minggu sejak SI dan sepertiga dari
kasus masih disertai SI. Manifestasi akan timbul pada beberapa minggu atau
bulan, muncul gejala sistemik berupa demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise, sakit kepala, adenopati, dan lesi kulit atau mukosa. Lesi sekunder
yang terjadi merupakan manifestasi penyebaran Treponema pallidum secara
hematogen dan limfogen.
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada
kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris, dapat
berupa makula, papula, folikulitis, papuloskuamosa, dan pustul, jarang disertai
keluhan gatal. Lesi dapat ditemukan di trunkus dan ekstermitas, termasuk
telapak tangan dan kaki. Papul biasanya merah atau coklat kemerahan, diskret,
19

diameter 0,5 – 2 cm, umumnya berskuama tetapi kadang licin. Lesi


vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital.
Kelainan kulit :
a. Makula yang berwarna merah terang yang disebut roseola sifilitika,
dengan distribusi menyebar hampir diseluruh tubuh tanpa rasa gatal.
b. Papula dengan berbagai bentuk dan variasi.
c. Papulaskuamosa seperti psoriasis (psoriasis sifilitika), papulakrustosa
seperti frambusia (frambusia sifilitika).
d. Pustule, biasanya bersifat destruktif dan timbul pada keadaan umum yang
buruk.
Kelainan pada selaput lendir berupa mucous patch, berbentuk bulat,
kemerahan dan dapat menjadi ulkus. Biasanya terdapat pada mukosa bibir,
pipi, laring, tonsil, dan dapat juga pada mukosa genitalia. Diagnosis sifilis
sekunder cukup sulit. Pada umumnya diagnosis ditegakkan berdasarkan
kelainan khas lesi kulit sifilis sekunder ditunjang pemeriksaan serologis.
1) Sifllis Laten
Sifilis laten merupakan stadium sifllis tanpa gejala klinis, akan tetapi
pemeriksaan serologis positif. Sifilis laten yaitu apabila pasien dengan
riwayat sifilis dan pemeriksaan serologis reaktif yang belum mendapat
terapi sifilis dan tanpa gejala atau tanda klinis. Sifilis laten terbagi menjadi
dini dan lanjut, dengan batasan waktu kisaran satu tahun. Dalam
perjalanan penyakit sifilis akan melalui tingkat laten, selama bertahun-
tahun atau seumur hidup. Tetapi bukan bearti penyakit akan berhenti pada
tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis tersier.

3. Sifilis Tersier (S III) / Sifllis Lanjut


Sifilis tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu
neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan sifilis benigna lanjut.
20

Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimptomatik dan sangat


jarang terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis, terjadi
perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah
disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum
menunjukkan gejala saat pemeriksaan.
Sifilis kardiovaskular disebabkan terutama karena nekrosis aorta yang
berlanjut ke katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi
aorta atau aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila
komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah dikenal.
Sifilis benigna lanjut atau gumma merupakan proses inflamasi
proliferasi granulomatosa yang dapat menyebabkan destruksi pada
jaringan yang terkena. Disebut benigna sebab jarang menyebabkan
kematian kecuali bila menyerang jaringan otak. Gumma mungkin terjadi
akibat reaksi hipersensitivitas infeksi Treponema palidum. Lesi sebagian
besar terjadi di kulit dan tulang. Lesi pada kulit biasanya soliter atau
multipel, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran, destruktif dan
bersifat kronis, penyembuhan di bagian sentral dan meluas ke perifer. Lesi
pada tulang biasanya berupa periostitis disertai pembentukan tulang atau
osteitis gummatosa disertai kerusakan tulang. Gejala khas ialah
pembengkakan dan sakit. Lokasi terutama pada tulang kepala, tibia, dan
klavikula. Pemeriksaan serologis biasanya reaktif dengan titer tinggi
Kriteria diagnostik sifilis berdasarkan stadium Kriteria diagnostik
sifilis berdasarkan stadium:

Stadium Kriteria diagnostik Data kemungkinan


terpapar
Primer Temuan pemeriksaan biasanya 3 bulan
tunggal, tanpa rasa nyeri, ulkus
rubbery (genital atau bukan
21

genital) dimana didapatkan


pemeriksaan dark
field/DFA/PCR positif atau
dengan gejala klinis sifiis.
Sekunder Temuan pemeriksaan (-/+ dark 6 bulan
field
lesi positif)
a. Cutaneous eruption
(generalisata atau lokal) tanpa
perluasan
b. Palmar atau plantar rash
c. Mucous patches (lesi pada
membran lidah, mukosa
buccal,bibir)
d. Condyloma lata (lembab,
datar, plaque keabu-abuan)
Early Latent Pemeriksaan negatif (tidak 1 tahun
ditemukan pemeriksaan yang
konsisten dengan sifilis primer
atau
sekunder)
Riwayat gejala dari sifilis
primer atau skunder,atau
a. Konversi serologis,atau
b. Terpapar infeksi
penyebab
sifilis, atau
c. Mungkin terpapar pada
12 bulan sebelumnya
22

Latent syphilis Terdapat tanda atau gejala Tidak pasti.


of Unknown seperti Jika titer uji serologis
Duration pada sifilis primer dan sekunder nontreponemal >
dan sedikit informasi mengenai 1:32,
determinasi durasi dari infeksi kemungkinan besar
infeksi baru.

2.3.5 Diagnosis
Secara garis besar uji diagnostik sifilis terbagi menjadi tiga kategori
pemeriksaan mikroskopik langsung pada sifilis stadium dini, uji serologis,
metode berdasar biologi molekuler. Untuk menegakkan diagnosis sifilis,
diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (dark field) merupakan metode
paling spesifik dan sensitif untuk memastikan diagnosis sifilis primer
adalah menemukan treponema dengan gambaran karakteristik yang
terlihat pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari cairan yang
diambil pada permukaan chancre. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan
larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi
dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian
diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak emersi.
Treponema pallidum berbentuk ramping, gerakan aktif. Untuk melihat
morfologi bakteri ini, dapat digunakan pewarnaan khusus seperti:
a. Pewarnaan Fontana
Tribondeau yang menggunakan perak nitrat, sebab bakteri ini
dapat mereduksir perak nitrat.
b. Pewarnaan Levaditi (silver impregnation)
Digunakan unutk mewarnai bakteri yang berada di dalam jaringan.
c. Pewarnaan Negatif
23

Menggunakan tinta cina (indian ink)


d. Pewarnaan Giemsa
Dengan larutan giemsa.

Gambar 10. T. pallidum pada Darkfield Mikroscopy

Treponema pallidum tidak membentuk spora, dan pada spesies


yang patogen didapatkan adanya struktur seperti kapsul yang tidak
didapatkan pada spesies yang non patogen.

2. Uji serologis pada sifilis meliputi uji serologis non treponema seperti
pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test
(ART), ketiganya merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi ”reagin”
terhadap antibodi dimana antigennya disebut cardiolipin. Antibodi
cardiolipin dapat dideteksi pada serum pasien dengan sifilis aktif dan
dibeberapa kondisi lain. Namun, pada beberapa individu yang memiliki
riwayat sifilis dengan kesuksesan terapi mempertahankan kadar antibodi
cardiopilin rendah untuk waktu yang lama, dengan demikian individu
tersebut tergolong ”serofast”. Uji serologis non treponema berfungsi untuk
mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari
sifilis, dan memantau respon dari terapi antibiotik.
24

Uji serologis treponema meliputi Enzym Immunioassay (EIA),


Chemiluminescence Immunoassay (CIA), Flurescent Treponema
Antibody”Absorbed” Assay (FTA-ABS), Treponema Palidum Particle
Agglutination Assay (TP-PA) dan Treponema Palidum Hemaglinination
Assay (MHA-TPA). Uji serologis treponema adalah pemeriksaan terhadap
antigen antibodi yang spesifik terhadap treponema. Digunakan untuk
identifikasi sifilis dan monitoring terhadap terapi antibiotik.

Uji serologik Anti- T. Palidum IgM antibodi spesifik seperti EIA


atau IgM, 19SIgM- FTA-abs test, IgM-immunoblot untuk T. Palidum.
Sensivitas dari uji tersebut rendah pada sifilis aktif. IgM tidak efektif
dalam mengetahui stadium dari sifilis maupun montitoring terapi. Uji
serologis tersebut digunakan pada penilaian sifilis pada bayi baru lahir dan
CSF. Many rapid Point of Care (POC) digunakan untuk mendeteksi
antigen treponemal pada individu dengan riwayat sifilis 20 tahun
sebelumnya. Namun uji serologis ini tidak untuk mendeteksi antibodi
cardiopilin (pada pasien dengan sifilis aktif).

Interpretasi uji serologik sifilis:

Hasil uji serologik Kesimpulan


Non treponemal positif, treponemal Positif semu uji tapisan
negatif nontreponemal
Non treponemal positif, treponemal Sifilis yang tidak diobati; sifilis
positif lanjut yang pernah
Diobati
Non treponemal negatif, Sifilis sangat dini yang belum
treponemal positif diobati; sifilis dini yang pernah
diobati
Non treponemal negatif, Bukan sifilis; sifilis sangat lanjut;
treponemal negatif sifilis+infeksi HIV dan
imunosupresi
25

2.4 Limfogranuloma vererum

Gambar 11. Chlamydia trachomatis (badan elementer) dengan menggunakan elektron


fotomikrograf. (sumber : Biology of Chlamydia trachomatis)
2.4.1 Pengertian
Limfogranuloma venereum merupakan infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serovar L1, L2 dan L3. LGV
memiliki manifestasi akut dan kronis yang bervariasi. Penyakit ini juga
dikenal dengan nama tropical bubo, climatic bubo, strumous bubo, poradenitis
inguinalis, penyakit Durand-Nicolas Favre, limfogranuloma inguinal,
limfopatia venera dan the fourth, fifth, sixth venereal disease.
Limfogranuloma venereum mengenai pembuluh limfe dan kelenjar limfe
terutama pada daerah genital, inguinal, anus dan rektum. Penularan terjadi
melalui kontak langsung dengan sekret infeksius, umumnya melalui berbagai
macam hubungan seksual baik oral, genital atau anal.

2.4.2 Klasifikasi
Kingdom : Bacteria

Filum : Chlamydiae
Ordo : Chlamdiales
Famili : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydia
Spesies : C.trachomatis
26

Gambar 12. Clamydia trachomatis


2.4.3 Morfologi
C. trachomatis merupakan organisme dengan sifat sebagian seperti
bakteri dalam hal pembelahan sel, metabolisme, struktur maupun kepekaan
terhadap antibiotika dan sebagian bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel
hidup untuk berkembang biak. Berdasarkan hal ini maka dikatakan bahwa C.
trachomatis bersifat parasit obligat intraseluler. Organisme ini memiliki
ukuran lebih kecil dari bakteri, berdiameter 250-500 mm, namun lebih besar
dari ukuran virus pada umumnya. Tanda patognomonik infeksi ini adalah
ditemukannya bentukan badan inklusi Chlamydia di dalam jaringan host.
Chlamydia trachomatis berbeda dari kebanyakan bakteri karena berkembang
mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang
berbeda, yaitu fase 1 (fase non infeksius) atau badan retikuler dan fase 2 (fase
penularan) atau badan elementer

Badan elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak ekstraselular


dan merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar
(1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius. Morfologi inklusinya adalah
bulat dan terdapat glikogen di dalamnya. Chlamydia trachomatis peka
terhadap sulfonamida, memiliki plasmid, dan jumlah immunotypenya adalah
15 yaitu A-C menyebabkan trachoma, D-K menyebabkan infeksi saluran
27

genital, dan L1-L3 menyebabkan lymphogranuloma venerum (Debra, 2008;


CDC, 2006; Karmila, 2001).

2.4.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis LGV bervariasi tergantung pada jenis kelamin


pasien, stadium penyakit dan cara penularan. Limfogranuloma venereum
bersifat kronis progresif dengan 3 stadium klinis yaitu primer, sekunder dan
tersier.

1) Limfogranuloma primer. Lesi primer LGV muncul dalam bentuk


papul yang tidak nyeri, pustul, nodul, erosi yang dangkal, atau
ulkus herpetiform. Lesi muncul setelah masa inkubasi selama 3-30
hari. Lokasi lesi primer LGV pada laki-laki paling sering di sulkus
koronarius, frenulum, preputium, penis, glans penis, skrotum
sedangkan pada wanita di dinding vagina posterior, fourchette,
serviks posterior dan vulva.

Gambar 13. Lesi erosi di preputium yang tidak nyeri


2) Limfogranuloma sekunder
28

Gambar 14. Kiri : Bubo awal berupa pembesaran KGB unilateral


yang berkoalesen. Kulit dibawahnya eritema dan berindurasi.
Kanan : Bubo inguinal yang ruptur dan mengering.

Limfogranuloma sekunder dapat menyebabkan sindrom inguinal


dan sindrom anorektal bergantung pada lokasi inokulasi. Sindrom
inguinal muncul setelah lesi primer pada vulva anterior, penis atau
uretra. Pada sindrom ini yang terkena yaitu kelenjar limfe inguinal
medial yang merupakan kelenjar regional bagi genitalia eksterna.
3) Limfogranuloma tersier
Limfogranuloma venereum sering juga disebut sebagai sindroma
genitoanorektal atau anogenitorektal. Stadium ini banyak
ditemukan pada wanita dengan sindrom anorektal yang tidak
diterapi dan laki-laki homoseksual. Mukosa rektal wanita
terinokulasi langsung saat berhubungan anal atau melalui
penyebaran limfatik dari serviks dan dinding posterior vagina.
Pada laki-laki, mukosa rektal terinokulasi langsung dengan
Chlamydia saat berhubungan anal atau melalui penyebaran
limfatik dari uretra posterior.
2.4.5 Pemeriksaan LGV

Pemeriksaan penunjang untuk LGV terdiri dari berbagai macam


diantaranya:
29

1) Pemeriksaan laboratorium
Pada gambaran darah tepi tampak leukositosis ringan dengan
peningkatan monosit dan eosinofil berkaitan dengan adanya bubo dan
LGV anogenitorektal. Laju endap darah (LED) juga mengalami
peningkatan. Hal ini menunjukkan keaktifan dari penyakit, namun
tidak khas untuk LGV. Abnormalitas laboratorium klinis lain yang
ditemukan berupa peningkatan konsentrasi gamma globulin yang
disebabkan oleh peningkatan IgA, IgG dan IgM.
2) Tes Frei
Tes ini bergantung pada delayed hypersensitivity reaction yang
serupa dengan tes tuberkulin. Antigen Frei berasal dari pus bubo yang
tidak ruptur. Pus diencerkan dengan salin dan disterilisasikan dengan
pemanasan. Hasil positif menunjukkan adanya infeksi saat ini atau
infeksi lampau. Tes Frei akan tetap positif selama beberapa tahun dan
dapat seumur hidup meskipun telah diterapi.
Pembacaan dilakukan setelah 48 jam. Hasil positif bila
ditemui papul dengan diameter minimal 6x6 mm. Pada kontrol
tampak papul dengan diameter 5x5 mm atau lebih kecil.
Hasil tes Frei menjadi positif apabila muncul bubo 2-8 minggu
setelah infeksi. Pada 95% pasien LGV dengan bubo dan 90% pasien
LGV dengan elefantiasis genital ulseratif menunjukkan hasil tes frei
positif.
3) Pemeriksaan mikroskopis
Bahan yang diambil dari sekret atau jaringan terinfeksi. Bahan
yang diperiksa diwarnai dengan pewarnaan giemsa, iodine atau
metode pewarnaan antibodi fluoresen dan diperiksa dibawah
mikroskop cahaya biasa. Hasil positif apabila ditemukan badan
inklusi Chlamydia yang nampak berwarna ungu tua pada pewarnaan
giemsa.
30

4) Kultur Jaringan
Kultur C. trachomatis menunjukkan bukti langsung adanya
infeksi Chlamydia, namun metode ini jarang tersedia. Organisme ini
dapat diisolasi dari jaringan yang terinfeksi atau sekret dengan cara
inokulasi pada otak tikus, yolk sac atau kultur jaringan. Pus bubo
adalah bahan klinis paling praktis untuk dilakukan inokulasi. Media
yang digunakan untuk isolasi Chlamydia adalah Hella-229 dan
McCoy tissue culture cell lines.
5) Pemeriksaan Serologi
a. Tes Fiksasi Komplemen
Tes ini lebih sensitif dan positif lebih awal dibandingkan tes Frei.
Metodenya dengan cara mengukur kadar antibodi yang melawan
antigen lipoposakarida (LPS) spesifik dari bakteri. Tes ini spesifik
untuk genus Chlamydia sehingga dapat membedakan antara infeksi
C. trachomatis, C. psittaci dan C. pneumonia. C. trachomatis
bersifat invasif sehingga titer antibodi pada LGV lebih tinggi
dibandingkan C. trachomatis serovar D-K.
b. Tes Mikroimunofluoresen
Tes mikroimunofluoresen lebih sensitif dan spesifik dibandingkan
tes fiksasi komplemen. Tes ini dapat mendeteksi antibodi yang
spesifik terhadap serovar dari C. trachomatis. Hasil tes positif
apabila titer lebih besar dari 1:256.
6) Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
Tes ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk
mendiagnosis infeksi Chlamydia. Deteksi serovar C. trachomatis
dapat menggunakan sampel deoxyribonuc5leic acid (DNA) dari: (1)
swab lesi primer anogenital (eksudat dasar ulkus) (2) swab mukosa
rektal (apabila curiga LGV anorektal) (3) aspirasi kelenjar limfe yang
membesar atau fluktuan atau bubo (apabila curiga LGV inguinal) (4)
31

swab uretra atau first catch urine specimen (apabila ada uretritis dan
atau limfadenopati dengan kecurigaan ke arah LGV).

2.5 Chancroid

Gambar 15. Chancroid


2.5.1 Pengertian
Chancroid adalah infeksi bakteri yang menyebabkan luka terbuka pada
alat genital (kelamin) dan sekitarnya. Penyakit ini dialami pria dan wanita,
dan dapat menyebar melalui hubungan seksual. Selain melalui hubungan
seksual, penyakit ini juga dapat menular jika melakukan kontak kulit dengan
luka yang terinfeksi chancroid.

Chancroid disebabkan oleh Haemophilus ducreyi (H. ducreyi) yang


menyerang jaringan pada area genital dan menimbulkan luka terbuka. Luka
terbuka ini dapat mengeluarkan darah atau cairan yang kembali menyebarkan
bakteri H. ducreyi kepada orang lain. Bakteri ini hanya menimbulkan penyakit
pada manusia, tanpa perantara hewan.

Penyakit chancroid disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil),


H. ducreyi, yang berpotensi tinggi menimbulkan infeksi. Bakteri tersebut
masuk ke dalam kulit, sehingga menyebabkan reaksi peradangan. Racun yang
32

dihasilkan bakteri menyebabkan regenerasi sel terhenti. sehingga terjadi


kematian sel dan jaringan tubuh (nekrosis).

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bakteri H. ducreyi menular


melalui kontak seksual. Waktu yang dibutuhkan bakteri dari terpapar sampai
menimbulkan gejala adalah sekitar 1-2 minggu.

Haemophilus ducreyi memerlukan hemin untuk pertumbuhannya. Pria


yang tidak disunat memiliki resiko tiga kali dibandingkan pria yang disunat
untuk kemungkinan terkena penyakit ini. HIV karena Chancroid membuka
jalan bagi masuknya HIV ke dalam tubuh (melalui iritasi kulit).
2.5.2 Klasifikasi

Gambar 16. H. ducreyi


Kingdom : Bakteri

Divisi : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Pasteurellales

Family : Pasteurellaceae

Genus : Haemophilus

Spesies : H. ducreyi

2.5.3 Sifat-sifat H.ducreyi


 Bakteri gram negative anaerobic fakultatif
33

 Berbentuk batang pendek dengan ujung bulat


 Tidak bergerak
 Tidak mempunyai spora
2.5.4 Gambaran klinis
H.ducreyi menyebabkan chancroid =soft chancre = canker
lunak=uleus mole. Uleus-uleus pada genitalia yang ditandai dengan
pembengkakkan dengan dasar lunak.Kelenjar limfa regional membengkak an
sakit.Pada penyakit ini tidak terdapat kekebala permanen.

2.5.5 Pemeriksaan laboratorium


Bahan pemeriksaan : cairan ulkus
Pemeriksan yang dlakukan :
 Pemeriksaan Gram, didapatkan gram negative batang berderet deperti
rantai

Gambar 16. Pemeriksaan Gram H.durecyi


 Biakan dan identifikasi dengan menggunakan media Gonnacoccal dan
Muller Hilton Agar. Koloni tumbuh pada suhu 34 derajat celcius
selama 48 jam.
 Uji kepekaan dengan menggunakan antibiotic azitromisin, ceftriaxone,
ciprofloxacin dan eritromisin.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

32
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi


Menular Seksual. Kementrian Kesehatan RI Dirjen PP dan PL.

Devi, Hendra. 2014. Syphilis. Medical Faculty of Lampung University,


Dermatovenerologist Division of Abdoel Moeloek Hospital.

Hartono Olivia R. 2008. Treponema pallidum. Forum Penelitian, 1 (1) : 2.


Mansjoer, Arief, Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI.

Muliawan, Silvia Y. 2008. Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira,


dan Borrelia). Jakarta: Erlangga.

Dewi, R.S. 2016. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa


Dengan Penyakit Gonore di RS “X” Surakarta pada Periode Januari 2013-
Juli 2016.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/85c4f1f8ab8fdc8f96b
e5ab8240f71ec.pdf diakses pada 15 Februari 2020.

Prince SA, Wilson LM. Sifilis dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, 6th. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2006.hlm.
1338-40.

Rabbe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.

Ratna, Eni, Dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Soedarto. 1998. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta : Widya


Medika.

Syafudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

33
Varney, Hellen, Dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta :
EGC.

34
34

Widiandari Made.2017.Haemophilus ducreyi.Banjarmasin.Scribd.


http://id.scribd.com/document/343884608/Haemophilus -ducreyi. Diakses pada : 15
Februari 2020 pukul 22.00

Putri. E. Syah. 2016. Makalah Reproductive System ,sexsual transmited


disease.Malang.Academia.edu.
Academia.edu/228.SE_OTOT_EKSTREM_INFERIOR.Diakses pada : 15 Februari
22.15 WIB
Maharani, Made. 2016. Limfogranuloma venerum. FAKULTAS KEDOKTERAN
UNUD.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/85c4f1f8ab8fdc8f96be5ab824
0f71ec.pdf diakses pada 16 Februari 2020.

Anda mungkin juga menyukai