MAKALAH
Oleh :
Kelas D3 - II B
CIMAHI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS): Gonococcus, Sifilis patogenesis
mikroorganisme, LGV, Chancroid ”. Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Bakteriologi Klinik.
Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan hormat dan terima kasih
kepada dosen Bakteriologi Klinik atas segala bimbingannya dalam proses belajar
mengajar serta kepada orang tua penulis yang telah memberikan semangat, dukungan
dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan.............................................................................................2
1.4 Manfaat penulisan...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Infeksi Menular Seksual.................................................................................3
2.1.1 Pengertian................................................................................................3
2.1.2 Kelompok beresiko tinggi.......................................................................4
2.1.3 Macam-macam Infeksi Menular Seksual................................................5
2.2 Gonococcus.....................................................................................................6
2.2.1 Pengertian................................................................................................6
2.2.2 Klasifikasi................................................................................................7
2.2.3 Morfologi.................................................................................................9
2.2.4 Struktur Antigen....................................................................................11
2.2.6 Pemeriksaan N.gonnorhoe di laboratorium...........................................11
2.3 Sifilis mikroorganisme patogen....................................................................14
2.3.1 Pengertian dan etiologi..........................................................................14
2.3.2 Klasifikasi..............................................................................................15
2.3.3 Struktur sel, Reproduksi & Penularan...................................................15
2.3.4 Gejala klinis...........................................................................................17
2.3.5 Diagnosis...............................................................................................21
2.4 Limfogranuloma vererum.............................................................................24
2.4.1 Pengertian..............................................................................................24
ii
2.4.2 Klasifikasi..............................................................................................25
2.4.3 Morfologi...............................................................................................25
2.5 Chancroid......................................................................................................30
2.5.1 Pengertian..............................................................................................30
2.5.2 Klasifikasi..............................................................................................31
2.5.3 Sifat-sifat H.ducreyi...............................................................................32
2.5.4 Gambaran klinis.....................................................................................32
2.5.5 Pemeriksaan laboratorium.....................................................................32
BAB III.......................................................................................................................32
3.1 Kesimpulan...................................................................................................32
3.2 Saran.............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
gonorhoe sebanyak 76 kasus, sifilis sebanyak 9 kasus, serta IMS jenis lainnya
sebanyak
2
2
355 kasus. Laporan kasus dari Januari-Maret 2011 terdiri dari gonorhoe
sebanyak 17 kasus, servisitis sebanyak 30 kasus, sifilis sebanyak 2 kasus,
serta IMS jenis lainnya sebanyak 159 kasus.
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang ke
orang lainnya melalui hubungan seksual. Meskipun demikian tidak berarti bahwa
semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi beberapa ada juga yang
ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk termometer dan
sebagainya. Selain itu penyakit ini juga dapat ditularkan kepada bayi dalam
kandungan (Djuanda, 2011).
Penyakit IMS disebabkan oleh lebih dari 30 bakteri yang berbeda, virus
dan parasit dan terutama tersebar melalui kontak seksual, termasuk vagina, anal,
dan oral seks. Pada umumnya seseorang tidak sadar dirinya menderita IMS
karena sifat asimptomatik atau tidak menunjukkan gejala khusus.
3
4
Penyakit ini mempunyai pengaruh yang besar pada kesehatan seksual dan
reproduksi di seluruh dunia dan juga termasuk 5 penyakit yang pelayanan
kesehatannya dicari masyarakat untuk untuk mengobati IMS tersebut. Namun,
ketika gejala yang timbul pada seseorang, perasaan malu, stigmatisasi ataupun
keduanya membuat banyak individu yang terkena IMS mencari pengobatan di
luar pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan tradisional, pengobatan mandiri
dengan altenative atau obat bebas di pasaran, bahkan tidak berobat sama sekali.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu IMS pada wanita biasanya
tidak menyebabkan sakit atau burning urination.
d. Tonjolan seperti jengger ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin.
e. Sakit pada bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang hilang muncul
dan tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi
saluran reproduksi infeksi yang telah berpindah kebagian dalam
sistemik reproduksi, termasuk tuba fallopi dan ovarium).
f. Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin.
2) Laki – laki
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus,
mulut atau bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil – kecil , diikuti
luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin.
b. Cairan tidak normal yaitu cairan bening atau bewarna berasal dari
pembukaan kepala penis atau anus.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu rasa terbakar atau rasa sakit
selama atau setelah urination.
d. Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di
kantong zakar.
(hanya C. trachomatis)
Treponema palladium Sifilis
Gardnerella vaginalis Vaginitis
Donovania granulomatis Granuloma Inguinale
2. Virus Herpes simplex virus Herpes genitalis
Herpes B virus Hepatitis fulminan akut
dan kronik
Human papiloma virus Kondiloma akuminata
Molluscum contaginosum Moloskum kontangiosum
Virus Human AIDS (Acquired Immune
immuinodeficiency virus Deficiency Syndrome)
3. Protozoa Trichomonas Vaginitis,uretritis,blasnitis
vaginalis
4. Fungus Candida albicans Vulvaginits, blanitis
balanopostitis
5. Ekstroparasit Phthirus pubis Pedikulosis pubis
Sarcoptes scabiei Scabies
var. hominis
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5 (Daili, 2009)
2.2.2 Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Ordo : Neisseriales
Familia : Neisseriaceae
Genus : Neisseria
2.2.3 Morfologi
Gonorhoe adalah infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N. gonorrhoeae), suatu diplokokus gram negatif. Pada tahun 1879, N.
gonorrhoeae ditemukan oleh Neisser dengan pulasan sediaan hapusan dari
eksudat uretra, vagina dan konjungtiva. Transmisi penyakit gonorhoe terjadi
melalui inokulasi langsung dari sekresi mukosa yang terinfeksi pada satu
tempat ke tempat lainnya melalui kontak genital-genital, genital-anorektal,
10
oro-genital, atau dari ibu yang terinfeksi ke bayinya pada proses persalinan
(Sparling, 2008).
2.2.5 Kekebalan
Kuman mati oleh pemanasan, pengeringan, dan antiseptik. Peka terhadap
sulfonarnida, penisilin dan antibiotika lain
Cara pemeriksaan :
12
1. Spesimen dibuat smear, dicat gram untuk dicari adanya gram (-)
diplokokus, bentuk biji kopi, intra dan ekstraseluler.
2. Bahan pemeriksaan ditanam pada agar coklat, agar coklat Thayer Martin
dan agar darah sebagai control. Lalu dieramkan pada suhu 35- 37 derajat
celcius selama 2 malam dengan tambahan CO2 (2-10 %) didalam
eksikator yang didalamnya terdapat kapas basah agar lembab. Atau
menyalakan lilin dalam eksikator apabila lilin mati berarti O 2 telah habis
terbakar, CO2 yang tercapai kira-kira 2 %. Agar darah di tanam seperti
biasa jika tumbuh berarti Neisseria apatogen.
Pada agar coklat dan Thayer Martin setelah tumbuh tampak koloni bulat
diameter 2-3 mm, jernih mengkilap.
5. Tes betalaktamase
14
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna
koloni dari kuning menjadi merah
6. Tes thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi ke dalam 2
gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua.
Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas
kedua tampak jernih.
Catatan:
Koloni pada media plate atau tube ditetesi dengan 0,5-1% larutan
barutetramethyl paraphenilen diamine hidrochloride.
tanpa manifestasi lesi tubuh, dan dapat ditularkan oleh ibu kepada bayi di dalam
kandungan (Hutapea, 2011).
Gambar 6. Sifilis
2.3.2 Klasifikasi
Kingdom : Eubacteria
Filum : Spirochaetes
16
Kelas : Spirochaetes
Ordo : Spirochaetales
Familia : Treponemataceae
Genus : Treponema
multiple. Lesi awal yang terjadi biasanya berupa papul yang merigalami erosi,
teraba keras karena terdapat indurasi. Lesi awal sifilis berupa papul yang
muncul di daerah genitalia kisaran tiga minggu setelah kontak seksual. Papul
membesar dengan ukuran 0,5 – 1,5 cm kemudian mengalami ulserasi,
membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm,
tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi
dapat juga multipel. Hampir sebagian besar disertai pembesaran kelenjar
getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral.
Permukaannya biasanya tertutup krusta dan dapat terjadi ulserasi. Jika
tidak disertai dengan bakteri lain maka bentuknya akan lebih khas dan tidak
terasa nyeri. Pada pria biasanya selalu disertai dengan pembesaran kelenjar
limfe inguinal medial unilateral belateral, sedangkan pada wanita tukak jarang
terlihat pada genitalia eksterna, karena lesi sering pada serviks atau vagina
wanita. Pemeriksaan serologi pada stadium ini sudah reaktif. Tanpa
pengobatan lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 3 sampai 6 pekan.
2.3.5 Diagnosis
Secara garis besar uji diagnostik sifilis terbagi menjadi tiga kategori
pemeriksaan mikroskopik langsung pada sifilis stadium dini, uji serologis,
metode berdasar biologi molekuler. Untuk menegakkan diagnosis sifilis,
diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (dark field) merupakan metode
paling spesifik dan sensitif untuk memastikan diagnosis sifilis primer
adalah menemukan treponema dengan gambaran karakteristik yang
terlihat pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari cairan yang
diambil pada permukaan chancre. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan
larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi
dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian
diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak emersi.
Treponema pallidum berbentuk ramping, gerakan aktif. Untuk melihat
morfologi bakteri ini, dapat digunakan pewarnaan khusus seperti:
a. Pewarnaan Fontana
Tribondeau yang menggunakan perak nitrat, sebab bakteri ini
dapat mereduksir perak nitrat.
b. Pewarnaan Levaditi (silver impregnation)
Digunakan unutk mewarnai bakteri yang berada di dalam jaringan.
c. Pewarnaan Negatif
23
2. Uji serologis pada sifilis meliputi uji serologis non treponema seperti
pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test
(ART), ketiganya merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi ”reagin”
terhadap antibodi dimana antigennya disebut cardiolipin. Antibodi
cardiolipin dapat dideteksi pada serum pasien dengan sifilis aktif dan
dibeberapa kondisi lain. Namun, pada beberapa individu yang memiliki
riwayat sifilis dengan kesuksesan terapi mempertahankan kadar antibodi
cardiopilin rendah untuk waktu yang lama, dengan demikian individu
tersebut tergolong ”serofast”. Uji serologis non treponema berfungsi untuk
mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari
sifilis, dan memantau respon dari terapi antibiotik.
24
2.4.2 Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Filum : Chlamydiae
Ordo : Chlamdiales
Famili : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydia
Spesies : C.trachomatis
26
1) Pemeriksaan laboratorium
Pada gambaran darah tepi tampak leukositosis ringan dengan
peningkatan monosit dan eosinofil berkaitan dengan adanya bubo dan
LGV anogenitorektal. Laju endap darah (LED) juga mengalami
peningkatan. Hal ini menunjukkan keaktifan dari penyakit, namun
tidak khas untuk LGV. Abnormalitas laboratorium klinis lain yang
ditemukan berupa peningkatan konsentrasi gamma globulin yang
disebabkan oleh peningkatan IgA, IgG dan IgM.
2) Tes Frei
Tes ini bergantung pada delayed hypersensitivity reaction yang
serupa dengan tes tuberkulin. Antigen Frei berasal dari pus bubo yang
tidak ruptur. Pus diencerkan dengan salin dan disterilisasikan dengan
pemanasan. Hasil positif menunjukkan adanya infeksi saat ini atau
infeksi lampau. Tes Frei akan tetap positif selama beberapa tahun dan
dapat seumur hidup meskipun telah diterapi.
Pembacaan dilakukan setelah 48 jam. Hasil positif bila
ditemui papul dengan diameter minimal 6x6 mm. Pada kontrol
tampak papul dengan diameter 5x5 mm atau lebih kecil.
Hasil tes Frei menjadi positif apabila muncul bubo 2-8 minggu
setelah infeksi. Pada 95% pasien LGV dengan bubo dan 90% pasien
LGV dengan elefantiasis genital ulseratif menunjukkan hasil tes frei
positif.
3) Pemeriksaan mikroskopis
Bahan yang diambil dari sekret atau jaringan terinfeksi. Bahan
yang diperiksa diwarnai dengan pewarnaan giemsa, iodine atau
metode pewarnaan antibodi fluoresen dan diperiksa dibawah
mikroskop cahaya biasa. Hasil positif apabila ditemukan badan
inklusi Chlamydia yang nampak berwarna ungu tua pada pewarnaan
giemsa.
30
4) Kultur Jaringan
Kultur C. trachomatis menunjukkan bukti langsung adanya
infeksi Chlamydia, namun metode ini jarang tersedia. Organisme ini
dapat diisolasi dari jaringan yang terinfeksi atau sekret dengan cara
inokulasi pada otak tikus, yolk sac atau kultur jaringan. Pus bubo
adalah bahan klinis paling praktis untuk dilakukan inokulasi. Media
yang digunakan untuk isolasi Chlamydia adalah Hella-229 dan
McCoy tissue culture cell lines.
5) Pemeriksaan Serologi
a. Tes Fiksasi Komplemen
Tes ini lebih sensitif dan positif lebih awal dibandingkan tes Frei.
Metodenya dengan cara mengukur kadar antibodi yang melawan
antigen lipoposakarida (LPS) spesifik dari bakteri. Tes ini spesifik
untuk genus Chlamydia sehingga dapat membedakan antara infeksi
C. trachomatis, C. psittaci dan C. pneumonia. C. trachomatis
bersifat invasif sehingga titer antibodi pada LGV lebih tinggi
dibandingkan C. trachomatis serovar D-K.
b. Tes Mikroimunofluoresen
Tes mikroimunofluoresen lebih sensitif dan spesifik dibandingkan
tes fiksasi komplemen. Tes ini dapat mendeteksi antibodi yang
spesifik terhadap serovar dari C. trachomatis. Hasil tes positif
apabila titer lebih besar dari 1:256.
6) Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
Tes ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk
mendiagnosis infeksi Chlamydia. Deteksi serovar C. trachomatis
dapat menggunakan sampel deoxyribonuc5leic acid (DNA) dari: (1)
swab lesi primer anogenital (eksudat dasar ulkus) (2) swab mukosa
rektal (apabila curiga LGV anorektal) (3) aspirasi kelenjar limfe yang
membesar atau fluktuan atau bubo (apabila curiga LGV inguinal) (4)
31
swab uretra atau first catch urine specimen (apabila ada uretritis dan
atau limfadenopati dengan kecurigaan ke arah LGV).
2.5 Chancroid
Divisi : Proteobacteria
Ordo : Pasteurellales
Family : Pasteurellaceae
Genus : Haemophilus
Spesies : H. ducreyi
3.2 Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
Prince SA, Wilson LM. Sifilis dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, 6th. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2006.hlm.
1338-40.
Rabbe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
33
Varney, Hellen, Dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta :
EGC.
34
34