Anda di halaman 1dari 39

Cover

i
HIV/AIDS dan POLIO

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Hasan P 101 17 262
Nur Mifta Huldjannah P 101 17 028
Siti Nuraini P 101 17 034
Ismaniar U P 101 17 076
Nur Asri Zuhria P 101 17 280

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
2019-2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
mana telah melimpahkan rahnmat serta hidayahnya, sehingga kami
dapat menyelesaikan KTI yang berjudul “HIV/AIDS dan Polio” tepat
pada waktunya. Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam
penyusunan makalah ini. Di dalam penyusunan KTI ini kami menyadari
masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari rekan-rekan semua sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga KTI ini dapat bermanfaat
bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa FKM UNTAD.

Palu, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv
DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................................... vi
DAFTAR GRAFIK......................................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. HIV/AIDS ............................................................................................................. 3
1. Pengertian ....................................................................................................... 3
2. Epidemiologi (Agent, Host, Lingkungan) .................................................... 4
3. Etiologi ............................................................................................................. 7
4. Tanda dan Gejala ........................................................................................... 7
5. Cara Penularan (Mode Transmisi) .............................................................. 8
6. Kelompok Resiko Tinggi/rentan ................................................................... 9
7. Infeksi yang terjadi/Komplikasi yang ditimbulkan ....................................11
8. Pencegahan ..................................................................................................13
9. Pengobatan ...................................................................................................14
B. POLIO ................................................................................................................15
1. Pengertian .....................................................................................................15
2. Epidemiologi (Agent, Host, Lingkungan) ..................................................16
3. Etiologi ...........................................................................................................17
4. Tanda dan Gejala .........................................................................................17
5. Jenis-Jenis Polio...........................................................................................18
6. Pencegahan ..................................................................................................19
7. Pengobatan ...................................................................................................20

iv
BAB III. PENUTUP .......................................................................................................22
A. Kesimpulan ........................................................................................................22
B. Saran ..................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................23
CONTOH SOAL ...........................................................................................................25
CONTOH KASUS.........................................................................................................31

v
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1. Presentase HIV yang Dilaporkan menurut Jenis Kelamin


April-Juni 2019 ......................................................................................... 6

vi
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Jumlah HIV dan AIDS yang dilaporkan per Tahun sd Juni 20195
Grafik 2. Sepuluh Provinsi yang Melaporkan Jumlah HIV Terbanyak
April-Juni 2019 ......................................................................................... 7

vii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit menular yang sangat
berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh Virus polio yang berasal
dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae. Virus ini menular
melalui kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang
terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga menyebabkan
infeksi. Hal ini dapat terjadi dengan mudah bila tangan
terkontaminasi atau benda-benda yang terkontaminasi dimasukkan
ke dalam mulut. Virus polio berkembang biak di tenggorokan dan
usus selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan dikeluarkan melalui
tinja selama beberapa minggu kemudian Virus ini menyerang sistem
saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan
jam (Ma’rifatun and Sugiyanto, 2013)
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami
peningkatan epidemi HIV/AIDS paling pesat di dunia. Masalah
HIV/AIDS ini telah menjadi program utama untuk penanganan
penyakit yang berbahaya. Pemerintah sering melakukan pendataan
secara statistik untuk mengetahui meningkatnya perkembangan
epidemi ini yang telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia
(Mardaniah, Lestari and Jumakil, 2018).
Berdasarkan laporan Ditjen PP & PL kasus HIV mengalami
penurunan dari tahun 2017 terdapat 48.300 kasus, di tahun 2018
terdapat 46.659 kasus dan di tahun 2019 sd Bulan Juni terdapat
22.600 kasus. Sedangkan kasus penderita AIDS dari tahun 2017
terdapat 10.488 kasus, di tahun 2018 terdapat 10.190 kasus dan
ditahun 2019 sd Bulan Juni terdapat 2.912 kasus (Direktoral, 2019).

1
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa dapat memahami secara menyeluruh tentang
Penyakit HIV/AIDS.
2. Agar mahasiswa dapat memahami secara menyeluruh tentang
Penyakit Polio

C. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari Karya Tulis Ilmiah ini,
yaitu agar dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih
memahami Penyakit Menular Seksual khususnya HIV/AIDS dan
Penyakit Poli dan dapat mengetahui gejala dan cara
pencegahannya.

2
BAB II. PEMBAHASAN

A. HIV/AIDS
1. Pengertian
Menurut Marx di dalam (Zeth, 2010), yang dimaksud
dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome atau
AcquiredImmune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang
spesies lainnya. Virusnya disebut Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh
manusia. Orang yang terkena virus iniakan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan. (Zeth, 2010)
Humman Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sebuah
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
adalah sekumpulan penyakit yang muncul setelah virus
HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, karena
melemahnya sistem kekebalan tubuh maka berbagai macam
penyakit dapat dengan mudah masuk ke tubuh
manusia. (Risqi and Wahyono, 2018)
Penularan penyakit HIV/AIDS dapat terjadi melalui
berbagai metode transmisi penyakit, atau yang biasa
disebut faktor risiko, yaitu pengguna narkotika suntik
(penasun), perilaku heteroseksual atau hubungan seks
bebas, seks sesama jenis atau homoseksual, dari ibu hamil
kepada janin, transfusi darah, dan penyebab yang tidak
diketahui.(Ismail and Wasito, 2012)

3
2. Epidemiologi (Agent, Host, Lingkungan)
a. Agent : jumlah virus Human Immunodeficiency Virus (HIV)
(Ardhiyanti, 2015)
1. Darah : 18,000/ul
2. Mani : 11,000/ul
3. Cairan vagina : 7,000/ul
4. Cairan omnion : 4,000/ul
5. ASI dan air liur : 1/ul
AIDS adalah singkatan dari Aquired Immune
Deficiency Syndrome, sebenarnya bukan suatu penyakit
tetapi merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit yang
disebabkan oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme
serta keganasan lain akibat menurunnya daya tahan /
kekebalan tubuh penderita. HIV menyerang dan merusak
sel-sel limfosit T yang mempynyai peranan penting dalam
system kekebalan seluler (Irianto, 2018).
b. Host : factor yang mempengaruhi penyebaran HIV
(Ardhiyanti, 2015)
1. Prevalensi IMS yang tinggi
2. Pengetahuan tentang AIDS dan presepsi individu tentang
resiko penularan
3. Berganti – ganti pasangan seks
4. Rendahnya penggunaan pengaman (kondom)
Dari bulan April sampai dengan Juni jumlah kasus HIV
yang dilaporkan sebanyak 11.519 orang. Persentase
infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49
tahun (71,1%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (14,4%),
dan kelompok umur = 50 tahun (9%) (Direktoral, 2019).
Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Persentase faktor risiko HIV tertinggi pada bulan April-Juni
2019 adalah hubungan seks berisiko pada Lelaki Seks

4
Lelaki (LSL) (18%), Heteroseskual (17%) serta penggunaan
jarum suntik tidak steril pada penasun (1%). Terjadi
peningkatan jumlah kasus HIV yang dilaporkan dibandingkan
dengan triwulan I tahun 2019 (11.081 orang menjadi 11.519
orang) (Direktoral, 2019).
Dari bulan April sampai dengan Juni 2019 jumlah
AIDS dilaporkan sebanyak 1.463 orang. Persentase AIDS
tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (34,7%), diikuti
kelompok umur 20-29 tahun (27,3%) dan kelompok umur 40-
49 tahun (20,4%). Persentase faktor risiko tertinggi adalah
hubungan seks berisiko pada heteroseksual (70%),
homoseksual (Lelaki Seks Lelaki) (22%), perinatal (3%),
biseksual (2%) dan penasun (1%). Terjadi penurunan
jumlah kasus AIDS yang dilaporkan dibandingkan triwulan I
tahun 2019 (1.536 orang menjadi 1.463 orang) (Direktoral,
2019).
Grafik 1. Jumlah HIV dan AIDS yang dilaporkan per
Tahun sd Juni 2019

5
Diagram 1. Presentase HIV yang Dilaporkan menurut
Jenis Kelamin April-Juni 2019

c. Environment : lingkungan yang membantu penyebaran HIV


(Ardhiyanti, 2015)
1. Kemiskinan dan status kesehatan yang buruk
2. Perempuan
3. Migrasi, pengungsi
4. Stigma dan diskriminasi
Penyakit AIDS pertama kali ditemukan pada tahun
1981 di Amerika Serikat yang kemudian dengan pesatnya
menyebar ke seluruh dunia. Di negara-negara Amerika Latin
dilaporkan 7.215 kasus AIDS melanda kaum muda berusia
20-49 tahun yang sebagian besar adalah kaum homoseksual
dan pengguna obat-obat suntik ke pembuluh darah
(Mardaniah, Lestari and Jumakil, 2018)

6
Grafik 2. Sepuluh Provinsi yang Melaporkan Jumlah HIV
Terbanyak April-Juni 2019

3. Etiologi
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus
(HIV) yang meruakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam
family retroviridae, subfamili lentiviridae, genus lentivirus.
Berdasarkan strukturnya HIV termasuk family retrovirus yang
merupakan kelompok virus RNA yang mempunyai berat molekul
0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan
HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtype
Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan
kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.
(Yuliyanasari, 2017)
4. Tanda dan Gejala
Dalam beberapa kasus tanda dan gejala penderita HIV
tidak mempunyai ciri khas sehingga gejala yang ditimbulkan
hamper sama dengan penyakit lain (Irianto, 2018), seperti:
a. Flu
b. Sakit Tenggorokan
c. Kelelahan

7
Kemudian HIV sendiri akan berkembang menjadi AIDS,
dimana mempunyai tanda dan gejela (Ismail and Wasito, 2012)
sebagai berikut:
a. Penurunan berat badan secara drastis
b. Demam atau berkeringat dingin pada malam hari
c. Kelelahan
d. Terjadi Infeksi
5. Cara Penularan (Mode Transmisi)
Menurut (Ardhiyanti, 2015) cara penularan HIV/AIDS melalui 3
cara :
a. Transmisi seksual
Penularan HIV/AIDS dengan cara transmisi seksual
melalui hubungan seks (homoseksual dan heteroseksual)
melalui air mani, cairan vagina dan serviks.
b. Transmisi non seksual
Melalui darah dan produk darah atau alat-alat yang
telah terpajan HIV. Cara penularan HIV melalui :
1) Secara Langsung
 Transfusi darah
 Produk darah atau transplantasi organ tubuh yang
terinfeksi hiv.
2) Secara Tidak Langsung
 Melalui alat-alat seperti jarum suntik, jarum tatto, jarum
tindik, peralatan bedah, penggunaan jarum suntik
secara bergantian di antara para pengguna napza
suntik
 alat-alat lain yang kontak dengan cairan tubuh orang
lain yang terinfeksi HIV dan tidak disterilkan terlebih
dahulu.

8
6. Kelompok Resiko Tinggi/rentan
a. Pengguna NAPZA
Pengguna narkotika memiliki risiko yang tinggi
terhadap perilaku seks bebas. Selain itu, penggunaan jarum
suntik yang bergantian antara pengguna narkotika mampu
meningkatkan penyebaran virus HIV (Irianto, 2018).
b. WPS (Wanita Penjaja Seks)/PSK/Heteroseksual
Seseorang yang sering bergonta-ganti pasangan
memiliki resiko yang lebih tinggi terkena HIV. Terutama
mereka yang suka/pernah melakukan hubungan seks
dengan orang asing yang berasal dari daerah-daerah
dimana angka insiden HIV/AIDS tinggi (Risqi and Wahyono,
2018).
c. LSL (Lelaki Suka Lelaki)
Berdasarkan Laporan Jendral Direktoral Kemenkes kasus
LSL yang mengidap HIV pada tahun 2019 sebanyak 4.421
kasus. LSL berisiko terkena HIV dikarenakan mereka yang
memiliki tingkah laku seksual yang tinggi/berisiko (Irianto,
2018; Direktoral, 2019).
d. Ibu Rumah Tangga
Dibandingkan dengan kelompok PSK, jumlah ibu
rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS mengalami
peningkatan yang lebih drastis. Ini kemungkinan disebabkan
oleh kurangnya intervensi terhadap pencegahan penyebaran
HIV/AIDS pada ibu rumah tangga. Berbeda dengan
pencegahan HIV/AIDS pada pekerja seks komersial yang
lebih digalakkan (Sari, 2018).
Pencegahan penyebaran HIV pada ibu rumah tangga
menemui kendala karena kebanyakan ibu hamil ataupun
yang hendak menjalankan program hamil menolak untuk
menjalani tes HIV/AIDS. Penolakan ini terjadi biasanya

9
karena merasa malu, tabu, atau merasa baik dirinya maupun
pasangannya tidak pernah berhubungan seksual dengan
orang lain. Hanya ada kurang dari 10% yang bersedia
menjalankan tes HIV setelah menikah (Sari, 2018).
e. Bayi
Ini mungkin sudah tidak terlalu asing bagi Anda. Ibu
hamil yang menderita HIV dapat menularkan virus tersebut
kepada bayinya. Penularan ini dapat terjadi ketika bayi masih
di dalam janin, ketika proses kelahiran, dan ketika menyusui.
Penularan dari ibu ke bayi ini adalah penyebab paling sering
mengapa anak-anak terkena HIV/AIDS (Sari, 2018).
Penularan HIV dari ibu ke bayi sebenarnya bisa
dicegah, jika:
 Perempuan yang mengidap HIV mendapatkan
pengobatan HIV selama kehamilan dan saat proses
melahirkan atau secara khusus menjadwalkan kelahiran
melalui operasi caesar. Operasi caesar menimalisir
kemungkinan cairan-cairan tubuh ibu menginfeksi bayi
saat proses kelahiran berlangsung.
 Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita HIV
kemudian diberi obat HIV selama 6 minggu setelah lahir
dan tidak diberi ASI. Di Amerika Serikat, ibu yang
menderita HIV dianjurkan untuk tidak menyusui bayinya
dan mengganti ASI dengan susu formula sebagai salah
satu pilihan untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi.
Obat-obatan HIV mengurangi jumlah virus HIV dalam
tubuh. Berkurangnya jumlah virus ini secara langsung dapat
menurunkan kemungkinan ditularkannya HIV kepada bayi
baik selama di dalam kandungan maupun saat proses
kelahiran (Sari, 2018).

10
Sebagian kecil dosis dari obat-obatan juga kemudian
dapat diteruskan ke bayi melalui plasenta. Ini dapat
melindungi bayi dari infeksi HIV terutama saat proses
kelahiran normal karena proses kelahiran melalui jalur
vaginal mengekspos bayi terhadap cairan tubuh ibu yang
membawa virus HIV (Sari, 2018).
7. Infeksi yang terjadi/Komplikasi yang ditimbulkan
a. Pneumonia Pneumocystis Carinii (PPC)
PPC merupakan infeksi oportunistik yang tersering
(80%) ditemukan pada penderita AIDS dan merupakan
infeksi awal pada 60% penderita. PPC disebabkan oleh
organisme kecil yang termasuk dalam golongan protozoa.
Lebih dari 50% protozoa ini ada dalam tubuh manusia, pada
seseorang yang sehat protozoa tersebut tidak menimbulkan
gejala. Lain halnya dengan penderita AIDS yang memiliki
daya tahan tubuh yang kurang (Wieruszewski et al., 2018).
Gejala awal PPC hamper sama dengan gejala umum
AIDS biasa yaitu penurunan berat badan, keringat malam,
pembesaran kelanjar getah bening, rasa lelah, kehilangan
nafsu makan, diare kronik dan sariawan. Maka dari itu perlu
adanya pemeriksaan klinis yaitu dengan cara pemeriksaan
bronkoskopi untuk melihat adanya protozoa Pneumocystis
carinii (Wieruszewski et al., 2018).
b. Tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman berbentuk batang, Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini biasanya menyerang paru-paru
(TB paru), tetapi dapat menyerang organ-organ tubuh
lainnya (TB ekstra paru) (Cahyati, 2019).
Penderita HIV mempunyai risiko lebih besar menderita
TB dibandingkan nonHIV. Risiko ODHA untuk menderita TB

11
adalah 10%. Word Health Organization (WHO)
memperkirakan TB sebagai penyebab kematian 13% dari
penderita AIDS. Meskipun risiko terinfeksi TB turun 70-90%
pada pasien yang mengkonsumsi ART, namun TB masih
merupakan penyebab kematian terbanyak pada penderita
HIV (Dwiputra et al., 2019).
Orang yang hidup dengan HIV memiliki 20 kali lipat
peningkatan risiko untuk mengembangkan penyakit TB.
Tanpa pengobatan antiretroviral sebanyak 50% orang yang
hidup dengan HIV yang telah terdiagnosis dengan TB
meninggal selama 6-8 bulan pengobatan TB. Risiko ini
meningkat menjadi 72%-98% diantara mereka yang multi-
drug resistant (MDR) (Dwiputra et al., 2019)
Berdasarkan data di Indonesia yang dilaporkan
menurut penyakit penyerta tuberkulosis pada pasien
HIV/AIDS diketahui bahwa pada tahun 2014 sebanyak 1.085
kasus, pada tahun 2015 sebanyak 275 kasus menurun
dibandingkan pada tahun sebelumnya, pada tahun 2016
sebanyak 194 kasus dan pada tahun 2017 tercatat dari sejak
bulan Januari sampai dengan Maret mengalami kenaikan
sebanyak 300 kasus (Cahyati, 2019)
c. Toksoplasmosis
Toxoplasma Gondii merupakan parasit obligat
intraseluler yang tersebar luas di seluruh dunia. Di Indonesia
prevalensi zat anti T gondii positif pada manusia berkisar
antara 2 % dan 63%. Pada pasien HIV positif didapatkan
sekitar 45% telah terinfeksi T. gondii. Pada pasien dengan
infeksi HIV, T. Gondii menyebabkan infeksi oportunistik yang
berat sehingga diperlukan penatalaksanaan yang tepat dan
sesegera mungkin. Pada individu sehat (immunokompeten)
parasit ini menyebabkan infeksi kronik persisten yang

12
asimptomatik, namun pada immunocompromised akan
terjadi reaktivasi sehingga menimbulkan gejala klinis (Yostila
and Armen, 2018).
Penderita yang mengidap Toksoplasmosis serebri
memiliki keluahan seperti adanya keluhan penurunan
kesadaran yang bertahap mulai dari gejala sakit kepala,
perubahan perilaku, hingga terjadinya kejang pada pasien ini
(Yostila and Armen, 2018).
d. Herpes Simplex
Infeksi virus herpes simplex tie 1 dan 2 yang timbul
dapat bersifat setempat atau dapat menyebar. Infeksi herpes
simplex pada penderita AIDS sering tampak pada bibir, biasa
dapat menyerang lidah, mukosa pipi dan gusi. Herpes
simplex sendiri banyak terjadi pada laki-laki homoseksual
(Irianto, 2018)
e. Kandidiasis
Kandidiasis oral (KO) merupakan manifestasi kulit dan
mukosa yang paling sering ditemukan pada pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection/Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Kandidiasis oral
merupakan infeksi pada mukosa yang disebabkan oleh
spesies Candida. Hampir 90% pasien dengan HIV/AIDS
mengalami KO sepanjang perjalanan penyakitnya (Reza,
Shw and Basuki, 2017).
8. Pencegahan
Sesuai dengan sifat penular HIV/AIDS itu sendiri, maka
pencegahan yang relative mudah dilakukan yaitu dengan cara
menghindari pemakaian jarum suntik secara berganti-
gantian/tidak steril, menghindari hubungan seks yang berisiko
tinggi. Selain itu pencegahan yang dilakukan dengan cara

13
penyuluhan mengenai dampak dari heteroseksual, pentingnya
pemakaian kondom, pemeriksaan dini.
9. Pengobatan
Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk
menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang dapat
memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut
antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur
yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan
mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4 (Irianto, 2018).
Beberapa jenis obat ARV, antara lain:
a. Efavirenz
b. Etravirine
c. Nevirapine
d. Lamivudin
e. Zidovudin
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan
memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk menilai respons
pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap
3-6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA dilakukan sejak
awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4 bulan selama masa
pengobatan (Irianto, 2018).
Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu
didiagnosis menderita HIV, agar perkembangan virus HIV dapat
dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus
terus merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko
penderita HIV terserang AIDS. Selain itu, penting bagi pasien
untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan
konsumsi obat akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat
dan memperburuk kondisi pasien (Irianto, 2018).

14
B. POLIO
1. Pengertian
Menurut (Satari, Ibbibah and Utoro, 2017), Poliomyelitis
atau polio berasal dari kata yunani, polio yang berarti abu-abu,
sedangkan myelon yang bersifat saraf perifer atau yang biasa
juga disebut paralis infatil. Sejarah penyakit ini diketahui dengan
di temukannya gambaran seorang anak yang berjalan dengan
tongkat dimana sebelah kiri mengecl pada lukisan artefak mesir
kuno tahun 1403-1365 sebelum masehi.
Polio adalah penyakit yang sangat menular yang di
sebabkan oleh virus polio yang berasal dari genus enterovirus
dan family picorna viridae. Virus tersebut masuk ketubuh melalui
mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran
darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Infeksi virus polio
terjadi di dalam saluran pencernaan yang menyebar ke sistem
syaraf. Syaraf yang diserang adalah syaraf motorik otak di
bagian grey matter dan kadang-kadang menimbulkan
kelumpuhan. (Rahmi, 2018)
Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur,
namun dari semua kasus kelompok umur yang paling rentan
terkena penyakit polio adalah 1-15 tahun. Polio ditandai dengan
gejala demam,lelah, sakit kepala, mual, kaku dileher, serta sakit
ditungkai bawah dan lengan. Polio menjadi beban kesehatan
masyarakat karena satu dari 200 infeksi yang menyebabkan
kelumpuhan permanen, dan 5-10 persen penderita kelumpuhan
pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan meninggal.
Kesehatan indonesia tahun 2017 hingga saat ini belum ada
terap[i pengobatan yang dapat menyembuhkan penderita polio.
Terapi pengobatan yang dilakukan hanya untuk mengurangi
komplikasi seperti kecacatan (Rahmi, 2018).

15
2. Epidemiologi (Agent, Host, Lingkungan)
a. Agent
Polio disebabkan oleh virus. Virus polio termasuk
genus entvrovirus. Terdapat 3 tipe yaitu 1,2, dan 3. Ketiga
virus tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah
tipe yang paling mudah di isolasi, diikuti tipe 3, sedangkan
tipe 2 paling jarang di isolasi. Tipe yang paling sering
menyebabkan wabah adalah tipe 1, sedangkan kasus yang
dihubungkan dengan vaksin yang di sebabkan oleh tipe 2
dan tipe 3 (Obi, 2015).
b. Host
Virus polio dapat menyerang semua golongan usia
dengan tingkat kelumpuhan yang bervariasi. Penyakit ini
dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang
paling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun
(Obi, 2015).
Resiko terjadinya polio
1) Belum mendapatkan imunisasi polio
2) Berpergian ke daerah yang masih sering di temukan
polio
3) Usia sangat lanjut atau sangat muda
4) Luka di mulut/hidung/ tenggorokan (misalnya baru
menjalani pengangkatan amandel atau pencabutan gigi)
5) Stres atau kelelaan fisik yang luar biasa (karena stres
emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh)
c. Lingkungan
Anak yang tinggal di daerah kumuh mempunyai
antibodi terhadap ketiga tipe virus polio. Sedangkan anak
yang tinggal di daerah yang tidak kumuh hanya 53% anak
yang mempunyai antibodi terhadap ketiga virus polio. Status

16
antibodi terhadap masing-masing tipe virus polio dari anak di
bekasi adalah 96% anak mempunyai antibodi terhadap virus
polio tipe 1, 96% anak mempunyai antibodi polio tipe 2 dan
76% anak memiliki antibodi polio tipe 3. Dan dapat
disimpulkan bahwa anak yang tinggalnya di daerah kumuh
anti bodi nya lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal
di daerah yang tidak kumuh (Obi, 2015).
3. Etiologi
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga
strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang system
saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio
menyerang tanpa mengenal usia, 50% kasus terjadi pada anak
berusia antara 3-5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala
pertama berkisar dari 3-35 hari (Irianto, 2018).
4. Tanda dan Gejala
Menurut (Pontoh and Angliadi, 2015) Gejala klinik
bermacam-macam dan digolongkan sebagai berikut:
a. Jenis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala
klinik sama sekali karena daya tahan tubuh cukup baik. Jenis
ini banyak terdapat waktu epidemi.
b. Jenis abortif
Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Gejala seperti infeksi virus lainnya, yaitu:
malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
c. Jenis non-paralitk
Gejala kliniknya hampir sama dengan poliomielitis
abortif, hanya nyeri kepala, nausea, dan muntah lebih hebat.
Terdapat tanda-tanda rangsangan meningeal tanpa adanya
kelumpuhan. Suhu bisa naik sampai 38-39oC disertai nyeri

17
kepala dan nyeri otot. Bila penderita ditegakkan, kepala akan
terjatuh kebelakang (head drops). Bila penderita berusaha
duduk dari sikap tidur maka kedua lututnya ditekuk dengan
menunjang kebelakang dan terlihat kekakuan otot spinal
(tripod sign).
d. Jenis paralitik
Gejala kliniknya sama seperti pada jenis non-paralitik,
kemudian disertai kelumpuhan yang biasanya timbul 3 hari
setelah stadium preparalitik.
5. Jenis-Jenis Polio
Menurut (Pontoh and Angliadi, 2015) ada beberapa jenis
polio yaitu :
a. Polio paralitik
Denervasi jaringan otot skelet sekunder oleh infeksi
poliovirus dapat menimbulkan kelumpuhan. Tanda-tanda
awal polio paralitik ialah panas tinggi, sakit kepala,
kelemahan pada punggung dan leher, kelemahan asimetris
pada berbagai otot, peka dengan sentuhan, susah menelan,
nyeri otot, hilangnya refleks superfisial dan dalam,
parestesia, iritabilitas, konstipasi, atau sukar buang air kecil.
Kelumpuhan umumnya berkembang 1-10 hari setelah gejala
awal mulai timbul Prosesnya berlangsung selama 2-3 hari,
dan biasanya komplit seiring dengan turunnya panas
b. Polio spinal
Polio spinal adalah tipe poliomielitis paralisis yang
paling sering akibat invasi virus pada motor neuron di kornu
anterior medula spinalis yang bertanggung jawab pada
pergerakan otot-otot, termasuk otot-otot interkostal, trunkus,
dan tungkai. Kelumpuhan maksimal terjadi cukup cepat (2-4
hari), dan biasanya timbul demam serta nyeri otot.15 Virus
dapat merusak otot-otot pada kedua sisi tubuh, tetapi

18
kelumpuhannya paling sering asimetris. Kelumpuhan
seringkali lebih berat di daerah proksimal dari pada distal
c. Polio bulbar
Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio paralitik. Polio
bulbar terjadi ketika poliovirus menginvasi dan merusak
saraf-saraf di daerah bulbar batang otak. Destruksi saraf-
saraf ini melemahkan otot-otot yang dipersarafi nervus
kranialis, menimbulkan gejala ensefalitis, dan menyebabkan
susah bernafas, berbicara, dan menelan. Akibat gangguan
menelan, sekresi mukus pada saluran napas meningkat,
yang dapat menyebabkan kematian.
d. Polio bulbospinal
Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik yang
memberikan gejala bulbar dan spinal; subtipe ini dikenal
dengan polio respiratori atau polio bulbospinal. Poliovirus
menyerang nervus frenikus, yang mengontrol diafragma
untuk mengembangkan paru-paru dan mengontrol otot-otot
yang dibutuhkan untuk menelan
6. Pencegahan
a. Imunisasi Pasif
Pada tahun 1950, William Hammon di University of
Pittsburgh memurnikan komponen gamma globulin darah
plasma korban polio. Hammon mengusulkan gamma
globulin, yang mengandung antibodi terhadap virus polio,
dapat digunakan untuk menghentikan infeksi virus polio,
mencegah penyakit, dan mengurangi keparahan penyakit
pada pasien lain yang memiliki polio (Singh R., Amit K.
Monga A.K., 2013).
Hasil uji klinis besar menjanjikan; gamma globulin
terbukti sekitar 80% efektif dalam mencegah perkembangan
poliomielitis paralitik. Itu juga terbukti mengurangi keparahan

19
penyakit pada pasien yang mengembangkan polio.
Pendekatan gamma globulin kemudian dianggap tidak
praktis untuk penggunaan luas, namun, sebagian besar
disebabkan oleh terbatasnya pasokan plasma darah,
sehingga komunitas medis mengalihkan fokusnya ke
pengembangan vaksin polio (Singh R., Amit K. Monga A.K.,
2013)
b. Vaksin Polio
Sejak pengenalan vaksin poliovirus di tahun 1950 dan
awal tahun 1960an, efektivitas vaksin untuk mencegah
poliomielitis telah dibuktikan secara nyata. Kasus polio
terakhir di Amerika Serikat yang disebabkan oleh virus polio
liar dilaporkan pada tahun 1979. Tidak ada kasus baru yang
dilaporkan di negara barat sejak Agustus 1991, dan hal ini
membuat Amerika mendapat sertifikasi bebas polio dari
komisi internasional di tahun 1994.5 Fakta ini membuat
pemikiran positif bahwa polio dapat dieradikasi di dunia.
(Satari, Ibbibah and Utoro, 2017)
7. Pengobatan
Adapun pengobatan penyakit polio menurut (Pontoh and
Angliadi, 2015) yaitu :
a. Istirahat selama fase akut.
b. Penderita diisolasi selama fase akut.
c. Terapi simtomatik untuk meringankan gejala.
d. Dilakukan fisioterapi untuk mengurangi kontraktur, atrofi, dan
atoni otot. Otot-otot yang lumpuh harus dipertahankan pada
posisi untuk mencegah deformitas. Dua hari setelah demam
menghilang dilakukan latihan gerakan pasif dan aktif.
e. Akupunktur dapat dilakukan dengan hasil yang cukup
memuaskan.

20
f. Terapi ortopedik dilakukan bila terjadi cacat karena
kontraktur dan subluksasi akibat terkenanya otot di sekitar
sendi dan lain-lain.

21
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Humman Immunodeficiency Virus. Penyakit
tidak mempunyai tanda dan gejala yang khas. Penyakit ini paling
banyak disebabkan karena perilaku heteroseksual, pemakaian
jarum suntik non-steril yang dimana lama-kelamaan akan
mengakibatkan beberapa komplikasi/infeksi penyakit lain seperti
Penyakit Tb, Kandidiasis, Pneumonia Pneumocystis Carinii
(PPC), Toksoplasmosis dan Herpes Simplex. Belum ada obat
untuk menyembuhkan penyakit ini tetapi ada obat yang berfungsi
untuk memperlambat perkembangbiakan virus tersebut yaitu
antiretroviral (ARV).
2. Polio adalah penyakit yang sangat menular yang di sebabkan
oleh virus polio yang berasal dari genus enterovirus dan family
picorna viridae. Virus tersebut masuk ketubuh melalui mulut,
menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah
dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya
otot dan kadang kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi di dalam
saluran pencernaan yang menyebar ke sistem syaraf. Syaraf
yang diserang adalah syaraf motorik otak di bagian grey matter
dan kadang-kadang menimbulkan kelumpuhan.

B. Saran
Sebagai seorang mahasiwa kesehatan masyarakat harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang masalah-masalah
kesehatan reproduksi yang ada di Indonesia dan mampu
menemukan solusi untuk masalah tersebut serta dapat
mengaplikasikan dalam dunia kesehatan masyarakat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Y. D. (2015) Bahan Ajar AIDS pada Asuhan Kebidanan -


Yulrina Ardhiyanti, Novita Lusiana, dan Kiki Megasari - Google Books.
Edited by Deepublish. Yogyakarta.
Cahyati, W. H. (2019) ‘Determinan Kejadian Tuberkulosis pada Orang
dengan HIV/AIDS’, HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH, 3(2), pp.
168–178.
Direktoral, J. K. R. (2019) Laporan Perkembangan HIV/AIDS & Penyakit
Infeksi Menular Seksual Triwulan II 2019. Jakarta.
Dwiputra, Y. et al. (2019) ‘Karakteristik pasien HIV / AIDS dengan
koinfeksi tuberkulosis pada Poliklinik VCT RSUP Sanglah’, Jurnal
Medicina, 50(2), pp. 386–390. doi: 10.15562/Medicina.v50i2.275.
Irianto, K. (2018) Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular.
Kedua. Edited by F. Zulhendri. Bandung: Alfabeta.
Ismail, Y. S. and Wasito, E. B. (2012) ‘HIV Genotype Analysis From HIV
Infected Patients in East Java Area’, Jurnal Natural, 12(2), pp. 23–29.
Ma’rifatun, R. L. and Sugiyanto, S. (2013) ‘Model Penyebaran Penyakit
Polio Dengan Pengaruh Vaksinasi’, Jurnal Fourier, 2(1), p. 11. doi:
10.14421/fourier.2013.21.11-18.
Mardaniah, Lestari, H. and Jumakil (2018) ‘RISIKO FAKTOR
ORIENTASI SEKSUAL TERHADAP KEJADIAN HIV/AIDS
BERDASARKAN PERILAKU SEKSUAL, NARKOBA PARENTERAL,
DAN RIWAYAT IMS DI KOTA KENDARI TAHUN 2017’, JURNAL
ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT, 3(2), pp. 1–13.
Obi, A. (2015) Penyakit Menular Di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu
Semesta.
Pontoh, L. M. and Angliadi, E. (2015) ‘Rehabilitasi Medik Pada
Poliomielitis’, Jurnal Biomedik (Jbm), 7(2). doi:
10.35790/jbm.7.2.2015.9327.
Rahmi, Y. (2018) ‘Upaya Pencegahan Penularan Wabah Penyakit Polio’,
Jurnal Info Singkat, 10(21).
Reza, N. R., Shw, T. and Basuki, S. (2017) ‘In Vitro Susceptibilty Test of
Fluconazole to Candida spp in Patients with Oropharyngeal Candidiasis
and HIV / AIDS with Vitek II’, Journal Periodical of Dermatology and
Venereology, 29(3).
Risqi, N. D. and Wahyono, B. (2018) ‘Program Pelayanan Voluntary

23
Counseling And Testing ( VCT ) di Puskesmas’, HIGEIA JOURNAL OF
PUBLIC HEALTH, 2(4), pp. 564–576.
Sari, A. N. (2018) ‘Pengetahuan ibu rumah tangga tentang hiv/ aids di rt
01 rw 01 dusun pucung lor kecamatan ngantru kabupaten tulungagung’,
Jurnal Kebidanan, 7(2).
Satari, H. I., Ibbibah, L. F. and Utoro, S. (2017) ‘Eradikasi Polio’, Sari
Pediatri, 18(3), p. 245. doi: 10.14238/sp18.3.2016.245-50.
Singh R., Amit K. Monga A.K., and S. B. (2013) ‘POLIO: A REVIEW
Rayat Institute of Pharmacy’, 4(5), pp. 1714–1724.
Wieruszewski, P. M. et al. (2018) ‘Early Corticosteroids for Pneumocystis
Pneumonia in Adults Without HIV Are Not Associated With Better
Outcome’, International Journal of Infectious Diseases. Elsevier Inc,
154(3), pp. 636–644. doi: 10.1016/j.chest.2018.04.026.
Yostila, D. and Armen, A. (2018) ‘Toxoplasmosis Cerebri Pada HIV
AIDS’, Jurnal Kesehatan Andalas, 7(Supplement 4), pp. 96–99.
Yuliyanasari, N. (2017) ‘Global Burden Desease – Human
Immunodeficiency Virus – Acquired Immune Deficiency Syndrome ( Hiv-
Aids )’, Qanun, 01(October 2016), pp. 65–77.
Zeth, A. dkk (2010) ‘PERILAKU DAN RISIKO PENYAKIT HIV-AIDS DI
MASYARAKAT PAPUA STUDI PENGEMBANGAN MODEL LOKAL
KEBIJAKAN’, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 13(4), pp. 206–
219.

24
CONTOH SOAL

A. HIV
1. Sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang
spesies lainnya. Pengertian dari ?
a. Polio
b. Diabetes
c. HIV
d. AIDS
2. Penyakit HIV bisa menular dikarenakan ?
a. Makanan
b. Minuman
c. Penggunaan jarum suntik bersamaan
d. Bersalaman
3. Menurut irianto 2018 Tanda dan gejala penyakit HIV yaitu ?
1) Flu
2) Sakit Tenggorokan
3) Kelelahan
4) Pegal di kaki
a. 2,3,4 c. 4,3,1
b. 1,2,4 d. 1,2,3
4. Penularan HIV/AIDS dengan cara transmisi seksual melalui
hubungan seks (homoseksual dan heteroseksual) melalui air
mani, cairan vagina dan serviks. Ini termasuk penularan melalui
metode ?
a. Transmisi seksual
b. Transmisi non seksual
c. Langsung
d. Tidak langsung
5. Kelompok yang paling rentan terkena HIV yaitu

25
a. Anak-anak
b. Remaja
c. Ibu hamil
d. Pengguna Napza
6. Yang mana termasuk pencegahan dari HIV
a. Menghindari pemakaian jarum suntik bersamaan
b. Menjaga kebersihan lingkungan
c. Olahraga
d. Makan yang teratur
7. Obat yang dapat memperlambat perkembangan virus HIV yaitu
a. Amoxilin
b. Ciprofloxacin
c. Ketokenazol
d. Antiretroviral
8. penyakit yang sangat menular yang di sebabkan oleh virus polio
yang berasal dari genus enterovirus dan family picorna
viridae.virus tersebut masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi
saluran usus. Pengertian dari?
a. Polio
b. HIV
c. AIDS
d. Diabetes
9. Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala klinik sama
sekali karena daya tahan tubuh cukup baik. Jenis ini banyak
terdapat waktu epidemi. Ini termasuk tanda dan gejala jenis?
a. Jenis asimtomatis
b. Jenis abortif
c. Non paralitik
d. Paralitik
10. Tipe poliomielitis paralisis yang paling sering akibat invasi virus
pada motor neuron di kornu anterior medula spinalis yang

26
bertanggung jawab pada pergerakan otot-otot, termasuk otot-otot
interkostal, trunkus, dan tungkai. Ini termasuk jenis polio ?
a. Paralitik
b. Spinal
c. Bulbar
d. Bulbospinal

27
B. POLIO
1. Masa inkubasi virus polio adalah...
a. 7-10 hari.
b. 7-14 hari
c. 10-14 hari
d. 7 hari
2. Penyakit Polio memiliki...... jenis
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4.
3. Kelumpuhan maksimal terjadi cukup cepat (2-4 hari), dan biasanya
timbul demam serta nyeri otot. Virus dapat merusak otot-otot pada
kedua sisi tubuh, tetapi kelumpuhannya paling sering asimetris.
Kelumpuhan seringkali lebih berat di daerah proksimal dari pada
distal. Hal ini termasuk dalam polio tipe....
a. Polio Paralitik
b. Polio Spinal.
c. Polio Burbar
d. Polio BulboSpinal

4. Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari.


Gejala seperti infeksi virus lainnya, yaitu: malaise, anoreksia,
nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan
nyeri abdomen. Merupakan Gejala Klinis jenis...
a. Asimtomatif
b. Paralitik
c. Non-Paralitik
d. Abortif.

28
5. Gejala kliniknya hampir sama dengan poliomielitis abortif, hanya
nyeri kepala, nausea, dan muntah lebih hebat. Merupakan gejala
klinis jenis..
a. Asimtomatif
b. Paralitik
c. Non-Paralitik.
d. Abortif
6. Terdapat ..... jenis vaksin Polio
a. 1
b. 2.
c. 3
d. 4
7. Poliovirus menginvasi dan merusak saraf-saraf di daerah bulbar
batang otak. Destruksi saraf-saraf ini melemahkan otot-otot yang
dipersarafi nervus kranialis, menimbulkan gejala ensefalitis, dan
menyebabkan susah bernafas, berbicara, dan menelan. Merupakan
polio tipe...
a. Bulbar.
b. Paralitik
c. Spinal
d. Bulbospinal
8. Virus polio ditularkan melalui
a. Fekal-oral (Mulut).
b. Udara
c. Kontak Langsung
d. Hubungan Seksual
9. OPV sering disebut sebagai vaksin polio Sabin sesuai nama
penemunya, bentuk trivalen (tOPV) untuk mencegah tiga jenis virus
polio. Vaksin tOPV adalah vaksin hidup yang dilemahkan
(liveattenuated virus vaccine), diberikan tiga dosis secara serial
untuk memberikan kekebalan selama...

29
a. 1 tahun
b. 10 tahun
c. 5 tahun
d. Seumur hidup.
10. Mengapa Vaksin polio oral lebih efektif untuk pemberantasan
poliomielitis...
a. Karena dapat menutup replikasi virus.
b. Karena dapat mencegah terjadinya viremia serta melindungi
motor neuron
c. Karena menghasilkan antibodi dengan netralisasi yang tinggi
d. Karena dapat mencegah kelumpuhan

30
CONTOH KASUS

A. HIV
“Determinan Kejadian Tuberkulosis pada Orang dengan
HIV/AIDS”
Cahyati, W. H. (2019, HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH, 3(2),
pp. 168–178.

Dalam jurnal ini membahas faktor penyebab penderita


HIV/AIDS koinfeksi TB yang berada di pelayanan kesehatan
Semarang. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu Case
Control dimana masing-masing sampel yang diambil sebanyak 30
sampel.
Hasil yang didapatkan dari faktor yang berhubungan dengan
kejadian TB pada ODHA yaitu:
1. Riwayat Merokok
Individu yang pernah merokok memiliki risiko sebesar 3,44
kali lebih besar untuk menderita TB dibanding kelompok yang
tidak merokok. Secara ringkas merokok dapat meningkatkan
risiko infeksi melalui efek yang bersifat meragukan pada struktur
dan fungsi jalan pernapasan dan respon imunologis pejamu
terhadap infeksi.
2. Riwayat kontak dengan penderita TB
Pasien ODHA yang memiliki riwayat kontak dengan pasien
TB memiliki risiko sebesar 8 kali untuk menderita TB
dibandingkan pasien ODHA yang tidak riwayat kontak dengan
pasien TB.
3. Stadium Klinis HIV
Dalam penelitiannya kelompok dengan staium HIV 3-4
berisiko 4,41 kali untuk terkena TB dibandingkan dengan pada
kelompok dengan stadium HIV 1-2.

31
B. POLIO
“Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidaklengkapan
Imunisasi Polio 4 Pada Bayi Di Puskesmas Tempe, Kecamatan
Tempe, Kabupaten Wajo”
Andi, Asnita. e-journal STIKES. Vol (2). No (4). Tahun 2013

Dalam jurnal ini membahas mengenai penyebab


ketidaklengkapan Imunisasi Polio sebanyak 4 kali. Dimana penelitian
ini menggunakan metode Cross Sectional Study dengan sampel ibu
yang mempunyai bayi yang berusia 5-11 bulan sebanyak 51
responden.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Motivasi Ibu
Dalam jurnal mengatakan bahwa masih ada ibu yang kurang
motivasi mengantarkan anaknya untuk melakukan imunisasi, hal
ini dikarenakan kurangnya transportasi menuju ke pelayanan
kesehatan
2. Aktivitas Petugas
Dalam jurnal ini mengatakan bahwa, petugas kesehatan yang
kurang aktif dalam melakukan kegiatan imunisasi di daerah
pelosok. Hal ini merupakan salah satu faktor ketidaklengkapan
imunisasi polio 4 di wilayah kerja Puskesmas Tempe.

32

Anda mungkin juga menyukai