HIV/AIDS + TB PARU
Pembimbing :
Disusun Oleh :
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan Paper yang berjudul
“HIV/AIDS + TB PARU Paper ini disusun sebagai tugas mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan
Sumatera Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF Ilmu Penyakit Dalam, khususnya dr. Siti Taqwa., Sp.PD. atas bimbingannya
selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam ini sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas “Paper” ini. Kami menyadari bahwa laporan kasus
ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus ini dan untuk melatih
kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................................
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
(TB) paru ini dapat menyerang semua usia dengan kondisi klinis yang
berbeda-beda atau tanpa dengan gejala sama sekali hingga manifestasi berat.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia.
Sampai sekarang ini belum ada satu negara pun di dunia yang bebas dari tuberkulosis
( Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat 2015)
Infeksi TB mengakibatkan penurunan asupan dan malabsorpsi nutrient serta
perubahan metabolisme tubuh sehingga terjadi proses penurunan massa otot dan
lemak (wasting) sebagai manifestasi malnutrisi energi protein. Malnutrisi pada infeksi
TB memperberat perjalanan penyakit TB dan mempengaruhi prognosis pengobatan
dan tingkat kematian (Kemenkes, 2021)
Tuberkulosis (TB) tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang
tepat, mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di
Indonesia. Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi OAT yang efektif,
perawatan yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini perlu
dilakukan agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada tuberkulosis.
Infeksi TB merupakan salah satu infeksi oportunistis pada penyakit
HIV/AIDS. Sekitar 49 % pasien dengan HIV/AIDS ditemukan dengan kondisi
koinfeksi TB. Pada pasien HIV/AIDS dengan sistem imunitas yang menurun, adanya
infeksi TB laten dapat dengan mudah berkembang menjadi TB aktif. Risiko pasien
HIV/AIDS menderita TB adalah sebesar 10% per tahun, sedangkan pada
non-HIV/AIDS risiko untuk menderita TB hanya sebesar 10% seumur hidupnya.
WHO menyebutkan bahwa prevalensi HIV/AIDS dengan koinfeksi TB pada tahun
2013 adalah sebesar 7,5%. Angka kematian akibat infeksi TB pada penderita
HIV/AIDS lebih tinggi, TB merupakan penyebab kematian tersering (30-50%) pada
penderita HIV/AIDS (WHO, 2013).
Tuberkulosis (TB) tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang
tepat, mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di
Indonesia. Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi OAT yang efektif,
perawatan yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini perlu
dilakukan agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada tuberkulosis.
Infeksi TB merupakan salah satu infeksi oportunistis pada penyakit
HIV/AIDS. Sekitar 49 % pasien dengan HIV/AIDS ditemukan dengan kondisi
koinfeksi TB. Pada pasien HIV/AIDS dengan sistem imunitas yang menurun, adanya
infeksi TB laten dapat dengan mudah berkembang menjadi TB aktif. Risiko pasien
3
2.1 HIV/AIDS
2.1.1 Definisi
AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan
kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus), ditemukan dalam tubuh terutama darah,
cairan sperma, cairan vagina, Air Susu Ibu. HIV merupakan jenis virus
yang menurunkan sistem kekebalan tubuh, sehingga orang yang terkena
virus ini menjadi rentan terhadap beragam infeksi atau juga mudah
terkena tumor (Susilawati et all, 2020).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan suatu retrovirus
dengan materi genetik (RNA) yang dapat mentransfer informasi genetik
RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse
transcriptase. HIV menginfeksi berbagai sel sistem imun antara lain :
4
5
2.1.2 Etiologi
Melemahnya system imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala
AIDS. HIV tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic
dalam Rebonukleat Acid (RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang
sel khususnya yang memiliki antigen permukaan CD4 terutama sel
limfosit T4 yang mempunyai peran penting dalam mengatur dan
mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa
menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel
dendrit pada kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan
sel serviks uteri. Lalu kemudian virus HIV akan masuk kedalam
limfosit T4 dan menggandakan dirinya selanjutnya akan
menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan tubuh
yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyerang maka virus ini
akan menyebabkan seseorang mengalami keganasan dan infeksi
oportunistik (Suliso, 2006 dalam Fauzan 2015). 5 fase transmisi infeksi
HIV dan AIDS yaitu:
1. Window Periode/Periode Jendela
Kondisi dimana seseorang sudah terinfeksi HIV tapi tubuhnya
belum memproduksi antibodi HIV, jika dites HIV akan
menunjukan non-reaktif/negative, tapi sebenarnya sudah
terinfeksi, HIV ini tidak langsung memperlihatkan gejala
tertentu, sebagian menunjukan gejala – gejala yang tidak khas
seperti infeksi akut. Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus
HIV.Contoh : ruam, pusing, demam, nyeri tenggorokan, tidak
enak badan seperti orang flu biasa.
2. Stadium 1/Asimtomatik (Tanpa Gejala)
Disini antibody HIV sudah terbentuk artinya walaupun tidak ada
gejala HIV tapi jika di tes HIV hasilnya sudah positif/re-aktif
atau kadang hanya sedikit pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Periode ini bisa bertahan berfariasi setiap orang ada yang
8-10 tahun, ada yang jauh lebih cepat berprogresif ada yang
6
2.1.3 Patofisiologi
Apabila virus HIV masuk kedalam tubuh seseorang dan bagaimana
caranya virus itu masuk kedalam tubuh sesorang, bisa melalui darah,
jadi bisa karena transfuse atau penggunaan jarum suntik yang bekas
pakai yang bergantian misalnya dan tidak steril kemudian jarumnya
bekas dipakai orang yang terinfeksi HIV maka akan menular. Jadi
menularnya melalui kontak lewat darah/cairan bukan kontak fisik maka
ketika sudah tertular virus akan masuk kedalam system peredaran
darah/tubuh seseorang. Kemudian setelah virus masuk kedalam
peredaran darah organ atau target yang akan diserang pertama kali oleh
virus ini adalah sel darah putih manusia atau sel CD4 jadi sel darah
8
putih itu ada limfosit, leukosit virus ini menyerang CD4 dari sel darah
putih limfosit. Virus ini nanti akanbinding atau terikat. Jadi di CD4
diluar dari permukaan CD4 itu ada reseptor dimana reseptor ini cocok
dengan sereptor yang di miliki oleh virus HIV jadi mereka bisa
bergabung. Karena sudah tergabung maka virus ini akanbinding/terikat
kemudian virus ini akan mengalami fusion setelah itu virus HIV akan
masuk kedalam sel CD4. Jadi virus HIV itu hanya memiliki RNA tidak
mempunyai DNA agar virus HIV tetap bertahan atau berkembang biak
atau reprekasi virus HIV harus memiliki DNA oleh karena itu HIV
memanfaatkan enzim reverse trancriptase untuk membantu mensintesa
DNA dari RNA. Lalu terbentuklah DNA dari virus HIV. Kemudian
DNA dari virus HIV akan memasuki nucleus dari sel CD4 dan akan
bergabung disana, dan berintegrasi dengan DNA manusia tujuannya
untuk bereplekasi karena ketika sel CD4 bereplekasi otomatis dia akan
ikut bereplikasi. Setelah itu virus HIV akan assembly atau menyusun
virus baru kemudian setelah virus barunya tersusun dan protein –
protein lainnya maka virus HIV akan bereplekasi dan menyusun dirinya
menjadi bakal/diaimatur, virus ini non infeksius. Untuk proses
pematangannya setelah sel ini meninngalkan sel CD4. Selanjutnya
akanmerilist protease sehingga menjadi sel yang matur atau infeksius.
Karena itu sel CD4 ini akan menjadi parameter ketika penegakan
diagnose dari HIV disebabkan CD4 adalah target dari HIV. (Martens.et
al,2014, Kummar.et al,2015).
HIV tidak mengarah menjadi AIDS. Pasien dengan set point >
100.000 kopi / mL darah akan mengalami penurunan sel CD4
lebih cepat dah berkembang menjadi AIDS < 10 tahun. Fase
laten berlangsung sekitar 3-13 tahun setelah terinfeksi HIV
(Nelwan, E.J. dan Wisaksana, R. 2015)
2.1.6 Klasifikasi
Sistem klasifikasi stadium HIV berdasarkan WHO (terakhir
direvisi tahun 2007) ditunjukkan dalam tabel 1, dapat digunakan di
negara dengan sumber daya terbatas yang tidak memiliki fasilitas
memadai untuk melakukan penghitungan sel CD4 atau metode
diagnostik HIV lainnya. Sistem WHO mengklasifikasikan stadium HIV
hanya berdasarkan keadaan klinis yang bisa dikenali oleh klinisi, tanpa
membutuhkan pengalaman atau pelatihan khusus. Kondisi klinis
dikategorikan menjadi stadium 1-4 serta batasan orang dewasa dan
remaja didefinisikan berusia ≥ 15 tahun (U.S. Department of Health and
Human Services, 2014).
Pasien dimasukkan ke dalam suatu stadium ketika mereka
menunjukkan minimal satu gejala yang termasuk ke dalam kriteria
stadium tertentu. World Health Organization menyatakan manifestasi
klinis stadium 4 yang langsung dapat didiagnosis sebagai AIDS adalah
HIV wasting syndrome, pneumonia pneumocystis, pneumonia bakteri
berat atau secara radiologis dan rekuren, infeksi herpes simpleks kronik
(orolabial, genital atau anorektal > 1 bulan), tuberkulosis ekstraparu,
sarkoma Kaposi, toksoplasmosis pada sistem saraf pusat, ensefalopati
HIV.
Stadium Klinis Kondisi Klinis atau Gejala
Infeksi primer Asimptomatis
HIV Sindrom retrovirus akut
Infeksi stadium I Asimptomatis
Limfadenopati generalisata persisten
Infeksi stadium II Penurunan berat badan sedang yang tidak
diketahui sebabnya (<10% dari berat badan
yang terukur)
Infeksi tractus respiratorius rekuren
(sinusitis, bronchitis, otitis media, faringitis)
Herpes Zoster
Cheilitis angular
Ulserasi oral rekuren
Erupsi pruritic popular
13
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur pada kuku jari ektremitas
Infeksi stadium Penurunan berat badan yang berat (>10%
III *Kondisi berat badan yang terukur)
dimana dugaan Diare kronis tanpa diketahui penyebabnya
diagnosis dibuat selama >1 bulan
berdasarkan Kandidiasis oral
gejala klinis atau Oral hairy leukoplakia
dengan TB paru, didiagnosis selama 2 tahun terakhir
investigasi Infeksi bakteri berat (pneumonia, empyema,
sederhana piomiositis, infeksi tulang atau sendi,
meningitis, bakteremia)
Stomatitis, gingivitis / periodontitis ulseratif
nekrosis akut
Kondisi anemia yang tidak diketahui
penyebabnya (<8 g/dl) dengan atau
neutropenia (500/mm3) atau trombositopeni
(<50.000/mm3) selama >1 bulan (kondisi
dikonfirmasi melalui uji diagnostic)
Infeksi stadium HIV wasting syndrome
IV *Kondisi Pneumonia pneumocystis
dimana dugaan Pneumonia bakteri berat atau secara radiologi
diagnosis dibuat dan rekuren
berdasarkan Infeksi herpes simpleks kronik (orolabial,
gejala klinis atau genital atau anorectal dalam durasi >1 bulan)
dengan Kandidiasis esofageal
investigasi TB Ekstraparu
sederhana
Sarkoma Kaposi
Toksoplasmosis pada sistem saraf pusat
Ensefalopati HIV
Kriptokokosis ekstrapulmoner, termasuk
meningitis
Infeksi mycobacteria non-tuberculous
progresif
Progressive multifocal leukoencephalopathy
(PML)
Kandidiasi pada trakea, bronkus atau paru
Kriptosporidiosis
Isosporiasis
Infeksi herpes simpleks visceral
Infeksi cytomegalovirus (rhinitis atau organ
lain selain hati, limpa dan kelenjar limfe)
Mikosis diseminata (histoplasmosis,
coccidiomycosis, penicillosis)
14
2. Kultur HIV
HIV dapat dikultur dengan cairan plasma, serum,
peripheral blood mononuclear cells, cairan serebrospinal, saliva,
semen, lendir serviks, serta ASI. Kultur HIV biasanya tumbuh
15
2.1.10 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan ODHA terdiri atas beberapa jenis, yaitu :
a) Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat Anti
Retroviral (ARV)
b) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker
yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberculosis,
hepatitis, toksoplasma, sarcoma Kaposi, limfoma, kanker serviks
c) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang
lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan
psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan
perlu menjaga kebersihan
Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat
ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat
berkurang (Djoerban, Z. dan Djauzi, S. 2015).
1) Terapi Antiretroviral
Terapi antiretroviral selama fase akut dapat secara
signifikan menurunkan penularan infeksi terhadap orang lain,
meningkatkan marker infeksi, meringankan gejala penyakit
penyakit, menurunkan titer virus, mengurangi reservoir virus,
menekan replikasi virus dan mempertahankan fungsi
imunitas.19
Sekarang ini prinsip pemberian ARV adalah harus
menggunakan tiga jenis obat yang ketiganya harus terserap
dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal
dengan istilah Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART)
dan seringkali disingkat menjadi Antiretroviral Therapy
19
2.1.11 Prognosis
Faktor-faktor tertentu berkorelasi dengan prognosis yang lebih
buruk dari kondisi terkait AIDS: ras Afrika-Amerika atau campuran,
jumlah infeksi oportunistik, status fungsional dan gizi yang buruk,
anemia, penyalahgunaan zat aktif, jumlah CD4+ yang rendah, dan viral
load HIV yang tinggi.
Untuk pasien yang tidak menerima ART dengan jumlah CD4 <50,
kelangsungan hidup berkisar antara 12-27 bulan; mereka dengan jumlah
CD4+ <20 memiliki kelangsungan hidup rata-rata 11 bulan.
Banyak pasien meninggal bukan karena HIV/AIDS. Dalam satu
penelitian berbasis rumah sakit besar, 78% kematian tidak terkait AIDS.
Yang mengejutkan, kematian ini lebih terkait dengan penggunaan
combined Anti Retroviral Therapy (cART), jumlah CD4+ yang lebih
tinggi, dan viral load HIV yang ditekan.
Kriteria kelayakan rumah sakit meliputi: tidak adanya terapi cART,
penurunan status kinerja (Skala Kinerja Paliatif <50%), jumlah CD4+
<25 sel/mcL, dan viral load >100.000 kopi/mL ditambah limfoma SSP,
AIDS wasting syndrome (> penurunan berat badan 10% yang tidak
disebabkan oleh kondisi lain); Mycobacterium Avium Complex (MAC);
Progressive Multifocal Leukoencephalopaty (PML); limfoma sistemik;
sarkoma Kaposi visceral, gagal ginjal tanpa dialisis, infeksi
kriptosporidium, atau toksoplasmosis.
Beberapa ahli telah menggambarkan "efek Lazarus" di mana
pasien AIDS tampaknya akan segera sekarat, hanya untuk mengalami
27
2.1.12 Komplikasi
a. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV
oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat (Susanto C., R. dan Made., A., M.2013).
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
2) Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau
ensefalitis. Dengan efek: sakit kepala, malaise, demam,
paralise total/parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi
sistemik, dan maranik endokarditis.
4) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
c. Gastrointertinal
29
2.2 TUBERKULOSIS
2.2.1 Definisi
dan jumlah kasus terendah yang tercatat di Amerika Serikat pada tahun
1953 (Singer-Leshinsky S, 2016).
2.2.3 Etiologi
2.2.5 Patogenesis
TB Paru
2.2.10 Penatalaksanaan
37
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin,
Pirainamid, dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
2.2.11 Prognosis
Sebagian besar pasien dengan diagnosis TB memiliki prognosis
yang baik. Terutama karena pengobatan yang diberikan efektif. Tanpa
pengobatan, angka kematian tuberkulosis lebih dari > 50%. Kelompok
pasien berikut ini lebih rentan terhadap prognosis buruk atau kematian
setelah infeksi TB
1. Usia ekstrem, lanjut usia, bayi, dan anak kecil.
2. Keterlambatan dalam pengobatan.
3. Bukti radiologis penyebaran luas.
4. Gangguan pernapasan berat yang membutuhkan ventilasi mekanis.
40
5. Imunosupresan
6. Tuberkulosis Multdrug Resistance (MDR) ( Adigun,2021) .
2.2.12 Komplikasi
TB paru apanila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi – komplikasi yang terjadi pada penderita TB
paru dibedakan menjadi dua, yaitu
1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut.
Komplikasi – komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium
lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau
syok hipovolemik.
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus.
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru.
d. Pneumotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep
yang pecah.
e. Penyebaran infeksi ke orang lain seperti otak, tulang, sendi,
ginjal, dan sebagainya (Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, Aru., et al,
2014)
masih kurang, buka jendela dan gunakan kipas untuk meniup udara
dalam ruangan ke luar.
3. Tutup mulut dengan menggunakan masker. Gunakan masker untuk
menutup mulut kapan saja ini merupakan langkah pencegahan TB
secara efektif. Jangan lupa untuk membuang masker secara teratur.
4. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan
desinfektan (air sabun)
5. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan.
6. Hindari udara dingin.
7. Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke
dalam tempat tidur.
8. Menjemur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
9. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
10. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
(Wahyuningsih, 2014).
43
BAB III
LAPORAN KASUS
No RM : 374790
Ruangan : Ar Rijal A
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Rory Sukma Perdana
Umur : 33 tahun
Status kawin : Belum Menikah
Agama : Kristen
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jl. Periuk No. 23 Sei Putih Tengah, Medan Petisah
Sumatera Utara
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Batuk
Telaah :
Pasien pria berusia 33 tahun datang ke IGD RSU Haji Medan rujukan dari
Rumah Sakit Bunda Thamrin dengan keluhan batuk selama kurang lebih 2
minggu yang tidak kunjung sembuh. Keluhan batuk tidak berdahak dan
tenggorokan dirasakan tidak nyaman. Saat batuk timbul pasien sudah melakukan
pengobatan untuk mengobati batuknya bahkan pasien berobat ke rumah sakit
permata bunda tapi tidak kunjung sembuh. Pasien juga kerap tidak bisa tidur
karena batuk yang cenderung lebih sering timbul dan berat pada malam hari.
Selain batuk, awalnya pasien datang ke Rumah Sakit Bunda Thamrin
dengan keluhan demam tinggi dan menggigil sepanjang hari kurang lebih 2
minggu, pada saat demam pasien juga mengeluhkan sakit diseluruh kepala, mata
rasa berkunang-kunang, hidung tersumbat, nyeri sendi, nyeri otot, dan badannya
terasa lemas.
Pasien juga mengeluh tubuhnya yang semakin hari semakin lemas. Pasien
juga mengeluhkan nyeri dibagian mulutnya seperti sariawan, tetapi rasa radang
atau sakit disekitaran gusi disangkal oleh pasien dan banyak bercak putih
disekitaran lidahnya, gatal- gatal dan kemerahan di area pipinya, bibir tampak
pucat, kering dan pecah-pecah tetapi tidak ada luka-luka di sekitaran bibir dan
sakit di bagian telinga juga disangkal oleh pasien. Selain itu pasien mengaku
44
seperti ada benjolan benjolan dibawah dagunya, sakit tenggorokan dan sulit
menelan juga diutarakan pasien selama dirawat dirumah sakit Haji Medan.
Pasien juga mengeluhkan lidahnya terasa pahit dan mual muntah saat
makan dan minum obat, Muntah makanan bercampur lendir kerap dialami pasien
setiap makan, dan tidak terdapat darah. pasien juga mengalami penurunan selera
makan sejak 3 minggu terakhir ini. Selain itu pasien juga mengatakan mengalami
BAB cair sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Pasien sudah meminum obat
antidiare dari dokter namun tak kunjung sembuh. Dan juga pasien mengatakan
berat badannya turun kurang lebih sebanyak 15 kg.
Pasien tidak mengeluhkan ada nyeri dibagian perutnya, tetapi banyak
bekas luka berwarna hitam dan gatal di bagian badan, dan kakinya, namun
keluhan seperti kemerahan di kaki dan tangan disangkal oleh pasien dan kuku
menebal, gatal-gatal, berwarna kuning, kering juga disangkal oleh pasien. Pasien
mengaku bahwa ia mempunyai riwayat ganti-ganti pasangan saat berhubungan
seksual. Selain itu pasien juga mengalami BAB cair sejak kurang lebih 1 bulan
yang lalu. Pasien sudah meminum obat antidiare dari dokter namun tak kunjung
sembuh.
BAK : 5 kali/hari, berwarna kuning jernih dan tuntas
BAB : 1 kali/ hari, konsistensi cair
RPT : Tidak Ada
RPK : Tidak Ada
RPO : zinc, selebihnya pasien lupa nama obat
R. Alergi : Tidak ada
R. Kebiasaan : Merokok dan berganti pasangan saat berhubungan seks.
44
7. TULANG
Dalam batas normal
8. OTOT
Nyeri otot
9. DARAH
Muka tampak pucat
Konjungtiva anemis (+)
10. ENDOKRIN
Adanya pembesaran
kelenjar getah bening.
11. FUNGSI GENITALIA
Tidak dilakukan
pemeriksaan
12. SUSUNAN SYARAF
Dalam batas normal
13. PANCA INDRA
Dalam batas normal
14. EKTREMITAS
Ada bekas kudis berwarna
cokelat kehitaman.
15. PSIKIS
Gelisah : Ya
16. KEADAAN SOSIAL
Pekerjaan :
Karyawan swasta
Hygiene : Buruk
46
ANAMNESA MAKANAN :
KEADAAN UMUM
KEADAAN PENYAKIT :
Anemi : Ya
Ikterus : Tidak
Sianosis : Tidak
Dispnoe : ya
47
Edema : Tidak
Eritema : Tidak
Turgor : Baik
Gerakan aktif : Ya
Sikap Tidur paksa : Tidak
KEADAAN GIZI :
BB : 50 KG
TB : 168 CM
RBW = BB/TB-100x100 % = 73 %
Kesan : Underweight
IMT = kg/cm² = 50/(1,68)2 = 17,8 Kg/cm2
Kesan : Underweight
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
DARAH
Darah Lengkap
Hematokrit 31,9 %
PDW 14,9 fL
RDW-CV 15,0 %
Index Eritrosit
MCV 9,57 fL
MCH 19 Pg
Eosinofil 0,359 %
Basofil 1,19 %
N. Segmen 89,8 %
Limfosit 3.92 %
Monosit 4,75 %
LED 30 mm/jam
49
Fungsi Hati
Albumin - g/Dl
Fungsi Ginjal
IMUNOSEROLOGI
Kesimpulan : TB Paru
DIAGNOSA BANDING :
1. HIV/AIDS + TB Paru
2. HIV/AIDS + Pneumonia
3. HIV/AIDS + Blastomycosis
4. HIV/AIDS + Tularemia
5. HIV/AIDS + Actinomycosis
TERAPI :
50
Medikamentosa :
1. IVFD RL 20 gtt/i
2. ( Zidovudin tab 250 mg 2x1 + Lamivudine tab 150 mg 2x1) + Efavirenz
600 mg 1x1
3. Kotrimoksasol 960 mg 1x1
4. Inj Ceftriaxone 1gr/ 12 jam
5. Inj Ranitidin 25mg / 12 jam
6. Inj ondancentron 1 amp / 8 jam
7. Ambroxol 30mg 2x1
8. Paracetamol tab 500mg 3x1
9. Acetylcysteine 3x 200 mg
10. Rifampisin 300mg 1x1
11. Isoniazid 300mg 1x1
12. Etambutol 750mg 1x1
13. Pirazinamid 500mg 1x1
14. Vit B6 2x1
15. Curcuma 3x1
16. Zinc tab 20 mg 1x1
PEMERIKSAAN ANJURAN :
- Darah lengkap
- Sputum BTA
- Foto Thorax
- Pemeriksaan Imunoserologi
- Gene X-Pert
- Kultur HIV
- Viral Load
BAB IV
DISKUSI
Secara teori pada anamnesa terdapat keluhan antaralain :
Penurunan berat badan sedang yang tidak diketahui sebabnya (<10% dari berat badan
yang terukur), Infeksi tractus respiratorius rekuren (sinusitis, bronchitis, otitis media,
faringitis), Herpes Zoster, Cheilitis angular, Ulserasi oral rekuren, Erupsi pruritic popular,
Dermatitis seboroik, Infeksi jamur pada kuku jari ektremitas, Penurunan berat badan yang
berat (>10% berat badan yang terukur), Diare kronis tanpa diketahui penyebabnya selama >1
bulan, Kandidiasis oral, Oral hairy leukoplakia, TB paru, didiagnosis selama 2 tahun terakhir,
Infeksi bakteri berat (pneumonia, empyema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,
meningitis, bakteremia), Stomatitis, gingivitis / periodontitis ulseratif nekrosis akut. Kondisi
anemia yang tidak diketahui penyebabnya (<8 g/dl) dengan atau neutropenia (500/mm3) atau
trombositopeni (<50.000/mm3) selama >1 bulan (kondisi dikonfirmasi melalui uji
diagnostic), HIV wasting syndrome, Pneumonia pneumocystis, Pneumonia bakteri berat atau
secara radiologi dan rekuren, Infeksi herpes simpleks kronik (orolabial, genital atau anorectal
dalam durasi >1 bulan), Kandidiasis esofageal, TB Ekstraparu, Sarkoma Kaposi,
Toksoplasmosis pada sistem saraf pusat, Ensefalopati HIV, Kriptokokosis ekstrapulmoner,
termasuk meningitis, Infeksi mycobacteria non-tuberculous progresif, Progressive multifocal
leukoencephalopathy (PML), Kandidiasi pada trakea, bronkus atau paru, Kriptosporidiosis,
Isosporiasis, Infeksi herpes simpleks visceral, Infeksi cytomegalovirus (rhinitis atau organ
lain selain hati, limpa dan kelenjar limfe), Mikosis diseminata (histoplasmosis,
coccidiomycosis, penicillosis), Recurrents non typhoidal salmonella septicaemia, Limfoma
(serebri atau non-Hodgkin sel B), Karsinoma serviks invasive, Leishmaniasis visceral.
Sementara itu, pada kasus keluhan-keluhan seperti; Penurunan berat badan (+), Infeksi
tractus respiratorius rekuren (-), Herpes Zoster (-), Cheilitis angular (-), Ulserasi oral
rekuren (+), Erupsi pruritic popular (-), Dermatitis seboroik(-), Infeksi jamur pada kuku jari
ektremitas (-), Diare kronis (+), Kandidiasis oral (+), Oral hairy leukoplakia (-), TB paru
(+), Infeksi bakteri berat (-), Stomatitis, gingivitis / periodontitis ulseratif nekrosis akut (-),
Pneumonia pneumocystis (-), TB Ekstraparu (-), Sarkoma Kaposi (-), Toksoplasmosis pada
sistem saraf pusat (-), Ensefalopati HIV (-), Kriptokokosis ekstrapulmoner, termasuk
meningitis (-), Infeksi mycobacteria non-tuberculous progresif (-), Progressive multifocal
leukoencephalopathy (PML) (-), Kandidiasi pada trakea, bronkus atau paru (-),
Kriptosporidiosis (-), Isosporiasis (-), Infeksi herpes simpleks visceral (-), Infeksi
51
cytomegalovirus (rhinitis atau organ lain selain hati, limpa dan kelenjar limfe) (-), Mikosis
diseminata (-), Recurrents non typhoidal salmonella septicaemia (-) Limfoma (+), Karsinoma
serviks invasive (-), Leishmaniasis visceral (-).
Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang pada HIV berdasarkan teori dapat dilakukan
pemeriksaan Antigen P24, kultur HIV, HIV RNA, pemeriksaan Antibodi. Pada Tuberculosis
dapat dilakukan pemeriksaan Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat,
limfositosis), Foto toraks, pemeriksaan Sputum BTA, Peroksidase anti peroksidase (PAP),
Tes Mantoux/Tuberkulin, Teknik Polymerase Chain Reaction, Becton Dickinson Diagnostic
Instrument System (BACTEC), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Sementara itu pada kasus dilakukan pemeriksaan Imunoserologi yang didapatkan hasil
reaktif HIV. Pada pemeriksaan foto thorax tampak fibroinfiltrat pada kedua lapang paru.
Secara umum penatalaksanaan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) terdiri atas beberapa
jenis, yaitu : Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat Anti Retroviral
(ARV). Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai
infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma Kaposi,
limfoma, kanker serviks serta pengobatan suportif.
Sementara itu pada kasus obat Anti Retroviral (ARV) yang diberikan (lamivudine +
Zidovudin) + Evafirenz . dan terapi profilaksis dengan kotrimoksazol 960 mg 1x1.
Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi yang menyertai infeksi HIV/AIDS,
seperti tuberculosis diberikan Rifampisin 300mg 1x1, Isoniazid 300mg 1x1, Etambutol
750mg 1x1, Pirazinamid 500mg 1x. Serta pengobatan suportif lain yang diberikan IVFD RL
20 gtt/I, Inj Ceftriaxone 1gr/ 12 jam, Inj Ranitidin 25mg / 12 jam, Inj ondancentron 1 amp / 8
jam, Ambroxol 30mg 2x1, Paracetamol tab 500mg 3x1, Vit B6 2x1, Curcuma 3x dan zinc tab
20 mg 1x1.
52
BAB V
KESIMPULAN
53
DAFTAR PUSTAKA