Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PENYAKIT HIV/AIDS

Disusun Oleh :

Ayundasari Yosmar, Amd, Kep

NIM : 2211010

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

KOTA MAKASSAR

TAHUN AJARAN

2022-2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 2

A. Latar Belakang ............................................................................................................. 2

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................... 6

D. Manfaat Peneliian......................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 7

A. Konsep Dasar HIV/AIDS ............................................................................................. 7

1. Pengertian HIV/AIDS ............................................................................................. 7

2. Etiologi HIV/AIDS ................................................................................................. 7

3. Tanda dan Gejala HIV/AIDS................................................................................... 8

4. Patofisiologi HIV/AIDS .......................................................................................... 8

B. Konsep Dasar Defisit Nutrisi Pada HIV/AIDS............................................................ 10

1. Pengertian Defisit Nutrisi ......................................................................................10

2. Etiologi Defisit Nutrisi...........................................................................................10

3. Tanda dan Gejala Defisit

Nutrisi............................................................................12

C. Asuhan Keperawatan Defisit Nutrisi pada HIV/AIDS................................................ 12

1. Pengkajian Keperawatan..................................................................................... ...12

2. Diagnosa Keperawatan .......................................................................... ...............14

3. Perencanaan Keperawatan............................................................... ......................16

4. Pelaksanaan keperawatan.......................................................................................19

5. Evaluasi keperawatan.................................................................. ..........................20

BAB III PENUTUP ................................................................................................ .............. .21

A. KESIMPULAN .......................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 22


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah

melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan

makalah individu ini dengan baik dan tanpa kendala apapun.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah

membantu sekaligus memberi dukungan dalam penyusunan makalah ini

Makalah berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT HIV-AIDS ini disusun

untuk memenuhi tugas semester genap mata kuliah Kepearawatan HIV/AIDS.

Penulis memohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini,

baik secara materi maupun penyampaian dalam karya tulis ini. Penulis juga menerima kritik

serta saran dari pembaca agar dapat membuat makalah dengan lebih baik di kesempatan

berikutnya.

Penulis berharap makalah ini memberikan manfaat dan dampak besar sehingga dapat

menjadi inspirasi bagi pembaca

Makassar, 25 Agustus 2023

Ayundasari Yosmar, Amd. Kep

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang menjadi

wabah internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini

merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human

Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (Kemenkes,

2015).

Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan

tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes,

2015).

Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS

masih merupan masalah kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015).

Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau

kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai bentuk paling

hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun dan tanpa gejala

yang nyata, hingga keadaan imunosupresi yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang

dapat membawa kematian (Padila,2012).

Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti HIV dan

akhirnya akan berkembang menjadi AIDS diperkirakan mencapai lebih dari 90%. Karena

tidak adanya pengobatan anti HIV yang efektif, Case Fatality Rate dari AIDS menjadi

sangat tinggi, kebanyakan penderita di negara berkembang (80-90%) mati dalam 3

sampai 5 tahun sesudah di diagnosa terkena AIDS (Kunoloji,2012).

Poltekkes Kemenkes Padang Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal penderitanya

(Tangadi,1996 & Budiharto,1997 dalam Desima,2013).

Laporan dari Joint United Nations Programme on HIV and AIDS atau UNAIDS pada
tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia, yang banyak tersebar di

wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total penderita HIV menjadi 36.7 juta dan

penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, 2016).

Laporan perkembangan HIV AIDS dari Direktorat Jendral Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI pada tanggal 18 Mei

2016 menyebutkan bahwa di Indonesia dari bulan Januari sampai dengan Maret 2016

jumlah HIV yang dilaporkan sebanyak 7.146 orang dan AIDS sebanyak 305 orang. Rasio

perbandingan antara laki-laki dan perempuan yaitu 2:1 (Ditjen P2P Kementrian

Kesehatan RI, 2016).

Total angka kejadian kasus AIDS yang dilaporkan di Sumatra Barat dari tahun 2009

sampai dengan bulan Maret 2016 yaitu 1.192 kasus, dimana komulatif Case Rate nya

yaitu 21,59%. Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan dari provinsi, pada tahun 2011 ada

132 kasus, pada tahun 2012 133 kasus, tahun 2013 ada 222 kasus, tahun 2014 ada 321

kasus, tahun 2015 ada 243 kasus, dan sampai bulan Maret 2016 ada 28 kasus (Ditjen P2P

Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Infeksi HIV menular melalui cairan genitalia (sperma dan cairan vagina) penderita

dan masuk ke orang lain melalui jaringan epitel sekitar uretra, vagina dan anus akibat

hubungan seks bebas tanpa kondom, heteroseksual atau homoseksual. Ibu yang menderita

HIV/AIDS sangat beresiko menularkan HIV ke bayi yang dikandung jika tidak ditangani

dengan kompeten (Nursalam.2011).

Menurut laporan Direktur Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau

Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 presentase faktor resiko HIV tertinggi

adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual (47%), Lelaki Seks Poltekkes

Kemenkes Padang Lelaki atau LSL (25%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada

penasun (3%). Sedangkan untuk presentase faktor resiko AIDS tertinggi adalah hubungan

seks beresiko pada heteroseksual (73,8%), Lelaki Suka Lelaki atau LSL (10%),

penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (5,2%), dan perinatal (2,6%). Orang
yang terinfeksi HIV atau mengidap AIDS biasa disebut dengan ODHA. Orang Dengan

HIV AIDS (ODHA) beresiko mengalami Infeksi Oportunistik atau IO. Infeksi

Oportunistik adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh seseorang

akibat virus HIV. Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan HIV stadium lanjut.

Infeksi Oportunistik yang dialami ODHA dengan HIV stadium lanjut menyebabkan

gangguan berbagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhan oksigenisasi,

nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosial spritual. Gangguan

kebutuhan dasar ini bermanifestasi menjadi diare, nyeri kronis pada beberapa anggota

tubuh, penurunan berat badan, kelemahan, infeksi jamur, hingga distres dan depresi

(Nursalam,2011).

Penurunan imunitas membuat ODHA rentan terkena penyakit penyerta, menurut

hasil laporan Direktur jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P

tahun 2016 ada beberapa penyakit penyerta yang biasa menyertai AIDS diantaranya,

Tuberkulosis, Taksoplasmosis, Diare, Kandidiasi, Dermatitis, PCP atau pneumonia

pneumocystis, Harpes simplex, Herpes zooster, Limfadenopati generalisata persisten.

Penyakit HIV AIDS juga memunculkan berbagai masalah psikologis seperti ketakutan,

keputusasaan yang disertai dengan prasangka buruk dan diskriminasi dari orang lain,

yang kemudian dapat menimbulkan tekanan psikologis (Green Setyowati 2004 dalam

Arriza, Dkk. 2013). Menurut Nursalam (2011) jika ditambah dengan stres psikososial-

spiritual yang berkepanjangan pada pasien Poltekkes Kemenkes Padang terinfeksi HIV,

maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian.

Berdasarkan pengalaman praktik keperawatan medikal bedah IV di ruang rawat inap

interne pria RSUP Dr. M.Djamil Padang pada bulan September 2016, terdapat 2 klien

yang menderita HIV AIDS dalam 1 minggu praktek. Berdasarkan observasi selama dinas

di bangsal interne pria, pengkajian tentang kebutuhan nutrisi pada pasien dengan HIV

AIDS kurang dilakukan secara rinci seperti penimbangan berat badan, pengukuran

antropometri. Evaluasi juga jarang dilakukan seperti jumlah makanan yang dimakan
pasien, seberapa banyak makanan yang dihabiskan pasien dalam 1 porsi pemberian, serta

jarang dilakukan evaluasi penimbangan berat badan. Nutrisi yang sehat dan seimbang

diperlukan pasien HIV AIDS untuk memperthankan kekuatan tubuh, mengganti

kehilangan vitamin dan mineral, meningkatkan fungsi sistem imun dan kemampuan

tubuh untuk memerangi penyakit dan juga meningkatkan respon terhadap pengobatan.

Namun pasien HIV dan AIDS seringkali tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah

yang cukup karena beberapa sebab diantaranya adanya lesi oral, mual, muntah kelelahan

dan depresi membuat ODHA menurun nafsu makannya (Nursalam, 2011). Perawat

memiliki tugas memenuhi kebutuhan dan membuat status kesehatan ODHA meningkat

melalui asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan atau proses

dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk

memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang

dihadapinya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti telah melakukan penelitian

tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana

asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien

dengan HIV AIDS

2. Tujuan Khusus.

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

c. Mendeskripsikan rencana keperawatan atau intervensi pada pasien dengan HIV

AIDS
d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan atau implementasi pada pasien dengan HIV

AIDS

e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

D. Manfaat Peneliian

1. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti dari

aspek aplikatif dan sebagai wujud aplikatif mata ajar riset keperawatan tentang

asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pustaka atau referensi dalam

pembuatan atau pengaplikasian asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pembanding untuk penelitian selanjutnya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar HIV/AIDS

1. Pengertian HIV/AIDS
HIV atau human immunodeficiency virus disebut sebagai retrovirus yang

membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan asam

deoksibonukleat (DNA). HIV disebut retrovirus karena mempunyai enzim reverce

transcriptase yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang

berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA.(Widyanto & Triwibowo, 2013).

AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome didefinisikan kumpulan

penyakit dengan karakteristik defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan


merupakan stadium akhir infeksi HIV (Widyanto & Triwibowo, 2013). Kerusakan

progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA amat rentan dan

mudah terjangkit bermacam-macam penyakit (Rendy & Margareth, 2012).

2. Etiologi HIV/AIDS

AIDS disebabkan oleh HIV yaitu suatu retrovirus pada manusia yang

termasuk dalam keluarga lentivirus. secara genetik HIV dibedakan menjadi dua,

tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan

virus yang menginfeksi sel T-CD4 yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi

untuk HIV. (Widyanto & Triwibowo, 2013). AIDS disebabkan oleh HIV yang

dikenal dengan retrovirus yang di tularkan oleh darah dan punya afinitas yang

kuat terhadap limfosit T. (Rendy & Margareth, 2012).

7
3. Tanda dan Gejala HIV/AIDS

Berikut ini adalah tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk

mendiagnosis HIV berdasarkan WHO. (Nursalam & Kurniawati, 2009)

a. Gejala Mayor yaitu penurunan berat badan, diare lebih dari 1 bulan

(kronis/berulang), demam, dan tuberkulosis.

b. Gejala Minor yaitu kandidiasis oral, batuk, pnemonia, dan infeksi kulit.

4. Patofisiologi HIV/AIDS

Menurut Widyanto & Triwibowo, (2013) HIV dapat membelah diri

dengan cepat dan kadar virus dalam darah berkembang cepat, dalam satu hari HIV

dapat membelah diri menghasilkan virus baru jumlahnya sekitar 10 miliar. Proses

terjadinya defisit nutrisi pada HIV/AIDS, pasien akan mengalami 4 fase yaitu :

a. Periode jendela

Pada periode ini pemeriksaan tes antibodi HIV masih negatif walaupun

virus sudah ada dalam darah pasien. Hal itu karena antibodi yang terbentuk

belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratium. Biasanya Antibodi

terhadap HIV muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi

primer. Pada periode ini pasien mampu dan berisiko menularkan HIV kepada

orang lain.

b. Fase infeksi akut

Proses ini di mulai setelah HIV menginfeksi sel target kemudian terjadi

proses replika yang menghasilkan virus baru yang jumlahnya berjuta-juta virion.

Virimea dari banyak virion ini memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan

gejala mirip flu. Sekitar 50-70% orang hiv yang terinfeksi mengalami sindrom

infeksi akut selama 3-6 minggu seperti influenza yaitu demam, sakit otot,

8
berkeringat, ruam, sakit tenggorokan, sakit kepala, keletihan, pembengkakan

kelenjar limfe, mual, muntah, anoreksia, diare, dan penurunan BB.

Antigen HIV terdeteksi kira-kira 2 minggu setelah infeksi dan terus ada

selama 3-5 bulan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis

kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena respon imun. Pada fase ini jumlah

limfosit T masih di atas 500 sel/mm3 kemudian akan menurun setelah 6 minggu

terinfeksi HIV.

c. Fase infeksi laten

Pada fase infeksi laten terjadi pembentukan respon imun spesifik HIV dan

terperangkapnya virus dalam sel dendritic folikuler (SDF) di pusat germinativum

kelenjar limfe. Hal tersebut menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala

hilang dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang di temukan virion

sehingga jumlahnya menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di

kelenjar limfe dan terjadi replika. Jumlah limfosit T-CD4 menurun sekitar 500-

200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi serokonversi positif individu pada

umumnya belum menunjukan gejala klinis (asimtomatis). Fase ini terjadi sekitar

8-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada tahun ke delapan setelah terinfeksi HIV

gejala klinis akan muncul seperti demam , kehilangan BB < 10%, diare, lesi pada

mukosa dan infeksi kulit berulang.

d. Fase infeksi kronis

Selama fase ini, replika virus terus terjadi di dalam kelenjar limfe yang di

ikuti kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe yaitu sebagai

perangkap virus akan menurun atau bahkan hilang dan virus diluncurkan dalam

darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion berlebihan, limfosit

9
semakin tertekan karena infeksi HIV semakin banyak. Pada saat tersebut terjadi

penurunan, jumlah limfosit T-CD4 di bawah 200 sel/mm3. Kondisi ini

menyebabkan sistem imun pasien menurun dan semakin rentan terhadap berbagai

infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah

AIDS.

B. Konsep Dasar Defisit Nutrisi Pada HIV/AIDS

1. Pengertian Defisit Nutrisi


Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Defisit nutrisi

adalah Keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan tidak berpuasa (normal)

atau risiko penurunan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk

kebutuhan metabolisme.(Nursalam & Kurniawati, 2009). Defisit nutrisi

merupakan suatu keadaan ketika individu yang tidak puasa mengalami atau

berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan asupan

yang tidak adekuat atau metabolisme nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan

metabolik. (Carpenito, 2012).

2. Etiologi Defisit Nutrisi

HIV/AIDS dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan

penyerapan zat gizi, menurunnya atau habisnya cadangan vitamin dan mineral

dalam tubuh. Defisit nutrisi pada pasien HIV/AIDS terjadi karena pasien

mengalami diare kronis, kandialisis oral, dan sariawan yang menyebabkan nafsu

makan menurun, pasien tidak mampu menelan makanan dan pasien tidak mampu

mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrien. Defisiensi vitamin dan mineral

pada ODHA dimulai sejak dini. Walaupun jumlah makanan ODHA sudah cukup

10
dan berimbang, tetapi ODHA harus mengonsumsi suplemen atau nutrisi

tambahan. (Tjokroprawiro dkk, 2015).

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) penyebab defisit nutrisi pada

HIV/AIDS yaitu :

a. Ketidakmampuan menelan makanan

Masuknya nutrisi yang adekuat atau sesuai kebutuhan dipengaruhi oleh

kemampuan pemilihan bahan dan cara persiapan makanan, pengetahuan,

gangguan menelan, kenyamanan saat makan, anoreksia, mual dan muntah atu

kelebihan intake kalori. Intake nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh

menimbulkan kekurangan nutrisi (Tarwoto & Wartonah, 2015). Pada pasien

HIV/AIDS disebabkan oleh asupan gizi yang tidak adekuat karena berkurangnya

nafsu makan, yang bisa disebabkan oleh kesulitan dalam menelan makanan

akibat dari infeksi seperti sariawan atau esofagitis yang disebabkan oleh jamur

Candidasp., infeksi oportunistik umum lainnya, demam, berupa perasaan mual

dan muntah.

b. Ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient

Kemampuan mencerna dan mengabsorpsi makanan dipengaruhi oleh

adekuatnya fungsi organ pencernaan. Adanya peradangan saluran cerna dapat

juga menimbulkan tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi. (Tarwoto & Wartonah,

2015). Pada pasien HIV/AIDS terjadi perubahan mekanisme kerja traktus

digestivus, interaksi obat dengan zat gizi. Hal ini menyebabkan malabsorbsi

karbohidrat dan lemak sehingga mempengaruhi vitamin larut dalam lemak seperti

vitamin A dan E, yang penting dalam sistem kekebalan tubuh.

11
3. Tanda dan Gejala Defisit Nutrisi

Secara spesifik tanda gejala defisit nutrisi pada pasien HIV/AIDS menurut

Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular tahun 2003 yaitu pasien HIV pada

umumnya mengalami penurunan nafsu makan. Tanda dan gejala lain defisit

nutrisi pada ODHA yakni terjadinya penurunan berat badan minimal 10% dari

rentang ideal dan diare kronis menyebabkan dehidrasi, absorpsi makanan buruk.

(Nursalam & Kurniawati, 2009).

Gejala dan tanda defisit nutrisi menurut PPNI, (2016) yaitu

a. Gejala dan tanda mayor

1) Data subjektif : tidak ada

2) Data objektif : berat badan menurun minimal 10 % di bawah rentang ideal

b. Gejala dan tanda minor

1) Data subjektif : cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu

makan menurun.

2) Data objektif : bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan

lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut

rontok berlebihan, diare.

C. Asuhan Keperawatan Defisit Nutrisi pada HIV/AIDS

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian keperawatan mencangkup pengumpulan informasi subjektif

dan objektif (misalnya, tanda tanda vital, wawancara pasien/ keluarga,

pemeriksaan fisik dan peninjauan informasi riwayat pasien yang diberikan oleh

pasien/keluarga, atau di temukan dalam rekam medik. Perawat juga

mengumpulkan informasi tentang kekuatan pasien/ keluarga (untuk

12
mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan risiko ( untuk mencegah atau

menunda potensi masalah). Pengkajian dapat didasarkan pada teori-teori

keperawatan yang ada yang telah dikembangkan menjadi kerangka. Kerangka ini

yang menyediakan cara untuk mengkategorikan data dalam jumlah yang besar ke

dalam kategori data terkait. Pengkajian dilakuakan untuk memahami masalah

yang dialami oleh pasien sehingga dapat ditentukan diagnosis yang sesuai untuk

melaksanakan tindakan keperawatan.Selama langkah pengkajian dan diagnosis

dari proses keperawatan, perawat mengumpulkan data mengolahnya menjadi

informasi, dan kemudian mengatur informasi yang bermakna dalam kategori

pengetahuan, yang dikenal sebagai diagnosis keperawatan. Pengkajian

memberikan kesempatan terbaik bagi perawat untuk membangun hubungan

terapeutik yang efektif dengan pasien. Dengan kata lain, pengkajian adalah

aktivitas intelektual dan interpersonal. (NANDA, 2018).

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016) dalam melaksanakan

pengkajian perawat harus mengkaji tanda dan gejala yang dibagi menjadi dua

kategori yaitu tanda mayor dan minor. Tanda dan gejala defisit nutrisi pada

HIV/AIDS sebagai berikut :

13
Tabel 1
Gejala dan Tanda Mayor Minor Defisit Nutrisi pada pasien HIV/AIDS

Gejala dan Subjektif Objektif


Tanda
1. Mayor - 1. Berat badan menurun
minimal 10 % di bawah
rentang ideal

2. Minor 1. Cepat kenyang 1. Bising usus hiperaktif


setelah makan 2. Otot pengunyah lemah
2. Kram/nyeri 3. Otot menelan lemah
abdomen 4. Membran mukosa pucat
3. Nafsu makan 5. Sariawan
menurun 6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok
berlebihan
8. Diare

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman

atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada

risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan

merupakan bagian penting dalam menetukan asuhan keperawatan yang sesuai

untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal. Diagnosis

keperawatan ini bertujuan untuk mengetahui pendapat pasien dan keluarga

mengenai situasi yang berkaitan dengan kesehatan. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016).

Proses penegakan diagnosis keperawatan terdiri dari tiga tahap yaitu

analisis data, identifikasi masalah, dan perumusan diagnosis. Analisis data

dilakukan dengan membandingkan data dengan nilai normal serta melakukan

pengelompokkan data. Identifikasi masalah yaitu melakukan identifikasi data-data

14
kedalam kelompok masalah aktual, risiko, dan promosi kesehatan. Perumusan

diagnosis dilakukan sesuai dengan masalah yang telah diidentifikasi dengan

menggunakan pola PES, yaitu problem sebagai masalah inti dari respon klien

terhadap kondisi kesehatannya, etiologi sebagai penyebab atau faktor yang

mempengaruhi perubahan status kesehatan, dan sign/symptom berupa tanda yang

berupa data objektif dan gejala yang berupa data subjektif. (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016)

Masalah (problem) dalam diagnosis pada pasien HIV/AIDS yaitu defisit

nutrisi. Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) defisit nutrisi

masuk ke dalam kategori fisiologi dengan subkategori nutrisi dan cairan. Defisit

nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme. Adapun penyebab (etiologi) yang menimbulkan terjadinya masalah

defisit nutrisi yaitu ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan

mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien. Sedangkan tanda dan

gejala (sign/symptom) yang muncul berupa tanda gejala mayor dan minor. Tanda

dan gejala mayor diantaranya berat badan menurun minimal 10 % di bawah

rentang ideal (objektif). Sedangkan tanda gejala minor diantaranya cepat kenyang

setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun (subjektif) serta

bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran

mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan, diare

(objektif).

Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini adalah defisit nutrisi

berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan/ Ketidakmampuan

mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan berat badan

15
menurun minimal 10 % di bawah rentang ideal, cepat kenyang setelah makan,

nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah

lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin

turun, rambut rontok berlebihan, dan diare.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah segala perawatan yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai

luaran (outcome) yang di harapkan. Luaran keperawatan ini mengarahkan status

diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. (Tim Pokja SIKI

DPP PPNI, 2018). Setiap rencana keperawatan terdiri atas tiga komponen yaitu

label, definisi dan tindakan. Tindakan ini terdiri atas observasi, terapeutik,

edukasi, dan kolaborasi. Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018),

Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Dalam perencanaan

keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi mengacu kepada

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang merupakan aspek-aspek

yang dapat diobservasi dan diukur yang meliputi kondisi, perilaku, dan persepsi

dari pasien, keluarga, dan komunitas sebagai respon terhadap perencanaan

keperawatan. Dalam hal ini mengunakan standar luaran yaitu status nutrisi yang

diharapkan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme membaik

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

16
Sedangkan perencanaan keperawatan dirumuskan sesuai dengan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang merupakan segala rencana

tindakan yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahun dan

penilaian klinis untuk mencapai standar luaran yang diharapkan. Dalam hal ini

perencanaan keperawatan terdiri dari : manajemen nutrisi dan promosi berat

badan. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

Adapun intervensi yang dapat dirumuskan pada pasien HIV/AIDS dengan defisit

nurisi adalah sebagai berikut :

17
Tabel 2
Perencanaan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS dengan Defisit Nutrisi

Diagnosis Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan


keperawatan hasil
1 2 3
a. Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan a. Manajemen nutrisi
ketidakmampuan tindakan 1. Identifikasi alergi dan
menelan makanan/ keperawatan selama intoleransi makanan
Ketidakmampuan 3x 24 diharapkan 2. Identifikasi makanan yang
mencerna asupan nutrisi untuk disukai
makanan dan memenuhi 3. Monitor asupan makanan
mengabsorbsi kebutuhan 4. Monitor hasil pemeriksaan
nutrient d.d berat metabolisme laboratorium
badan menurun membaik 5. Lakukan oral hygiene
minimal 10 % di SLKI label : Status sebelum makan, jika perlu
bawah rentang Nutrisi 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
ideal, cepat 1. Porsi makanan untuk menentukan jumlah
kenyang setelah yang di habiskan kalori dan jenis nutrien
makan, nyeri meningkat (5) yang dibutuhkan, jika perlu
abdomen, nafsu 2. Kekuatan otot b. Promosi berat badan
makan menurun, pengunyah 1. Monitor adanya mual dan
bising usus meningkat (5) muntah
hiperaktif, otot 3. Kekuatan otot 2. Monitor berat badan
pengunyah lemah, menelan 3. Sediakan makanan yang
otot menelan meningkat (5) tepat sesuai kondisi pasien
lemah, membran 4. Serum albumin
mukosa pucat, dalam batas
sariawan, serum normal ( 3,5-4,5
albumin turun, mg/dL)
rambut rontok 5. Perasaan cepat

18
1 2 3

berlebihan dan kenyang menurun


diare (5)
6. Nyeri abdomen
menurun (5)
7. Sariawan menurun
(5)
8. Diare menurun(5)
9. Frekuensi makan
membaik (5)
10. Nafsu makan
membaik (5)
11. Bising usus
membaik (5)
Membran mukosa
tidak pucat lagi (5)

Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2019), Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

4. Pelaksanaan keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun oleh perawat untuk mengatasi masalah pasien.

Implementasi dilaksanakan sesuai rencana yang sudah dilakukan, teknik

dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu

memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,

dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan

bagaimana respon dari pasien (Bararah & Jauhar, 2013).

19
5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan.

Kegiatan evaluasi ini merupakan membandingkan hasil yang telah dicapai setelah

proses implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam

perencanaan dan kriteria hasil evaluasi yang telah diharapkan dapat terapai. Proses

evaluasi dalam asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam SOAP (subjektif,

objektif, assesment, planing ). (Bararah & Jauhar, 2013).

a. Subjektif yaitu respon evaluasi tertutup yang tampak hanya pada pasien yang

mengalami dan hanya dapat dijelaskan serta diverifikasi oleh pasien tersebut.

Pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi diharapkan pasien mengatakan

tidak cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen menurun, nafsu

makan meningkat.

b. Objektif yaitu respon evaluasi yang dapat dideteksi, diukur, dan diperiksa

menurut standar yang diterima melalui pengamatan, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan medis lainnya. Pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi

diharapkan berat badan tidak menurun, bising usus normal, otot pengunyah

normal, otot menelan normal, membran mukosa tidak pucat lagi, sariawan

menurun, serum albumin normal (3,5-4,5 mg/dl), diare menurun.

c. Assessment adalah proses evaluasi untuk menentukan telah tercapainya hasil

yang diharapkan. Ketika menentukan apakah hasil telah tercapai, perawat

dapat menarik satu dari tiga kemungkinan yaitu tujuan tercapai, tujuan

tercapai sebagian, tujuan tidak tercapai.

d. Planning adalah penilaian tentang pencapaian tujuan untuk menentukan

rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan assessment.

20
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

HIV atau human immunodeficiency virus disebut sebagai retrovirus yang

membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan asam

deoksibonukleat (DNA). HIV disebut retrovirus karena mempunyai enzim reverce

transcriptase yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada

dalam RNA ke dalam bentuk DNA

AIDS disebabkan oleh HIV yaitu suatu retrovirus pada manusia yang termasuk

dalam keluarga lentivirus. secara genetik HIV dibedakan menjadi dua, tetapi

berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus yang

menginfeksi sel T-CD4 yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2015:

Kemenkes RI; 2015.

2. Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu Med

3. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Jakarta:

Kemenkes RI; 2016.

4. Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI. Laporan situasi perkembangan HIV dan

AIDSdi Indoensia januari-maret 2016. 2016. Kemenkes RI. Profil Kesehatan

Indonesia 2015. 2016.

5. Nursalam, N. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.

Jakarta: Salemba Medika.

6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

7. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

8. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

9. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

22

Anda mungkin juga menyukai