Anda di halaman 1dari 57

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan
berkat dan rahmatNya untuk kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah tugas
yang diberikan oleh dosen kepada kita.

Dengan dimulainya perkuliahan pada semester 3 ini kita telah memasuki masa
perjuangan baru demi mengemban tugas sebagai seorang mahasiswa. Mahasiswa harus
selalu bertanggung jawab akan tugas yang telah diberikan oleh dosen. Salah satunya
tugas makalah ini tentang kasus PJBL yaitu “Infeksi HIV dan AIDS”. Dengan diberikannya
tugas ini semoga dapat memberikan pengetahuan lebih bagi para pembaca sehingga
dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat untuk ke depannya.

Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi


penulis serta dapat memberikan manfaat juga bagi pembaca dan khususnya dapat
diaplikasikan ke masyarakat.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Kasus PJBL ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi  Infeksi HIV dan AIDS ......................................................................... 4
2.2 Epidemiologi  Infeksi HIV dan AIDS ................................................................ 5
2.3 Infeksi HIV dan AIDS ........................................................................................ 6
2.4 Proses Transmisi HIV ...................................................................................... 9
2.5 Pencegahan Infeksi HIV .................................................................................. 10
2.6 Standard Pencegahan Transmisi bagi Tenaga Kesehatan ............................... 11
2.7 Patofisiologi HIV-AIDS .................................................................................... 14
2.8 Tahapan-Tahapan Terjadinya Infeksi HIV serta Manifestasi Klinisnya ............. 18
2.9 Manifestasi Klinis HIV-AIDS (Ditinjau dari Respirasi, GI, Onkologi, Neurologi,
Depresi, Integument, Endokrin, Ginekologi) ................................................... 20
2.10 Pemeriksaan Diagnostik Pada Pasien HIV – AIDS ........................................... 25
2.11 Penatalaksanaan Infeksi HIV .......................................................................... 27
2.12 Resistensi Obat Pada HIV AIDS ........................................................................ 29
2.13 Manajemen Medis HIV AIDS ......................................................................... 31
2.14 Terapi Komplementer atau Alternative Pada Pasien HIV-AIDS ...................... 32

ASUHAN KEPERAWATAN HIV-AIDS .......................................................................... 39


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 54

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang mengancam hidup manusia. Saat
ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. Epidemi HIV pertama sekali
diidentifikasi pada tahun 1983. Derajat kesakitan dan kematian yang disebabkan
oleh HIV dan dampak global dari infeksi HIV terhadap sumber daya penyedia
kesehatan dan ekonomi sudah meluas dan terus berkembang. HIV telah
menginfeksi 50 – 60 juta orang dan menyebabkan kematian pada orang dewasa dan
anak – anak lebih dari 22 juta orang. Lebih dari 42 juta orang hidup dengan infeksi
HIV dan AIDS, yang kira – kira 70% berada di Afrika dan 20% berada di Asia, dan
hampir 3 juta orang meninggal setiap tahun. Penyakit ini sangat berbahaya karena
sekitar setengah dari 5 juta kasus baru setiap tahun terjadi pada dewasa muda,
yaitu 15 – 24 tahun (Abbas, 2007).
Menurut Hanum (2009) di Indonesia masalah AIDS cukup mendapat perhatian
mengingat Indonesia adalah negara terbuka, sehingga kemungkinan masuknya AIDS
adalah cukup besar dan sulit dihindari. Sampai Maret 2010 tercatat terjadi 20.564
kasus AIDS dengan 3.936 orang korban meninggal dunia di Indonesia. Jumlah
tersebut semakin bertambah seiring dengan banyaknya faktor dan sarana penularan
HIV/AIDS. Berdasarkan estimasi Depkes dan KPAN, kasus HIV/AIDS di Sumatera
Utara sejak tahun 1992 – April 2009 tercatat sebanyak 1680 orang dan 872
diantaranya telah menderita AIDS. Angka kejadian tertinggi di Sumatera Utara
adalah kota Medan dengan 1181 kasus. Di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah
penderita HIV/AIDS hingga Februari 2009 tercatat sekitar 1.296 kasus.
Orang dengan penyakit HIV/AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik. Infeksi
oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada kondisi -
kondisi tertentu yang memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh organisme non
patogen. Infeksi ini dapat menyerang otak (Toxoplasmosis, Cryptococcal), paru -
paru (Pneumocytis pneumonia, Tuberculosis), mata (Cytomegalovirus), mulut dan
saluran napas (Candidiasis), usus (Cytomegalovirus, Mycobacterium avium
complex), alat kelamin (Herpes genitalis, Human papillomavirus), dan kulit (Herpes
simplex). Kondisi Indonesia yang beriklim tropis dengan tingkat kelembaban udara

1
relatif tinggi membuat berbagai jenis kuman mudah berkembang biak dan dapat
berpengaruh pada jumlah infeksi tersebut (Febriani, 2010).
Secara klinis digunakan hitung jumlah limfosit CD4 sebagai penanda munculnya
infeksi oportunistik ini pada penderita HIV/AIDS. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel – sel darah putih manusia, terutama sel - sel
limfosit. Sel ini berfungsi dalam memerangi infeksi yang masuk ke dalam tubuh.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4 berkisar antara 1400 -
1500sel/μL . Penurunan CD4 disebabkan oleh kematian CD4 yang dipengaruhi oleh
HIV. Pada masa asimtomatik terjadi penurunan CD4 secara lambat dan
penurunannya semakin tajam pada stadium infeksi HIV yang lanjut. Infeksi - infeksi
oportunistik umumnya terjadi bila jumlah CD4 < 200/ml atau dengan kadar lebih
rendah. Salah satu manifestasinya dapat dilihat pada kulit. Seringkali kulit menjadi
organ pertama yang dipengaruhi selama perjalanan penyakit HIV. Penelitian yang
dilakukan Boon K. G. pada tahun 2007 mendapatkan, 80 - 95% pasien HIV
mempunyai kelainan kulit, bahkan UCSF (University California San Fransisco)
menyebutkan, prevalensi kelainan kulit pada pasien HIV/AIDS mencapai 100%.
Kelainan kulit ini menjadi penyebab morbiditas yang tinggi, yang memberikan efek
kosmetik dan mempengaruhi kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan, pada tahun 2009 - 2010, dari 91 pasien yang dirujuk
ke SMF Kulit dan Kelamin, didapati 134 kelainan kulit.

1.2. Kasus PJBL


Infeksi HIV dan AIDS
1. Definisi  Infeksi HIV dan AIDS
2. Epidemiologi  Infeksi HIV dan AIDS
3. Infeksi HIV dan AIDS  
4. Proses Transmisi HIV
5. Pencegahan Infeksi HIV
6. Standard Pencegahan Transmisi bagi Tenaga Kesehatan
7. Patofisiologi HIV-AIDS 
8. Tahapan-Tahapan Terjadinya Infeksi HIV serta Manifestasi Klinisnya
9. Manifestasi Klinis HIV-AIDS (Ditinjau dari Respirasi, GI, Onkologi, Neurologi,
Depresi, Integument, Endokrin, Ginekologi)

2
10. Pemeriksaan Diagnostik Pada Pasien HIV – AIDS
11. Penatalaksanaan Infeksi HIV
12. Resistensi Obat Pada HIV AIDS
13. Manajemen Medis HIV AIDS
14. Terapi Komplementer atau Alternative Pada Pasien HIV-AIDS
15. Asuhan Keperawatan HIV AIDS yang meliputi:
a. Pengkajian (status nutrisi, integritas kulit, respirasi, neurologi,
keseimbangan cairan dan elektrolit, tingkat pengetahuan)
b. Diagnosa keperawatan
c. Perencanaan: tujuan, kriteria hasil, intervensi
d. Evaluasi

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infeksi HIV dan AIDS


Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme pada
penjamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman yang tertentu, cara
transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun
airbone, dan dengan kontak langsung. (Ni Wayan Lia Utami, 2009)
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang
timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh
infeksi human immunodeficiency virus (HIV). AIDS ini bukan merupakan suatu
penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi
berbagai jenis mikroorganisme seperti, infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan
timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik,
2008).
HIV adalah singkatan Human Immunodefisiency Virus yaitu virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan
terhadap berbagai penyakit. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan
imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder
dan manifestasi neurologis. (Vinay Kumar, 2007). HIV telah ditetapkan sebagai agens
penyebab acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). AIDS adalah suatu
kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV.
(Sylvia Anderson Price, 2006).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
put ih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah put ih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang

4
yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA,2007c).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini
secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-
1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-
masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi.Diantara kedua grup
tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh
dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

2.2 Epidemiologi Infeksi HIV dan AIDS


Infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik
kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian
besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran
dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika
semakin meningkat (Djoerban dan Djauzi , 2007).
Jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di dunia pada tahun 2008 diperkirakan
sebanyak 33,4 juta orang. Sebagian besar (31,3 juta) adalah orang dewasa dan 2,1
juta anak di bawah 15 tahun (Narain, 2004).
Saat ini AIDS adalah penyebab kematian utama di Afrika sub Sahara, dimana
paling banyak terdapat penderita HIV positif di dunia (26,4 juta orang yang hidup
dengan HIV/AIDS), diikuti oleh Asia dan Asia Tenggara dimana terdapat 6,4 juta
orang yang terinfeksi. Lebih dari 25 juta orang telah meninggal sejak adanya endemi
HIV/AIDS (Narain, 2004).
Sampai dengan akhir Maret 2005, tercatat 6.789 kasus HIV/AIDS yang
dilaporkan. Jumlah itu tentu masih sangat jauh dari jumlah sebenarnya.
Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 memperkirakan jumlah penduduk
Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara 90.000 sampai 130.000 orang
(Djoerban, Djauz i ,2007)
Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), terdapat 19.973 jumlah
kumulatif kasus AIDS dengan 49,07% terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun,
30,14% pada kelompok umur 30-39 tahun, 8,82% pada kelompok umur 40-49 tahun,

5
3,05% pada kelompok umur 15-19 tahun, 2,49% pada kelompok umur 50-59 tahun,
0,51% pada kelompok umur>60 tahun, 2,65% pada kelompok umur < 15 tahun dan
3,27% tidak diketahui. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1.
Menurut laporan Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), 40,2% penderita AIDS
terdapat pada kelompok Pengguna Napza Suntik atau IDU. Kumulatif kasus AIDS
pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia hingga tahun 2009 adalah 7.966
kasus,7.312 kasus adalah laki-laki (91,8%), 605 kasus perempuan (7,6%) dan 49
kasus tidak diketahui jenis kelaminnya (0,6%). 64,1% terdapat pada kelompok umur
20-29 tahun, 27,1% pada kelompok umur 30-39 tahun, 3,5% pada kelompok umur
40-49 tahun, 1,5% pada kelompok umur 15-19 tahun, 0,6% pada kelompok umur
50-59 tahun,pada kelompok umur 5-14 tahun dan >60 tahun masing-masing 0,1%
dan 2,8% tidak diketahui kelompok umurnya.
Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), tercatat 19.973
kumulatif kasus AIDS terjadi di 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. Provinsi dengan rate kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk
tertinggi adalah Papua (133,07), Bali (45,45), DKI Jakarta (31,67), Kepulauan Riau
(22,23) Kalimantan Barat (16,91), Maluku (14,21), Bangka Belitung (11,36), Papua
Barat dan Jawa Timur (8,93) dan Riau (8,36).10 Provinsi yang memiliki proporsi AIDS
terbanyak hingga Desember 2009 adalah Jawa Barat (18,01%), Jawa Timur (16,16%),
DKI Jakarta (14,16%), Papua (14,05%), dan Bali (8,09%). Pada kelompok pengguna
napza suntik, proporsi AIDS terbanyak dilaporkan dari Provinsi Jawa Barat 32,99%,
DKI Jakarta 25,13%, Jawa Timur 12,82%, Bali 3,27%, Sumatera Barat 2,81%.
Menurut data dari Ditjen PPM & PL Depkes RI (2009), trend kecenderungan
jumlah kasus AIDS senantiasa mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 terdapat
2.639 kasus baru, tahun 2006 meningkat menjadi 2.873 kasus baru, tahun 2007
meningkat menjadi 2.947 kasus baru, pada tahun 2008 meningkat menjadi 4.969
kasus baru, hingga tahun 2009 terdapat 3.863 kasus baru. Sampai 31 Desember
2009 secara kumulatif pengidap infeksi AIDS menjadi 19.973 kasus.

2.3 Infeksi HIV dan AIDS


Virus yang menjadi penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV (Human Immuno-
deficiency Virus). Saat ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian
besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika

6
Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-
1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh)
sampai timbulnya penyakit lebih pendek.
HIV dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinalis, semen, air mata, sekresi
vagina atau serviks, urine, ASI, dan air liur. Penularan terjadi paling efisien melalui
darah dan semen. HIV juga dapat ditularkan melalui air susu dan sekresi vagina atau
serviks. Tiga cara utama penularan adalah kontak dengan darah dan kontak seksual
dan kontak ibu-bayi. Setelah virus ditularkan akan terjadi serangkaian proses yang
kemudian menyebabkan infeksi.

Gambar 1 dan 2. Anatomi HIV


Taksonomi
VI: ssRNA-RT viruses (+) sense RNA dengan DNA intermediet dalam daur hidup
Kingdom : Virus
Familia : Retroviridae
Subfamilia : Orthoretrovirinae
Genus : Lentivirus
Primate lentivirus group
Spesies : Human immunodeficiency virus 1
Human immunodeficiency virus 1
Berikut merupakan intisari tentang virus HIV dari berbagai sumber :
1. Merupakan “human type C retrovirus” yang masih satu family dengan HTLV-1
dan berkaitan erat dengan HIV-II yang menyebabakan penyakit di Afrika
Barat.

7
2. HIV merupakan retrovirus sitopatik non transforming yang menimbulkan
imunodefisisensi lewat destruksi sel T yang menjadi target.
3. Termasuk dalam keluarga lentivirus (virus imunodefisiensi pada kucing, kera,
visna virus pada domba, dan virus anemia infeksiosa pada kuda).
4. Bentuk HIV yang berbeda secara genetic tetapi berhubungan dalam antigen
yaitu HIV I dan HIV II. HIV I memiliki masa laten yang lebih pendek dari HIV II
yaitu sekitar 7-10 tahun sedangkan HIV II masa latennya lebih panjang dari
HIV I yaitu bisa sampai 20 tahun. HIV I merupakan tipe virus penyebab AIDS
yang sering ditemukan di Amerika Serikat, Eropa dan Afrika Tengah dan HIV II
adalah penyebab AIDS yang sering ditemukan di Afrika Barat. Namun
kebanyakan infeksi HIV banyak disebabkan oleh HIV I.
5. Virion HIV I berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang
padat electron dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membrane
sel host. Inti virus tersebut mengandung :
a. Kapsid utama p24 yang merupakan antigen virus yang paling mudah
dideteksi sehingga menjadi sasaran antibody yang digunakan untuk
mendiagnosis infeksi HIV dalam penapisan darah.
b. Nukleokapsid protein p7 dan p9.
c. Dua salinan RNA genom
d. Ketiga enzim virus (protease, reverse transcriptase, dan integrase)
6. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein yang disebut dengan p17, yang
terletak dibawah selubung virion. Selubungnya tersusun atas 2 glikoprotein
virus, yaitu gp 120 dan gp41 yang sangat penting untuk infeksi HIV pada sel.
7. Genom provirus HIV I mengandung gen gag, pol dan enu yang mengkode
berbagai jenis protein virus. HIV juga mengandung gen lain seperti tat, rev,
vif, nef, vpr, dan vpu yang mengatur sintesis serta perakitan virus yang
infeksius. Produk gen tat (transactivator) penting untuk replikasi virus yang
menyebabkan peningkatan transkripsi gen virus sebanyak seribu kali lipat.
Protein nef, mengaktifitasi aktivitas kinase intrasel (mempengaruhi aktivasi
sel T, replikasi virus, dan infeksi virus) dan penting untuk perkembangan
infeksi HIV in vivo.
8. HIV juga dibagi menjadi dua kelompok yang lebih luas, yaitu M (major) dan O
(outlier). Virus kelompok M adalah bentuk yang lebih umum diseluruh dunia

8
dan dibagi lagi kedalam sub tipe atau yang disebut clades. Tiap clades terdiri
dari clades A-J. clade B adalah bentuk yang paling umum ditemukan di Eropa
Barat dan Amerika Serikat sedangkan clade E ditemukan di Thailand.
9. Simpai lemak HIV I berasal dari host yang terinfeksi
10.Virus telah dapat diisolasi dari sel limfoid, serum, cairan cerebrospinal, dan
semua secret penderita terinfeksi
11.Antibody terhadap simpai HIV I dan protein core timbul pada lebih dari 90%
penderita AIDS

2.4 Proses Transmisi HIV


HIV dapat ditemukan di darah dan cairan tubuh manusia seperti semen dan
cairan vagina. Virus ini tidak dapat hidup lama di luar tubuh, maka untuk transmisi
HIV perlu ada penukaran cairan tubuh dari orang yang telah terinfeksi HIV. Cara
menular virus ini paling banyak adalah melalui kontak seksual, jarum suntik, dan
dari ibu ke anak (AVERT, 2011).
1. Hubungan seksual
Secara global, penularan virus HIV paling banyak berlaku melalui
heteroseksual.
2. Pengguna narkoba jarum suntik Pengguna narkoba jarum suntik adalah
kelompok risiko tinggi untuk mendapat HIV.
Berkongsi penggunaan jarum suntik secara bergantian adalah cara yang
efisien untuk transmisi virus yang menular melalui darah seperti HIV dan
Hepatitis
Cara ini akan meningkatkan risiko tiga kali lebih besar daripada transmisi HIB
melalui hubungan seksual.
3. Penularan dari ibu ke anak
Wanita hamil yang mempunyai HIV boleh mentransmisi virus ini saat hamil,
partus dan saat menyusui.
4. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
5. Infeksi di tempat kesehatan
Hospital dan klinik harus berhati-hati dalam pencegahan penyebaran infeksi
melalui darah (Fan, Conner dan Villarreal, 2011).

9
Menurut CDC (2007), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan
antara lain:
1. Bekerja atau berada di sekeliling penderita HIV / AIDS
2. Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet, atau melalui hal-
hal sehari-hari seperti berbagi makanan
3. Digigit nyamuk maupun serangga binatang lainnya.

2.5 Pencegahan Infeksi HIV


Infeksi HIV dapat dicegah. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui sejumlah
strategi yang disesuaikan dengan sasaran nasional dan mempertimbangkan
kepekaan budaya. Langkah pencegahan juga dapat dilakukan melalui kampanye
perubahan tingkah laku, pengetahuan, pengobatan serta menciptakan lingkungan
yang bersih dari sikap dan tindak diskriminasi.
Pencegahan penularan HIV pada wanita dilakukan secara primer yang mencakup
mengubah perilaku seksual dengan menerapkan prinsip ABC, yakni Abstinence
(tidak melakukan hubungan seksual), Be faithful (setia pada pasangan), dan Condom
(menggunakan kondom jika terpaksa melakukan hubungan dengan pasangan).
Wanita juga disarankan untuk tidak menggunakan narkoba, terutama narkoba
suntikan dengan pemakaian jarum yang bergantian, serta pemakaian alat menoreh
kulit dan benda tajam secara bergantian dengan orang lain (misalnya tindik, tato,
silet cukur dan lain-lain). Petugas kesehatan perlu menerapkan kewaspadaan
universal dan menggunakan darah serta produk darah yang bebas HIV untuk pasien
(Kurniawati & Nursalam, 2007).
Menurut Depkes RI, WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah
penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak, yaitu dengan mencegah jangan sampai
wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah dengan HIV/AIDS decegah supaya tidak
hamil, apabila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular pada bayi
dan anaknya, namun bila ibu dan anak sudah terinveksi maka sebaiknya diberikan
dukungan dan perawatan bagi ODHA dan keluarganya.
Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara, mulai saat hamil,
saat melahirkan, dan setelah lahir yaitu menggunakan antiretroviral selama
kehamilan, menggunakan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru lahir,
penanganan obstetrik selama persalinan, penatalaksanaan selama menyusui.

10
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus
yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Obat
yang bisa dipilih untuk negara berkembang adalah Nevirapine, pada ibu saat
persalinan diberikan 200 mg dosis tunggal, sedangkan pada bayi bisa diberikan 2
mg/kgBB 72 jam pertama setelah lahir dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih
adalah AZT yang diperikan mulai kehamilan 36 minggu 2 x 300 mg/hari san 300 mg
setiap jam selama persalinan berlangsung (Depkes RI, 2003).
Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode sectio caesaria karena terbukti
mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Bila bedah caesar
selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka risiko dapat diturunkan
sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar juga mempunyai risiko karena
imunitas ibu yang rendah sehingga bisa terjadi keterlambatan penyembuhan luka
bahkan bisa terjadi kematian bisa terjadi saat operasi. Oleh karena itu persalinan per
vagina atau sectis caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan
faktor lain. Bila persalinan per vagina yang dipilih, tindakan infasif seperti episiotomi
rutin, ekstraksi vakum ekstraksi cunam, memecahkan ketuban sebelum pembukaan
lengkap, terlalu sering melakukan periksa salam, serta memantau analisa gas darah
dengan mengambil sampel dari kulit kepala janin selama persalinan harus dihindari
karena meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke janin (Depkes RI, 2003).
Setelah persalinan, wanita bisa dianjurkan untuk memilih metode kontrasepi
yang mereka sukai untuk mencegah kehamilan selanjutnya. Kontrasepsi harus
segera dipakai paling lambat 4 minggu setelah persalinan (Depkes RI, 2003). Metode
kontrasepsi yang bisa disarankan adalah pemakaian kondom karena memberikan
perlindungan terhadap infeksi HIV dan PMS (penyakit menular seksual). Alternatif
lain yang disarankan adalah komtrasepsi oral atau hormon injeksi. Pemakain IUD,
MOW (sterilisasi) tidak disarankan pada wanita yang terinfeksi HIV karena dapat
menyebabkan penyakit radang pelvis dan peningkatan risiko perdarahan sehingga
memudahkan transmisi HIV.

2.6 Standard Pencegahan Transmisi bagi Tenaga Kesehatan


Bagi tenaga kesehatan, petunjuk yang dikeluarkan oleh OSHA2
menginformasikan tindakan pencegahan antara lain penggunaan alat perlindungan
pribadi dapat menurunkan resiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang

11
mungkin infeksius. Alat yang dianjurkan untuk digunakan antara lain sarung tangan,
baju pelindung, jas laboratorium, pelindung muka atau masker, dan pelindung
mata. Pilihan alat tersebut harus tepat sesuai dengan kebutuhan aktivitas pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Setelah penggunaan alat pelindungan diri tadi selesai digunakan dan dilepas,
tangan harus dicuci dengan sabun dan air sesegera mungkin. Alat-alat pelindung
yang telah digunakan tadi harus ditempatkan pada suatu tempat yang dirancang
khusus sebagai tempat penyimpanan, dekontaminasi atau pembuangan.
Tenaga kesehatan yang menderita dermatitis yang basah atau mempunyai lesi
dengan cairan eksudat harus menghindari kontak dengan semua pasien sampai
kondisinya membaik. Dalam keadaan dimana kulit atau membran mukosa
bersentuhan dengan cairan tubuh yang secara potensial dapat menimbulkan infeksi
bagian tubuh yang bersentuhan tadi dibilas dengan sabun dan air. Jika terjadi
kontak dengan mata, irigasi dengan air secara berulang-ulang sangat dianjurkan.
Jika tenaga kesehatan terpapar secara parenteral, tertusuk jarum suntik, tergores
pisau bedah, atau paparan pada membran mukosa, maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap HIV dan hepatitis.
Dalam upaya menurunkan seminimal mungkin resiko transmisi HIV atau VHB,
CDC menganjurkan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Semua petugas kesehatan harus berusaha mematuhi petunjuk umum yang
telah dijelaskan.
2. Dari data terakhir yang ada tidak ada dasar yang kuat untuk
merekomendasikan pembatasan kerja petugas kesehatan yang terinfeksi
oleh HIV atau VHB, mereka tidak diidentifikasi sebagai beresiko tinggi untuk
memaparkan penyakit dalam melakukan prosedur infasif, tetapi mereka
harus melakukan pembedahan umum maupun perawatan gigi menurut
teknik yang direkomendasikan dan mematuhi tindakan pencegahan yang
umum serta melakukan teknik sterilisasi atau disinfeksi sesuai yang
dianjurkan.
3. Prosedur yang mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pemaparan
harus diidentifikasi oleh intitusi dan organisasi penyakit
dalam/bedah/kedokteran gigi dimana prosedur tersebut dilaksanakan.

12
4. Petugas kesehatan yang melakukan prosedur yang mempunyai
kecenderungan untuk menimbulkan pemaparan harus mengetahui status
antibody HIV mereka.
5. Petugas kesehatan yang terinfeksi oleh HIV tidak boleh melakukan prosedur
yang mempunyai resiko tinggi kecuali mereka telah mendapatkan petunjuk
dari ahli yang berkepentingan dalam hal ini dan telah diberitahu mengenai
keadaan yang diperlukan, baru mereka boleh melanjutkan prosedur-
prosedur tersebut.
6. Pemeriksaan untuk petugas kesehatan terhadap antibodi HIV tidak
diharuskan. Pengkajian terakhir menyatakan kemungkinan petugas
kesehatan dapat mentransmisikan HIV kepada pasien dapat terjadi selama
prosedur yang mudah terpapar oleh infeksi tersebut dilakukan tanpa
didukung oleh pengalihan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam
mengimplementasikan program pemeriksaan. Ketaatan petugas kesehatan
akan hal-hal yang dianjurkan dapat ditingkatkan melalui pendidikan,
pelatihan dan petunjuk kerahasiaan yang tepat dan aman.
Petunjuk bagi petugas kesehatan harus selalu diperbaharui, dan perlu dicatat
bahwa mereka perlu diinformasikan terus menerus terhadap adanya perubahan
dimasa yang akan datang.

13
2.7 Patofisiologi HIV-AIDS

14
15
16
17
2.8 Tahapan-Tahapan Terjadinya Infeksi HIV serta Manifestasi Klinisnya
Tahapan-Tahapan Terjadinya Infeksi HIV
Virus HIV/AIDS masuk ke tubuh

Menginfeksi CD4 limfosit, makrofag, dendritik sel,dan sel mikroglia

Selubung protein ( gp120 ) memanfaatkan antigen CD4 sbg resptor utk


perlekatan

terjadi perubahan bentuk dimana gp120 membutuhkan koreseptor ( chemokine


CCR5 )

membentuk selubung protein kedua ( gp41 )

berinteraksi dengan membran sel pejamu dan memungkinkan HIV masuk ke


dalam sel RNA dari pejamu/host

kemudian akan membentuk DNA serat ganda oleh enzim reverse transcriptase

Setelah DNA masuk ke inti sel pejamu dan berintegrasi dengan DNA dari sel
pejamu
DNA virus akan ikut mengalami replikasi pada setiap terjadi proliferasi sel
pejamu

Terjadi virus baru dan berkembang di dalam membran sel

Terjadi AIDS

Tahap-tahap terjadinya penyakit AIDS meliputi infeksi primer, penyebaran virus


ke organ limfoid, masa laten, penyakit klinis dan kematian. Waktu antara infeksi
primer berkembang menjadi penyakit klinis sekitar 10 tahun. Diperkirakan sekitar
10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Akhirnya

18
penderita akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit klinis yang
nyata seperti infeksi opportunistik atau kanker.

Perjalanan penyakit infeksi HIV dapat dibagi dalam :


1. Transmisi virus
2. Infeksi HIV primer ( sindrom retroviral akut )
3. Serokonversi
4. Infeksi kronik asimtomatik
5. Infeksi kronik simtomatik
6. AIDS
7. Infeksi HIV lanjut ditandai dengan jumlah CD4 < 50/mm3

Manifestasi Klinis
Tidak setiap penderita dengan infeksi HIV akan berkembang menjadi AIDS.
Diperkirakan hanya 10-30% yang terinfeksi HIV akan menderita AIDS. Infeksi HIV
pada manusia mempunyai masa inkubasi yang lama (5-10 tahun) dan menyebabkan
gejala penyakit yang bervariasi mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang
berat sehingga menyebabkan kematian. Gejala AIDS yang umum adalah rasa lelah
berkelanjutan, pembengkakan kelenjar getah bening (Lymphadenotpathy), tidak
ada nafsu makan, berat badan tubuh lebih dari 10% perbulan, demam lebih dari
38°C, keringat malam yang berlebihan, diare kronis sampai terjadi infeksi
oportunistik. Sebagai manifestasi klinik utama dari AIDS adalah tumor dan infeksi
oportumistik.
1. Tumor
Jenis tumor yang sering menyerang penderita AIDS adalah :
1.1. Sarkoma Kaposi
Sejenis kanker kulit yang biasanya mengenai orang tua (usia > 60 tahun)
tetapi pada penderia AIDS dijumpai pada rentang usia < 60 tahun. Kelainan
ini agak spesifik untuk penderita AIDS.
1.2. Lymtoma Ganas.
Tersering sesudah sarkoma kaposi menyerang (usia <6 0 tahun) dan
mengenai susunan syaraf pusat, sumsum tulang dan rektum.

19
2. Infeksi Oportunistik
Infeksi oportunistik melibatkan hampir semua sistem dalam tubuh dan gejala
yang ditimbulkan tergantung dari kuman penyakit yang menyerang
 Manifestasi pada paru - paru
1. Pneumonia Pneumocytis Carini (PCP)
Pada umumnya infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-
paru PCP dengan geiala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.
2. CvtomegoloVirus (CMV).
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai kemensal pada paru tetapi
dapat menyebabkan penyakit pnemocystis. (merupakan penyebab kematian
pada 30% penderita AIDS)
3. Mycobacterium Avium.
Menimbulkan pneumonidifus timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan.
4. Mvcobacterium Tuberculosis.
Biasanya timbul lebih dini penyakit cepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain di luar paru.
 Manifestasi pada Gastrointestinal.
Tidak ada nafsu makan, diare gronos, berat badan turun lebih dari 10%
per bulan.
 Manifestasi Neurologis.
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukan manifestasi Neurologis yang biasanya
timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah
ensifalitis, meningitis, demensia, milopati dan neuropati perifer.

2.9 Manifestasi Klinis HIV-AIDS (Ditinjau dari Respirasi, GI, Onkologi, Neurologi,
Depresi, Integument, Endokrin, Ginekologi)
Orang dengan penyakit HIV/AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik. Infeksi
oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada kondisi -
kondisi tertentu yang memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh organisme non
patogen. Infeksi ini dapat menyerang otak (Toxoplasmosis, Cryptococcal), paru -
paru (Pneumocytis pneumonia, Tuberculosis), mata (Cytomegalovirus), mulut dan

20
saluran napas (Candidiasis), usus (Cytomegalovirus, Mycobacterium avium
complex), alat kelamin (Herpes genitalis, Human papillomavirus), dan kulit (Herpes
simplex). Kondisi Indonesia yang beriklim tropis dengan tingkat kelembaban udara
relatif tinggi membuat berbagai jenis kuman mudah berkembang biak dan dapat
berpengaruh pada jumlah infeksi tersebut.

Manifestasi
Stadium 1 Asimtomatik
- Tidak ada penurunan berat badan
- Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati Generalisata Persisten

Stadium 2 Sakit Ringan


- Penurunan berat badan 5-10%
- ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
- Luka disekitar bibir (keilitis angularis)
- Ulkus mulut berulang
- Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE (Pruritic popular
eruption))
- Dermatitis seboroik
- Infeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit Sedang


- Penurunan berat badan > 10%
- Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
- Kandidosis oral atau vaginal
- Oral hairy leukoplakia
- TB Paru dalam 1 tahun terakhir
- Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
- TB limfadenopati
- Gingivitis/ Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
- Anemia (HB < 8 g%), netropenia (< 5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)

21
Stadium 4 Sakit Berat (AIDS)
- Sindroma wasting HIV
- Pneumonia pnemosistis, pnemoni bacterial yang berat berulang
- Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan
- Kandidosis esophageal
- TB Extraparu
- Sarcoma Kaposi
- Retinitis CMV (Cytomegalovirus)
- Abses otak Toksoplasmosis
- Encefalopati HIV
- Meningitis Kriptokokus
- Infeksi mikobakteria non-TB meluas
- Lekoensefalopati multifocal progresif (PML)
- Peniciliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis meluas,
histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis)
- Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin (gangguan fungsi neurologis dan
tidak sebab lain seringkali membaik dengan terapi ARV)
- Kanker serviks invasive
- Leismaniasis atipik meluas
- Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIV

[Sumber : WHO, 2008]

Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV

Keadaan Umum
- Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
- Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,50 C) lebih
dari satu bulan
- Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
- Limfadenofati meluas

22
Kulit
- PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
- Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan
psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV

Infeksi
Infeksi jamur: - Kandidosis oral*
- Dermatitis seboroik
- Kandidosis vagina kambuhan
Infeksi viral: - Herpes zoster (berulang/melibatkan lebih dari satu
dermatom)*
- Herpes genital (kambuhan)
- Moluskum kontagiosum
- Kondiloma
Gangguan:
Pernafasan
- Batuk lebih dari satu bulan
- Sesak nafas
- TB
- Pnemoni kambuhan
- Sinusitis kronis atau berulang
Gejala:
- Neurologis
- Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya)
- Kejang demam
- Menurunnya fungsi kognitif
* Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV

Manifestasi Pada Anak


Stadium klinis WHO untuk bayi dan anak yang terinfeksi HIV (2011) :

Stadium Klinis 1

23
- Asimtomatik
- Limfadenopati generalisata persisten

Stadium Klinis 2
- Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan
- Erupsi pruritik papular
- Infeksi virus wart luas
- Angular cheilitis
- Moluskum kontagiosum luas
- Ulserasi oral berulang
- Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan
- Eritema gingival linear
- Herpes zoster
- Infeksi saluran nafas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea,
sinusitis, tonsilitis)
- Infeksi jamur pada kuku

Stadium Klinis 3
- Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespon adekuat
terhadap terapi standar
- Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (> 14 hari)
- Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (> 37.5 oC atau konstan, > 1
bulan) Kandidiosis oral persisten (setelah usia 6-8 minggu)
- Oral hairy leukoplakia
- Periodontitis/gingivitis ulseratif nekrotikan akut
- TB kelenjar
- TB paru
- Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
- Pneumonitis interstitial limfoid simtomatik
- Penyakit paru berhubungan dengan HIV kronik termasuk bronkiektasis
- Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dL), neutropenia (<500/mm3) atau
trombositopenia (<50.000/mm3)

24
Stadium Klinis 4
- Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak
berespon terhadap terapi standar
- Pneumonia pneumosistis
- Infeksi bakterial berat berulang (misalnya empiema, piomiositis, infeksi
tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia)
- Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus >1bulan atau viseralis
di lokasi manapun)
- TB ekstra pulmonar
- Sarkoma Kaposi
- Kandidiosis esofagus (atau trakea, bronkus, paru )
- Toksoplasmosis susunan saraf pusat (selain neonatus)
- Ensefalopati HIV
- Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain
dengan onset usia > 1 bulan
- Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
- Mikosis endemik diseminata (histo plasmosis,coccidiomycosis)
- Kriptosporidiosis kronik (dengan diare)

2.10 Pemeriksaan Diagnostik Pada Pasien HIV – AIDS


Diagnosis

a. Sebelum tes harus dikonseling dulu dan harus menandatangani surat


persetujuan (inform consent )
b. Konseling dapat dilakukan di :
 Klinik Voluntary Conseing and testing(VCT ) oleh konselor terlatih
 Tempat praktek, puskesmas oleh petugas kesehatan terlatih secara
provider initiative testing and conseling( PITC ).
c. Jaga kerahasiaan status pasien

Diagnosis sering terlambat karena :


• Diagnosis klinis dini sulit karena periode asimptomatik yang lama.
• Pasien enggan / takut periksa ke dokter

25
• Sering pasien berobat pada stadium AIDS dengan infeksi oportunistik yang
sulit didiagnosis karena :
- Kurang dikenal
- Manifestasi klinis atipikal
- Sarana diagnostik kurang

Pemeriksaan Diagnostik Klinis

Curiga AIDS secara klinis :

• Batuk lebih dari 2 – 3 minggu


• Penurunan berat badan menyolok > 10 %
• Panas > 1 bulan
• Diare > 1 bulan
• Perhatikan : kandidiasis oral
• Herpes zooster yang luas, kambuhan
 Sariawan rekuren dan berat
• Penyakit kulit :
- Dermatitis Seborroik Kambuhan,
- Psoriasis
- Prurigo Noduler,
- Dermatitis Generalisata
 Limfadenopati generalisata
 Infeksi jamur kambuhan ( kandidiasis vagina / keputihan ) pada alat kelamin
wanita
 Pneumonia berat berulang
 Pasien TBC terutama :
- TB Ekstrapulmonal : Limfadenitis TB, Efusi Pleura
- TB, TB Intestinal, TB Peritoneal, TB Kulit
- TB Paru + Kandida Oral
- TB – MDR , TB-XDR

Pemeriksaan Diagnostik Laboratorium

a. Diagnosis Laboratorium

26
 Serologis / deteksi antibodi : rapid tes, ELISA, Western Blot (untuk
konfirmasi)
 Deteksi virus : RT- PCR, antigen p24
b. Indikasi :
 Pasien secara klinis curiga AIDS
 Orang dengan risiko tinggi
 Pasien infeksi menular seksual
 Ibu hamil di antenatal care ( PMTCT )
 Pasangan seks atau anak dari pasien positif HIV

 Perhatikan hasil negatif palsu karena periode jendela


Pada risiko tinggi , tes perlu diulang 3 bulan kemudian, dan seterusnya tiap 3
bulan.

 Hati-hati hasil positif palsu terutama pada pasien yang asimptomatik.

Pemeriksaan serologi harus dikonfirmasi dengan western blot, atau


setidaknya harus dengan strategi 3 test dengan metode berbeda yang
melibatkan ELISA.

2.11 Penatalaksanaan Infeksi HIV


Penatalaksanaan HIV secara klinis pada kehamilan terus dikembangkan untuk
menekan transmisi secara vertikal. Salah satunya dengan pemberian antiretrovirus
yang bertujuan untuk mengurangi viral load serendah mungkin. Penatalaksanaan
yang efektif untuk mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak tergantung
pada saat kapan wanita tersebut mengetahui status HIV-nya sehingga dapat
ditentukan penatalaksanaan secepatnya. Oleh karena itu, peranan konseling dan
tes HIV bagi ibu hamil sangat penting sebagai deteksi dini terhadap infeksi HIV.
Pengobatan suportif pada anak dengan HIV/AIDS :
1. Sebagian besar pasien malnutrisi : perlu dukungan nutrisi

27
Pemberian nutrisi pada bayi dan anak dengan HIV/AIDS tidak berbeda jauh,
hanya saja asupan protein dan kalorinya perlu ditingkatkan. Sayur dan buah-
buahan juga harus dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan
pada anak.
Bayi yang sudah terinfeksi HIV sebaiknya diberikan ASI eksklusif selama 4-6
bulan karena terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat infeksi selain
HIV. Namun jika bayi belum terbukti positif, sebaiknya ibu tidak menyusui
bayinya karena dapat terjadi transmisi vertikal HIV ke bayi sebesar 10-10 %
terutama bila puting ibu lecet atau radang. Namun bila tidak tersedia air bersih
dan keluarga tidak mampu membeli susu formula untuk bayi, serta tidak
terjamin kesimnambungan dan keamanan pemberian susu formuka, bayi
sebaiknya diberikan ASI eksklusif, selanjutnya baru disapih karena risiko bayi
meninggal akibat kurang gizi lebih besar daripada risiko meninggal karena
HIV/AIDS.
2. Multivitamin dan antioksidan: B-complex, C, E, selenium
Untuk mempertahankan kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus
HIV.
3. Pengobatan simptomatik
4. Dukungan psikososial : depresi, ansietas
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang mendalam
bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat dalam perawatan
anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat mempengaruhi
pertumbuhan mental anak. Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi
masalah emosi, syok, kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah,
dan berbagai perasaan lain (Depkes RI, 2003).
5. Pengobatan Infeksi Oportunistik (IO)
Penurunan berat badan yang cepat, tuberkulosis, dan Pneumocyctis carinii
pneumonia (PCP) atau batuk terus menerus sering dihubungkan dengan infeksi
oportunistik. Dan hal tersebut harus dicegah dan ditangani supaya tidak semakin
berat.
6. Pencegahan IO : kotrimoksazol
Pasien dan keluarga harus mengerti bahwa kotrimoksazol tidak mengobati
dan menyembuhkan infeksi HIS' Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum

28
terjadi pada bayi yang terpajan I IIV dan anak imunokompromais dengan tingkat
mortalitas tinggi. Dosis regular kotrimoksazol sangat penting. Kotrimoksazol
tidak menggantikan kebutuhan terapi antiretroviral.
7. Pengobatan antiretroviral ( ARV )
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa
diberikan pada pasien untuk menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem
imun dan mengurai terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup
penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas bebebrapa golongan seperti
nukleoside reverse transcriptase inhitor, nucleotide reverse transcriptase
inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, da inhibitor protease.

8. Penatalaksanaan obat untuk komplikasi HIV/AIDS tertentu


Anoreksia = Megece 80 mg PO q.i.d
Kardiomiopati = Solumedrol x 3 hari, kemudian prednison
Pneumonitis interstidsial lipoid = AZT (zidovudin), kortikosteroid
Nefropati = Hemodialisis
Miopati = hentikan AZT x 3 minggu, agen-agen
antiinflamasi nonstroid, prednison
Anemia = Transfusi, eritropoitin
Neutropenia = faktor perangsang koloni granulosit-
makrofag (percobaan)
Limfoma sel B = siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin,
kortikosterois ± radiasi kranial
Limfoma sel T = radiasi kranial ± kemoterapi
Eksema, psoriasi = steroid topikal, antipruritus

2.12 Resistensi Obat Pada HIV AIDS


Pengobatan HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV
(antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian. Jenis
obat-obat antiretroviral :

29
• Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host) dan fusion
inhibitors (mencegah fusi membran luar virus dengan membran sel hos).
Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti pada manusia.
• Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA virus ke
dalam DNA sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini adalah
golongan Nukes dan Non-Nukes.
• Integrase inhibitors, menghalangi kerja enzim integrase yang berfungsi
menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus. Penelitian
obat ini pada manusia dimulai tahun 2001 (S-1360).
• Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi
memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini
sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).
• Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger)
kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih
dalam penelitian tahap lanjut pada manusia.
• Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang
mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini masih
dalam percobaan.
Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA
menjadi DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang
membantu pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase,
sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.
Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan
pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase
membantu proses pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA
dihambat, maka proses pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena
itu, pembentukan virus-virus yang baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi,
penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase tidak secara
tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-
obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses
penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru
secara total. Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah
penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus,

30
akan dibentuk protein-protein yang nantinya akan berperan dalam proses
pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya, protein-protein yang
dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya, maka
protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di
sinilah peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu
dari suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan
protein yang nantinya akan dapat membentuk protein penyusun matriks virus
(protein struktural) ataupun protein fungsional yang berperan sebagai enzim.

2.13 Manajemen Medis HIV AIDS


Siapapun tahu bahwa HIV AIDS adalah jenis penyakit yang mematikan. Meski
penyakit ini belum bisa disembuhkan, penderita HIV AIDS masih bisa optimistis
menjalani hidupnya. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan penderita HIV agar
umurnya panjang.
Ketika pertama kali terjangkit virus HIV, efeknya tidak langsung terlihat saat itu,
ada masa 5-10 tahun virus ini benar-benar bisa ‘melumpuhkan’ penderitanya.
Meskipun demikian, ada banyak kasus penderita HIV AIDS yang bisa berumur
panjang.
Ada beberapa cara agar penderita HIV/AIDS tetap bisa menjaga kebugarannya
selain melakukan terapi ARV (Antiretroviral) tepat waktu, yaitu melalui asupan gizi
yang baik dan tepat. Asupan gizi yang baik pada ODHA bisa membantu tubuh untuk
membangun sel kekebalan tubuh yang dikenal dengan sel CD4.
Gizi terdiri dari dua jenis yaitu kelompok makro nutrien yang terdiri dari
karbohidrat, protein dan juga lemak. Dan satu lagi kelompok mikro nutrien yang
terdiri dari vitamin, mineral dan air. Setiap makronutrien yang masuk ke dalam
tubuh akan diubah menjadi kalori, misalnya 1 gram karbohidrat dan protein akan
menghasilkan 4 kalori, sedangkan 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori.
Pernah seorang dokter bernama Dr Paul menuturkan bahwa gabungan antara
penggunaan ARV yang teratur dan tepat waktu dengan asupan gizi yang baik harus
dilakukan terus menerus. Karena ARV akan mencegah virus masuk ke dalam sel CD4
sedangkan makanan bergizi akan membantu tubuh membentuk CD4 lebih banyak.
Sementara itu dr Aritha Herawati selaku Kepala Bidang Terapi rehabilitasi di KPA
Provinsi DKI Jakarta menuturkan ada 5 prinsip ODHA, yaitu:

31
• Mengubah perilakunya menjadi lebih baik, seperti kurangi begadang dan
berhenti merokok.
• Mengubah pola makan yaitu dengan mengonsumsi makanan yang bergizi.
• Mengonsumsi ARV secara teratur dan tepat waktu.
• Melakukan penanganan terhadap infeksi dengan baik, jika menemukan
adanya infeksi maka segera berobat.
• Dukungan dari keluarga dan juga masyarakat sekitar, dalam hal ini
masyarakat harus mengerti dan mensupport ODHA sehingga tidak perlu ada
stigma.

2.14 Terapi Komplementer atau Alternative Pada Pasien HIV-AIDS


Terapi Komplementer

Terapi komplementer (Kompas, 2007e) bagi pengidap HIV dianjurkan untuk


membantu pengobatan modern yang menggunakan obat antiretroviral atau ARV.
Terapi komplementer tidak untuk membunuh virus HIV, melainkan untuk
meningkatkan daya tahan hidup mereka yang mengidap HIV sehingga tetap sehat
dan produktif terutama sebelum berada pada fase AIDS. Terapi komplementer
diberikan dengan cara, antara lain, akupresure, olah napas, meditasi, dan mengatur
pola makan dengan mengkonsumsi makanan sehat.
Olah napas ini sangat penting bagi mereka dengan HIV/AIDS karena terkait
dengan CD4. CD4 adalah salah satu bagian dari antibodi yang mempunyai fungsi
ganda, yakni memberi “komando” kepada organ-organ tubuh untuk melawan virus
yang masuk sekaligus sebagai jalur “tempur.” CD4 ini akan meningkat kalau kita
melakukan latihan meditasi atau olah napas.
Terapi komplementer adalah suatu terapi tambahan, pelengkap atau penunjang
yang bertumpu pada potensi diri seseorang dan alam. Dalam terapi ini seorang
diiajarkan beberapa ilmu pengobatan yang berasal dari ilmu kedokteran maupun
ilmu tradisional. Tetapi komplementer mulai dilaksanakan di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika sejak tanggal 8 November 2007 dengan bekerja sama
dengan yayasan Taman Sringanis Jakarta. Pada awalnya terapi ini diperuntukkan

32
untuk membantu warga binaan yang sudah terinveksi HIV AIDS, agar kesehatan
mereka bisa terjaga dengan baik. Namun saat ini terapi komplementer dapat
dimanfaatkan oleh warga binaan lain yang memiliki minat pada terapi ini.
Adapun jenis-jenis terapi komplementer :
a) Olah nafas
b) Meditasi
c) Akupuntur
d) Prana (Energi Hidup)
e) Menjaga kesehatan melalui menu sehat
Manfaat terapi komplementer adalah :
a) Untuk mencegah dan kekebalan tubuh
b) Menjaga stamina dan kekebalan tubuh
c) Mengatasi keluhan fisik yang ringan
d) Mengurangi dan menghindari stress
Jadwal terapi komplementer adalah seminggu dua kali setiap hari Senin dan
Kamis pada pukul 10.00-12.00 WIB

Terapi Alternatif
Ada beberapa terapi alternatif yang bisa digunakan sebagai terapi penunjang
terhadap pengidap HIV/AIDS. Terapi alternatif ini bisa digunakan bersamaan
dengan penanganan medis selama kita secara teliti mempelajari dampaknya
terhadap satu sama lain dalam tubuh kita. Beberapa keuntungan yang bisa
didapatkan dengan terapi alternatif antara lain :
• Mengurangi stress dan meningkatkan kesehatan jiwa
• Mengurangi rasa sakit
• Mencegah munculnya dan mengobati infeksi oportunistik
• Menggantikan obat-obatan medis jika dirasa tidak berfungsi baik atau
efek sampingnya terlalu berat
• Mengatasi efek samping obat-obatan medis
• Menambah tenaga dan meningkatkan mutu hidup
• Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

33
Adapun jenis-jenis terapi alternatif yang ada antara lain :
a) Terapi Informasi
Terapi informasi bukan sekadar pengetahuan. Saat seseorang yang baru dites
HIV dan hasilnya ternyata positif, orang tersebut akan merasa shock (terkejut),
setelah itu banyak pertanyaan yang akan muncul, seperti : apa itu AIDS, apa
bedanya dengan HIV, bagaimana kelanjutannya, bagaimana penularannya, apa
pengobatannya, gejalanya apa yang muncul, dan sebagainya.Konseling pasca
test yang paling sempurna pun tidak mungkin dapat menjawab semua
pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, pantaslah jika orang tersebut akan merasa
muram, tidak bisa membayangkan masa depan, dan depresi.
Reaksi shock pengidap HIV ketika baru mengetahui dirinya HIV positif.
(Universitas Sumatera Utara, 2006)
Dalam hal ini, informasi lah yang akan mengobati ketidakpahaman dan
depresi dari orang tersebut, serta memulihkan dan menyelamatkan jiwa
mereka. Dan seperti halnya berbagai macam terapi, terapi informasi adalah
sebuah proses yang akan berlangsung secara terus-menerus.Para pengidap HIV
ini sering sekali merasa takut, dimana rasa ketakutan ini dapat mempengaruhi
kesehatan mereka. Pertolongan pertama untuk mengobati ketakutan adalah
dengan informasi yang jelas dan tepat. Bila mereka mulai memahami apa artinya
menjadi HIV positif, mereka dapat mulai menerima penyakit ini, mengerti bahwa
HIV bukanlah vonis mati, dan mulai merencanakan tanggapan. Penelitian
menunjukkan bahwa mereka yang mengerti tentang HIV/AIDS ini lebih bisa
bertahan lebih lama daripada mereka yang hanya mengerti sekedar saja.
Pemberian informasi terhadap para pengidap HIV/AIDS. Salah satu cara
untuk mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS adalah dengan bergabung
dengan kelompok dukungan, dimana di kelompok ini, para sesama penderita
HIV/AIDS bisa saling berbagi pengalaman, pengetahuan,informasi yang penting
dan berguna yang bisa saling membantu satu sama lainnya. Informasi juga bisa
didapatkan melalui media buku, majalah, dan seminar.
b) Terapi Spiritual
Dewasa ini konsep kedokteran modern mengenai pengobatan ialah dengan
mempertimbangkan aspek-aspek biopsikososial. Artinya pengobatan tidak

34
berusaha untuk mengembalikan fungsi fisik seseorang, tetapi juga fungsi psikis
dan sosial seseorang. Pendekatan ini menempatkan kembali pengobatan
spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan psikis
penderita.
Sebagian besar informasi menunjukkan bahwa ketaatan pada agama dapat
merupakan faktor positif dalam menghadapi penderitaan akibat HIV/AIDS.Hasil
positif yang ditunjukkan oleh pengaruh agama adalah berkurangnya depresi,
peningkatan mutu hidup, mengurangi ketakutan menghadapi kematian,sampai
peningkatan daya tahan hidup.Terapi spiritual membantu meningkatkan
keadaan psikis dan sosial.
c) Terapi Alam
Potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan antara lain :
• Udara segar
Udara yang bersih dan segar membuat perasaan dan pikiran menjadi
tenang, segar, dan berenergi mempercepat penyembuhan. Oksigen dapat
dimanfaatkan seoptimal untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Cara untuk
mendapatkan sebanyak mungkin oksigen:
- Jalan-jalan pagi dengan langkah agak cepat
- Menghirup udara sepanjang dan sedalam mungkin sebelum tidur
malam dan sesudah bangun pagi, masing-masing sepuluh kali
- Menanam berbagai macam tumbuhan
- Olah pernafasan dengan perlahan
- Olah pernafasan dengan mengeluarkan suara
- Olah tubuh tanpa atau dengan penahan suara
• Air bersih
Air bersih dibutuhkan oleh tubuh manusia karena tubuh manusia terdiri
dari 50–65 % air / cairan yang dibutuhkan untuk pencernaan, peredaran
darah,pelumas jaringan tubuh, pelindung, pendingin, dan pembersih limbah
tubuh. Air bersih dapat menurunkan resiko dehidrasi, terutama setelah
ODHA berolahraga.
• Sinar matahari
Sinar matahari menghangatkan tubuh, menenangkan saraf, melemaskan
pembuluh darah, mematikan kuman, dan memulihkan tenaga. Berjemur

35
sewaktu udara masih segar sekitar pukul tujuh pagi sangat diperlukan untuk
kesehatan dengan waktu 5-30 menit. Sinar matahari sebagai terapi untuk :
- Memperbaiki fungsi jantung
- Menurunkan tekanan jantung dan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolestrol dan gula dalam darah
- Menambah kemampuan darah mengangkut oksigen
- Meningkatkan tenaga, daya tahan otot, dan kepadatan otot
- Menambah daya tahan tubuh dan kulit terhadap infeksi
• Tumbuh-tumbuhan
Manfaat tumbuhan adalah untuk penghijauan dan peneduh,
menyediakan oksigen, peredam suara, pembersih udara dan tanah,
memperindah pemandangan, serta menentramkan jiwa dan lingkungan.
• Makanan Bergizi
Mengkomsumsi makanan dengan gizi seimbang dapat meningkatkan
daya tahan tubuh.
d) Terapi Fisik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa olahraga dengan tingkat sedang
ternyata bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih
tinggi.Olahraga bagi ODHA juga bisa meningkatkan tenaga, melawan kelelahan
dan depresi, meningkatkan nafsu makan, membantu menahan dan penurunan
CD4, serta membuat ODHA lebih sehat dan melawan berbagai dampak HIV dan
efek samping dari obat-obatan yang dipakai ODHA. ODHA bisa memilih jenis
olahraga yang tidak terlalu berat dan melelahkan seperti jalan kaki atau lari-lari
kecil, bersepeda, berenang, atau bahkan olahraga untuk melancarkan
pernafasan seperti yoga atau meditasi.
e) Terapi Musik
Dengan menggunakan musik, keadaan fisik dan psikis seseorang dapat
dipengaruhi. Seseorang dapat merasa nyaman ketika ia mendengarkan
musik.Jika ia merasa tenang, maka metabolisme tubuhnya berfungsi maksimal,
sehingga ia merasa lebih bugar, sistem pertahanan tubuhnya akan bekerja lebih
sempurna, dan kemampuan kreatifnya akan berkembang lebih baik. Cara
memanfaatkan musik ada dua cara, yaitu secara aktif memainkan alat musik dan
secara pasif mendengarkan musik.

36
Cara aktif dilakukan dalam upaya menggiatkan kegiatan energi psikofisik,
sehingga kegiatan fisik dan mental diarahkan ke keadaan seimbang. Hal ini
serupa dengan melakukan senam kebugaran. Cara pasif dilakukan dalam upaya
menerima sumbangan tenaga psikofisik, dan melalui proses pencernaan tenaga
psikofisik membawa keadaan tubuh dan mental ke dalam keadaan seimbang.
Hal ini serupa dengan makan makanan yang bergizi. Musik yang memiliki irama
dan tekanan nada yang beraturan dapat mempengaruhi irama psikofisik
seseorang secara teratur, begitu pula sebaliknya.
f) Kelompok Dukungan
HIV/AIDS memunculkan berbagai masalah pribadi dan pertanyaan yang sulit
terjawab.Prasangka buruk dan diskriminasi dari orang lain dapat menimbulkan
tekanan. Karena berbagai alasan itu, banyak ODHA yang merasakan keinginan
untuk mengenal orang lain yang juga HIV positif. Ada keinginan untuk berbagi
pengalaman, mengurangi rasa terkucil, dan mencari dukungan
emosional.Banyak orang HIV positif di seluruh dunia yang kemudian membentuk
dan mengelola kelompok sendiri. Banyak istilah untuk kelompok itu,
yaitu:support group, peer support group, self-help group, kelompok dukungan
sebaya. Kelompok dukungan bisa mengikut-sertakan keluarga dan pasangan dari
orang HIV positif, atau dibentuk sendiri secara terpisah.

Berikut manfaat dari kelompok dukungan antara lain :


• Memberikan jalan untuk bertemu orang lain dan mendapatkan teman.
• Membantu ODHA agar tidak merasa sendirian, karena ternyata ada juga
orang yang sesama ODHA.
• Membantu sesama ODHA melihat bahwa hidup dengan HIV itu mungkin.
• Membantu menumbuhkan rasa percaya diri dan mengenali kekuatan
pribadi.
• Meningkatkan sikap penerimaan dan pengertian, karena dalam kelompok
dukungan kita bertemu dengan orang dari berbagai latar belakang.
• Menjadi tempat untuk bertukar informasi, ide, dan sumber daya. Misalnya
mengenai layanan kesehatan yang ada bagi orang HIV positif atau tentang
obat-obatan terbaru.

37
• Dengan bersatu, dapat menyuarakan masalah yang dihadapi orang HIV
positif. Suara yang kuat dapat mendorong terjadinya perubahan dalam
upaya penanggulangan HIV/AIDS agar menjadi lebih baik.

38
ASUHAN KEPERAWATAN HIV-AIDS
Pengkajian
a. Status nutrisi
- Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenali faktor-
faktor yang dapat mengggangu asupan oral seperti anoreksia, mual,
vomitus, nyeri oral atau kesulitan menelan.
- Kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan makanan harus
dinilai.
- Penimbangan berat badan, pengukuran antropometrik, pemeriksaan bun
(blood urea nitroge ),protein serum, albumin dan transferin akan
memberikan parameter status nutrisi yang objektif
b. Integritas kulit
- Kulit dan membran mukosa diinspeksi setiap hari untuk menentukan tanda-
tanda lesi, ulserasi atau infeksi.
- Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulserasi dan
adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasis.
- Daerah perianal harus diperiksa untuk menentukan ekskoriasi dan infeksi
pada pasien dengan diare yang profus.
- Pemeriksaan kultur luka dapat dimintai untuk mengidentifikasi
mikroorganisme yang infeksius
c. Status respirasi
- Status respiratorius dinilai lewat pemantauan pasien untuk mendeteksi
gejala batuk, produksi sputum, napas yang pendek, ortopnea, takipnea dan
nyeri dada.
- Keberadaan suara pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa.
- Ukuran fungsi paru yang lain mencakup hasil foto ronsen toraks, hasil
pemeriksaan gas darah arteri dan hasil tes faal paru
d. Status neurologis
- Ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap
orang, tempat serta waktu dan ingatan yang hilang.
- Pasien juga dinilai untuk mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual,
sakit kepala, patirasa dan parestesia pada ekstremitas) serta ganguan
motorik (perubahan gaya jalan, paresis atau paralisis ) dan serangan kejang.

39
e. Status cairan dan elektrolit
- Dinilai dengan memeriksa kulit serta membran mukosa untuk menentukan
turgor dan kekeringan
- Peningkatan rasa haus, penurunan haluaran urin, tekanan darah yang
rendah dan penurunan tekanan sistolik antara 10 dan 15 mm hg dengan
disertai kenaikan frekuensi denyut nadi ketiak pasien duduk, denyut nadi
yang lemah serta cepat, dan berat jenis urin sebesar 1,025 atau lebih,
menunjukkan dehidrasi.
- Gangguan keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar natrium,
kalium, kalsium, magnesium dan klorida dalam serum secara khas akan
terjadi karena diare hebat.
- Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk menilai tanda-tanda dan gejala
deplesi elektrolit; tanda-tanda ini mencakup penurunan status mental,
kedutan otot, mkram otot, denyut nadi yang tidak teratur, mual serta
vomitus, dan pernapasan yang dangkal.
f. Tingkat pengetahuan
- Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan
penyakit harus dievaluasi
- Disamping itu, tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai
- Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit aids merupakan
informasi penting yang harus digali.
- Reaksi dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan lainnya dan dapat
mencakup penolakan, amarah, rasa takut, rasa malu, menarik diri dan
pergaulan sosial dan depresi.
- Pemahaman tentang cara pasien menghadapi sakitnya dan riwayat stres
utama yang pernah dialami sebelumnya kerapkali bermanfaat.
- Sumber-sumber yang dimiliki pasien untuk memberikan dukungan
kepadanya juga harus diidentifikasi.

40
Diagnosa Keperawatan, Perencanaan: Tujuan, Kriteria Hasil, Intervensi, Dan Evaluasi
1. Status Nutrisi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan
rongga bukal.

Tujuan:
Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang
mengacu pada tujuan yang diinginkan (normal).

Kriteria Hasil :
Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang
mengacu pada tujuan yang diinginkan mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen
positif bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukan perbaikan tingkat energi.

Hasil Yang Diharapkan


Intervensi Rasionalisasi
(evaluasi)
1. Kaji kemampuan untuk 1. Lesi mulut tenggorokan dan  Pasien dapat
mengunyah, perasakan esophagus dapat mempertahankan BB
dan menelan. menyebabkan disfagia, atau memperlihatkan
penurunan kemampuan peningkatan BB yang
pasien untuk mengolah mengacu pada tujuan
makanan dan mengurangi yang diinginkan.
keinginan untuk makan.
2. Auskultasi bising usus. 2. Hopermotalitas saluran
intestinal umum terjadi dan
dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat

41
mempengaruhi pilihan diet
atau cara makan.

3. Rencanakan diet dengan 3. Melibatkan orang terdekat


orang terdekat jika dalam rencana member
memungkinkan sarankan perasaan kontrol lingkungan
makanan dari rumah. dan mungkin meningkatkan
Sediakan makanan yang pemasukan. Memenuhi
sedikit tapi sering berupa kebutuhan akan makanan
makanan padat nutrisis, nonistitusional mungkin juga
tidak bersifat asam dan meningkatan pemasukan.
juga minuman dengan
pilihan yang disukai
pasien. Dorong konsusmsi
makanan brkalori tinggi
yang dapat merangsang
nafsu makan.
4. Batasi makanan yang 4. Rasa sakit pada mulut atau
menyebabkan mual atau ketakutan akan mengiritasi
muntah. Hindari lesi pada mulut mungkin akan
menghidangkan makanan menyebabkan pasien enggan
yang panas dan yang untuk makan . Tindakan ini
susah ditelan. akan berguna untuk
meningkatkan pemasukan
makanan.
5. Tinjau ulang pemeriksaan 5. Mengindikasikan status
laboratorium misal BUN, nutrisi dan fungsi organ dan
Glukosa, fungsi hepar, mengidentifikasikan
elektrolit, protein, dan kebutuhan pengganti.
albumin.
6. Berikan obat anti emetic 6. Mengurangi insiden muntah
misalnya metoklop ramid. dan meningkatkan fungsi
gaster.

42
2. Integritas Kulit

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi, krusta pada kulit, dan pruitis.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunhukan integritas kulit yang
baik.

Kriteria Hasil :
Tidak ada lesi, Kulit tampak utuh, Vesikel hilang

Hasil Yang Diharapkan


Intervensi Rasionalisasi
(evaluasi)
1. Anjurkan pasien 1. Mencegah penyebaran virus  Menunjukan tingkah
meningkatkan personal serta mencegah terjadi infeksi laku / tehnik untuk
hygiene kulit dengan sekunder. mencegah kerusakan kulit
mandi 3x sehari secara / meningkatkan
teratur dengan air bersih kesembuhan
2. Anjurkan memperbaiki 2. Status gizi yang baik
ststus gizi dan diet TKTP. mencegah terjadinya infeksi
semakin berat.
3. Anjurkan untuk selali 3. Mencegah lesi menyebar luas
memakai nobat kumur / dan semakin dalam.
obat rendam sesuai
dengan infeksi yang
diderita
4. Ajarkan cara oral 4. Mencegah infeksi menyebar
hygiene dan vulva
hygiene sesuai prosedur.
3. Respirasi

43
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan :
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan
ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan).

Tujuan:
Mempertahankan pola nafas efektif

Kriteria Hasil :
Mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.

Hasil Yang Diharapkan


Intervensi Rasionalisasi
(evaluasi)
1. Auskultasi bunyi nafas, 1. Memperkirakan adanya  Pasien dapat
tandai daerah paru perkembangan komplikasi mempertahankan pola
yang mengalami atau infeksi pernafasan,
penurunan atau yang misalnya pneumoni. pernapasan efektif dan
kehilangan ventilasi, tidak mengalami sesak
dan munculnya bunyi
nafas.
adventisius. Misalnya
krekels, mengi, ronki,
2. Catat kercepatan 2. Takipnea, sianosis, tidak
pernafasan, sianosis, dapat beristirahat dan
peningkatan kerja peningkatan nafas
pernafasan, dan menunjukan kesulitan
munculnya dispnea, pernafasan dan adanya
ansietas. kebutuhan untuk
meningangkatan
pengawasan atau
intervensi medis.
3. Tinggikan kepala 3. Meningkatkan fusngsi
tempat tidur. pernafasan yang optimal
Usahakan pasien dan mengurangi aspirasi
untuk berbalik, batuk, atau infeksi yang
menarik nafas sesuai ditimbulkan karena
kebutuhan. atelektasis.
4. Berikan tambahan O2 4. Mempertahankan
yang di lembabkan oksigenasi efektif untuk

44
melalui cara yang mencegah atau
sesuai misalnya memperbaiki krisis
kanula, masker, pernafasan.
inkubasi, atau ventilasi
mekanis.

45
4. Neurology

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan penyempitan rentang perhatian,
gangguan daya ingat, kebingungan dan disorientasi yang menyertai ensefalopati
HIV

Tujuan:
Klien tidak mengalami infeksi yang berhubungan dengan sistem neurologisnya

Kriteria Hasil :
Mempertahankan orientasi realita umum dan fungsi kognitif optimal

Hasil Yang Diharapkan


Intervensi Rasionalisasi
(evaluasi)
 1. Kaji status mental dan 1. Menetapkan tingkat fungsional  klien tidak lagi
neurologis dengan pada waktu penerimaan dan mengeluhkan adanya
menggunakan alat yang mewaspadakan perawat pada tanda-tanda dan
sesuai. Catat perubahan perubahan status yang dapat gejala yang muncul
orientasi, respon terhadap dihubungkan dengan infeksi / akibat kerusakan dari
rangsang, kemampuan kemungkinan penyakit ssp sitem neurologis.
untuk mencegah masalah, yang makin buruk, stressor
ansietas, perubahan pola lingkungan, tekanan fisiologis,
tidur, halusinasi dan ide efek samping terapi obat-
paranoid obatan

2. Pantau adanya tanda- 2. Gejala ssp dihubungkan


tanda infeksi ssp, mis: sakit dengan meningitis / ensefalitis
kepala, kekakuan nukal, diseminata mungkin memiliki
muntah, demam jangkauan dari perubahan

46
kepribadian yang tidak
kelihatan sampai kekacauan
mental, peka rangsangan,
mengantuk, pingsan, kejang
dan demensia

5. Susun batasan pada 3. Memberikan waktu tidur,


perilaku mal adaptif / emngurangi gejala kognitif
menyiksa, hindari pilihan dan kurang tidur
pertanyaan terbuka

6. Diskusikan penyebab / 4. Mendapatkan informasi bahwa


harapan di masa depan A2T telah muncul untuk
dan perawatan jika memperbaiki kognisi dapat
demensia telah memberikan harapan dan
terdiagnosa. Gunakan kontrol terhadap kehilangan
istilah yang kongkret

47
5. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa :
Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit b.d diare berat

Tujuan :
Diare berkurang atau hilang dan dapat mempertahankan hidrasi

Kriteria Hasil:

Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada


kontraindikasi)

Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau


panas

Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal

Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi

Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang Diharapkan


(evaluasi)
1. Pantau tanda-tanda 1. Indikator dari volume  Membran mukosa
vital cairan sirkulasi. lembab,
2. Catat peningkatan 2. Meningkatkan  turgor kulit
suhu dan durasi kebutuhan metabolisme membaik,
demam. dan diaforesis yang  tanda-tanda vital
berlebihan. stabil
3. Kaji tugor kulit, 3. Indikator tidak langsung  klien terlihat segar
membran mukosa, dari status cairan.  BB perlahan naik
dan rasa haus
4. Timbang berat 4. Meskipun kehilangan
badan sesuai berat badan dapat
indikasi. menunjukan
penggunaan otot,

48
fluktuasi tiba-tiba
menunjukan status
hidrasi
5. Pantau pemasukan 5. Mempertahankan
oral dan memasukan keseimbangan cairan,
cairan sedikitnya mengurangi rasa haus,
2500 ml/ hari. dan melembabkan
membran mukosa.
6. Berikan pendidikan 6. Mengurangi kecemasan,
kesehatan mengenai meningkatkan semangat
HIV-AIDS-GEK hidup, meningkatkan
pengetahuan tentang
penyakitnya.
7. Hilangkan makanan 7. Mungkin dapat
yang potensial mengurangi diare
menyebabkan diare,
yakni yang pedas/
makanan berkadar
lemak tinggi, kacang,
kubis, susu.
8. Kolaborasi : 8. Mungkin diperlukan
Berikan cairan/ untuk mendukung/
elektrolit melalui memperbesar volume
selang pemberi sirkulasi, terutama jika
makanan/ IV. pemasukan oral tak
adekuat, mual/ muntah
terus menerus.
9. Pantau hasil 9. Bermanfaat dalam
pemeriksaan memperkirakan
laboratorium sesuai kebutuhan cairan.
indikasi mis: Hb/ Ht,
Elektolit
serum/urine, BUN/

49
Kreatinin.
10. Berikan obat-obatan 10. Mengurangi insiden
sesuai indikasi: muntah, menurunkan
Antiemetik, jumlah dan keenceran
Antidiare, Antiseptik fases, membantu
mengurangi demam dan
respons
hipermetabolisme,
menurunkan kehilangan
cairan tak kasatmata.

50
6. Tingkat Pengetahuan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan:
Kurang Pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pencegahan penularan
HIV

Tujuan:
Peningkatan Pengetahuan mengenai cara pencegahan penularan penyakit.

Kriteria Hasil:

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,


prognosis, dan program pengobatan

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan perosedur yang dijelaskan secara


benar

Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat
atau tim kesehatan lainnya

Intervensi Keperawatan Rasional Hasil Yang Diharapkan


(evaluasi)
1. Ilustrasikan pasien, 1. pengetahuan tentang  Pasien, keluarga, dan
keluarga dan teman penularan penyakit teman menyebutkan
tentang rute dapat membantu cara penularan
penularan HIV mencegah  Melaporkan dan
penyebaran penyakit, menunjukkan praktik
juga dapat untuk menurunkan
menimbulkan rasa pemajanan pada orang
takut. lain terhadap HIV
2. Ilustrasikan pasien,  Menghindari
keluarga, dan teman penggunaan obat
tentang intravena
pencegahanpenularan  Menunjukkan praktik

51
HIV seksual aman
a. Menghindari kontak a. Risiko infeksi  Mengidentifikasi cara
seksual dengan meningkat bersamaan pencegahan penularan
pasangan ganda, dan dengan jumlah penyakit
penggunaan pasangan seksual, pria  Menyebutkan bahwa
kewaspadaan bila atau wanita dan pasangan seksual
status HIV pasangan kontak seksual diberi informasi
seksual tidak pasti. dengan orang lain tentang antibodi HIV
yang berperilaku positif dalam darah.
risiko tinggi.  Menghindari
b. Gunakan kondom b. Menurunkan risiko penggunaan obat IV
selama hubungan penularan HIV dan penggunaan alat
seksual (vagina, anal, bersama untuk obat.
oral-genital), hindari
kontak mulut dengan
penis, vagina, atau
rektum;hindari praktik
seksual yang dapat
menyebabkan
robekan laporan
rektum, vagina, atau
penis.

c. Banyak prostitusi
c. Hindari seks dengan terinfeksi HIV melalui
prostitusi dan orang kontak seksual
lain yang beresiko dengan pasangan
tinggi. multipel atau
penggunakkan obat
intravena.
d. Bersihkan jarum dan
d. Jangan menggunakan spuit hanya cara satu-

52
obat intravena, bila satunya untuk
teradiksi dan tidak mencegah penularan
mampu atau tidak HIV untuk orang yang
ingin mengubah terus menggunakan
perilaku, obat. Kewaspadaan
menggunakan jarum penting untuk orang
dan spuit bersih. yang mepunyai
antibodi positif untuk
mencegah penularan
HIV
e. AIDS dapat ditularkan
e. Wanita yang telah dari ibu ke anak di
terpajan pada AIDS dalam kandungan,
melalui praktik seksual ZDV selama kehamilan
atau obat harus konsul mengurangi secara
dengan dokter bermakna penularan
sebelum hamil, HIV perinatal.
pertimbangkan
penggunaan ZDV bila
hamil.

53
DAFTAR PUSTAKA

Utami, Ni Wayan Lia. (2009). Infeksi, Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional


“Veteran” Jakarta.

Soedirham, O. (2013). HIV/AIDS SEBAGAI ISU HUMAN SECURITY, Jurnal Promosi


Kesehatan. Universitas Airlangga: Surabaya.

HIV-AIDS, Jurnal Kesehatan. Universitas Sumatera Utara (2010) [pdf]

Setyowati, H. (2004). Seri Buku Kecil, Terapi Alternatif. IHPCP: Jakarta.Bakta, I Made.
2007. Hematologi Klinis Ringkasan. Jakarta: EGC

Joseph P. Mc.Gowan, Sanjiv S. Syah. Prevention of Perinatal HIV Transmission During


Pregnancy. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 2000;46:657-68

Depkes RI. In: Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral, dengan panduan tatalaksana
klinis infeksi HIV pada orang dewasa dan remaja, 2009. ed II .

Depkes. 2003. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Jakarta :
Depkes RI

Kurniawati, N.D. & Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika.

http://promkes.depkes.go.id/site/akubanggaakutahu. Humas RSUD dr. Soediran MS

Ayu, Lina Permatasari. 2012. KEWASPADAAN UNIVERSAL INFEKSI HIV/AIDS DALAM


PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT. Pekalongan.

Fazidah, Agustina Siregar. 2004. Aids Dan Upaya Penanggulangannya Di Indonesia.


Medan Sumatera Utara : USU

http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/diagnosis_and_treatment.
pdf

54
Smeltzer, Suzanne C; et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth: Volume 2. Edisi 8. Diterjemahkan oleh Agung Waluyo, dkk. Jakarta:
EGC

55

Anda mungkin juga menyukai