Secara umum klien yang dirawat di PICU adalah klien dengan kriteria:
a. Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut dan atau suatu perubahan alam
perasaan atau perilaku yang menetap.
b. Penyalahgunaan NAPZA atau kedaruratan yang berhubungan dan berlangsung relatif
singkat
Sedangkan berdasarkan masalah keperawatan maka klien yang perlu dirawat di PICU
adalah klien dengan masalah keperawatan sebagai berikut:
a. Perilaku kekerasan
b. Percobaan bunuh diri
1) Gangguan sensori persespsi: halusinasi (Fase IV)
2) Gangguan proses pikir: Waham curiga
3) Masalah-masalah keperawatan yang berkaitan dengan kondisi klien putus zat dan over
dosis:
a) Perubahan kenyamanan: nyeri
b) Gangguan pola tidur
c) Gangguan pemenuhan nutrisi
d) Gangguan eliminasi bowel
3. Pola penanganan di PICU
Pola penanganan di PICU mengadopsi pola pendekatan di ruang MPKP yang terdiri
dari empat pilar, yaitu:
a. Pendekatan manajemen
b. Compensatory reward
c. Hubungan profesional
d. Manajemen asuhan keperawatan
Sedangkan pada ruangan PICU keempat pilar ini dilebur menjadi 2 pilar, sebagai berikut:
a. Manajemen pelayanan keperawatan (pilar I-III)
b. Manajemen asuhan keperawatan (pilar IV)
4. Alur penerimaan klien di PICU
Klien baru yang masuk PICU dilakukan triase dengan mengkaji keluhan utama klien
dengan menggunakan skor RUFA (1-30) dan tanda vital. Adapun katagori klien menurut
skor RUFA adalah:
a. Skor 1-10 masuk intensif I
b. Skor 11-20 masuk ruang intensif II
c. Skor 21-30 masuk ruang intensif III
5. Fase tindakan intensif
a. Fase intensif I (24 jam pertama)
1) Prinsip tindakan
a) Life saving
b) Mencegah cedera pada klien, orang lain dan lingkungan
2) Indikasi
Klien dengan skor 1-10 skala RUFA
3) Pengkajian
Hal-hal yang harus dikaji adalah:
a) Riwayat perawatan yang lalu
b) Psikiater atau perawat jiwa yang baru-baru ini menangani klien (bila memungkinkan)
c) Diagnosa gangguan jiwa di waktu lalu yang mirip dengan tanda dan gejala yang dialami
klien saat ini
d) Stressor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan masalah klien saat ini.
e) Kemampuan dan keingginan klien untuk bekerjasama dalam proses treatment.
f) Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, mencakup jenis obat yang didapat,
dosis, respons terhadap obat, efek samping dan kepatuhan minum obat, serta daftar obat
terakhir yang diresepkan dan nama dokter yang meresepkan.
g) Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau neuro psikiatrik
h) Tes kehamilan untuk semua klien usia subur.
Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama. Selain itu klien harus diperiksa
oleh seorang psikiater/dokter umum kesehatan jiwa (Psikiater/Medical Officer Mental
Health(MOMH)/GP+(General Practitioner)/GP++) dalam 8 jam pertama dengan prioritas
pertama adalah psikiater. Bila tidak ada psikiater maka klien dapat ditangani oleh MOMH.
Selanjutnya bila tidak ada MOMH dapat ditangani GP+ atau GP++. Klien-klien yang berada
dalam kondisi membutuhkan penangan sangat segera harus dikaji dan bertemu dengan
psikiater/MOMH dalam 15 menit pertama.
Intervensi:
Intervensi untuk fase ini adalah:
a) Observasi ketat
b) Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, perawatan diri)
c) Manajemen pengamanan klien yang efektif (jika dibutuhkan)
d) Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik.
e) Evaluasi: dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipindahkan ke ruang intensif II.
f) Bila kondisi klien diatas 10 skala RUFA maka klien dapat dipindahkan ke intensif II.
b. Fase intensif II (24-72 jam)
1) Prinsip tindakan
Observasi lanjutan dari fase krisis (Intensif I)
Mempertahankan pencegahan cedera pada klien, orang lain dan lingkungan
2) Indikasi: klien dengan skor 11-20 skala RUFA
3) Intervensi
Intervensi untuk fase adalah:
Observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase intensif I
Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik dan terapi
olahraga
Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipindahkan ke ruang intensif III
Bila kondisi klien di atas skor 20 skala RUFA, maka klien dapat dipindahkan ke intensif III,
bila dibawah skor 11 skala RUFA maka klien dikembalikan ke fase intensif I.
c. Fase intensif III (72 jam-10 hari)
1) Prinsip tindakan
Observasi lanjutan dari fase akut (Intensif II)
Memfasilitasi perawatan mandiri klien.
2) Indikasi: klien dengan skor 21-30 skala RUFA
3) Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:
Observasi dilakukan secara minimal
Klien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri
Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik, terapi olahraga,
dan life skill therapy.
Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipulangkan.
Bila kondisi klien diatas skor 30 skala RUFA maka klien dapat dipulangkan dengan
mengontak perawat CMHN terlebih dahulu. Bila dibawah skor 20 skala RUFA klien
dikembalikan ke fase intensif II, dan bila dibawah skor 11 RUFA klien dikembalikan ke fase
intensif I.
6. Ketenagaan
Menurut Rollesby (2009), adapun ketenagaan yang terlibat di ruang PICU adalah
sebagai berikut:
a. Psikiater konsultan
b. Perawat terampil
c. Pekerja sosial
d. Occupation terapist
e. Instruktur teknis
f. Psikolog
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN INTENSIF PSIKIATRI
A. Konsep Unit Perawatan Intensif Psikiatri (UPIP)
Unit perawatan intensif psikiatri adalah suatu unit yang memberikan perawatan khusus kepada pasien-pasien
psikiatri yang berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat. Di beberapa negara unit ini diterjemahkan
sebagai unit kedaruratan ataupun unit akut yang pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu merawat pasien-
pasien yang berada dalam kondisi membutuhkan intervensi segera. Pasien dengan kondisi ini adalah pasien-pasien
dalam kondisi dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, seperti pasien dengan usaha bunuh diri,
halusinasi, perilaku kekerasan, NAPZA, dan waham.
Kedaruratan dapat terjadi dimanapun dan membutuhkan penanganan segera. Kecepatan menangani kondisi
kedaruratan akan meminimalkan gejala sisa maupun kecacatan yang akan dialami pasien. Oleh karena itu tenaga
kesehatan umumnya dan tenaga keperawatan khususnya perlu memperlengkapi diri dengan kemampuan menangani
masalah-masalah kedaruratan. Disamping itu fasilitas ruangan yang memadai juga dibutuhkan untuk dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan yang terbaik.
Di Indonesia, istilah yang digunakan adalah intensif karena merujuk kepada tindakan yang dilakukan kepada pasien, sedangkan istil
kepada kondisi pasien. Sehingga pada situasi darurat pasien membutuhkan intervensi segera untuk mencegah situasi yang lebih buru
sebagai suatu kedaruratan situasi tersebut harus memiliki kriteria berikut:
Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau lingkungan
Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, kerusakan harta benda dan lingkungan
Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau lingk
Sedangkan tindakan intensif adalah tindakan yang diberikan secara terus menerus pada pasien-pasien dengan kondisi darurat. Sehin
tindakan intensif ini dikategorikan berdasarkan tinggi rendahnya level kedaruratan yang dialami pasien. Secara umum ada tiga fase t
yaitu: fase intensif I, II, dan III.
Berikut ini akan dijelaskan secara rinci fase intensif I, II, dan III pada UPIP.
1. 1. Tujuan
Setelah menyelesaikan modul ini peserta pelatihan diharapkan mampu:
Fase intensif I adalah fase 24 jam pertama pasien dirawat dengan observasi, diagnosa, tritmen dan evaluasi yang
ketat. Berdasarkan hasil evaluasi pasien maka pasien memiliki tiga kemungkinan yaitu dipulangkan, dilanjutkan ke
fase intensif II, atau dirujuk ke rumah sakit jiwa. Fase intensif II fase perawatan pasien dengan observasi kurang
ketat sampai dengan 72 jam. Berdasarkan hasil evaluasi maka pasien pada fase ini memiliki empat kemungkinan
yaitu dipulangkan, dipindahkan ke ruang fase intensif III, atau kembali ke ruang fase intensif I. Pada fase intensif III
pasien di kondisikan sudah mulai stabil, sehingga observasi menjadi lebih berkurang dan tindakan-tindakan
keperawatan lebih diarahkan kepada tindakan rehabilitasi. Fase ini berlangsung sampai dengan maksimal 10 hari.
Merujuk kepada hasil evaluasi maka pasien pada fase ini dapat dipulangkan, dirujuk ke rumah sakit jiwa atau unit
psikiatri di rumah sakit umum, ataupun kembali ke ruang fase intensif I atau II
Adapun skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedaruratan pasien adalah skala GAF (General Adaptive
Function) dengan rentang skor 1 – 30 skala GAF. Kondisi pasien dikaji setiap shift dengan menggunakan skor GAF.
(tambahkan penjelasan ttg aksis V, sbr Stuart n Larai, 2005)
Skor 30 Perilaku dipengaruhi oleh waham atau halusinasi ATAU gangguan serius
untuk berfungsi hampir pada semua bidang (misalnya tinggal di tempat tidur
20 Terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain (misalnya usaha bunuh diri tanpa harapan yang jelas akan
kematian, sering melakukan kekerasan, kgembiraan manik) ATAU kadang – kadang gagal untuk mempertahankan
perawatan diri yang minimal (misalnya mengusap feses) ATAU gangguan
11 yang jelas dalam komunikasi (sebagian besar inkoheren atau membisu)
10 Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan parah (misalnya kekerasan rekuren) ATAU
ketidakmampuan persisten untuk mempertahankan hiegien pribadi yang minimal ATAU tindakan bunuh diri yang
serius tanpa
Pada keperawatan kategori pasien dibuat dengan skor RUFA (Respons Umum Fungsi Adaptif)/ GAFR (General
Adaptive Function Response) yang merupakan modifikasi dari skor GAF karena keperawatan menggunakan
pendekatan respons manusia dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan fungsi respons yang adaptif.
Keperawatan meyakini bahwa kondisi manusia selalu bergerak pada rentang adaptif dan maladaptif. Ada saat
individu tersebut berada pada titik yang paling adaptif , namun di saat lain individu yang sama dapat berada pada
titik yang paling maladaptif. Kondisi adaptif dan maladaptif ini dapat dilihat atau diukur dari respons yang
ditampilkan. Dari respons ini kemudian dirumuskan diagnosa Skor RUFA dibuat berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien. Sehingga setiap diagnosa keperawatan memiliki kriteria skor RUFA
tersendiri (lihat tabel 1).
Skor RUFA 1-10 Skor RUFA 11-20
Gangguan persepsi
1 sensori: halusinasi
2 Perilaku kekerasan
2. Mengalami depresi
5 Panik
9 Isolasi sosial
Secara umum pasien yang dirawat di UPIP adalah pasien dengan kriteria:
1. Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut dan atau suatu
perubahan alam perasaan atau perilaku yang menetap
1. Kondisi lain yang akan mengalami peningkatan yang bermakna dalam waktu singkat dan pasien tampak
mampu kembali ke komunitas segera bila peningkatan tersebut terjadi.
Sedangkan berdasarkan masalah keperawatan maka pasien yang perlu dirawat di unit perawatan intensif psikiatri
adalah pasien dengan masalah keperawatan sebagai berikut:
pilar yaitu :
1. Pendekatan manajemen
2. Compensatory reward
3. Hubungan profesional
pasien dengan menggunakan skor RUFA (1-30) dan tanda vital. Adapun kategori
Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:
Observasi ketat
Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, perawatan diri)
Manajemen pengamanan pasien yang efektif (jika dibutuhkan).
Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk dipindahkan
ke ruang intensif II.
Bila kondisi pasien diatas 10 skala RUFA maka pasien dapat dipindahkan ke intensif II.
Observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase intensif I
Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik dan terapi olah raga.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk dipindahkan
ke ruang intensif III.
Bila kondisi pasien diatas skor 20 skala RUFA maka pasien dapat dipindahkan ke intensif III. Bila dibawah
skor 11 skala RUFA maka pasien dikembalikan ke fase intensif I