Anda di halaman 1dari 13

Psychiatric Intensive Care Unit (PICU)

Konsep Keperawatan di Ruang PICU (Psychiatric Intensive Care Unit)


 PENGERTIAN
PICU merupakan pelayanan yang ditujukan untuk klien gangguan jiwa dalam
kondisi krisis psikiatri (Keliat, dkk, 2009).
PICU merupakan gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan
intensif, yang dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau unit psikiatri rumah sakit
umum (Keliat, dkk, 2009).
PICU adalah suatu unit yang memberikan perawatan khusus kepada klien-klien
psikiatri yang berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat (Maryree, 2010).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PICU adalah
suatu unit gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan intensif, yang
ditujukan untuk klien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis psikiatri dan berada dalam
kondisi yang membutuhkan pengawasan ketat, dimana dapat diselenggarakan di rumah
sakit jiwa atau psikiatri rumah sakit umum.
Indikasi masuk PICU
Indikasi masuk PICU adalah klien dengan kedaruratan psikiatri, untuk dapat
dikatakan sebagai suatu kedaruratan situasi tersebut harus memiliki kriteria, sebagai
berikut:
a.       Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau lingkungan.
b.      Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, kerusakan harta benda
dan lingkungan.
c.       Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap kehidupan,
kesehatan, harta benda atau lingkungan.
Sedangkan untuk mengukur tingkat kedaruratan pada klien adalah menggunakan
skala GAF (General Adaptive Function) dengan rentang skor 1-30 skala GAF. Kondisi klien
dikaji setiap shift dengan menggunakan skor GAF. Katagori klien yang berada dalam
rentang skor 1-30 GAF adalah:
a.       Skor 21 - 30: perilaku dipengaruhi oleh waham atau halusinasi ATAU gangguan serius
pada komunikasi atau pertimbangan (misalnya kadang-kadang inkoheren, tindakan jelas
tidak sesuai preokupasi bunuh diri) ATAU ketidakmampuan untuk berfungsi hampir pada
semua bidang (misalnya tinggal ditempat tidur) sepanjang hari, tidak memiliki pekerjaan.
b.      Skor 11 – 20: terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain (misalnya usaha bunuh
diri tanpa harapan yang jelas akan kematian, sering melakukan kekerasan, kegembiraan
manik) ATAU kadang-kadang gagal untuk mempertahankan perawatan diri yang minimal
(misalnya mengusap fases) ATAU gangguan yang jelas dalam komunikasi (sebagian besar
inkoheren atau membisu)
c.       Skor 1 – 10: Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan parah (misalnya
kekerasan rekuren) ATAU ketidakmampuan persisten untuk mempertahankan hiegene
pribadi yang minimal ATAU tindakan bunuh diri yang serius tanpa harapan bunuh diri yang
jelas.
Pada keperawatan katagori klien dibuat dengan skor RUFA (Respons Umum Fungsi
Adaptif)/GAFR (General Adaptive Funtion Response) yang merupakan modifikasi dari skor
GAF karena keperawatan menggunakan pendekatan respons manusia dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan fungsi respons yang adaptif. Dari respons tersebut
kemudian dirumuskan diagnosa skor RUFA dibuat berdasarkan diganosa keperawatan
yang ditemukan pada klien. Sehingga setiap diagnosa keperawatan memiliki kriteria skor
RUFA tersendiri, untuk sementara baru diagnosa risiko bunuh diri yang sudah mempunyai
skor RUFA, sedangkan untuk diagnosa yang lain masih dalam pengembangan. Adapun
skornya yaitu:
N Diagnosa Skor RUFA 1-10 Skor RUFA 11- Skor RUFA 21-30
o Keperawata (intensif I) 20 (Intensif II) (Intensif III)
n
1 Gangguan
sensori
persepsi:
halusinasi
2 Perilaku
kekerasan
3 Gangguan
proses pikir:
waham
4 Risiko bunuh1. Aktif mencoba 1.  Aktif memikirkan 1. Mungkin sudah
diri bunuh diri rencana bunuh memiliki ide untuk
dengan cara: diri, namun tidak mengakhiri
a. Gantung diri disertai dengan hidupnya, namun
b. Minum racun percobaan tidak disertai
c. Memotong urat bunuh diri. dengan ancaman
nadi a.  Mengatakan dan percobaan
d. Menjatuhkan diri ingin bunuh diri bunuh diri.
dari tempat yang namun tanpa 2. Mengungkapkan
tinggi rencana yang perasaan seperti
2. Mengalami spesifik rasa bersalah/
depresi b.  Menarik diri dari sedih/ marah/
3. Mempunyai pergaulan sosial putus asa/ tidak
rencana bunuh berdaya.
diri yang spesifik 3. Mengungkapkan
4. Menyiapkan hal-hal negatif
alat untuk bunuh tentang diri sendiri
diri (pistol, pisau, yang
silet dll) manggambarkan
harga diri rendah
4. Mengatakan;
“Tolong jaga anak-
anak karena saya
akan pergi jauh!’
atau “Segala
sesuatu akan lebih
baik tanpa saya”.
5 Panik
6 Gejala putus
zat
7 Over dosis
zat adiktif
8 Defisit
perawatan
diri
9 Isolasi sosial

Secara umum klien yang dirawat di PICU adalah klien dengan kriteria:
a.       Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut dan atau suatu perubahan alam
perasaan atau perilaku yang menetap.
b.      Penyalahgunaan NAPZA atau kedaruratan yang berhubungan dan berlangsung relatif
singkat
Sedangkan berdasarkan masalah keperawatan maka klien yang perlu dirawat di PICU
adalah klien dengan masalah keperawatan sebagai berikut:
a.       Perilaku kekerasan
b.      Percobaan bunuh diri
1)      Gangguan sensori persespsi: halusinasi (Fase IV)
2)      Gangguan proses pikir: Waham curiga
3)      Masalah-masalah keperawatan yang berkaitan dengan kondisi klien putus zat dan over
dosis:
a)      Perubahan kenyamanan: nyeri
b)      Gangguan pola tidur
c)      Gangguan pemenuhan nutrisi
d)     Gangguan eliminasi bowel
3.      Pola penanganan di PICU
Pola penanganan di PICU mengadopsi pola pendekatan di ruang MPKP yang terdiri
dari empat pilar, yaitu:
a.       Pendekatan manajemen
b.      Compensatory reward
c.       Hubungan profesional
d.      Manajemen asuhan keperawatan
Sedangkan pada ruangan PICU keempat pilar ini dilebur menjadi 2 pilar, sebagai berikut:
a.       Manajemen pelayanan keperawatan (pilar I-III)
b.      Manajemen asuhan keperawatan  (pilar IV)
4.      Alur penerimaan klien di PICU
Klien baru yang masuk PICU dilakukan triase dengan mengkaji keluhan utama klien
dengan menggunakan skor RUFA (1-30) dan tanda vital. Adapun katagori klien menurut
skor RUFA adalah:
a.       Skor 1-10 masuk intensif I
b.      Skor 11-20 masuk ruang intensif II
c.       Skor 21-30 masuk ruang intensif III
5.      Fase tindakan intensif
a.       Fase intensif I (24 jam pertama)
1)      Prinsip tindakan
a)      Life saving
b)      Mencegah cedera pada klien, orang lain dan lingkungan
2)      Indikasi
Klien dengan skor 1-10 skala RUFA
3)      Pengkajian
Hal-hal yang harus dikaji adalah:
a)      Riwayat perawatan yang lalu
b)      Psikiater atau perawat jiwa yang baru-baru ini menangani klien (bila memungkinkan)
c)      Diagnosa gangguan jiwa di waktu lalu yang mirip dengan tanda dan gejala yang dialami
klien saat ini
d)     Stressor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan masalah klien saat ini.
e)      Kemampuan dan keingginan klien untuk bekerjasama dalam proses treatment.
f)       Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, mencakup jenis obat yang didapat,
dosis, respons terhadap obat, efek samping dan kepatuhan minum obat, serta daftar obat
terakhir yang diresepkan dan nama dokter yang meresepkan.
g)      Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau neuro psikiatrik
h)      Tes kehamilan untuk semua klien usia subur.
Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama. Selain itu klien harus diperiksa
oleh seorang psikiater/dokter umum kesehatan jiwa (Psikiater/Medical Officer Mental
Health(MOMH)/GP+(General Practitioner)/GP++) dalam 8 jam pertama dengan prioritas
pertama adalah psikiater. Bila tidak ada psikiater maka klien dapat ditangani oleh MOMH.
Selanjutnya bila tidak ada MOMH dapat ditangani GP+ atau GP++. Klien-klien yang berada
dalam kondisi membutuhkan penangan sangat segera harus dikaji dan bertemu dengan
psikiater/MOMH dalam 15 menit pertama.
Intervensi:
Intervensi untuk fase ini adalah:
a)      Observasi ketat
b)      Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, perawatan diri)
c)      Manajemen pengamanan klien yang efektif (jika dibutuhkan)
d)     Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik.
e)      Evaluasi: dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipindahkan ke ruang intensif II.
f)       Bila kondisi klien diatas 10 skala RUFA maka klien dapat dipindahkan ke intensif II.
b.      Fase intensif II (24-72 jam)
1)      Prinsip tindakan
      Observasi lanjutan dari fase krisis (Intensif I)
      Mempertahankan pencegahan cedera pada klien, orang lain dan lingkungan
2)      Indikasi: klien dengan skor 11-20 skala RUFA
3)      Intervensi
Intervensi untuk fase adalah:
      Observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase intensif I
      Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik dan terapi
olahraga
      Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipindahkan ke ruang intensif III
      Bila kondisi klien di atas skor 20 skala RUFA, maka klien dapat dipindahkan ke intensif III,
bila dibawah skor 11 skala RUFA maka klien dikembalikan ke fase intensif I.
c.       Fase intensif III (72 jam-10 hari)
1)      Prinsip tindakan
      Observasi lanjutan dari fase akut (Intensif II)
      Memfasilitasi perawatan mandiri klien.
2)      Indikasi: klien dengan skor 21-30 skala RUFA
3)      Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:
      Observasi dilakukan secara minimal
      Klien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri
      Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik, terapi olahraga,
dan life skill therapy.
      Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipulangkan.
      Bila kondisi klien diatas skor 30 skala RUFA maka klien dapat dipulangkan dengan
mengontak perawat CMHN terlebih dahulu. Bila dibawah skor 20 skala RUFA klien
dikembalikan ke fase intensif II, dan bila dibawah skor 11 RUFA klien dikembalikan ke fase
intensif I.
6.      Ketenagaan
Menurut Rollesby (2009), adapun ketenagaan yang terlibat di ruang PICU adalah
sebagai berikut:
a.       Psikiater konsultan
b.      Perawat terampil
c.       Pekerja sosial
d.      Occupation terapist
e.       Instruktur teknis
f.       Psikolog
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN INTENSIF PSIKIATRI
A. Konsep Unit Perawatan Intensif Psikiatri (UPIP)
Unit perawatan intensif psikiatri adalah suatu unit yang memberikan perawatan khusus kepada pasien-pasien
psikiatri yang berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat. Di beberapa negara unit ini diterjemahkan
sebagai unit kedaruratan ataupun unit akut yang pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu merawat pasien-
pasien yang berada dalam kondisi membutuhkan intervensi segera. Pasien dengan kondisi ini adalah pasien-pasien
dalam kondisi dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, seperti pasien dengan usaha bunuh diri,
halusinasi, perilaku kekerasan, NAPZA, dan  waham.

Kedaruratan dapat terjadi dimanapun dan membutuhkan penanganan segera. Kecepatan menangani kondisi
kedaruratan akan meminimalkan gejala sisa maupun kecacatan yang akan dialami pasien. Oleh karena itu tenaga
kesehatan umumnya dan tenaga keperawatan khususnya perlu memperlengkapi diri dengan kemampuan menangani
masalah-masalah kedaruratan. Disamping itu fasilitas ruangan yang memadai juga dibutuhkan untuk dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan yang terbaik.

Di Indonesia, istilah yang digunakan  adalah intensif karena merujuk kepada tindakan yang dilakukan kepada pasien, sedangkan istil
kepada kondisi pasien. Sehingga pada situasi darurat pasien membutuhkan intervensi segera untuk mencegah situasi yang lebih buru
sebagai suatu kedaruratan situasi tersebut harus memiliki kriteria berikut:
 Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau lingkungan
 Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, kerusakan harta benda dan lingkungan
 Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap kehidupan, kesehatan,  harta benda atau lingk

Sedangkan tindakan intensif adalah tindakan yang diberikan secara terus menerus pada pasien-pasien dengan kondisi darurat.  Sehin
tindakan intensif ini dikategorikan berdasarkan tinggi rendahnya level kedaruratan yang dialami pasien. Secara umum ada tiga fase t
yaitu: fase intensif I, II, dan III.

Berikut ini akan dijelaskan secara rinci fase intensif I, II, dan III pada UPIP.

1. 1. Tujuan
Setelah menyelesaikan modul ini peserta pelatihan diharapkan mampu:

1. Menyebutkan pengertian kedaruratan dan intensif


2. Menyebutkan pengertian kedaruratan jiwa dan intensif jiwa
3. Menyebutkan pola manajemen pelayanan keperawatan di UPIP
4. Menyebutkan pola manajemen asuhan keperawatan di UPIP
1. 2. Kedaruratan Psikiatri
Kedaruratan psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perasaan, perilaku, atau hubungan sosial yang
membutuhkan suatu intervensi segera (Allen, Forster, Zealberg, & Currier, 2002). Sedangkan menurut Kaplan dan
Sadock (1993) kedaruratan psikiatrik adalah gangguan alam pikiran, perasaan atau perilaku yang membutuhkan
intervensi terapeutik segera. Sehingga prinsip dari kedaruratan psikiatri adalah intervensi atau penanganan segera.
Berdasarkan prinsip segera ini maka penanganan kedaruratan dibagi dalam fase intensif  I (24 jam pertama), fase
intensif II (24-72 jam pertama), dan fase intensif III (72 jam-10 hari).

Fase intensif I adalah fase 24 jam pertama pasien dirawat dengan observasi, diagnosa, tritmen dan evaluasi yang
ketat. Berdasarkan hasil evaluasi pasien  maka pasien memiliki tiga kemungkinan yaitu dipulangkan, dilanjutkan ke
fase intensif II, atau dirujuk ke rumah sakit jiwa. Fase intensif II fase perawatan pasien dengan observasi kurang
ketat sampai dengan 72 jam. Berdasarkan hasil evaluasi maka pasien pada fase ini memiliki empat kemungkinan
yaitu dipulangkan, dipindahkan ke ruang fase intensif III, atau kembali ke ruang fase intensif I. Pada fase intensif III
pasien di kondisikan sudah mulai stabil, sehingga observasi menjadi lebih berkurang dan tindakan-tindakan
keperawatan lebih diarahkan kepada tindakan rehabilitasi. Fase ini berlangsung  sampai dengan maksimal 10 hari.
Merujuk kepada hasil evaluasi maka pasien pada fase ini dapat dipulangkan, dirujuk ke rumah sakit jiwa atau unit
psikiatri di rumah sakit umum, ataupun kembali ke ruang fase intensif I atau II

Adapun skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedaruratan pasien adalah skala GAF (General Adaptive
Function) dengan rentang skor 1 – 30 skala GAF. Kondisi pasien dikaji setiap shift dengan menggunakan skor GAF.
(tambahkan penjelasan ttg aksis V, sbr Stuart n Larai, 2005)
 

Katagori pasien yang berada dalam rentang skor 1 – 30 GAF adalah :

Skor 30  Perilaku dipengaruhi oleh waham atau halusinasi ATAU gangguan serius

pada komunikasi atau pertimbangan (misalnya kadang – kadang inkoheren,

tindakan jelas tidak sesuai preokupasi bunuh diri) ATAU ketidakmampuan

untuk berfungsi hampir pada semua bidang (misalnya tinggal di tempat tidur

21    sepanjang hari, tidak memiliki pekerjaan, rumah atau teman)

 
20  Terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain (misalnya usaha bunuh diri tanpa harapan yang jelas akan
kematian, sering melakukan kekerasan, kgembiraan manik) ATAU kadang – kadang gagal untuk mempertahankan
perawatan diri yang minimal (misalnya mengusap feses) ATAU gangguan

11   yang jelas dalam komunikasi (sebagian besar inkoheren atau membisu)

10 Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan parah (misalnya kekerasan rekuren) ATAU
ketidakmampuan persisten untuk mempertahankan hiegien pribadi yang minimal ATAU tindakan bunuh diri yang
serius tanpa

1    harapan akan kematian yang jelas .

Pada keperawatan kategori pasien dibuat dengan skor RUFA (Respons Umum Fungsi Adaptif)/ GAFR (General
Adaptive Function Response)  yang merupakan modifikasi dari skor GAF karena keperawatan menggunakan
pendekatan respons manusia dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan fungsi respons yang adaptif.
Keperawatan meyakini bahwa kondisi manusia selalu bergerak pada rentang adaptif dan maladaptif. Ada saat
individu tersebut berada pada titik yang paling adaptif , namun di saat lain individu yang sama dapat berada pada
titik yang paling maladaptif. Kondisi   adaptif dan maladaptif ini dapat dilihat atau diukur dari respons yang
ditampilkan. Dari respons ini kemudian dirumuskan diagnosa Skor RUFA  dibuat berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien. Sehingga setiap diagnosa keperawatan memiliki kriteria skor RUFA 
tersendiri (lihat tabel 1).
Skor RUFA 1-10 Skor RUFA 11-20

No Diagnosa Keperawatan (Intensif I) (Intensif II)

Gangguan persepsi
1 sensori: halusinasi    

2 Perilaku kekerasan    

Gangguan proses pikir:


3 waham    

4 Risiko bunuh diri 1. Aktif mencoba 1. Aktif memikirkan rencana bunuh


diri, namun tidak disertai dengan
bunuh diri dengan percobaan bunuh diri
cara: 1. Mengatakan ingin bunuh diri
namun tanpa rencana yang
a. gantung diri spesifik
b. minum racun

c.  memotong urat nadi

d. menjatuhkan diri dari tempat yang


tinggi

2. Mengalami depresi

3.  Mempunyai rencana bunuh diri yang


spesifik

4.  Menyiapkan alat untuk bunuh diri


(pistol, pisau, silet, dll) 2. Menarik diri dari pergaulan
sosial
   

5 Panik    

6 Gejala putus zat    

7 Over dosis zat adiktif    

8 Defisit perawatan diri    

9 Isolasi sosial    

Tabel 1. Kriteria Kondisi Pasien berdasarkan RUFA (skor 1-30)

Secara umum pasien yang dirawat di UPIP adalah pasien dengan kriteria:

1. Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut dan atau suatu
perubahan alam perasaan atau perilaku yang menetap

1. Penyalahgunaan NAPZA atau kedaruratan yang berhubungan yang berlangsung


relatif singkat

1. Kondisi lain yang akan mengalami peningkatan yang bermakna dalam waktu singkat dan pasien tampak
mampu kembali ke komunitas segera bila peningkatan tersebut terjadi.
 

Sedangkan berdasarkan masalah keperawatan maka pasien yang perlu dirawat di unit perawatan intensif psikiatri
adalah pasien dengan masalah keperawatan sebagai berikut:

a.   Perilaku Kekerasan


b.   Perilaku Bunuh diri

1. Perubahan sensori persepsi: halusinasi (fase IV)


2. Perubahan proses pikir: waham curiga
3. Masalah-masalah keperawatan yang berkaitan dengan kondisi pasien putus zat
dan over dosis:

1)            Perubahan kenyamanan: nyeri

2)            Gangguan pola tidur

3)            Gangguan pemenuhan nutrisi

4)            Gangguan eliminasi bowel

1. Defisit perawatan diri


Pola penanganan di unit perawatan intensif psikiatri
Pola penanganan di UPIP menggunakan pendekatan MPKP yang terdiri dari empat

pilar yaitu :

1. Pendekatan manajemen

2. Compensatory reward
3. Hubungan profesional

4. Manajemen asuhan keperawatan


Pada ruangan UPIP keempat pilar ini dilebur menjadi 2 pilar sebagai berikut:
1. Manajemen pelayanan keperawatan (pilar I-III)

2. Manajemen asuhan keperawatan (pilar IV)

(lihat Bab II b dan c)

Alur penerimaan pasien di UPIP


Pasien baru yang masuk di UPIP dilakukan triase dengan mengkaji keluhan utama

pasien dengan menggunakan skor RUFA (1-30) dan tanda vital. Adapun kategori

pasien menurut skor RUFA adalah:

1. Skor 1-10 masuk ruang intensif I


2. Skor 11-20 masuk ruang intensif II
3. Skor 21-30 masuk ruang intensif III
Triase
Pada fase ini hal pertama yang harus dilakukan adalah rapid assessment/screening assessment yang dilakukan
berdasarkan protap yang telah disepakati. Pengkajian ini harus meliputi nama pasien, tanggal lahir, nomor tanda
pengenal (KTP/SIM/Paspor), alamat, nomor telepon, serta nama dan nomor telepon orang  terdekat pasien yang
dapat dihubungi, tanda vital  dan keluhan utama dengan skor RUFA untuk menentukan perlu tidaknya dirawat di
unit UPIP dan bila dirawat untuk menentukan level/fase intensif pasien. Sedangkan pihak medis melakukan
pengkajian dengan menggunakan skala GAF
 

Fase intensif I (24 jam pertama)


 Prinsip tindakan
 Life saving
 Mencegah cedera pada pasien, orang lain dan lingkungan
 Indikasi :
 Pasien dengan skor  1-10 skala RUFA
 Pengkajian
 Hal-hal yang harus dikaji adalah:
1. Riwayat perawatan yang lalu
2. Psikiater/perawat jiwa yang baru-baru ini menangani pasien (bila memungkinkan)
3. Diagnosa gangguan jiwa di waktu yang lalu yang mirip dengan tanda dan gejala yang dialami pasien saat
ini
4. Stresor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan masalah pasien saat ini
5. Kemampuan dan keinginan pasien untuk bekerjasama dalam proses tritmen
6. Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, mencakup jenis obat yang didapat, dosis, respons
terhadap obat, efek samping dan kepatuhan minum obat, serta daftar obat terakhir yg diresepkan dan nama
dokter yang meresepkan.
7. Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau neuro psikiatrik
8. Tes kehamilan untuk semua pasien perempuan usia subur
Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama. Selain itu pasien harus  sudah diperiksa oleh seorang
psikiater/dokter umum kesehatan jiwa (Psikiater/Medical Officer Mental Health/MOMH/GP+/GP++) dalam 8 jam
pertama dengan prioritas pertama adalah psikiater. Bila tidak ada psikiater maka pasien dapat ditangani oleh
MOMH. Selanjutnya bila tidak ada MOMH dapat ditangani GP+ atau GP++. Pasien-pasien yang berada dalam
kondisi membutuhkan penanganan sangat segara harus dikaji dan bertemu dengan psikiater/MOMH dalam 15 menit
pertama.

 Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:

 Observasi ketat
 Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, perawatan diri)
 Manajemen pengamanan pasien yang efektif (jika dibutuhkan).
 Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik.
 Evaluasi
 Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk dipindahkan
ke ruang intensif II.
 Bila kondisi pasien diatas 10 skala RUFA maka pasien dapat dipindahkan ke intensif II.
 

Fase Intensif II (24-72 jam pertama)


 Prinsip tindakan
 Observasi lanjutan dari fase krisis (Intensif I)
 Mempertahankan pencegahan cedera pada pasien, orang lain dan lingkungan
 Indikasi :
 Pasien dengan skor  11-20 skala RUFA
 Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:

 Observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase intensif I
 Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik dan terapi olah raga.
 Evaluasi
 Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk dipindahkan
ke ruang intensif III.
 Bila kondisi pasien diatas skor 20 skala RUFA maka pasien dapat dipindahkan ke intensif III. Bila dibawah
skor 11 skala RUFA maka pasien dikembalikan ke fase intensif I
 

Fase Intensif III (72 jam-10 hari)


 Prinsip tindakan
 Observasi lanjutan dari fase akut (Intensif II)
 Memfasilitasi perawatan mandiri pasien
 Indikasi :
 Pasien dengan skor  21-30 skala RUFA
 Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:

 Observasi dilakukan secara minimal


 Pasien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri
 Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik, terapi olah raga dan life skill
therapy.
 Evaluasi
 Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk
dipulangkan.
 Bila kondisi pasien diatas skor 30 skala RUFA maka pasien dapat dipulangkan dengan mengontak perawat
CMHN terlebih dahulu. Bila dibawah skor 20 skala RUFA pasien dikembalikan ke fase intensif II, dan dibawah
skor 11 skala RUFA pasien dikembalikan ke fase intensif I.

Anda mungkin juga menyukai