A. Latar Belakang Laringektomi merupakan teknik operasi pada laring yang mengalami blokade dan mempengaruhi efektivitas jalan
napas.Supracricoid Laryngectomy Partial (SCLP) merupakan salah satu teknik operasi bedah (reseksi) pada laring khususnya pada organ kartilago tiroid, ruang paraglotis, dan ruang pra-epiglotis. Pada prosedur operasi ini, banyak terjadi aspirasi di hamper semua pasien yang menjalani operasi Laringektomi. Oleh karena itu, pengkajian status respirasi pada praoperatif dan pencegahan komplikasi paru post-operasi merupakan bagian yang sangat penting.[1] Komplikasi paru post operatif berkontribusi penting dalam angka morbiditas dan mortalitas. Komplikasi paru yang sering ditemukan pada pasien post-operasi laringektomi antara lain atelaktasis, pneumonia, dan eksaserbasi penyakit paru kronis.[1] Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa perawatan post operatif pasien laringektomi khususnya pada operasi Supra Cricoid Laryngectomy Partial (SCLP) sangat perlu untuk dilakukan karena potensial munculnya komplikasi pada system respirasi. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud operasi laringektomi supraglotis parsial ? 2. Apa saja faktor resiko laringektomi yang menyebabkan komplikasi pulmonal ? 3. Apa saja peran perawat pada fase perioperatif laringektomi ? 4. Bagaimana asuhan keperawatan pada post operasi laringektomi ?
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Definisi Supracricoid Laryngectomy Partial
Supracricoid
Laryngectomy
Partial
(SCLP)merupakan
operasi
pembedahan yang dilakukan pada pre epiglottis dan para glottis. Operasi pembedahan laring ini termasuk pada kategori operasi laringektomi total yaitu operasi laringektomi yang dilakukan pada obstruksi laring meluas diluar pita suara ke tulang hyoid, epiglottis, kartilago krikoid dan 2 cincin trakea diangkat.[1],[3]
Operasi SCLP banyak dilakukan sebagai intervensi dari pasien yang terkena kanker pada laring.Operasi SCLP dilakukan untuk mencegah keparahan dari pertumbuhan sel karsinoma pada laring. Penelitian yang dilakukan oleh Andrea Gallo dkk (2005) pada 253 pasien dengan kanker pada laring dengan jumlah pasien 234 laki laki dan 19 pasien perempuan selama periode studi 16 tahun yang dimulai pada Januari 1984 sampai Desember 2001. Hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah pada periode studi 3 tahun tingkat keselamatan pasien kanker laring sebesar 85,8% setelah dilakukan operasi SCLP. Pada periode studi 5 tahun, 10 tahun, dan 16 tahun studi, tingkat keselamatan pasien kanker laring masing
Halaman 2 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
masing sebesar 9.1%, 57.6%, dan 57.6% setelah dilakukan operasi SCPL. Dengan simpulan bahwa operasi SCPL pada pasien kanker laring adalah pilihan efektif untuk sebagai intervensi dari pertumbuhan sel karsinoma pada laring.[4]
Operasi
SCLP
dianggap
sebagai
operasi
konservatif
yang
mengganggu sebagian besar fungsi stingfer pada laring.Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Young Hoon Joo dkk (2009), sebesar 32,4% dari 111 pasien mengalami komplikasi pulmonal setelah operasi SCLP di Departmentof OtolaryngologyHead and NeckSurgery, The Catholic University of Korea mulai dari Januari 1993 sampai Desember 2008. Dari hasil penelitian yang dilakukan, faktor resiko komplikasi pulmonal post operasi SCLP antara lain adalah usia lanjut, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), status merokok, dan nilai FEV1/FVC.[1] Komplikasi yang muncul pada post operasi pada studi tersebut antara lain 5 pasien mengalami efusi pleura, 4 pasien mengalami atelaktasis, dan edema paru pada 3 pasien. Namun komplikasi yang paling sering ditemui adalah pasien akan kehilangan kemampuan untuk menghasilkan suara. Potensial kemunculan komplikasi lain yang berkaitan pada post operasi SCLP adalah terjadinya distress pernapasan, hemoragi, dan infeksi.[1],[3]
Peran perawat pada pasien operasi pembedahan seperti pasien yang direkomendasikan operasi SCLP, menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang meliputi 3 fase yakni fase pra operatif, fase intra operatif, dan fase post operatif.[3]
Peran perawat pada fase pra-operatif dimulai pada saat keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi.Peran perawat pada fase ini meliputi penyuluhan atau pemberian edukasi pada pasien terkait operasi yang akan dilakukan dan menurunkan ansietas dan ketakutan pasien yang akan menjalani pembedahan.[3]
Pada kebanyakan pasien yang dilakukan operasi pembedahan laring memiliki ketakutan tersendiri mengenai akibat yang akan dihadapi setelah prosedur pembedahan. Selain itu, pasien pasien yang dilakukan prosedur operasi SCLP adalah pasien yang terdiagnosis kanker pada laring. Miskonsepsi sering terjadi tentang dimana laring, apa fungsinya, apa prosedur yang terutama akan dilakukan, dan apa efek
pembedahan yang akan muncul. Peran perawat pada kondisi seperti ini adalah mengklarifikasi miskonsepsi tersebut dan memberikan materi
Halaman 4 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
Pada pasien operasi SCLP, pasien harus mengetahui bahwa suaranya akan hilang.
Tetapi, pelatihan khusus akan memberikan suatu cara untuk melakukan percakapan yang cukup normal dengan media tulisan.[3]
Latihan batuk efektif dan napas dalam diajarkan dan diperagakan ulang oleh pasien. Penyuluhan tentang teknik ini menjelaskan peran pasien pada masa post-operatif dan rehabilitasi.[3]
2.3.1.2. Menurunkan Ansietas dan Depresi Tanda tanda pasien yang mengalami ansietas dan depresi ditunjukkan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan secara berulang tentang prosedur operasi, contohnya seperti : Apakah ahli bedah mampu menyembuhkan saya ? Akankah saya mati ? Akankah saya dapat berbicara kembali ? Akan seperti apakah penampilan saya ? Banyak pasien pembedahan memiliki rasa takut.Peran perawat pada kondisi ini yaitu menggali rasa takut bersama pasien dan
lain jika diperlukan. Hindari untuk merespon ketakutan pasien dengan mengatakan Oh, tidak ada yang perlu dikhawatirkan yang akan menyebabkan cara koping pasien kurang efektif terhadap ketakutannya. Dukungan spiritual
memainkan peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan ansietas.Tanpa memandang anutan keagamaan pasien, kepercayaan spiritual dapat menjadi intervensi terapeutik untuk mengatasi ansietas dan ketakutan pasien.[3] 2.3.2. Peran Perawat pada Fase Intra-Operatif Pada fase intra operatif peran perawat difokuskan pada reaksi psikologis dan fisiologis pasien.Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan pasien. Sepanjang pengalaman pembedahan fungsi perawat adalah sebagai kepala advokat pasien. Asuhan dan perhatian perawat mulai dari waktu pasien disiapkan dan dijelaskan tentang prosedur bedah, pre operatif, hingga pemulihan kesehatan paska anestesi. Proses dan peran perawat pada fase intra-operatif adalah sebagai berikut :[3] 2.3.2.1. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan menggunakan data dan catatan medis pasien yang untuk dapat
mengidentifikasi
variable
mempengaruhi perawatan dan bergunan sebagai pedoman untuk modifikasi rencana perawatan pasien bedah.[3] Identifikasi pasien
Validasi
data
yang
dibutuhkan
dari
berbagai kebijakan bagian Telaah catatan medis pasien mengenai kelengkapan pemeriksaan diagnostik, riwayat fisik, kesehatan hasil dan
kelengkapan
pengkajian fisik, serta ceklis pra operatif. Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif seperti status
[3]
fisiologis,
menggabungkan variable tersebut dalam rencana asuhan. Variabel tersebut antara lain : Usia, jenis kelamin, prosedur bedah, tipe anestesi yang direncanakan, ahli bedah, ahli anestesi dan anggota tim Ketersediaan peralatan spesifik yang
dibutuhkan untuk prosedur bedah Kesiapan ruangan untuk pasien bedah ; kelengkapan pengaturan fisik, kelengkapan instrument, dan peralatan bedah.[3] Perencanaan juga dilakukan dengan
mengidentifikasi aspek aspek lingkungan ruang operasi yang dapat mempengaruhi pasien. Aspek aspek lingkungan tersebut adalah :
Lingkungan fisik yang meliputi suhu dan kelembaban ruangan, bahaya peralatan listrik, kontaminan potensial (debu, darah, rambut tidak tertutup, kesalahan pemakaian baju operasi oleh personel), hilir mudik yang tidak perlu.
Lingkungan psikososial seperti kebisingan, percakapan yang tidak perlu, dan kekompakan antar personel.[3]
2.3.2.3. Intervensi Atur dan jaga peralatan bedah untuk laringektomi (steril) Atur posisi pasien yang tepat untuk prosedur pembedahan laring Ikuti tahapan dalam prosedur bedah Komunikasikan situasi yang merugikan pada ahli bedah, ahli anestesi, atau rekan perawat lain.[3]
2.3.3. Peran Perawat pada Fase Post-Operatif Proses dan peran perawat pada fase intra-operatif adalah sebagai berikut: Intervensi Keperawatan Fase Post-Operatif : 2.3.3.1. Mempertahankan Jalan Napas yang Paten
Memposisikan pasien dalam posisi semiFowler setelah pemulihan dari anastesia. Pasien di amati terhadap kegelisahan pernafasan labored, aprehensi, dan peningkatan frekuensi nadi . seperti halnya pada pasien laringotomi dianjurkan untuk berbalik, batuk, dan nafas dalam. [3]
Selang laringotomi lebih pendek dari selang trakeostomi tapi mempunyai diameter yang lebih lebar adalah satu-satunya jalan nafas yang akan dimiliki pasien. [3]
Rehabilitasi
Ahli terapi wicara melakuakan evaluasi praoperatif, selama kunjungan awal pasien dan keluarga di berikan penyuluhan tentang bentuk alternatif komunikasi, dan rencana rehabilitasi post operatif. [3]
Perawat mencatatkan tangan mana yang digunakan pasien untuk menulis sehinggga tangan sebelah bisa di gunakan untuk pemasangan infus. [3]
Alternatif lainnya adalah bel pemanggil seperti Bel genggam. Sistem ini akan di telaah selama pra - operatif bersama pasien. Akan sangat menghabiskan waktu utuk menuliskan setiap hal atau berkomunikasi melalui bahasa tubuh. [3]
Bicara
melalui
esofagus
mengharuskan
pasien mampu untuk mengkompres udara kedalam esofagus dan mengeluarkannya, membuat vibrasi segmen esofagus faring. Teknik ini bisa di ajarkan manakala pasien telah mendapatkan makanan per oral 1 minggu pasca operasi. Jika teknik ini tidak berhasil maka dilakukan ini electrolarynx untuk suara
komunikasi.
Alat
memproyeksikan
kedalam rongga mulut. Ketika suara di bentuk oleh mulut, suara dari elektrik laring akan menjadi kuat yang dapat di dengar. [3]
Bentuk
komunikasi
lain
yang
akan
membantu pasien
tracheoesophageal puncture. Dalam metode ini suara di simpan dengan belokkan udara, yang menjalar dari paru-paru melaui dinding posterior trakea, kedalam esofagus, dan keluar melalui mulut.
[3]
Bila pasien siap untuk makan oral, peran perawat harus mejelaskan kepada pasien bahwa cairan kental seperti Ensure dan Gelatin ,akan diguanakan pertama kali karena cairan ini mudah ditelan. Pasien di instuksikan dilarang makan yang manis. Selain itu pasien di instruksikan untuk membilas mulut dengan cairan hangat dan menyikat gigi teratur. [3]
Perawat memperhatikan selang, balutan, dan drainase yang terpasang setelah pembedahan, dorong perasaan pasien
[3]
untuk
mengekspresikan perubahan
setiap setelah
negatif
tentang
pembedahan.
dan
Penangannan
Potensial
Komplikasi
post
operatif
pasca
laringektomi langsung mencakup distres pernapasan dan hipoksia, perdarahan, dan infeksi. [3] Komplikasi Pernapasan. Perawat memantau pasien terhadap tanda-tanda distres pernapasan dan hipoksia, terutama kegelisahan, iritasi, agitasi, kelam pikir, takipnea, penggunaan otot-otot aksesori pernapasan dan penurunan
Halaman 11 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
saturasi oksigen. Obstruksi harus segera diatasi dengan menghisap dan mengupayakan pasien batuk dan nafas dalam, jika tidak segera ditangani dapat mengancam jiwa. Segera hubungi dokter jika tidak ada perbaikan dalam status pernapasan pasien. [3]
Perdarahan. Dapat terjadi pada berbagai tempat, termasuk tempat pembedahan, drein, atau trakea. Ruptur arteri karotis terutama sangat berbahaya. Jika hal ini terjadi, perawat harus memberikan tekanan langsung diatas arteri, meminta bantuan, dan memberi
dukungan psikologis pada pasien sampai pembuluh tersebut dapat diligasi. Tanda -tanda vital dipantau terhadap perubahan, terutama peningkatan nadi dan penurunan tekanan darah, atau pernapasan cepat dan dalam. Kulit pucat, dingin dan berkeringat mungkin menjadi tanda perdarahan aktif. [3]
Infeksi. Perawat mengamati tanda dan gejala dini infeksi paska operatif. suhu Tanda tubuh ini dan
mencakup
peningkatan
frekuensi nadi, perubahan jenis dreinase luka, atau peningkata area kemerahan dan nyeri tekan pada tempat operasi. [3]
Perawat mempunyai peran penting dalam rehabilitasi pasien laringektomi. Area penyuluhan pasien sebagai berikut:
Perawatan Trakeostomi dan Stoma. a) Diperkirakan akan sering membatukkan lendir pada awal pascaoperatif karena adanya lendir pada percabangan
trakeobronkial. b) Setelah batuk, usap orifisium trakea dan bersihkan dari lendir. c) Cuci kulit sekitar stoma dua kali sehari. d) Jika terbentuk krusta di sekitar stoma, lunakkan dengan salep yang di resapkan oleh dokter dan buang krusta dengan menggunakan penjepit steril e) Pertimbangan untuk menggunakan sejenis pelindung di depan trakeostomi untuk menjaga agar lendir tidak membasahi pakaian. f) Pertahankan humidifikasi yang adekuat dengan humidifier dan nebuliser g) Hindari udara ber-AC pertama untuk mencegah udara dingin mengiritasi jalan nafas. [3]
Penurunan
pada
Pengecapan
dan
Penghindu. Pasien diperkirakan mengalami kehilangan indera pengecap dan penghindu selama beberapa waktu setelah pembedahan, pada waktunya pasien biasanya dapat
Tindakan Higienik. a) Ketika mandi menggunakan shower, tutupi stoma agar air tidak memasuki jalan napas. b) Jangan biarkan hair-spray, bedak, atau rambut yang rontok memasuki stoma untuk menghindari infeksi.
[3]
iritasi
dan
kemungkinan
Tindakan Rekreasi. Aktifitas sedang untuk mencegah keletihan sangat penting karena, jika kelelahan, pasien akan mengalami kesulitan berbicara lebih banyak, yang sangat tidak menyenangkan. [3]
Tindakan Perawatan dan Keselamatan di Rumah. Perawat yang melakukan kunjungan rumah akan mengevaluasi status umum dan kemampuan pasien untuk secara efektif merawat stoma dan trakeostomi. Perawat juga memberikan dorongan pada indovidu yang telah menjalani laringektomi untuk
melakukan pemeriksaan fisik teratur dan mencari bantuan mengenai setiap masalah yang berkaitan dengan pemulihan dan rehabilitasi.[3] 2.4. Asuhan Keperawatan Pasien Operasi SCLP Asuhan keperawatan pasien operasi SCLP meliputi asuhan
keperawatan pra operatif dan asuhan keperawatan post operatif. Penjelasan mengenai penetapan rencana keperawatan akan dibahas lebih lanjut setelah ini. 2.4.1. Asuhan Keperawatan Pra Operatif Operasi SCLP Pada fase ini, asuhan keperawatan berfokus pada respon psikologis dan fisiologis pasien sebelum menjalani operasi pembedahan.Asuhan intervensi.[3] 2.4.1.1. Pengkajian Sebelum perawat melakukan pengkajian, perawat perlu mengetahui prosedur pembedahan yang akan dilakukan pada pasien agar dapat merencanakan asuhan keperawatan yang sesuai. Pasien SCLP membutuhkan evaluasi post operatif oleh therapist wicara karena diperkirakan pasien akan kehilangan kemampuan untuk bersuara secara permanen.[3] Selain itu, pengkajian pra operatif berfokus pada pengkajian psikologis dan fisiologis pasien mengenai kesiapan pasien yang akan menjalani operasi SCLP. Ketakutan mengenai
Halaman 15 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
keperawatan
pra
operatif
meliputi
prosedur pembedahan akibat deficit pengetahuan dan kecemasan mengenai akibat atau komplikasi dari prosedur pembedahan merupakan respon yang paling umum pada pasien operasi pembedahan SCLP.[3]
2.4.1.2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa mencakup : 1. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak familier terhadap sumber informasi pembedahan) (prosedur keperawatan utama pasien dapat
berhubungan
dengan
stress
(akan
2.4.1.3. Nursing Outcome Classification (NOC) DIAGNOSA 1 : Defisit Pengetahuan Knowledge : Medication - 1808
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam, klien mengetahui prosedur medikasi (pembedahan) dengan kriteria hasil :
Identifikasi
nama
yang
benar
dari
pengetahuan
ke tingkat pengetahuan
yang substansial (level 1 4) Efek samping medikasi dari tingkat tidak ada pengetahuan ke tingkat pengetahuan yang substansial (level 1 4) Gambaran dari prosedur medikasi dari tingkat tidak ada pengetahuan ke tingkat pengetahuan yang sedang (level 1 3)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam rasa ansietas pasien berkurang dengan kriteria hasil :
Rencanakan strategi koping pada situasi stress dari tingkat jarang dilakukan ke tingkat sering dilakukan (level 2 4)
Gunakan
teknik
relaksasi
untuk
mengurangi ansietas dari dari tingkat jarang dilakukan ke tingkat sering dilakukan (level 2 4) Atur hubungan social dari tingkat kadang kadang dilakukan ke tingkat konsisten dilakukan (level 3 5)
Peroleh riwayat kesehatan pasien Lakukan pemeriksaan fisik Infromasikan pada pasien dan keluarga tentang tanggal dan waktu dilakukannya operasi
Kaji ekspektasi pasien terhadap operasi Berikan waktu untuk pasien bertanya tentang operasi Diskusikan rencana post operatif
Sediakan diperlukan
informasi
faktual
jika
2.4.2. Asuhan Keperawatan Post Operatif Operasi SCLP 2.4.2.1. Pengkajian Perawat melakukan pengkajian, perawat perlu mengetahui komplikasi dan perubahan pada status kesehatan pasien. Pengkajian yang akan dilakukan pada pasien bertujuan agar dapat
merencanakan asuhan keperawatan yang sesuai. Pengkajian pada pasien post - operatif: Mengkaji pasien terhadap gejala. Suara serak, sakit tenggorok, dispnea, disfagia atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok. Leher pasien di palpasi terhadap pembengkakan. Penting perawat mengetahui sifat dari pembedahan sehingga dapat
merencanakan asuhan yang sesuai. Jika pasien di suara perkirakan lagi, tidak evaluasi
mempunyai
pascaoperatif di perlukan terafis wicara. Perlu di kaji kemampuan pasien untuk mendengar, menulis. Mengkaji kesiapan psikologis pasien. melihat, membaca, dan
2.4.2.2.
2.4.2.3.
DIAGNOSA : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik Pain Control 1605
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan klien dapat
timbulnya nyeri (level 1-3) Klien mampu melaporkan kontrol nyeri (level 1-3) Klien melaporkan nyeri berkurang (level 1 - 3) Menggunakan tekhnik non farmakologi
2.4.2.4.
DIAGNOSA : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik Pain Management 1400
Amati
isarat
non
verbal
dan untuk
ketidaknyamanan, berkomunikasi -
terutama
Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri Kaji nyeri klient meliputi unsur PQRST Kaji adanya ketidaknyamanan Ajarkan tekhnik relaksasi untuk
mengurangi nyeri Bantu dan berikan suport pada pasient dan keluarga Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi ketidaknyamanan Berikan pengetauan tentang nyeri yang di rasakan klien
Halaman 20 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
Kolaborasi
denga
pasient
dan
tim
2.4.2.5.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan: 1. Mendapatkan tingkat pengetahuan yang memadai a) Mengungkapkan pengertian tentang
2. Menunjukkan penurunan anseitas dan depesi a.) Mengekspresikan adanya harapan b.) Bertemu dengan seseorang yang
3. Mempertahankan jalan nafas yang bersih dan dapat mengatasi sekresi sediri a.) Memperagakan teknikyang tepat dan praktis yang mencakup pembersihan dan penangan selang laringektomi.
4. Mendapatkan efektif
teknik
komunikasi
yang
a.) Menggunakan
alat
bantu
untuk
komunikasi: bel pemanggil, Papan gambar, bahasa isyarat, membaca gerak bibir, bantuan komputer. b.) Pemperaktikkan arahan yang di berikan oleh ahli wicara- Bahasa.
5. Mempertahankan
masukn
nutrisi
yang
6. Menujjukkan perbaikan citra diri, harga diri, dan konsep diri a.) Mengekspresikan khawatiran. b.) Ikutserta dalam prawatan diri dan pembuatan keputusan. c.) Menerima informasi tentang kelompok pendukung. perasaan dan
7. Patuh terhadap program rehbilitasi dan perawatan di rumah. a.) Memperaktikkan terapi wicara yang di anjurkan b.) Memperagakan metode yang tepat dalam merawat stoma dan selang laringektomi (jika terpasang) c.) Mengungkapkan gejala yang medis d.) Menyebutkan tindakan keamanan yang harus dilakuaka dalam keadaan darurat.
Halaman 22 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
pengertian
tentang
membutuhkan perhatia
8. Menunjukkan tidak terjadi komplikasi a.) Tanda vital ( tekanan darah, suhu tubuh, prekuensi nadi, dan pernafasan) normal. b.) Tidak terdapat kemerahan, nyeri tekan, atau drainase purulen pada tempat pembedahan. c.) Menunjukkan jalan nafas yang paten pernafasan yang sesuai. d.) Tidak terdapat perdarahan dari tempat operasi dan perdarahan minimal dari drein.
DAFTAR PUSTAKA
1. Joo, Young-Hoon., Sun, Dong-Il., Cho, Jung-Hae., Cho, Kwang-Jae., Kim, Min-Sik.Factors That Predict Postoperative Pulmonary
Complications After Supracricoid Partial Laryngectomy.Arch Otolaryngol Head Neck Surgical.2009;135(11):1154-1157. 2. Bailey, Byron .J. 2006. Head & Neck Surgery Otolaryngology 4th Edition. Philadelpia :Lippincott Williams & Wilkins. 3. Smeltzer, Suzanne .C., Bare Brenda .G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Kedokteran. 4. Gallo, Andrea., Manciocco, Valentina., Simonelli, Marilia., Pagliuca, Giulio., D Arcangelo, Enzo., Vincentiis, Marco de. Supracricoid Partial Laryngectomy in the Treatment of Laryngeal Cancer. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2005;131:620-625. Jakarta : EGC Penerbit Buku