Anda di halaman 1dari 53

i

PENGARUH AROMATHERAPY: PEPPERMINT DALAM


MENURUNKAN UREMIK PRURITUS PADA PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH
SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PROPOSAL TESIS

Oleh
FRISKA Br SEMBIRING
177046020/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

proposal penelitian ini dengan judul “Pengaruh Aromatherapy: Peppermint Dalam

Menurunkan Uremik Pruritus Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Terapi Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”

sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Prodi Magister Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan proposal penelitian ini, penulis telah memperoleh

beberapa arahan dan bimbingan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.
2. Setiawan S.Kp, MNS, P.hD selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.


3. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp, MNS, P.hD selaku Ketua Program Studi

Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


4. Dr. Siti Saidah Nst, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku dosen pembimbing 1

yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis

dalam penyusunan proposal ini.


5. Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing 2 dan

pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis dalam penyusunan proposal ini.

i
6. Kedua orang tua tercinta (K. Sembiring dan F. Br Sinulingga), kakek dan

nenek (N Ginting dan B. Ginting), serta adik-adik ku (Dora Lista, Cindy

dan Vira) yang telah banyak memberikan dukungan, doa dan material

selama penulis mengikuti program pendidkan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.


7. Teman-teman Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberikan masukan dan berbagi ilmu serta mendukung

penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.


Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian

ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dan karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan

proposal penelitian. Semoga tesis ini bermanfaat bagi peningkatan dan

pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Desember 2019

Penulis

Friska Br Sembiring

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. v
DAFTAR SKEMA............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1


Latar Belakang ................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................ 5
Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
Hipotesis............................................................................................ 6
Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8
Gagal Ginjal Kronik.......................................................................... 8
Pengertian .................................................................................. 8
Manifestasi Klinis ...................................................................... 8
Komplikasi Gagal Ginjal Kronis ............................................... 9
Pruritus Uremik................................................................................. 10
Defenisi Uremik Pruritus............................................................. 10
Etiologi Pruritus Uremik ........................................................... 11
Patofisiologi Uremik Pruritus .................................................... 11
Karakteristik Multidimensial Pruritus......................................... 12
Hemodialisa ...................................................................................... 13
Defenisi........................................................................................ 13

iii
Komplikasi Hemodialisa............................................................. 13
Aromatherapy: Peppermint............................................................... 14
Defenisi Aromatherapy .............................................................. 14
Defenisi Peppermint .................................................................. 15
Manfaat Peppermint.................................................................... 16
Methode dan Penggunaan............................................................ 19
Pedoman Umum Penggunaan Minyak Atsiri.............................. 20
Kontraindikasi............................................................................. 22
Teori Keperawatan............................................................................ 23
Kerangka Teori Keperawatan............................................................ 25
Kerangka Konseptual........................................................................ 26
BAB 3 METODELOGIPENELITIAN ..................................................... 27
Jenis Penelitian.................................................................................. 27
Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 28
Populasi dan Sampel......................................................................... 29
Metode Pengumpulan Data .............................................................. 32
Variabel dan Defenisi Operasional.................................................... 34
Metode pengukuran .......................................................................... 34
Metode Analisa Data......................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 : Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................... 34

v
vi

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.1 : KerangkaTeoriKeperawatan.................................... 25

Skema 2.2 : Kerangka Konseptual ................................................ 26

Skema 3.1 : Rancangan Penelitian……………………………… 27

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembaran Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 : Lembaran Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Kuesioner Data Demografi

Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 : SOP Intervensi Aromatherapy: Peppermint

Lampiran 6 : Lembar Konsul Proposal Tesis

vii
viii
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan limbah

metabolisme tubuh atau menjalankan fungsi pengaturannya, salah satu dari jenis

gagal ginjal yaitugagal ginjal kronik yang merupakan terjadinya kerusakan fungsi

ginjal yang terjadi bertahun-tahun, bersifat progresif dan irreversibel tanpa

memperhatikan penyebabnya (Smeltzer&Bare, 2010).Prevalensi kejadian gagal

ginjal kronik menurut National Kidney Disease Fact Sheet (2017) bahwa 30 juta

orang atau 15% orang dewasa di Amerika Serikat mengalami gagal ginjal kronis

bertumbuh paling cepat pada rentang usia 60 tahun keatas dan 10% penduduk di

dunia mengalami penyakit gagal ginjal kronik.

Menurut data Kemenkes (2017) bahwa penyebab gagal ginjal kronik yang

tertinggi di Indonesia adalah diabetik nepropathy (52%) dan pada tahun 2014

jumlah penduduk yang paling banyak menderita penyakit gagal ginjal kronik

adalah pada usia produktif yaitu sebanyak 52% (9 th report of Indonesia renal

registry, 2016). Dari hasil data Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan

jumlah penderita gagal ginjal kronik sebanyak 643 orang pada tahun 2016 dan

meningkat di tahun 2017 mencapai 727 orang.

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronik

salah satunya adalah uremik pruritus (UP) yang merupakan sensasi tidak nyaman

atau rasa gatal. Uremic pruritus dapat menyebabkan gangguan pada siang hari

maupun pada malam hari, depresi, gangguan tidur, ansietas dan komplikasi pada

1
1
2

kulit serta menurunkan kualitas hidup pasien yang menjalani terapi

hemodialisadan ditemukan lebih dari 40% pasien yang menjalani terapi

hemodialisa mengalami uremik pruritus (Nakhee, 2015), sedangkan menurut Yan

et al (2015) sekitar 20-50% pasien dengan gagal ginjal kronik akan mengalami

uremik pruritus.

Uremicpruritus (UP) memiliki penyebab yang multifaktor. Intensitas dan

distribusi spasial oleh pruritus terjadi sangat signifikan dari waktu ke waktu dan

pasien dengan tingkatan yang lebih bervariasi dan dipengaruhi oleh lama

terjadinya gangguan ginjal (Abdelghfar et al, 2017).

Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik harus menjalani terapi

hemodialisa dan akan menjalani terapi seumur hidup. Sebuah penelitian

longitudinal menemukan bahwa UP umumnya kecil terjadi pada pasien yang baru

akan memulai hemodialisa dari pada pasien yang menjalani dialisis sudah lebih

dari 3 bulan dan yang mengalami pruritus sedang sampai skala berat terjadi

sebanyak 42% pada pasien hemodialisa. Pada beberapa penelitian di temukan

faktor terjadinya pruritus karena tidak konsistensinya antara uremic pruritus

dengan tingkat serum fosfat dimana semakin tinggi tingkat fosfat dalam tubuh

maka akan meningkatkan kejadian UP (Tajbakhsh, 2013).

Menurut National Chronic Kidney Disease Fact Sheet (2017) di negara

Amerika Serikat pada tahun 2014 sebanyak 118.000 orang yang menjalani

pengobatan gagal ginjal kronik baik transplantasi maupun terapi dialisis dan

662.000 orang yang menjalani terapi hemodialisa, sedangkan di Indonesia

menurut Riskesdas (2017)sejak tahun 2007 terjadi peningkatan jumlah pasien

yang menjalani terapi hemodialisa dengan prevalensi angka tahun 2016 di


3

Indonesia adalah 52.835 orang untuk pasien yang aktif menjalani terapi dan

jumlah pasien baru menderita sebanyak 25.446 orang. Dari data rekam medis

RSUP Haji Adam Malik Medan di dapatkan pasien menjalani terapi hemodialisa

pada tahun 2016 sebanyak 275 orang dan tahun 2017 sebanyak 293 orang.

Ada banyak faktor metabolik telah terlibat dalam patogenesis gatal

misalnya hiperkalsemia, hiperfosfatemia, sekunder hiperparatiroidisme dan

hipermagnesemia. Untuk memperjelas faktor risiko untuk perkembangan yang

parah uremic pruritus, peneliti melihat hubungan antara data klinis dan

laboratorium serta perkembangan yang parah dari pruritus uremik pada sejumlah

besar pasien yang menjalani hemodialisis kronis. Penelitian ini juga

menginvestigasi prognostik yang signifikan dari uremic pruritus untuk

kelangsungan hidup (Narita, 2006)

Beberapa manajemen pengobatan pada pasien dengan pruritus uremik

termasuk terapi farmakologi, psikologi dan complementary therapy. Menajemen

medis termasuk modifikasi teknik dialisis, pemberian antihistamin dan ultraviolet

irradiation dan pengobatan herbal seperti aromatherapy yang digunakan untuk

mengurangi pruritus (Abdelghfar, 2017). Ada berbagai macam minyak esensial

yang digunakan dalam beberapa penelitian yang memberikan dampak positif pada

penurunanderajat pruritus seperti minyak esensial lavender, tea tree, minyak

bunga matahari, peppermint, jojoba oil dan berbagai macam minyak esensial

lainnya.

Banyak efek dari minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi telah

dilaporkan dalam percobaan hewan, termasuk relaksasi anti-inflamasi, analgesia,

desinfeksi, antioksidan dan menurunkan tingkat urea darah. Meski ada


4

kecenderungan yang meningkat terhadap penggunaan aromaterapi, efek nyata

aromaterapi pada pasien yang mengalami pruritus uremik dengan gagal ginjal

kronis belum diketahui dengan baik (Curcani, 2014).

Dari beberapa minyak esential tersebut peppermint merupakan salah satu

minyak yang mampu memberikan efek positif, mudah untuk digunakan, aman,

murah, memiliki bau yang sejuk, lebih diterima dengan penggunaan topikal

(Mohsen et al, 2014).

Peppermint (Mentha piperita) merupakan salah satu minyak aromatherapy

berasal dari keluarga/family mint, tanaman ini mengandung minyak esensial yang

memiliki komponen utama yaitu menthol (50-60%) yang dapat memberikan

sensasi dingin di kulit, menthol mampu menurunkan rasa gatal yang di sebabkan

oleh hysytamine. Mekanisme dari efek mentol yang dapat menyembuhkan gatal

belum jelas diketahui, peneliti hanya menunjukkan bahwa menthol dapat

menghambat rasa gatal dengan mengaktifkan serabut A-deltha dan reseptor k-

opioid (Abdelghfar, 2017).

Menurut penelitian Amjadi et al (2011) bahwa peppermint juga

memberikan efek positif dimana dapat menurunkan pruritus pada ibu yang sedang

hamil dengan menunjukkan hasil yang signifikan dan penelitian menurut

Abdelgafar, et al (2017) juga menemukan adanya efek dari peppermint untuk

penurunan pruritus uremik tetapi dengan penggabungan minyak esensial lain yang

di aplikasikan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.

Peppermint memiliki banyak manfaat untuk menurunkan pruritus baik

yang disebabkan oleh penyakit hepar, renal dan akibat diabetes mellitus yang di

buktikan dengan penelitian Elsaie, et al (2015) dengan hasil yang signifikan.


5

Berbagai macamaromatherapy yang aplikasikan, peppermint dapat juga di

kombinasikan dengan minyak esensial lainnya yang memberikan manfaat untuk

masalah pruritus meskipun pada awalnya peppermint digunakan untuk mengobati

gangguan irritable bowel syndromeataugangguansaluranpencernaandan

peppermint di teliti bukan hanya untuk satu masalahkesehatan tetapi dapat

bermanfaat juga mengatasi mual muntah, dyspepsia, nyeri kepala, gangguan renal

akut dan sebagai terapi psikologis (Kligler &Chaudhary, 2007). .

Melihat salah satu komplikasi yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani terapi hemodialisa yaitu pruritus uremic yang berdampak pada

status kesehatan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

Pengaruh Aromatherapy Terhadap Penurunan Pruritus Pada Pasien Gagal Ginjal

Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa.

Rumusan Masalah

Pruritus uremik merupakan sensasi yang tidak nyaman dan rasa seperti gatal

pada tubuh dan salah satu dampak yang paling sering terjadi pada pasien gagal

ginjal kronik yang dapat memberikan dampak seperti gangguan tidur, gangguan

fisik sehingga dapat menurunkan kualitas hidup bahkan dapat meningkatkan

angka kematian.

Perawatan sangat di perlukan pada pasien uremik pruritus khususnya

perawatan non farmakologi karena dianggap lebih aman dari pada pemberian

obat-obatan salah satu terapi komplementer yang diberikan yaitu minyak essensial

peppermint yang mampu memberikan efek postif pada pasien pruritus uremik

karena dimana peppermint memiliki kandungan menthol yang mampu


6

menghambat rasa gatal dengan mengaktifkan serabut A-deltha dan reseptor k-

opioid.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dapat di rumuskan dengan

pertanyaan penelitian “Apakah Ada Pengaruh Aromatherapy: Peppermint Dalam

Menurunkan Uremik Pruritus Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani

Terapi Hemodialisa?”

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi Pengaruh

Aromatherapy: Peppermint Dalam Menurunkan Uremik Pruritus Pada Pasien

Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa.

Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi skala pruritus sebelum di berikan intervensi pada pasien

menjalani terapi hemodialisa


b. Mengidentifikasi skala pruritus setelah di berikan intervensi pada pasien

yang menjalani terapi hemodialisa


c. Mengidentifikasi perbedaan skala pruritus pasien sebelum dan setelah di

berikan intervensi pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh aromatherapy:

peppermint dalam mencegah uremik pruritus pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisa

Manfaat Penelitian
7

a. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa dengan pemberian

aromatherapy dapat memberikan manfaat dalam menurunkan uremik

pruritus pasien yang menjalani terapi hemodialisa


a. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh

aromatherapy: peppermint dalam menurunkan uremik pruritus pada pasien

yang menjalani terapi hemodialisa, serta menjadi acuan pelaksanaan asuhan

keperawatan dalam memantau skala pruritus dan memberikan aromatherapy

sebagai terapi komplementer pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa


b. Bagi Perawat Hemodialisa
Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat memberikan aromatherapy pada

pasien yang menjalani terapi hemodialisa untuk menurunkan uremik

pruritus, meningkatkan kualitas hidup pasien, menurunkan tingkat stress dan

memperbaiki kualitas tidur pasien.


c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dan acuan

dalam meneliti pasien hemodialisa lainnya pada penelitian selanjutnya

dalam ruang lingkup yang sama.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Gagal Ginjal Kronik

Pengertian Gagal Ginjal Kronik


8

Gagal ginjal kronik merupakan dimana terjadi kehilangan fungsi ginjal

yang berkembang selama berbulan-bulan atau bahkan sampai bertahun-tahun

yang disebabkan oleh penghancuran dari nefron atau hal-hal lain yang

berkontribusi sebagai penyebab gagal ginjal kronik seperti hipertensi, diabetes

mellitus, penyakit sel sabit, glomerulonephritis, nefrotik syndrome, gagal jantung,

sirosis hepar (Black & Hawks, 2017).

Penyakit gagal ginjal kronis adalah gangguan yang umum terjadi terkait

dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, gagal ginjal, dan komplikasi

lainnya dan penyakit ginjal kronis berkelanjutan penurunan laju filtrasi

glomerulus atau buktikelainan struktural atau fungsional dari ginjalurinalisis,

biopsi, atau hasil foto (James et al, 2010).

Manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik

Tanda dan gejala yang di dapatkan pada pasien gagal ginjal kronik

tergantung pada tingkat keparahan stadium gagal ginjal dan faktor lainnya serta

penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang paling sering diderita pasien

dan penyebab kematian pada pasien gagal ginjal kronik (Murabito, 2018).

Pada tahap gagal ginjal kronik adapun tanda dan gejalapada beberapa sistem

di dalam tubuh yaitu seperti gangguan fungsi neurologi seperti kebingungan,

disorientasi, tidak mampu konsentrasi, tremor, rasa terbakar pada kaki, perubahan

perilaku, gangguan fungsi integumen seperti kulit kering, eccymosis, purpura,


8
pruritus, kuku yang tipis dan mudah rapuh, rambut kasar dan menipis, gangguan

fungsi kardiovaskular: hypertensi, pitting edema, periorbital edema, hiperkalemia,

effusi pericardial, pericardial tamponade, pericarditis, hyperlipidemia, gangguan

fungsi pulmonary: crackles, penumpukan sekret yang berlebih, sesak nafas,


9

takipnea, nyeri pleuritik, kusmaul, pneumoni uremik, gangguan fungsi

gastrointestinal: nafas bau amoniak, rasa metalik, cegukan, anoreksia, mual dan

muntah, ulkus pada mulut dan perdarahan, sembelit atau diare, perdarahan dari

saluran gastrointestinal, gangguan hematologi: anemia dan trombositopenia,

gangguan reproduksi: amenorrhea, atrofi testicular, infertility dan penurunan

libido, gangguan muskuloskletal: kram otot, hilangnya kekuatan otot, nyeri

tulang, fraktur tulang dan foot drop ( Brunner & Suddarth, 2010)

Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Menurut Murabito (2018) komplikasi dapat terjadi pada pasien gagal

ginjal kronik ada berbagai macam yang melibatkan beberapa sistem dalam tubuh

yang umum terjadi seperti anemia yang di defenisikan terjadinya penurunan sel

darah merah dimana fungsinya yaitu sebagai alat transportasi atau pengangkutan

oksigen dalam darah dan mengalirkan ke organ vital dalam tubuh dan jaringan

akibat dari penurunan erytrophoetin dengan gejala yang paling sering adalah

kelelahan dan gejala lainnya seperti dyspnea, nyeri dada, pusing dan sakit kepala,

komplikasi gangguan tulang dan mineral dan gangguan kardiovaskular dan

hipertensi.

Komplikasi lain yang dapat terjadi menurut Smeltzer & Bare (2010)

adalah hiperkalemia karena penurunan ekskresi, metabolik, asidosis, katabolisme

dan asupan yang berlebihan (diet, obat-obatan dan cairan), perikarditis, efusi

perikardial dan tamponade perikardial yang terjadi akibat retensi produk limbah

uremik dan ketidak adekuatan dialisis, hipertensi yang diakibatkan oleh retensi

natrium dan air serta malfungsi dari sistem renin-angiotensin-aldosteron, anemia

karena terjadi penurunan produksi eritropoietin, penururnan masa hidup sel darah
10

merah, perdarahan saluran pencernaan dan kehilangan darah selama proses terapi

hemodialisa, penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular yang

diakibatkan retensi fosfor, kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D yang

abnormal dan peningkatan aluminium.

Komplikasi lainnya yang umum terjadi pada pasien gagal ginjal kronik

adalah uremik pruritus yang secara pasti belum jelas bagaimana perjalanan

terjadinya, tetapi ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya yaitu

hiperparathyroidism, hipervitaminosis A, xerosis, phospate, magnesium dan

adanya kalsium di kulit, seperti mast cell, opioid, sensasi alergi pada komponen

membran dialisis dan peningkatan pH pada kulit (Nakhaee, 2015).

KonsepPruritus

Defenisi

Pruritus merupakan sensasi rasa yang tidak menyenangkan yang sering di

rasakan pasien dengan gagal ginjal kronis, yang merupakan salah satu gejala yang

paling umum terjadi pada pasien dengan gagal ginjal stadium akhir (Nakhaee, et

al, 2015).

Pruritus didefinisikan sebagai suatu sensasi tidak menyenangkan yang

memunculkan keinginan untuk menggaruk (Reich & Szepietowski, 2013).

Etiologi Pruritus Uremik

Tidak semua penyebab pruritus diketahui, beberapa keadaan turut berperan,

antara lain hiperfosfatemia, hiperparatiroidisme, akumulasi toksin uremik, dan

neuropati sensori uremik dini. Pada penyakit gagal ginjal kronik, pruritus dapat

terjadi oleh berbagai hal baik yang ada kaitannya dengan uremia maupun yang
11

tidak berkaitan dengan uremia. Penyebab pruritus pada penyakit gagal ginjal

kronik antara lain keadaan yang berkaitan dengan uremia (pruritus uremik,

xerosis kulit,anemia karena penyakit ginjal kronik, hiperparatiroidisme

sekunder), keadaan yang tidak berkaitan dengan uremi seperti hipersensitivitas

karena obat, penuaan, hepatitis, diabetes melitus, hipotiroidisme, anemia

defisiensi besi, tumor limfoproliferatif, hiperkalsemia (Narita, 2006).

Patofisiologi Uremik Pruritus

Patofisiologi terjadinya uremik pruritus masih belum jelas, faktor

parathormon dan histamin merupakan faktor pruritogenik. Peningkatan kadar

histamin pada pasien gagal ginjal kronik dan mengakumulasi pruritogenik.

Dampak xenobiotik dan toksin uremia belum dapat di tetapkan sebagai penyebab

dari UP karena ada faktor lain seperti peningkatan jaringan konsentrasi vitamin A

dan mikrokalsifikass metastatik yang di sebabkan oleh kalium dan gram

magnesium. Hal lain yang menjadi penyebab yaitu perubahan neuropati,

proliferasi saraf sel pruritus mediase dan sentral perubahan saraf diaman terjadi

peningkatan stimulasi reseptor m-opioid sentral dan terakumulasi endorfin atau

morfin endogenik (Mettang, 2105).

Rasa gatal di deteksi oleh saraf terminal aferen dan kemudian di transmisikan

ke thalamus melalui spinal cord dorsal horn dan spinothalamic tract dan beberapa

penelitian menyebutkan bahwa rasa gatal melalui pelepasan melalui gastri

reseptor peptida dan sel Mas terkait G protein yang berpasangan dengan resptor

(Matsuda, et al, 2016).

Menurut Narita (2006) faktor uremik merupakan salah satu faktor terjadinya

uremik pruritus dimana toksin uremik dibentuk dari produk metabolik protein dan
12

asam amino, urea atau nitrogen ureum darah (blood urea nitrogen), kreatinin,

asam urat, guanidin (metilgianidin, asam guanidinoasetat, asam

guanidinosuksinat), asam oksalat, fenol dan asam phyenolat, indol, furans (asam

furan propanoat), golongan amin.

Karakteristik Multidimensional Pruritus

Pruritus adalah gejala umum berbagai penyakit, tetapi masih belum jelas

apakah merupakan tipe sensasi tunggal atau lebih merupakan istilah berbagai

deskriptif umum terkait erat dengan perasaan, karena pasien menggambarkan

sensasi seperti menggelitik/gatal, kesemutan, menyengat, membakar dan banyak

lainnya, sehingga sulit untuk di deskripsikan apakah pruritus sebagai suatu

gangguan memiliki kualitas yang sama atara satu penyakit dengan penyakit yang

lain. Rasa gatal dapat dapat dinilai dengan berbagai dimensi misalnya sesuai

dengan durasi, daerah yang terasa gatal dan apakah mengganggu aktivitas sehari-

hari atau tidak (Reich & Szepietowski, 2013)

Hemodialisis

Defenisi

Hemodialisis berasal dari dua kata yaitu hemo yang berarti darah dan

dialisisyang berarti difusi partikel larut satu kompartemen cairan ke kompartemen

lain melewati membrane semipermeabel (Brunner & Suddarth, 2002).


13

Hemodialisis merupakan tindakan yang di lakukan pada pasien dengan

penyakit akut atau pasien yang memerlukan dialisis jangka pendek dan pasien

dengan penyakit chronic kidney disease (CKD) dan end stage renal disease

(ESRD) sebagai terapi jangka panjang atau terapi permanen penggantian ginjal

(Smeltzer & Bare, 2010)

Komplikasi Hemodialisa

Terapi Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang

jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang

mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi

yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak

seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak

seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah

peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara

dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996).

Meskipun hemodialisis dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas,

tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang

mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien yang

mengalami hemodialisis akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi

serta adanya berbagai perubahan pada bentuk dan fungsi sistem dalam tubuh

(Smeltzer & Bare, 2008).

Hemodialisa dapat menyebabkan komplikasi seperti kram otot, mual,

muntah, nyeri dada, nyeri kepala (Eknoyan, et al, 2002). Menurut Morfin (2016)

komplikasi yang paling umum dapat terjadi pada pasien yang sedang menjalani

terapi hemodialisa adalah hipotensi dan setelah terapi hemodialisa gejala seperti
14

pusing, pruritus (rasa gatal pada tubuh), nyeri punggung dan pemulihan yang

lama setelah menjalani terapi dapat terjadi.

Komplikasi terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas

adanya bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu

timbulnya infeksi, hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang

diberikan rendah sodium), haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila

sodium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi potassium), hipotensi ringan,

hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan magnesium), osteomalais,

nausea, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (Lameire dan Mehta,

2000).

Konsep Aromatherapy: Peppermint

Defenisi Aromatherapy

Aromatherapy merupakan bagian dari complementary terapi. Menurut

Synder & Lindquist (2010) terapi modalitas ini sangat tepat sebagai bagian dari

intervensi keperawatan dimana terapi complementer salah satunya aromatherapy

menggabungkan nilai pengalaman sensorik seperti bau-bauan, rasa sentuhan yang

mana berasal dari botani dan herbal

Aromatherapy merupakan terapi tertentu menggunakan minyak esensial

yang dapat di serap melalui kulit dan melalui sistem penciumandan dalam

Nursing Diagnosis Association (NANDA) terapi komplementer seperti

aromatherapy, massage, terapi musik dan latihan relaksasi merupakan tindakan

mandiri dalam keperawatan (Faydah et al, 2018).

Menurut WHO lebih dari 85% manusia di dunia mempercayai pengobatan

herbal medicine yang berasal dari aromatic yang mana sejarah pembentukan
15

aromatic awalnya berasal dari negara perancis yang digunakan pada perang dunia

kedua yang dapat dijadikan pertolongan pertama dalam pemberian

antibiotik.Aromatherapay merupakan minyak esensial yang dapat memperbaiki

fungsi fisik, psikologis dan kesehatan spiritual seseorang (Dossey&Keegan,

2016).

Dalam dunia medis aromatherapy klinis khususnya dalam keperawatan

didefenisiskan sebagai penggunaan minyak esensial untuk hasil kesehatan yang

diharapkan dan terukur (Synder & Lyndquist, 2010).

Defenisi peppermint

Peppermint (mentha x piperita) merupakan ramuan asli yang berasal dari

negara mediterrania dan tumbuh di negara bagian eropa dan Amerika bagian utara

dimana memiliki kandungan menthol adalah yang paling umum yang terdapat dari

daun peppermint dengan konsentrasi 50-60% yang memiliki banyak kegunaan

seperti mengurangi sesak nafas, nyeri kepala dan nyeri pada otot (Kligler et al,

2007).

Manfaat Peppermint

Ada berbagai macam manfaat yang di peroleh dari peppermint yaitu untuk

gangguan pencernaan seperti iritasi bowel syndrom, dyspepsia non ulcer,

menurunkan spasme selama prosedur yang berkaitan dengan gastrointestinal dan

mampu menurunkan rasa nyeri pada kepada, adapun efek tambahan yang

didapatkan dari peppermint adalah mampu menurunkan reaksi alergi, rasa

terbakar pada bagian abdomen, rasa terbakar pada bagian perianal, penglihatan
16

yang kabur, mual, muntah dan jarang terjadi tetapi mampu memberikan efek pada

beberapa pasien dengan gagal ginjal akut dan interstitial nephritis (Kligler &

Chaundary, 2007)

Manfaat lainnya di tambahkan oleh Elsaie (2014) peppermint mampu

menurunkan derajat pruritus bukan hanya pada pasien gagal ginjal kronik tetapi

juga pruritus akibat gangguan hepatik dan diabetik serta pada pengobatan kram

kaki dan pemberian secara topikal adalah yang paling banyak di rekomendasikan

yang tidak memiliki efek samping yang besar pada pasien. Penelitian lain yang

berkaitan dengan manfaat ekstrak peppermint yaitu menurut Amjadi et al (2017)

melakukan pemberian aromatherapy peppermint pada ibu hamil yang mengalami

pruritus dan hasil yang di dapatkan bahwa minyak peppermint efektif menurunkan

derajat keparahan pruritus gravidarum.

Dasar Scientific

Minyak atsiri yang diproses dengan salah satu metode di atas sangat

mudah menguap, campuran kompleks bahan kimia organik yang terdiri dari

terpen dan terpenic senyawa. Kimia dari minyak esensial sangat menentukan sifat

terapeutiknya. Aktivitas farmakologis dari minyak esensial dimulai saat masuk ke

tubuh melalui penciuman, pernafasan, gastrointestinal, atau yg menutupi sistem.

Semua sistem tubuh dapat terpengaruh setelah bahan kimia molekul yang

membentuk minyak esensial mencapai sirkulasi dan saraf sistem. Senyawa dalam

minyak esensial menemukan jalannya ke dalam namun aliran darah mereka

diterapkan.Pilihan metode aplikasi inhalasi ataupun aplikasi topikal dapat

digunakan tergantung pada kondisi yang sedang dirawat atau efek yang

diinginkan. Adapun hal lain yang menjadi dasar penggunaan aromaterapi adalah
17

parameter pengetahuan dan praktik perawat, waktu yang tersedia atau yang

diinginkan untuk tindakan yang akan terjadi, hasil yang ditargetkan, komponen

kimia minyak esensial, dan preferensi dan kebutuhan psikologis dari pasien

(Synder & Lyndquist, 2010).

Kulit mampu melakukan dua hal pekerjaan yang berlainan yaitu sebagai

penyerapan dan pengeluaran. Molekul kecil minyak esensial melewati folikel

rambut yang ada di kulit, yang mengandung sebum cairan berminyak (Bharkatiya,

2008)

Pemberian minyak atsiri dengan cara topikal diserap melalui kulit oleh

difusi, dengan epidermis dan lapisan lemak bertindak sebagai reservoir sebelum

komponen minyak esensial mencapai dermis dan aliran darah. Diterapkan secara

topikal persiapan minyak esensial diserap dengan cepat melalui kulit beberapa

telah digunakan untuk meningkatkan penetrasi dermal obat-obatan (Synder &

Lindquist, 2010).

Tingkat dan tingkat penetrasi dan penyerapan dapat bervariasi tergantung

pada beberapa faktor, seperti bagian tubuh yang di rawat, kondisi kulit, usia

pasien, dan komponen dalam minyak esensial. Metode dengan pijat dapat

meningkatkan kulit penetrasi melalui panas dan gesekan. Adamya kelarutan lemak

yang terdapat pada kulit (stratum korneum, liphopilic substansi) dan salah satu

bahan kimiawi yang ada pada minyak atsiri dan melewati epidermis (Synder &

Lindquist, 2010).

Teknik penghirupan lainnya termasuk penggunaan burner, nebulizersdan

alat penguap yang dapat dioperasikan oleh panas, baterai, atau listrik dan mungkin

atau mungkin tidak termasuk penggunaan air. Lebih besar, aroma-inhalasi


18

portabel sistem tersedia secara komersial untuk menyediakan pelepasan terkontrol

minyak esensial ke kamar dengan ukuran apa pun(Synder & Lindquist, 2010)

Mandi minyak esensial harus berlangsung sekitar 10 hingga 15 menit.

Minyak atsiri juga bisa dilarutkan dalam garam (misalnya garam Epsom); ini bisa

menenangkan otot dan persendian. Salah satu resep seperti itu untuk garam mandi

terdiri dari 1 sendok makan baking soda, 2 sendok makan garam Epsom, dan 3

sendok makan garam laut dengan 4 hingga 6 tetes minyak esensial tercampur

seluruhnya. Garam harus ditambahkan air mandi sesaat sebelum perendaman dan

setelah mengaduk air membubarkan mereka. Kompres dapat menjadi metode

yang berguna untuk menerapkan minyak esensial mengobati kondisi kulit atau

cedera ringan(Synder & Lindquist, 2010)

Untuk menyiapkan kompres, tambahkan 4 sampai 6 tetes minyak esensial

ke air hangat. Rendam kain katun lembut campuran, peras, dan aplikasikan kain

ke area yang terkena, memar, atau abrasi. Tutup kompres dengan bungkus plastik

untuk dipertahankan kelembaban, letakkan handuk di atas bungkus plastik, dan

simpan di tempatnya selama yang diinginkan (hingga 4 jam). Penggunaan air

yang sangat hangat bisa meningkatkan penyerapan beberapa komponen minyak

esensial (Buckle, 2003).

Pijat juga dapat memfasilitasi penyerapan minyak esensial melalui kulit

dan dapat mengurangi stres yang dirasakan pasien, sehingga meningkatkan proses

penyembuhan dan mungkin komunikasi juga. Untuk membuat campuran untuk

pijat, encerkan satu hingga dua tetes minyak esensial dalam satu sendok teh (5

mL) minyak sayur dingin, krim organik dan krim bebas aroma, atau gel.
19

Campuran untuk pijat umumnya adalah 1 hingga 5% konsentrasi minyak esensial

(Synder & Lindquist, 2010).

Minyak esensial tidak boleh digunakan murni pada membran mukosa;

bahkan pada kulit utuh mereka umumnya jarang digunakan dalam konsentrasi

melebihi 10%. Ketika digunakan untuk mengobati kondisi seperti infeksi vagina,

persiapan minyak esensial dapat dibuat atau dibeli sebagai pessarium atau

supositoria. Hanya minyak esensial yang mengandung alkohol tinggi, seperti

pohon teh tepat di pessarium; alkohol cenderung menyebabkan iritasi kulit. Jika

minyak esensial diterapkan melalui tampon, mereka harus diubah secara teratur

(Buckle, 2003). Sariawan mulut (kandidiasis) pada orang dewasa juga dapat

diobati dengan minyak esensial diencerkan dengan metode desir-dan-ludah,

berhati-hati tidak menelan (Jandourek, Vaishampayan, & Vazquez, 1998; Synder

& Lindquist, 2010).

Methode dan Penggunaan

Dalam penggunaan aromatherapy ada beberapa cara pengaplikasian

seperti pada tekhnik inhalasi digunakan 1-5 tetes undiluted, untuk penggunaan

topikal ada beberapa cara seperti untuk rendam atau digunakan untuk mandi 1-8

drops,. Sebagai kompres dengan menggunakan 1%-8%, untuk luka 12% sampai

405 tergantung pada kimiawi bahan minyak esensial, untuk luka bakar, gigitan

dan stings sebagai pertolongan pertama digunakan 100% minyak esesnsial, untuk

ingestion tidak di terima sebagai bagaian dari perawatan holistik (Synder &

Lindquist, 2010).

Penggunaan inhalasi merupakan cara untuk pengobatan sinus, batuk,

demam, nyeri tenggorokan, alergi dan untuk kebersihan kulit. Ada beberapa cara
20

penggunaan inhalasi langsung dihirup melalui botol sebagai pengobatan nyeri

kepala, gangguan memori, mual, dll. Dengan pembakaran minyak esensial dapat

membunuh bakteri di udara dengan demikian dapat mencegah demam, insomnia,

stres, dll. penggunaan topikal yang dapat memberi efek melalui kulit (Bharkatiya

et al, 2008)

Pedoman Umum Penggunaan Minyak Atsiri

Menurut Bharkatiya (2008) Ada pedoman keselamatan umum untuk

minyak esensial yang harus perawat sadar akan pendidikan pasien dan dalam

praktiknya yaitu sebagai berikut: a) Hindari minyak esensial dari hal- hal yang

dianggap dapat membahayakan; b) Menjauhkan minyak esensial dari jangkauan

anak-anak; c) Berkonsultasi terlebih dahulu dengan profesional perawatan

kesehatan sebelum memulai terapi apapun dengan minyak esensial; d)

Mengencerkan minyak esensial seperti yang direkomendasikan untuk

menghindari terjadinya iritasi; e) jangan mengambil secara langsung tanpa alat

dan menggunakan untuk internal tubuh seperti diminum karena dari beberapa

minyak esensial dapat berbahaya apabila dengan penggunaan intrnal; f)

menyimpan minyak esensial di tempat dingin dan menghindari panas dan sumber

cahaya; g) selalu menguji minyak esensial dengan mecoba pada kulit; h)

menggunakan minyak esensial yang masih dalam kondisi baik dan otentik.

Menurut Synder & Lindquist (2010) pedoman umum lain untuk

keselamatan penggunaan minyak esensial adalah; a) Jauhkan minyak esensial dari

api terbuka karena minyak esensial mudah menguap dan mudah terbakar dan

menyiimpan minyak esensial di tempat sejuk yang jauh dari sinar matahari; b)

gunakan wadah kaca berwarna biru; c) segera menutup wadah penyimpanan


21

setelah menggunakan; d) minyak atsiri dapat mengoksidasi di tempat panas,

bercahaya dan oksigen yang dapat mengubah kimia minyak esensial, maka

jauhkan dari tempat yang telah di larang; e) jauhkan minyak esensial dari

jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan karena adanya studi kasus tentang

reaksi yang merugikan atau kematian yang terkait dengan aplikasi yang tidak tepat

atau konsumsi yang tidak disengaja pada anak kecil dan hewan peliharaan; f)

perawatan khusus diperlukan saat menggunakan minyak esensial dengan atau

sekitar orang-orang yang memiliki riwayat asma berat atau beberapa alergi; g)

pastikan untuk bertanya, meskipun keamanan relatif dari minyak atsiri bila

digunakan dengan benar, sensitisasi dan iritasi kulit dapat terjadi dengan aplikasi

topikal; h) jika ketidaknyamanan / gatal parah terjadi atau berlanjut segera

laporkan ke petugas kesehatan; k) jika minyak esensial masuk ke mata, bilas

dengan susu atau minyak kemudian dengan air

Kontraindikasi

Beberapa minyak atsiri dapat memberikan reaksi alergi pada kulit

seseorang ataupun iritasi, maka dari itu harus dikaji lebih dalam lagi mengenai

efek samping sebelum mengaplikasikannya dan pada pasien dengan penyakit

tertentu yang tidak dapat di aplikasikan ke kulit seperti post operasi dan fraktur

atau sprains, kulit memar, luka pada jaringan kulit, kondisi infeksi kulit,

pembengkakan pada kulit, varises pada vena dan kontraindikasi umum seperti
22

demam, deep vein trombosis, epilepsi, sering terjadi perdarahan (Bharkatiya,

2008).

Teori Keperawatan

Teori keperawatan yang digunakan dalam peelitian ini adalah teori

Kolcaba. Kolcaba menggunakan pendekatan kenyamanan dengan menggunakan

tiga ide sebelumnya yaitu relief(kelegaan) yang merupakan arti kenyamanan dari

penelitian Orlando yang mengemukakakn bahwa perawat meringankan kebutuhan

yang diperlukan oleh pasien, yang kedua ease (ketentraman) merupakan arti

kenyamanan menurut Henderson yang mendeskripsikan 13 fungsi dasar manusia


23

yang harus dipertahankan, yang ketiga transcendence yang dijabarkan oleh

Paterson dan Zderad yang mengemukakan bahwa perawat membantupasien dalam

mengatasi kesulitan (Aligood, 2014).

Menurut Kolcaba (2001) yang menyatakan teori kenyamanan bahwa

perawat harus mampu membuat dan memanipulasi lingkungan sekitar pasien

seperti suara, suasana dan furniture rumah sakit untuk membentuk kenyamanan

pasien dan konteks kenyamanan dapat dilihat melalui fisik, psiko spiritual,

lingkungan dan sosial yang di nilai dari 3 ide yang di kemukakan oleh Kolcaba

yaitu relief, ease, transcendence.

Berdasarkan teori kenyamanan ini , alat ukur pencapaian kenyamanan

melingkupi penerima, pasien, pekerja, komunitas, usia yang dimana meliputi

beberapa hal yang diukur untuk menyatakan status kenyamanan seseorang yaitu:

a) Kebutuhan Perawatan Kesehatan yang merupaakn kebutuhan kenyamanan yang

berkembang dari situasi stress dalam asuhan keperawatan yang tidak dapat dicapai

dengan sistem dukungan penerima secara umum; b) Intervensi untuk rasa nyaman

adalah tindakan keperawatan dan di tujukan untuk mencapi kebutuhan

kenyamanan penerima asuhan yang terdiri dari fisiologis, sosial, budaya,

ekonomi, psikologis, spiritual, lingkungan dan intervensi fisik;c) Variabel yang

mengintervensi merupakan interaksi yang memepengaruhi persepsi penerima

mengenai kenyamanan sepenuhnya. Hal ini mencakup pengalaman sebelumnya

termassuk usia, sikap, status emosional, latar belakang budaya, sistem pendukung,

prognosis, ekonomi, edukasi dan keseluruhan elemen lainnya dari pengalaman

penerima;d) Rasa nyaman yang merupakan status yang di ungkapkan atau di

rasakan penerima terhadap intervensi kenyamanan yang di dapatkan. Hal ini


24

merupakan pengalaman yang holistik dan memberikan kekuatan ketika seseorang

membutuhkannya; e) Perilaku mencari bantuan menjabarkan tujuan hasil yang

ingin dicapai tentang makna sehat yaitu sikap penerima berkonsultasi mengenai

kesehatannya dengan perawat dan dijabarkan kembali oleh Schlotfeldt dan

dijelaskan menjadi internal, eksternal atau peacful death (kematian yang damai);

f) Integritas institusional yang merupakan komunitas, perusahaan, sekolah, rumah

sakit, regional, negara dan negara yang memiliki kualitas yang lengkap, utuh,

berkembang, etik, tulus akan memiliki integritas kelembagaan. Ketika institusi

tersebut menunjukkan hal tersebut hal ini akan menciptakan dasar praktik dan

kebijakan yang tepat; g) Praktik terbaik merupakan intervensi yang diberkan

petugas kesehatan sesuai dasar keilmuan dan praktik untuk mendapatkan hasil

yang terbaik untuk pasien dan keluarga;h) Kebijakan terbaik atau kebijakan

regional dimulai dari adanya protokol prosedur dan medis yang mudah untuk di

akses, diperoleh, dan diberikan.


25

Kerangka Teori Keperawatan

Gagal Ginjal
Kronik

Peningkatan Perilaku mencari Timbul kebutuhan Pasien nyaman:


Timbul masalah:
Kenyamanan kesehatan kenyamanan yang tidak terjadi
resiko terjadi
spesifik pruritus uremik
pruritus uremik
Terapi Kematian Terapi Pengkajian skala
Pemberian pruritus dengan
hemodialisa yang Farma
Intervensi kuesioner 5D
damai kologi
keperawatan
:
aromatherap
y:
Sumber: Kolcaba (2001),
peppermint
Aligood (2014) dengan
topikal
26

Kerangka Konseptual
Kelompok Intervensi

Pengukuran skala Intervensi


pruritus (pemberian ointment Pengukuran
peppermint) skala pruritus

Setelah selesai 45menit setelah 30menit setelah 15menit setelah


Hemodialisa pemberian pemberian pemberian

Skala Pruritus 5D
Tidak ada (0-5)
Ringan (6-14)
Sedang (15-24)
Berat (25-35)

BAB 3
27

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan design penelitian kuantitatif dengan quasi

experimental menggunakan design pre test post test.

Penelitian ini menggunakan one group pre test post test dengan menggunakan

satu kelompok intervensi karena dalam penelitian tidak ada variabel yang akan di

bandingkan, maka satu kelompok tersebut akan di berikan intervensi sesuai

dengan standar operasional prosedur yang telah di buat.

Hal ini sesuai dengan tujuan peneliti untuk mengetahui pengaruh

aromatherapy: peppermint dalam menurunkan uremik pruritus pada pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Adapun desain penelitian

digambarkan dalam skema berikut:

Pre test Intervensi Post test

R1 : O1 X O2

Skema 3.1. Rancangan penelitian

Keterangan:

R1 : Responden kelompok yang menerima intervensi aromatherapy

O1 : Pengkajian skala pruritus sebelum intervensi aromatherapy pada

O2 : Pengkajian skala pruritus setelah diberikan intervensi aromatherapy

X : Intervensi aplikasi ointment ekstrak peppermint

27

Lokasi dan Waktu Penelitian


28

Lokasi penelitian ini dilakukan di unit hemodialisa RSUP Haji Adam Malik

Medan dengan alasan RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit

dengan tipe A dan melayani banyak pasien hemodialisa dan dapat memenuhi

jumlah responden penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan izin pelaksanaan penelitian

dari pihak Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 1 bulan dengan

alasan agar intervensi yang dilakukan dapat lebih maksimal dan diberikan 2 kali

dalam 1 minggu kepada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa.

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah seluruh agregasi dimana peneliti tertarik untuk

menelitinya, populasi tidak terbatas bukan hanya pada manusia tetapi dapat juga

terdiri dari rumah sakit, catatan file medis di rumah sakit, semua sampel darah

yang diambil dari pasien, organisasi dan apapun yang unit hal yang membuat

peneliti tertarik (Polit & Beck, 2012)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan gagal ginjal

kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Sampel
Sampling adalah proses memilih sebagian populasi untuk mewakili

seluruh populasi dan sampel menjadi bagian dari populasi (Polit & Beck, 2012).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan non

probability sampling dengan tekhnik consecutive sampling dengan mengambil


29

semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria inklusi sampel sampai

jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi.

Kriteria inklusi sampel yaitu (1) pasien yang mendapatkan terapi

hemodialisa dua kali dalam seminggu (2) tidak ada alergi terhadap aromatherapy

yang diberikan (3) mengalami pruritus deraja ringan sampai berat (4) tidak ada

masalah dermatologi selain pruritus (5) rentang usia 18-65 tahun, (6) tidak adanya

luka terbuka di area aplikasi intervensi.

Penelitiakanmenghitungjumlahsampel yang

diperlukandalampenelitianyaitudenganmenggunakantablepoweranalysisdenganme

lihat evidence literature penelitianterdahuluberdasarkan mean

danstandardeviasiuntukmencari effect size berdasarkanrumus (Cohen, 1998)

yaitu:

keterangan:

d : Indekseffect sizeberdasarkan rata-rata t-test penelitian lain.

M1-M2 : Rata-rata mean hasilpengukuranpenelitian lain

σ : Rata-rata standardeviasidaripenelitian lain

Penelitian sebelumnya membahas tentang penanganan pruritus dengan salah satu

terapi komplementer yang digunakan dalam pencarian sampel adalah penelitian

yang dilakukan oleh Amjadi, Mojab & Kamranpour (2012) dengan nilai mean dan

standar deviasi pre dan post intervensi 12 ± 25,5 dan 2 ± 4,3. Sebelum di hitung
30

effect size maka harus di tentukan terlebih dahulu beda rata-rata standardeviasi (σ)

daripenelitianinidenganmenggunakanrumus (Cohen, 1998) yaitu:

keterangan

σ : Rata-rata StandarDeviasi

sd1 sd2 : StandarDeviasidaripenelitiansebelumnya

Dari hasil di atas di dapatkan rata-rata standar deviasi (α) dari penelitian adalah

39,64berdasarkan hasil tersebut maka dapat di tentukan effect size.

Perhitungan besar sampel memakai tabel Power Analysis dengan power

(1-β) = .80, effect size (γ) = .60dan α = .05. Didapatkan jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 44 orang. Dalam upaya mengantisipasi kemungkinan subjek


31

atau sampel yang terpilih drop out maka perlu penambahan jumlah sampel 10%

agar besar sampel tetap terpenuhi sehingga total sampel didapatkan 49 responden.

Metode Pengumpulan Data

Tahap Persiapan
Tahap persiapan pengumpulan data dilakukan setelah dilakukan setelah

melalui prosedur etichal clearance dan kemudian dilanjutkan dengan mengurus

izin tempat penelitian dengan mengajukan surat permohonan penelitian dari

pimpinan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang ditujukan ke

RSUP HAM Medan. Tahap berikutnya peneliti mengidentifikasi sampel penelitian

berdasarkan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Pengumpulan sampel

dilakukan sesuai dengan kriteria inklusi sampel.


Tahapan berikutnya peneliti memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan

penelitian dan prosedur intervensi yang akan dilakukan dan penandatanganan

informed consent oleh responden meminta kesediaan responden untuk

berpartisipasi dalam penelitian dengan cara meminta responden menandatangani

lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan oleh peneliti. Pada

lembar informed consent juga dicantumkan alamat lengkap dan usia pasien.

Selanjutnya peneliti mengisi format pengkajian karakteristik pasien.


Mengidentifikasi responden penelitian dengan cara mengevaluasi

kemampuan aktivitas responden pada saat pertama kali berjumpa, serta

mengidentifikasi berdasarkan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan.


Dalam tahap ini peneliti akan membutuhkan lima orang asisten yang akan

di ambil dari pegawai RS Haji Adam Malik Medan yang bekerja di unit

hemodialisa dan asisten tersebut akan di latih oleh peneliti sesuai dengan SOP

intervensi aromatherapy peppermint yang telah di buat.

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi:


32

1. Pre test

Sebelum melakukan intervensi, peneliti terlebih dahulu mengisi format

pengkajian karakteristik pasien, dan mencatat alamat lengkap pasien, kemudian

peneliti membuat kontrak waktu dengan repsonden untuk melakukan pengukuran

skala pruritus menggunakan kuesioner 5D selanjutnya mendokumentasikannya

dalam lembar tabulasi data.

Aromatherapy peppermint di persiapkan melalui kerjasama dengan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang menggunakan ekstrak

peppermint 0,5% yang di buat dalam wadah berukuran 50 ml.

2. Intervensi

Padatahapintervensi, pengkajianskala pruritus sebelumdiberikanintervensi,

penelitian dilaksanakan di ruang unit hemodialisa pada saat menjalani terapi

hemodialisa dengan alasan agar responden lebih kooperatif terhadap peneliti. Pada

tahap ini peneliti meminta bantuan dari kepala ruangan unit hemodialisa Rumah

Sakit Umum Haji Adam Malik Medan untuk dapat menganjurkan responden

untuk mengikuti program yang diberikan oleh peneliti dan membuat responden

menjadi lebih tenang.

Intervensidilakukankepadarespondenselama2minggupadapasien yang

mendapatterapihemodialisadenganfrekuensi 2 kali dalamseminggusehingga total

pemberianintervensi yang di lakukankepadapasiensebanyak 4 kali pemberian.

Penelitian ini dilakukan pengukuran skala pruritus sebanyak tiga kali setelah

dilakukan intervensi padasaatpasienmenjalaniterapihemodialisa.

Tindakan awal adalah perawat mencuci tangan dengan baik, setelah itu

bersihkan area kulit pasien yang akan di berikan intervensi dengan menggunakan

kapas yang di basahi dengan air untuk membantu minyak menyerap kulit lebih
33

baik, kaji kulit pasien apakah ada luka terbuka pada area yang akan di lakukan

intervensi (Lin et al, 2011)

Pada tahap ini ekstrak peppermint dengan konsentrasi 0,5% yang telah di

siapkan dalam wadah berukuran 50 ml dan akan di oleskan menggunakan tangan

peneliti di bagian ekstremitas atas, bawah dan punggung responden dengan

kandungan komposisi peppermint adalah menthol, menthone, cineol dan menthol

merupakan kandungan umum dari daun peppermint yang memiliki kandungan 50-

60 %. Seluruh responden di lakukan skin test terlebih dahulu untuk memastikan

responden tidak alergi terhadap minyak peppermint yang di berikan, apabila

responden mengalami alergi (kebas/mati rasa, menggigil, nyeri, panas) maka

peneliti akan segera menghentikan intervensi dan membersihkan dengan

menggunakan air bersih dan kasa, observasi tanda-tanda vital, memastikan pasien

tetap dalam kondisi hangat dan melaporkan kepada kepala ruangan unit

hemodialisa dengan ketidaknyamanan yang di rasakan pasien.

3. Post test

Setelah pemberian maka di ukur kembali skala pruritus pasien dengan

menggunakan kuesioner 5D, pengukuran dilakukan pada kedua kelompok, pada

kelompok intervensi pengukuran di lakukan segera setelah pemberian intervensi,

15 menit setelah intervensi, 30 menit setelah intervensi dan 45 menit setelah

intervensi dan pada kelompok kontrol di lakukan pengukuran skala pruritus

setalah 45 menit terapi hemodialisa.

Variabel dan Defenisi Operasional


34

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Defenisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Variabel Intervensi yang Memberikan Diberikan Nominal
Independen diberikan kepada intervensi intervensi dan
Aromathera responden dalam dengan cara tidak diberikan
py: bentuk minyak mengoleskan intervensi
Peppermint dengan pada area
kandungan yang
menthol, dirasakan
memiliki gatal oleh
konsentrasi 0,5% responden
yang di yang
aplikasikan dilakukan
dengan cara oleh peneliti
ointment/oles
Variabel Pruritus Kuesioner Pengkajian Interval
Dependen: uremikadalah 5D untuk skala pruritus
Pruritus sensasi rasa gatal mengukur 5D
akibat dari derajat 1. Tidak ada
perjalanan keparahan (0-5)
penyakit salah pruritus 2. Ringan
satu penyakit yang terdiri (6-14)
pasien mengalami dari durasi, 3. Sedang
rasa gatal dan (15-24)
uremik pruritus 4. Berat
gagal ginjal (25-35)
kronik akibat
penumpukan
uremik yang
terjadi pada
pasien dengan
melihat nilai hasil
laboratorium nilai
fosfor, kalium
dan kalsium

Metode Pengukuran

Instrument

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur skala pruritus pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa adalah dengan menggunakan 5D

dengan beberapa kriteria Duration, degree, direction, dissability dan distribution.


35

Dengan hasil skala ukur ringan, sedang dan berat, kuesioner 5D itch scale yang

digunakan di dapatkan dari penelitian Elsaie, Mohsen, Ibrahim, Eddin, Elsaie

dengan judul penelitian Effectiveness of Topical oil on Symptomatic Treatment of

Chronic Pruritus (2016) dan pengambilan kuesioner dengan cara adopsi

kemudian di lakukan peralihan bahasa oleh ahli bahasa.

Instrumen karakteristik responden

Instrumen karakteristik responden meliputi batasan usia, lama

hemodialisa, jenis kelamin, lama pruritus.

Uji Validitas

Penelitian ini akan menggunakan content validity (validitas konten). Polit

dan Beck (2012) menyatakan bahwa penelitian expert (tenaga ahli) terhadap

keterkaitan antara masing-masing item yang telah ditentukan proporsinya sebagai

konten yang paling dinyatakan dalam Content Validity Index (CVI). Penilaian

masing-masing item dinyatakan dalam 4 poin skala yaitu 1= tidak relevan, 2=agak

relevan, 3=cukup relevan dan 4=sangat relevan. Nilai CVI setiap item yang

dihitung oleh para expert rata-rata yaitu nilai 3 atau 4 (merupakan nilai yang

dianggap relevan) dibagi dengan jumlah expert. Misalnya, item yang dinilai

dikatakan sangat relevan jika 3 dari 4 dengan nilai CVI minimal .80 dan 0,90

merupakan nilai yang dianjurkan sebagai nilai standard yang baik.

Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana

alat ukur tersebut konsistensi terhadap objek yang diukur. Reliabilitas

menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika


36

instrumen digunakan kembali secara berulang. Uji reliabilitas dengan metode ini

sering dilakukan pada jenis instrumen pedoman observasi (Polit & Beck, 2012).

Adapun variabel yang akan di teliti yaitu skala pruritus pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani terapi hemodialisa dengan skala interval yaitu melihat

tidak ada (0-5), ringan (6-14), sedang (15-24), berat (25-35) derajat kejadian

pruritus yang dialami oleh responden, pengukuran skala menggunakan kuesioner

5D.

Pengukuran dilakukan selama1 hari pada pasien yang menjalani terapi

hemodialisa dan melakukan pengamatan pada pasien yang menjalani terapi

hemodialisa dan mengukur derajat skala pruritus pasien untuk mengetahui level

pruritus yang dialami oleh pasien.

Metode Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :

Pengolahan data

Data yang telah terkumpul melalui lembar observasi diolah melalui empat

tahapan yaitu :

Editing

Proses editing dilakukan setelah pengumpulan data dilakukan dengan

memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan dan relevansi format pengkajian

karakteristik responden dan lembar observasi sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Proses ini dilakukan selama berada dengan konsumen atau dilapangan sehingga

apabila ada data yang meragukan, salah atau tidak diisi dapat dikonfirmasi

langsung kepada responden.

Coding

Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasikan data, memberikan

kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber data
37

yang telah diperiksa kelengkapannya. Data-data yang berupa angka atau tulisan

dikategorikan dalam skor yang telah ditetapkan peneliti.

Entry Data

Setelah melakukan coding maka langkah selanjutnya adalah melakukan

entry data dari instrument penelitian kedalam komputer melalui program statistik.

Cleaning

Kegiatan membersihkan data dengan melakukan pemeriksaan kembali

terhadap data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau tidak.

Analisa data

Analisa Univariat

Tahap selanjutnya adalah analisa data. Dalam penelitian ini analisis data

yang dilakukan peneliti adalah analisa univariat. Analisa univariat bertujuan

untuk mendeskriptifkan karakteristik responden dan karakteristik masing-masing

variabel yang akan diteliti. Variabel yang berbentuk kategorik (usia, jenis

kelamin, lama mengalami pruritus dan derajat pruritus) disajikan berupa nilai

dalam bentuk frekuensi dan persentase.

Rumus presentase:

%=

Keterangan

f : jumlah responden pada suatu kategori

n : jumlah responden

Analisa Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui perbedaan skala pruritus

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Uji yang digunakan adalah jenis uji

paired t test untuk mengetahui perbedaan skala pruritus sebelum dan sesudah
38

intervensi(Polit & Beck, 2010). Sebelum dilakukan analisa bivariat terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas data menggunakan Uji Shapiro Wilk. Data yang

berdistribusi normal akan dilakukan uji beda dua mean (uji t test) yaitu t tidak

berpasangan/independen. Uji statistik ini dinyatakan bermakna jika nilai p value

<0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Data yang berdistribusi tidak normal diuji

dengan Wilcoxon atau Mann–Whitney.

Pertimbangan Etik

Dalam melakukan suatu penelitian, peneliti memperhatikan prinsip-prinsip

dasar etik penelitian yang terdiri dari beneficience, respect for human dignity dan

justice (Polit & Beck, 2012). Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan

melalui persetujuan dari komite etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

Asas manfaat (beneficience)

Asas manfaat merupakan salah satu prinsip etik yang paling mendasar,

dalam hal ini peneliti harus menghindari segala macam resiko yang dapat

menyebabkan kerugian dan memaksimalkan manfaat untuk responden penelitian

(Polit & Beck, 2012).

Dalam penelitian ini menggunakan aplikasi ekstrak minyak peppermint

yang di oleskan ke bagian tubuh pasien yang paling dominan terjadi pruritus yaitu

pada ekstremitas dan di daerah punggung apabila pada saat intervensi terjadi

alergi atau efek yang tidak di inginkan maka intervensi di hentikan dan di

bersihkan menggunakan air bersih.


39

Bebas dari kerugian dan ketidaknyamanan

Dalam penelitian, peneliti memiliki kewajiban untuk menghindari dan

mencegah kerugian dan ketidaknyamanan baik fisik, emosional, sosial serta

keuangan responden (Polit & Beck, 2012). Sebelum penelitian ini dilakukan,

peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan (informed concent) responden atau

keluarga sebagai salah satu langkah peneliti untuk mencegah terjadinya kerugian

dan ketidaknyamanan pada pasien. Sebelum di lakukan intervensi terlebih dahulu

dilakukan tes alergi terhadap ekstrak peppermint apabila pasien merasa gatal,

panas, bengkak maka segera di bersihkan dengan air bersih dan kasa hal ini juga

di lakukan apabila pada saat pemberian intervensi pasien merasa tidak nyaman

dengan bahan yang di berikan maka segera diberhentikan dan di bersihkan.

Menurut Polit & Beck (2010), responden juga harus bebas dari bahaya

psikologis maka peneliti akan melakukan tanya jawab dengan responden dan

menanyakan keluhan pasien selama di lakukan intervensi.

Bebas dari eksploitasi

Responden yang terlibat dalam penelitian ini mendapat jaminan bahwa

partisipasi, informasi serta data yang diberikan tidak akan menimbulkan kerugian

pada responden dimasa yang akan datang (Polit & Beck, 2012). Peneliti

memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga bahwa informasi dan data

yang diberikan hanya utuk kepentingan penelitian dan hasil yang didapatkan

digunakan untuk peningkatan kepentingan pelayanan kesehatan.

Asas menghargai hak asasi manusia (Respect for human dignity)

Hak untuk membuat keputusan (the right to self determination). Responden

dalam suatu penelitian merupakan individu yang memiliki otonomi untuk


40

menentukan aktifitas yang akan dilakukan dalam artian bahwa responden

memiliki hak untuk memutuskan apakah akan berpartisipasi dalam penelitian atau

tidak serta menarik diri dari proses selama penelitian berlangsung tanpa adanya

rasa khawatir mendapatkan sanksi atau tuntutan hukum, bebas dari paksaan serta

ancaman (Polit & Beck, 2012). Selama proses penelitian berlangsung, peneliti

sangat menghargai dan menerima semua keputusan pasien yang dalam hal ini

diwakilkan oleh keluarga sehingga pasien atau keluarga terlibat dalam penelitian

secara sukarela.

Hak untuk memperoleh informasi (the right to full disclosure)

Dalam penelitian responden mempunyai hak dalam membuat suatu

keputusan serta mendapatkan informasi terkait penelitian yang akan menjadi

dasar penting dalam informed concent (Polit & Beck, 2012). Sebelum penelitian

dilakukan peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan diikuti

oleh pasien setelah penjelasan diberikan, pasien atau keluarga diberikan

kesempatan untuk bertanya serta memutuskan apakah pasien dapat terlibat dalam

penelitian.

Asas keadilan (Justice)

Hak untuk mendapatkan tindakan yang adil (the right to fair treatment)

Dalam penelitian prinsip memperlakukan secara adil artinya memilih

responden berdasarkan pada kriteria-kriteria sampel dan bukan berdasarkan

maksud atau posisi tertentu. Responden diperlakukan sama tanpa adanya unsur

diskriminasi sehingga peneliti harus menghargai perbedaan baik dalam hal

keyakinan, budaya serta sosial ekonomi responden (Polit & Beck, 2012). Pada

aplikasi penelitian kriteria sampel telah diidentifikasi terlebih dahulu sehingga


41

pasien yang dipilih adalah pasien yang memang memenuhi kriteria inklusi yang

telah ditetapkan.

Hak untuk mendapatkan privasi (the right to privacy)

Responden memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan mengenai data atau

informasi dirinya untuk dijaga kerahasiaannya (Polit & Beck, 2012). Dalam

penelitian ini peneliti menghargai privasi pasien, untuk menjaga privasi tersebut

pada lembar pengumpulan data pasien tidak perlu mencantumkan nama.


DAFTAR PUSTAKA

Abdelghfar, S. Z., Elsebae, H. A., Elhadry, S. M., & Hassan, A. A. Effect of


Aromatherapy on Uremic Pruritus among Patients Undergoing
Hemodialysis. (2017). IOSR Journal of Nursing a nd Health Science (IOSR-
JNHS e-ISSN: 2320–1959.p- ISSN: 2320–1940 Volume 6, Issue 2 Ver. VIII
(Mar. - Apr. 2017), PP 22-30 www.iosrjournals.org

Allard, M. E., &Katseres, J. (2018). Using essential oils to enhance


nursingpractice and for self-care. The Nurse Practitioner, 43(5), 39-46.
Amjadi, M. A., Mojab, F., &Kamranpour, S. B. (2012).The effect ofpeppermintoil
on symptomatic treatment of pruritus in pregnant women. Iranian journal of
pharmaceutical research: IJPR, 11(4), 1073.
Aliasgharpour, M., Zabolypour, S., Asadinoghabi, A., Haghani, H.,
&Lesanpezeshki, M. (2018). The effect of increasing blood flow rate on
severity of uremic pruritus in hemodialysis patients: a single clinical
trial. Journal of the National Medical Association, 110(3), 270-275.
Ceyhan, Ö.,Göris, S., Doğan, N., &Bayındır, S. K. (2017). The Use of
Complementary and Alternative Medicine by Patients Undergoing
Hemodialysis. Alternative Therapies in Health & Medicine, 23(1).
Cürcani, M., & Tan, M. (2014).The effect of aromatherapy on haemodialysis
patients' pruritus. Journal of clinical nursing, 23(23-24), 3356-3365.
Elsaie, L. T., El Mohsen, A. M., Ibrahim, I. M., Mohey-Eddin, M. H., &Elsaie, M.
L. (2016).Effectiveness of topical peppermint oil on symptomatic treatment
of chronic pruritus. Clinical, cosmetic and investigational dermatology, 9,
333.
Eknoyan, G., Beck, G. J., Cheung, A. K., Daugirdas, J. T., Greene, T., Kusek, J.
W., ...& Dwyer, J. T. (2002). Effect of dialysis dose and membrane flux in
maintenance hemodialysis. New England Journal of Medicine, 347(25),
2010-2019.

Khan, T. M., Al‐Haider, I., Syed Sulaiman, S. A., &Hassali, M. A.


(2013).Linguistic validation of the 5D itching scale to Arabic in patients
with end‐stage kidney disease. Journal of renal care, 39(4), 222-227.
Lai, J. W., Chen, H. C., Chou, C. Y., Yen, H. R., Li, T. C., Sun, M. F., ... & Chang,
C. T. (2017). Transformation of 5-D itch scale and numerical rating scale in
chronic hemodialysis patients. BMC nephrology, 18(1), 56.

42
43

Lin, T. C., Lai, Y. H., Guo, S. E., Liu, C. F., Tsai, J. C., Guo, H. R., & Hsu, H. T.
(2012). Baby oil therapy for uremic pruritus in haemodialysis
patients. Journal of clinical nursing, 21(1‐2), 139-148.
Matsuda, K. M., Sharma, D., Schonfeld, A. R., &Kwatra, S. G. (2016).Gabapentin
and pregabalin for the treatment of chronic pruritus. Journal of the
American Academy of Dermatology, 75(3), 619-625.
Mettang, T., & Kremer, A. E. (2015).Uremic pruritus. Kidney International, 87
(84), 685-691.
Morfin, J. A., Fluck, R. J., Weinhandl, E. D., Kansal, S., McCullough, P. A.,
&Komenda, P. (2016). Intensive hemodialysis and treatment complications
and tolerability. American Journal of Kidney Diseases, 68(5), S43-S50.
Murabito, S., & Hallmark, B. F. (2018).Complications of KidneyDisease. Nursing
Clinics, 53(4), 579-588.
Nakhaee, S., Nasiri, A., Waghei, Y., &Morshedi, J. (2015). Comparison of
Avenasativa, vinegar, and hydroxyzine for uremic pruritus of hemodialysis
patients: a crossover randomized clinical trial. Iranian journal of kidney
diseases, 9(4), 316.
Narita, I., Alchi, B., Omori, K., Sato, F., Ajiro, J., Saga, D., ...&Akazawa, K.
(2006). Etiology and prognostic significance of severe uremic pruritus in
chronic hemodialysis patients. Kidney international, 69(9), 1626-1632.
National Institutes of Health.(2012). Kidney disease statistics for the United
States. Washington: NHI.
Reich, A., Bożek, A., Janiszewska, K., &Szepietowski, J. C. (2017). 12-Item
Pruritus Severity Scale: Development and Validation of New Itch
SeverityQuestionnaire. BioMed research international, 2017.Article ID
3896423
Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever. (2010). Text BookOf Medical SurgicalNursing.
Edisi 12. Lippincott Williams & Wilkins

Stats, F. National Chronic Kidney Disease Fact Sheet. (2017) .PrevalenceChronic


Kidney Disease

Tarp, H., Bonde‐Petersen, M., & Finderup, J. (2017). Patients in Haemodialysis


Experienced Uraemic Pruritus as a Dual Phenomenon. Journal of
renalcare, 43(1), 21-28.

The National Kidney and Urologic Diseases Information


Clearinghouse(NKUDIC).(2012).Kidney Disease Statistics For The United
States. U.S. Department Of Health And Human Services National Institutes
of Health.
44

Faydah, S., &Çetinkaya, F. (2018).The Effect of Aromatherapy on Sleep Quality


of Elderly People Residing in a Nursing Home. Holistic nursing
practice, 32(1), 8-16.

Anda mungkin juga menyukai