Di Susun Oleh:
Kelompok 5
Kelas : PSIK IV B
i
KATA PENGANTAR
1. ALLAH SWT yang telah memberikan kami rezeki, rahmat, dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik
2. Ibu Suratun, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Kritis
yang telah memberikan instruksi kepada kami sehingga kami termotivasi dan
menyelesaikan tugas ini.
3. Rekan kelompok yang telah turut membantu dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga tugas ini selesai.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Definisi Sepsis..............................................................................................3
B. Etiologi.........................................................................................................3
C. Patofisiologi.................................................................................................4
D. Manifestasi Klinis........................................................................................5
E. Tahapan Perkembangan Sepsis....................................................................5
F. Syok sepsis...................................................................................................6
G. Terapi Sepsis................................................................................................8
H. Komplikasi...................................................................................................9
I. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi rnasalah kesehatan dunia
karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi.
Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 2001 sampai dengan tahun
2010 oleh Mc. Pherson et al. (2013) menyatakan bahwa 1 dari 20 kematian
yang terjadi di Inggris diabibatkan oleh sepsis, dengan prevalensi kejadian
sebesar 5,5% untuk wanita dan 4,8% untuk pria. Angka kejadian sepsis yang
dilaporkan di Amerika tercatat 750.000 setiap tahunnya dan kematian sekitar
2% kasus terkait dengan kejadian severe sepsis (Angus & Poll, 2013).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai sepsis diantaranya yang
dilakukan di Rumah Sakit (RS) Dr. Soetomo pada tahun 2012 mengenai profil
penderita sepsis akibat bakteri penghasil extended- spectrum beta lactamase
(ESBL) mencatat bahwa kematian akibat sepsis karena bakteri penghasil ESBL
adalah sebesar 16,7% dengan rerata kejadian sebesar 47,27 kasus per tahunnya.
Penelitian tersebut melaporkan bahwa 27,08% kasus adalah sepsis berat,
14,58% syok sepsis dan 53,33% kasus adalah kasus sepsis (Irawan et al.,
2012).
Sepsis diawali dengan adanya kejadian systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi. Walaupun kejadian sepsis
ditandai dengan adanya infeksi namun tidak selamanya terdapat bakteremia.
Kejadian ıersebut dimungkinkan karena adanya endotoksin maupun eksotoksin
di dalam darah sedangkan bakterinya berada di dalam jaringan (Guntur , 2008).
Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram positif yang menghasilkan
eksotoksin, bakteri gram negatif yang menghasilkan endotoksin, virus maupun
jamur. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa penyebab sepsis terbesar
adalah bakteri gram negatif. Sebuah studi epidemiologi ınelaporkan bahwa dari
14.000 pasien sepsis yang dirawat di intensive care unit (ICU) di 75 negara
disebutkan bahwa severe sepsis yang disebabkan karena gram negatif sebesar
1
62% kasus, gram pozitif sebesar 47% kasus dan 19% kasus disebabkan karena
jamur (Vincent et al., 2009).
Interleukin 1 merupakan sitokin yang berperan pada inflamasi akut maupun
kronik. lnterleukin 1 beta merupakan suatu imunoregulator yang berperan
penting pada sepsis. Sitokin ini akan meningkatkan produksi protein fase akut,
perangsangan sel endotel untuk memproduksi prostaglandin (PG), katabolisme
jaringan, ekspresi adhesions molecule dan aktivasi jalur koagulasi (Dinarello,
2011).
Sepsis dapat menyebabkan peningkatan sintesis hormon akibat adanya stres.
Sepsis meningkatkan produksi sitokin yang akan menyebabkan perangsangan
glukokortikoid dari korteks adrenal yang diperantarai adenocorticotropic
hormone (ACTH). Kortisol mempakan hormon yang diproduksi oleh korteks
adrenal pada zona fasiculata dan retikularis. Sekresi kortisol
dipengaruhi oleh rangsangan hormon corticotropin releasing hormone
(CRH). Hormon ini merupakan suatu hormon stres yang kadarnya dapat
meningkat pada keadaan inflamasi akut. Sitokin proinflamasi dan kortisol akan
bekerja dengan sistem feedback negatif. Peningkatan kadar sitokin akan
menyebabkan pengeluaran kortisol. Kortisol berperan dalam menjaga tonus
vaskuler dan hal ini terkait dengan kejadian syok pada sepsis. Kortisol juga
berperan untuk menghambat sintesis sitokin proinflamasi melalui aktivitas
nuclear factor kappa beta (NF-KB) (Polito et al., 2011).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep sepsis ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien sepsis ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep sepsis
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien sepsis
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sepsis
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome ) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai.
Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38°C atau <36°C) ;
takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik
terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah
putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis
berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood poisoning)
mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada
darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ
(Setyohadi,2006).
Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ,
hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan
perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah
arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien
tersebut selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah
sistolik tetap ≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg
(Setyohadi,2006).
B. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumonia. Sepsis Enterococcus. Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
ditemukan. Umumnya, sepsis rnerupakan suatu interaksi yang kompleks antara
efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan
respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
3
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran
kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan
sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendiksitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
Sekitar pada satu dari lima kasus infeksi dan sumber sepsis tidak dapat
terdeteksi.
C. Patofisiologi
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan dari
sistem imun dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek
yang menakutkan dari sindrom sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi
dari generalisasi respons imun terhadap tempat yang berjauhan dari tempat
infeksi, kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi dan anti
inflamasi selular, serta penyebarluasan míkroorgaoisme penyebab infeksi.
Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai
dengan bakteremia selanjumya berkembang menjadi systemic inflammatory
response syndrome (SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan
berakhir pada multíple organ dysfunctíon syndrome (MODS).
Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu
demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”,
dengan muka kemerah dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah
jantung) atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hípodinamik atau “dingin”
4
dengan anggota gerak yang biru atau putíh dingin). Pada pasien dengan
manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan
infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini.
D. Manifestasi klinis
Sepsis dimulai dengan tanda klinis respon inflamasi sistemik (yaitu
demam, takikardia, takipneu, leukositosis) dan berkembang menjadi hopetensi
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”,
dengan muka kemerahan dan hangan yang menyeluruh serta peningkatan curah
jantung) atau vasokontruksi perifer (renjatan septik hipodinamik) atau “dingin”
dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin).
Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut
menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas perubahan status mental seringkali
merupakan tanda klinis pertama disfungsi organ, tetapi mudah terlewatkan
pada pasien tua, sangat muda, dan pasien dengan kemungkinan penyebab
perubahan tingkat kesadaran, seperti intoksikasi. Penurunan produksi urine
(<0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat
sebelum hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dan seharusnya digunakan
sebagai tambahan pertimbangan klinis (Caterino dan Khan 2012).
5
Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated
sepsis ke syok septik dan akhimya dapat menyebabkan kegagalan organ
multiple dan kematian.
F. Syok Sepsis
1. Definisi
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai
gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan
vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif.
Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak
akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan
disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat nimbulkan
kematian.
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh
dan menyebabkan respon inflamasi sistemik. Respon yang ditimbulkan
sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika
disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar
luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus
trauma, syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam
ke rumah sakit. Syok septlk terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka
tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
2. Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi
berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah
pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi.
6
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.
Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas
vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia
relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai oedema.
Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan
perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan
oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami
hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia,
vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik
turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume
intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia,
kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang
melebar.
3. Manifestasi Klinis
Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental
dan kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atan lebih sebelum
tekanan darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke
otak. Curahan darah dari jantung memang meningkat, tetapi pembuluh
darah melebar sehingga tekanan darah turun. Pernafasan menjadi cepat,
sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan dan
kadarya di dalam darah menurun.
Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat,
kulit hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah
yang turun-naik. Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari
jantung meningkat. Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering turun sampai
dibawah normal.
7
4. Patofisiologi
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
teıjadinya hipovoleınia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat
sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan
oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel
untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.
5. Penatalaksanaan
Pasien dengan syok septic memerlukan pemantauan cepat dan agresif
serta pemtalaksanaan dalam unit perawatan kritis penatalaksanaannya
melibatkan seluruh sistem organ yang memerlukan pendekatan tim dari
berbagai disiplin antara lain :
a. Terapi-terapi definitif
Identiflkasi dan singkirkan sumber infeksi
b. Terapi-terapi suportif
Pulihkan volume intra vaskuler
Pertahankan curah jantung yang adekuat
Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Berikan lingkungan metabolik yang sesuai
c. Terapi-terapi penelitian
Antihistamin
G. Terapi sepsis
Goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen jaringan
yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar laktat arteri. Pendekatan
ini telah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup dibandingkan dengan
8
resusitasi cairan dan permliharaan tekanan darah yang standar. Tujuan fisiologis
selama 6 jani pertama resusitasi sebagai berikut:
1) Tekanan vena central (CVP› 8-12mmHg
2) Tekanan arterial rata-rata (MAP) ≥ 65mmHg
3) Saturasi oksigen vena seniral (SavO2) ≥ 70%
4) Urine output >0,5ml/kg/jam (rnenggunakan transfusi, agen inotropik, dan
oksigen tambahan dengan atau tanpa ventilasi mekanik).
H. Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
4. Disfungsi miokard
9
6. Gagal hati
8. Kematian
9. ARDS
I. Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan
yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyehab sepsis. Sensitifiias menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2. SDP:Ht Mungkin meningkat pada stuus hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebelumnya dükuti
oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan pita
(berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam
jumlah besar.
3. Elektrolit serum : berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
4. Trombosä : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan hati/ sirkulasi toksin/ sratus syok.
6. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok.
7. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolis di dalam hati sebagai respon dari puasa/
perubahan seluler dalam metabolisme
8. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atan kegagalan ginjal, dan disfiıngsi atau kegagalan hati.
9. GDA : Alkalosis respiratosi dan bipoksemia dapat terjadi sebelumnya.
Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik
terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi
10. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS
1. Pengkajian
A. Selaln menggunakan pendekatan ABCDE.
1) Airway
a) Yakinkan kepatenan jalan napas
b) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2) Breathing
a) Kaji jumlah pernapsan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
b) Kaji saturasi oksigen
c) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
d) Berikan oksigen melalui non re-breath mask
e) Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f) Periksa foto thorak
3) Circulation
a) Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
b) Monitoring tekanan darah, tekanan darah
c) Periksa waktu pengisian kapiler
d) Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e) Berikan cairan koloid — gelofusin atau haemaccel
f) Pasang kateter
g) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h) Siapkan untuk pemeiksaan kultur
i) Cata temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau teinperature
kurang dari 360 C
11
j) Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k) Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat
4) Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
5) Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya. Tanda ancaman
terhadap kehidupan Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis
yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah
menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus
dibawa ke ICU, adapun indikaslnya sebagai berikut:
a. Penirunan fungsi ginjal
b. Penurunan fungsi jantung
c. Hyposia
d. Asidosis
e. Gangguan pembekuan
f. Acute respiratory distress syndrome (ards)
a. DPL : SDP biasanya naik dan cepat turun seiring perburukan syok
e. Elektrolit Serum
12
Menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit
f. Tes radiologik
h. Pemeriksaan Laboratoriurn
Pennrunan natrium dalam urin, peningkatan osmolaritas uritı,
terdapat bateremia, biasanya terdapat organisme gram negatif yang
ditunjukkan me lalui kultur dara, kulur cairan peritoneal, urin dan
sputum dapat memperlihatkan patogen, peningkatan BUN,
kreatinin serum, glukosa serum
i. Kadar Laktat : penurunan kadar laktat dalam serum mcnujukkan
rnetabolisme anaerob dapat memenııhi kebutuhan energi selular,
sedangkan peningkatan kadar menunjukkan perfusi yang tidak
adekuat dan metabolisme anaerob untuk mernenuhi kebutuhan
energi selular.
j. Defisit t basa : peningkatan kadar rnenunjukkan perfusi yang tidak
adekuat dan metabolisme anaerob
k. EKG
Takikardi. (Morton, Patricia Clonce. et al, 2011)
2. MASALAH KFPERAWATAN
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Respons terhadap septis sakit
13
yang kritis
4) Rislko kerusakan integritas kulit b.d Penurunan perfusi jaringan dan adanya
edema.
3. Intervensi
Menurut Morton, 2011.
respiratory penghisapan
14
non-invasif
6. Pantau tekanan jalan
nafas setiap 1-2 jam
7. Miring kiri miring
kanan setiap 2 jam
8. Pertimbangkan
terapi kinetic
9. Lakukan foto dada
harian
15
Vo2 setiap 6-12 jam
7. Berikan sel darah
merah, agens
inotropik positif,
infungsi koloid
sesuai program
untuk meningkatkan
pengiriman oksigen
8. Pertimbangkan
pemantauan pH
mukosa lambung
sebagai panduan
untuk mengetahui
perfusi sistemik
9. Pantau laktat serum
setiap hari sampai
dalam batas normal
16
4. Resiko Integritas kulit 1.Kaji kulit setiap 4
kerusakan Kulit tetap utuh jam dan setiap kali
intergritas kulit pasien direposisi
berhubungan
2.lakukan miring kiri
dengan
miring kanan setiap
penurunan
2 jam
perfusi
jaringan dan 3.Pertimbangkan
adanya edema matral penguras/
pereda tekanan
17
4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membanttu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua
tahap proses keperawatan (Diagnosa, Tujuan intervensi) harus di evaluasi, dengan
melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan
untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau
tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Evaluasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut :
a. Evaluasi Formatif
b. Evaluasi Sumatif
Ada tiga altematif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasíl
atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun altematif
tersebut adalah :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai
6. Pencegahan
a. Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri
Gram-negatif
b. Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk
mencegaha pneumonia Gram-negatif, nasokomial
c. Lingkungan yang protektif pasien beresiko kurang berhasil karena sebagian
18
besar infeksi berasal dari dalam (endogen)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepsis diawali dengan adanya kejadian systemic inflnmmatory response
syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi. Walaupun kejadian sepsis
ditandai dengan adanya infeksi namun tidak selamanya terdapat bakteremia.
Kejadian tersebut dimungkinkan karena adanya endotoksin maupun
eksotoksin di dalam darah sedangkan baktetinya berada di dalam jaringan
(Guntur, 2008).
Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram positif yang rnenghasilkan
eksotoksin, bakteri gram negatif yang menghasilkan endotoksin, virus maupun
jamur. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa penyebab sepsis terbesar
adalah bakteri gram-negatif. Sebuah studi epidemiologi melaporkan bahwa dari
14.000 pasien sepsis yang dirawat di intensive care unit (ICU) di 75 negara
disebutkan hahwa severr sepsis yang disebabkan karena gram negatif sebesar
62% kasus, gram positif sebesar 47% kasus dan 19% kasus disebabkan
karena jamur (Vincent er al., 2009).
B. Saran
Sebaiknya lebih dikaji lagi mcngenai asuhan keperawatan kritis sepsis
agar kita lebih memahami dan lebih rnengerti.
19
DAFTAR PUSTAKA
Prof Dr. H.Rab.tabirin .(1998), Agenda Gawat Draurat ,Banding. PT Alumni. http
://www.total kesehatannanda.com/sepsis.hllm.
Penelitian Irvan, Febian dan Suparto tahun 2018 dengan judul “ Sepsis dan
Tatalaksana Berdasakan Guideline Terbaru”
Penelitian Romero, Fry dan Rochie tahun 2017 dalam judul “The impact of
evidence-based sepsis guidelines on emergency department clinical practice: a
pre-post medicn/ record audit ”
20