Anda di halaman 1dari 15

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NASOKOMIAL

DENGAN PENERAPAN KESELAMATAN

DAN KESEHATAN KERJA PADA PERAWAT

HOTMAITA HABEAHAN

e-mail : hotmaitahabeahan12@gmail.com

Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang didalamnya terdapat bangunan,
peralatan, manusia, (petugas, pasien dan pengunjung) dan kegiatan pelayanan kesehatan, ternyata
di samping dapat menghasilkan dampak positif berupa produk pelayanan kesehatan yang baik
terhadap pasien, juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa pengaruh buruk kepada
manusia seperti pencemaran lingkungan, sumber penularan penyakit dan menghambat proses
penyembuhan dan pemulihan penderita.
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat pasien berobat/dirawat, di tempat ini pasien
mendapatkan terapi dan perawatan sampai sembuh. Rumah Sakit juga merupakan pengahasil
dari berbagai macam penyakit yang berasal dari pasien, perawat, dokter, pengunjung yang
berstatus karier. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang berpotensi tinggi terhadap terjadinya
kecelakaan kerja. Adanya bahan mudah terbakar, gas medis, radiasi pengion dan bahan kimia
membutuhkan perhatian serius terhadap keselamatan pasien, staf dan umum lainnya. Kasus yang
sering terjadi di antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain. Masalah K3 tersebut terjadi karena
berbagai sebab diantaranya adalah pengelolaan data dan informasi yang kurang baik terhadap
setiap kejadian KAK dan PAK. Selain itu juga disebabkan karena sebagian besar tenaga RS tidak
pernah mengikuti penyuluhan, diklat atau seminar K3 sehingga sebagian besar dari mereka tidak
tahu bagaimana upaya penanggulangan kejadian KAK dan PAK maupun upaya penanggulangan
masalah K3 lainnya. Tindakan tidak aman (unsafe action) adalah tindakan yang dapat
membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan yang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti tidak memakai APD, tidak
mengikuti prosedur kerja, tidak mengikuti peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak hati-
hati, dimana dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1 (satu) kali kecelakaan yang
mengakibatkan kehilangan hari kerjaPenyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain golongan fisik, kimiawi,
biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan
penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti
kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang
terpajang. Pengetahuan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang baik dapat menurunkan
angka kecelakaan kerja hingga tercapainya zero accident. Perawat merupakan tenaga kesehatan
yang sering kontak dengan pasien sehingga diharapkan mampu menerapkan K3 dengan baik.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita yang
sedang dalam proses perawatan. Infeksi dapat terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen
yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Infeksi nosokomial terjadi lebih
dari 48 jam setelah penderita masuk rumah sakit. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang
disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat dinamis. Infeksi nosokomial merupakan masalah
serius dan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian
(mortality) di rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan dan harus
diterapkan oleh semua kalangan petugas kesehatan.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit sangat penting karena menggambarkan
mutu pelayanan rumah sakit juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga
dari resiko tertularnya infeksi. Infeksi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan
tetapi juga dapat dicegah dengan melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur dan
pedoman yang berlaku. Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit perlu
diterapkan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, pelatihan, monitoring dan evaluasi.
Metode

Proses pencegahan dan pengendalian infeksi nasokomial dengan penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja pada perawat menggunakan metode pengumpulan data dari sumber yang sudah
terjamin datanya seperti melalui Jurnal dan Textbook dari tahun 2012 hingga 2020. Pengambilan
informasi melalui Jurnal dan Textbook adalah untuk mendapatkan berbagai informasi yang
lengkap dan akurat dengan cara penyimpulan. Penyimpulan yang dilakukan adalah dengan
menggunakan bahasa sendiri tanpa ada meniru karya orang lain.

Selain itu berdasarkan Jurnal yang sudah didapat menggunakan metode penelitian yang
dilakukan bersifat deskriptif prospektif, penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analitik dengan desain cross sectional yaitu desain penelitian analitik yang bertujuan mengetahui
hubungan antar variabel independen dan variabel dependen, penelitian ini termasuk studi
observasional analitik, penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dan kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional atau desain potong lintang yaitu dengan
mempelajari dinamika dan hubungan antara variable bebas dan terikat dengan cara pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat. Data kuantitatif yang digunakan adalah data primer dengan
menggunakan kuesioner. Data kualitatif pada penelitian ini didapatkan dengan cara melalui
pengamatan langsung dan wawancara mendalam terkait kebijakan rumah sakit, sarana dan
prasarana yang menunjang, pengawasan yang dilakukan pada pelaksanaan program PPI dan
pelaporan kejadian infeksi (surveilans) yang dilakukan.

Hasil

Berdasarkan sumber data Jurnal dan Textbook yang sudah saya temukan, bahwasanya dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi nasokomial dengan penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja pada perawat ditemukan bahwa kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dalam tindakan operasional mencakup mencuci tangan, menggunakan alat pelindung
diri (sarung tangan, masker, pelindung wajah, kacamata dan apron), praktik keselamatan kerja,
perawatan pasien, penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien dan
kebersihan lingkungan. Berdasarkan data ditemukan bahwa infeksi nosokomial hingga saat ini
masih merupakan masalah perawatan kesehatan di rumah sakit seluruh dunia. Masalah yang
ditimbulkan dapat memperberat penyakit yang ada, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Menurut data World Health Organization tahun 2002, infeksi nosokomial merupakan penyebab
utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta
kematian setiap hari di dunia (WHO, 2002; Jeyamohan, 2010)
Pada jurnal ditemukan bahwa pada alat kesehatan ditemukan 5 jenis bakteri yaitu Serratia
marcescens, Staphylococcus cohnii, Sta. haemolyticus, Streptococcus sp., Klebsiella sp. Pada
isolat udara ditemukan 13 jenis bakteri yaitu Citrobacter sp. (8%), Escherichia coli (12%),
Enterobacter cloacae (8%), Klebsiella sp (12%), Pneumococcus sp (2%), Proteus sp (2%), Ser.
marcescens (12%), Sta. aureus (11%), Sta. cohnii (4%), Sta. epidermidis (2%), Sta.
haemolyticus (14%), Sta. warneri (2%), dan Streptococcus sp (11%). Alat kesehatan pinset pada
ruang UGD ditemukan 3 jenis bakteri yaitu Sta. cohnii, Klebsiella spp., dan Ser. marcescens.
Alat kesehatan gunting tidak ditemukan bakteri sehingga dinyatakan steril, alat kesehatan
korentang ditemukan 2 jenis bakteri yaitu Sta. haemolitycus dan bakteri Streptococcus sp. Alat
kesehatan klem arteri ditemukan 2 jenis bakteri yaitu Sta. haemolyticus dan Klebsiella spp.
Lantang & Paiman (2012) menemukan berbagai jenis bakteri diantaranya adalah bakteri gram
positif kokus: Sta. epidermidis, Sta. aureus, Streptococcus sp, Sta. saprophyticus; bakteri gram
positif batang: Listeria monocytogenes, Diptheroid sp, Lactobacillus sp; bakteri gram negatif:
Providensia rettgeri, Pseudomonas putrefaciens, Klebsiella ozaena, Pse. maltophilia,
Morganalla morganii, Serattia sp, K. oxytoca, E. gergoviae, K. pneumonia.
Mahfouz et al. (2012) mengungkapkan bahwa jenis bakteri Staphylo-coccus sering dijumpai di
beberapa ruang RS. Seperti halnya infeksi nosokomial pada neonatal intensive care unit di salah
satu rumah sakit Saudi Arabia. Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh
Garcia et al. (2012) pada ruang UGD Rumah Sakit di Meksiko yang menemukan 4 jenis bakteri
yaitu Klebsiella (64%), Pseudomonas spp. (17%), E. coli (12%), dan Enterobacter spp (7%).
Penelitian lain terhadap alat kesehatan misalnya pada inkubator bayi seperti yang dilakukan oleh
Imaniar et al. (2013) di RSUD Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung menemukan 8 jenis bakteri
yaitu Neisseria spp., Sta. aureus, Str. pneumonia, E. coli, Shigella spp., Salmonella spp., E.
aerogenes., P. aeruginosa., dan K. pneumonia.
Hasil penelitian pada udara di Ruang UGD RSUD Jayapura ditemukan 13 jenis bakteri, Sta.
haemolyticus merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan pada ruangan ini sebesar 14%,
selanjutnya E. Coli (12%), Klebsiella spp. (12%), dan Ser. marcescens (12%). Hasil penelitian
ini berbeda dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Awosika et al. (2012) di RS
Universitas Olabisi Onabanjo, Nigeria pada ruang UGD menemukan 2 jenis bakteri yaitu Sta.
aureus (50%) dan B. subtilis (50%).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI bersama World Health
Organization (WHO) ke berbagai rumah sakit di Propinsi/Kabupaten/Kota disimpulkan bahwa
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS)/Tim PPIRS selama ini
belum berfungsi optimal sebagaimana yang diharapkan.5 Penelitian juga menunjukkan bahwa
anggota Komite/Tim PPI belum memahami dengan baik tugas, kewenangan, serta tanggung
jawab yang harus dilaksanakan dalam lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit. World Health Organization (WHO) menetapkan protokol untuk menilai kejadian infeksi
nosokomial yang terjadi di rumah sakit di dunia, diantaranya adalah menjadikan tingkat kejadian
infeksi nosokomial sebagai aspek yang dinilai dalam standarisasi fasilitas kesehatan dan sistem
surveilans. Sistem surveilans bertujuan untuk mengetahui insidensi dan distribusi infeksi
nosokomial sehingga pada akhirnya fasilitas kesehatan tersebut dapat mengendalikan kejadian
infeksi nosokomial.

Pembahasan

Rumah Sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai macam penyakit yang
berbeda-beda. Diantaranya merupakan penyakit karena infeksi, mulai dari ringan sampai berat.
Hal ini dapat menyebabkan resiko penularan infeksi dari satu pasien ke pasien yang lainnya,
begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi. Kuman penyakit
ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan,
perabotan rumah sakit dan peralatan medis maupun non medis. Permasalahan Infeksi
Nosokomial atau juga dikenal dengan nama Hospital Acquired Infection (HAI) atau yang dikenal
dengan sebutan nosocomion dalam bahasa yunani, nosos yang artinya penyakit dan komeo yang
artinya merawat. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah
sakit dan menyerang penderita – penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit sangat penting karena menggambarkan
mutu pelayanan rumah sakit juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga
dari resiko tertularnya infeksi. Infeksi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan
tetapi juga dapat dicegah dengan melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur dan
pedoman yang berlaku. Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit perlu
diterapkan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, pelatihan, monitoring dan evaluasi.

Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja adalah sebagai berikut :
1. Golongan fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan Non-
induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite,
trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan yang
tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.
2. Golongan kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
3. Golongan infeksi
a. Anthrax
b. Brucell
c. HIV/AIDS
4. Golongan fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara
melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik bahkan lambat laun
dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.
5. Golongan mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan yang
monoton yang menyebabkan kebosanan. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31
jenis penyakit akibat kerja yaitu sebagai berikut :
1) Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut
(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu
logam keras.
3) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu
kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang
dikenal berada dalam proses pekerjaan.
5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan
debu organik
6) Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun.
7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
11) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12) Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13) Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
14) Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
15) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik
atau aromatik yang beracun.
17) Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya
yang beracun.
19) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21) Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti
karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun,
amoniak, seng, braso dan nikel.
22) Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang
persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
24) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
25) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion.
26) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik.
27) Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.
28) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam
suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
30) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.
31) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.

Komponen utama standar pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam tindakan
operasional mencakup kegiatan sebagai berikut:
a. Mencuci tangan
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir dan dengan sabun yang
digosokkan selama 15 sampai 20 detik. Mencuci tangan dengan sabun biasa dan air bersih
adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun antimikroba. Ada beberapa kondisi
yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sabun antiseptik ini, yaitu saat akan
melakukan tindakan invasif, sebelum kontak dengan pasien yang dicurigai mudah terkena
infeksi (misalnya: bayi yang baru lahir dan pasien yang dirawat di ICU). Mencuci tangan
sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa dan mengadakan kontak langsung
dengan pasien, saat memakai melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah di disinfeksi
tingkat tinggi pada operasi serta pada pemeriksaan untuk prosedur rutin, saat menyiapkan,
mengkonsumsi dan setelah makan juga pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi
(misal: memegang instrumen kotor, menyentuh membran mukosa, cairan darah, cairan tubuh
lain, melakukan kontak yang intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien, mengambil
sampel darah, saat memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat keluar masuk unit
isolasi).
b. Penggunaan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau
bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan. Sarung tangan melindungi tangan dari bahan
yang dapat menularkan penyakit dan dapat melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) yang
paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Satu pasang sarung tangan harus
digunakan untuk setiap pasien sebagai upaya menghindari kontaminasi silang. Sarung tangan
dipakai saat ada kemungkinan kontak dengan darah atau cairan tubuh lain, membran mukosa
atau kulit yang terlepas, saat akan melakukan prosedur medis yang bersifat invasif (seperti:
pemasangan kateter dan infus intravena), saat menangani bahan-bahan bekas pakai yang
telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar, serta memakai sarung
tangan bersih atau tidak steril saat akan memasuki ruang pasien yang telah diketahui atau
dicurigai mengidap penyakit menular.
Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh memasuki hidung atau
mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan
berbicara, bersin dan batuk. Masker juga dipakai untuk mencegah partikel melalui udara atau
droplet dari penderita penyakit menular (tuberkulosis). Masker dilepas setelah pemakaian
selama 20 menit secara terus-menerus atau masker sudah tampak kotor atau lembab.
Pelindung mata dan wajah harus dipakai pada prosedur yang memiliki kemungkinan terkena
percikan darah atau cairan tubuh. Pelindung mata harus jernih, tidak mudah berembun, tidak
menyebabkan distorsi, dan terdapat penutup disampingnya.
Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari
sekresi respirasi. Gaun pelindung juga harus dipakai saat ada kemungkinan terkena darah,
cairan tubuh.
Apron terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air sepanjang bagian
depan tubuh petugas kesehatan. Apron harus dikenakan dibawah gaun pelindung ketika
melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur
saat terdapat risiko terkena tumpahan darah dan cairan tubuh. Hal ini penting jika gaun tidak
tahan air.
c. Praktik keselamatan kerja
Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan pemakaian instrumen tajam seperti jarum
suntik. Hal ini meliputi: hindari menutup kembali jarum suntik yang telah digunakan. Bila
terpaksa dilakukan, maka gunakan teknik satu tangan untuk menutup jarum, hindari melepas
jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai, hindari membengkokkan, menghancurkan
atau memanipulasi jarum suntik dengan tangan serta masukkan instrumen tajam ke dalam
wadah yang tahan tusukkan dan tahan air.
d. Perawatan pasien
Perawatan pasien yang sering dilakukan meliputi tindakan: pemakaian kateter urin,
pemakaian alat intravaskular, transfusi darah, pemasangan selang nasogastrik, pemakaian
ventilator dan perawatan luka bekas operasi. Kateterisasi kandung kemih membawa risiko
tinggi terhadap infeksi saluran kemih (ISK). Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan ISK
nosokomial terjadi akibat instrumentasi traktus urinarius, terutama pada tindakan kateterisasi.
Pemasangan kateter urin merupakan tindakan perawatan yang sering dilakukan di rumah
sakit. Prosedur pemasangan hingga pencabutan kateter urin harus dilakukan sesuai prinsip
aseptik untuk mencegah dan mengendalikan ISK nosokomial.
Penggunaan alat intravaskular untuk memasukkan cairan steril, obat atau makanan serta
untuk memantau tekanan darah sentral dan fungsi hemodinamik meningkat tajam pada
dekade terakhir. Kateter yang dimasukkan melalui aliran darah vena atau arteri melewati
mekanisme pertahanan kulit yang normal dan penggunaan alat ini dapat membuka jalan
untuk masuknya mikroorganisme. Transfusi darah memiliki kesamaan dalam beberapa hal
dengan penggunaan pemberian pengobatan melalui pembuluh darah. Terdapat risiko serius
bagi pasien yang menerima transfusi darah. Pedoman dalam melakukan proses seleksi,
pemeriksaan serta prosedur transfusi yang tepat dan aman telah dikembangkan mengingat
resiko infeksi HBV, HCV dan HIV.
Infeksi luka paska operasi atau surgical site infection (SSI) dapat terjadi akibat perawatan
luka yang tidak memenuhi syarat aseptik. Transmisi mikroorganisme mudah terjadi saat
prosedur ganti balut luka operasi di ruangan berlangsung. Cuci tangan, memakai sarung
tangan dan alat pelindung diri, teknik ganti balut secara aseptik dan peralatan steril
merupakan prosedur perawatan luka paska operasi yang sering diabaikan.
e. Penggunaan antiseptik
Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama pada tindakan bedah,
pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya. Instrumen yang
kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan kembali dapat diproses
dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk
mengendalikan infeksi. Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan
pencegahan dan pengendalian yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan infeksi.
Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat tersebut.
Sterilisasi harus dilakukan untuk alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau
cairan tubuh lainnya dan jaringan4. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap
bertekanan tinggi (autoclafe), pemanasan kering (oven), sterilisasi kimiawi dan fisik.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi perlu dilakukan sebagai tambahan kewaspadaan
standar.Kewaspadaan berdasarkan transmisi meliputi: penanganan linen dan pakaian kotor,
penanganan peralatan makan pasien, dan pencegahan infeksi untuk prosedur yang
menimbulkan aerosol pada pasien suspek atau probabel menderita penyakit menular melalui
udara atau airborne. Selain tindakan diatas isolasi pasien yang akan menjadi sumber infeksi
juga perlu diperhatikan untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
1. Penanganan linen dan pakaian kotor
Penanganan linen dan pakaian kotor menjadi hal yang penting karena linen yang tercemar
oleh mikroorganisme yang sangat patogen, risiko penularannya dapat minimal apabila
linen tersebut ditangani dengan baik sehingga dapat mencegah penularan
mikroorganisme pada pasien, petugas dan lingkunga.
2. Isolasi
Selain itu, pasien dengan penyakit menular melalui udara perlu dirawat di ruang isolasi
untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung. Beberapa persyaratan dalam
pelaksanaan isolasi bagi pasien dengan penyakit menular adalah sebagai berikut: kamar
khusus yang selalu tertutup, cuci tangan dengan sabun atau larutan antiseptik sebelum
dan sesudah masuk kamar, gunakan masker dan sarung tangan serta baju pelindung,
peralatan makan khusus untuk pasien, bahan pemeriksaan laboratorium diletakkan pada
tempat steril tertutup rapat, setelah dipakai alat suntik dimasukkan pada tempat khusus
dan dibuang, alat pemeriksaan lengkap, penanganan instrumen secara tepat, jumlah
pengunjung pasien dibatasi dan kamar dibersihkan setiap hari

Menurut Mangkunegara (2002:170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah :


1. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik pengaturan penerangan.

Menurut Mangkunegara (2013:162) bahwa tujuan dan manfaat dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya seselektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Penutup

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang berpotensi tinggi terhadap terjadinya kecelakaan
kerja. Adanya bahan mudah terbakar, gas medis, radiasi pengion dan bahan kimia membutuhkan
perhatian serius terhadap keselamatan pasien, staf dan umum lainnya. Kasus yang sering terjadi
di antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain. Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit juga
untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi.
Infeksi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan tetapi juga dapat dicegah dengan
melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur dan pedoman yang berlaku. Untuk
meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit perlu diterapkan program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, pendidikan, pelatihan, monitoring dan evaluasi.

Daftar Pustaka

Abdullah, Komariah., Sidin, I. A., Pasinringi, A. S. Hubungan Pengetahuan, Motivasi, dan


Supervisi dengan Kinerja Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Haji Makassar (Relation of
Knowledge, Motivation, and Supervision with Prevention of Nosocomial Infection’s
Performance in Haji Makassar Public Regional Hospital)

Hanifa, D.N., Respati, Titik., Susanti, Yuli. Artikel Penelitian Bandung Meeting on Global
Medicine & Health (BaMGMH). Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Penerapan K3 pada
Perawat. Vol. 1 No. 1 Tahun 2017

Madjid, Tetyana., Wibowo, Adik. Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet Tahun 2017 (Analysis of Infection Prevention and
Control Program’s Implementation in Inpatient Ward at Tebet Hospital, 2017) Jurnal
ARSI/Oktober 2017. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

Mantiri, A. R. Z. Ezra., Pinontoan, R. O., Mandey, Sylvia. Indonesian Journal of Public Health
and Community Medicine Faktor Psikologi dan Perilaku dengan Penerapan Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Volume 1 Nomor 3, Juli 2020 ISSN: 2721-9941

Maria, P.I. Silvia., Wiyono, Joko., Candrawati, Erlisa. Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat
Berdasarkan Tindakan Tidak Aman. Jurnal Care Vol. 3, No. 2, Tahun 2015
Rismayanti, Mike., Hardisman. Gambaran Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Di Rumah Sakit Umum X Kota Y. Jurnal Kesehatan Andalas 2019; 8(1)

Salawati, Liza. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume
15 Nomor 2 Agustus 2015

Salawati, Liza., T. H. Nasyaruddin., Putra, Andi. Analisis Tindakan akan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang ICU RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3
Desember 2014

Salawati, Liza. Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit.
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 1 April 2012

Simamora, R. H. (2017). A strengthening of role of health cadres in BTA-Positive Tuberculosis


(TB) case invention through education with module development and video approaches in
Medan Padang bulan Comunity Health Center, North Sumatera Indonesia. International Journal
of Applied Engineering Research, 12(20), 10026-10035.

Simamora, R. H., & Saragih, E. (2019). Penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat: Perawatan
penderita asam urat dengan media audiovisual. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan
Masyarakat), 6(1), 24-31.

Sinaga, Herlando., Runtuboi. Y. P. Dirk., Zebua, I. L. Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial


Pada Alat Kesehatan dan Udara di Ruang Unit Gawat Darurat RSUD Abepura, Kota Jayapura
JURNAL BIOLOGI PAPUA ISSN: 2086-3314 Volume 6, Nomor 2 Oktober 2014

Suharto., Suminar, Ratna. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Tindakan
Pencegahan Infeksi di Ruang ICU Rumah Sakit (The Relation of Knowledge and Attitude on
Nurses With Infection Controls in The ICU Ward Hospital) Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 1,
No. 1 Juni 2016

Tukatman., Sulistiawati., Purwaningsih., Nursalam. Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Perawat dalam Penanganan Pasien di Rumah Sakit Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka
(Analysis of Nurse’s Occupational Health in Managing Patients in Benyamin Guluh Hospital
Kolaka Regency. Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 343–347

Tombokan, Caroline., Waworuntu, Olivia., Buntuan, Velma. Potensi Penyebaran Infeksi


Nosokomial di Ruangan Instalasi Rawat Inap Khusus Tuberkulosis (IRINA C5) BLU RSUP
Prof.Dr.R.D.Kandou Manodo. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

Yuliandi, D. C., Ahman, Eeng. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Lingkungan Kerja Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang (APPLICATION OF WORK
SAFETY AND HEALTH (K3) IN THE WORK ENVIRONMENT OF ARTIFICIAL
INSEMINATION (BIB) LEMBANG) Manajerial, Vol. 18 No. 2, (2019), Hal – 98
http://ejournal.upi.edu/index.php/manajerial/

Anda mungkin juga menyukai