Anda di halaman 1dari 8

Resiko Penularan Penyakit akibat Kerja Perawat dan Cara Pencegahannya

Tiara Valentina Br Tarigan


tiaravalentina43@gmail.com

Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya orang-orang sehat
(petugas dan pengunjung) dan orang- orang sakit (pasien) sehingga rumah sakit merupakan
tempat kerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit akibat kerja maupun penyakit
akibat kecelakaan kerja. Bekerja di rumah sakit dapat menimbulkan risiko tertular penyakit dari
pasien. Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling besar jumlahnya dan paling lama kontak
dengan pasien, sehingga sangat berisiko dengan pekerjaannya, namun banyak perawat tidak
menyadari terhadap risiko yang mengancam dirinya, melupakan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Risiko ini tidak hanya berpotensi bagi tenaga medis saja, namun juga terhadap tenaga
non medis seperti petugas kebersihan. Saat bekerja risiko yang selalu dihadapi oleh petugas
kebersihan adalah terpapar faktor biologi dan terpapar bahan kimia atau obat pembersih.
pendahuluan Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal penting yang harus diterapkan di
semua tempat kerja, baik pada sektor formal maupun sektor informal. Terlebih bagi tempat kerja
yang memiliki risiko atau bahaya yang tinggi, serta dapat menimbulkan kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja. keselamatan dan kesehatan kerja seharusnya diterapkan pada
semua pihak yang terlibat dalam proses kerja, mulai dari tingkat manager sampai dengan
karyawan biasa.

Kecelakaan adalah kejadian tidak terduga yang disebabkan oleh tindakan tidak aman dan
kondisi tidak aman (Heinrich, 1930). Sebagian besar (85%) kecelakaan disebabkan oleh faktor
manusia dengan tindakan yang tidak aman. Tindakan tidak aman (unsafe action) adalah tindakan
yang dapat membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan yang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti tidak memakai APD,
tidak mengikuti prosedur kerja, tidak mengikuti peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak
hati-hati, dimana dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1 (satu) kali kecelakaan yang
mengakibatkan kehilangan hari kerja. Penyakit akibat kerja (PAK) merupakan salah satu bagian
dari masalah kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor disekitarnya. Kejadian penyakit infeksi di rumah sakit dianggap sebagai suatu
masalah serius karena mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan
secara global. Perilaku tidak aman perawat saat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri
sesuai standar dapat mengakibatkan kecelakaan kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja.

Metode

Metode penulisan yang digunakan ialah Literature review. Dimana dilakukan dengan
teknik pengumpulan data atau informasi dengan melakukan analisis, eksplorasi, kajian bebas
(literatur review) yang relevan yang berfokus dan pendekatan artikel non penelitian dalam
bentuk studi kepustakaan dengan cara menganalisis, kajian dengan mengembangkan dengan
bahasa sendiri dan eksplorasi jurnal atau artikel, maupun ebook yang relevan, yang bertujuan
untuk mendapatkan gambaran secara mendalam dan membahas tentang Resiko Penularan
Penyakit akibat Kerja Perawat dan Cara Pencegahannya. Adapun referensi dari jurnal yang saya
gunakan merupakan jurnal yang diterbitkan pada 8 tahun terakhir ( dengan tahun paling tua
2012). Literatur yang digunakan sejumlah 10 jurnal yang berasal dari jurnal nasional. Hasil
penelitian Resiko Penularan Penyakit akibat Kerja Perawat dan Cara Pencegahannya.

Hasil

Dari perbandingan sesuai jurnal yang saya baca mendapatkan hasil bahwa Perawat adalah
tenaga kesehatan yang paling besar jumlahnya dan paling lama kontak dengan pasien, sehingga
sangat berisiko dengan pekerjaannya, namun banyak perawat tidak menyadari terhadap risiko
yang mengancam dirinya, melupakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Kejadian penyakit
infeksi di rumah sakit dianggap sebagai suatu masalah serius karena mengancam kesehatan dan
kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global, Salah satu tempat kerja yang berisiko
adalah Rumah Sakit, hal ini karena rumah sakit memiliki potensi terjadinya penyakit infeksi
terhadap para karyawan, pasien, bahkan pengunjung. Beberapa contoh penyakit infeksi yang
dapat terjadi di Rumah Sakit adalah TB, Hepatitis B, Hepatitis C, dan bahkan berisiko terinfeksi
HIV/AIDS. Selain penyakit-penyakit infeksi, di rumah sakit juga memiliki risiko atau bahaya
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, seperti kecelakaan (meliputi
kejadian ledakan, kebakaran, kecelakaan yang diakibatkan adanya masalah pada instalasi listrik,
serta faktor-faktor yang dapat menimbulkan cidera lainnya), radiasi, paparan bahan kimia
beracun dan berbahaya, gasgas anastesi, gangguan terkait psikis dan ergonomi. Semua potensi
bahaya tersebut di atas, jelas dapat mengganggu dan menimbulkan rasa kurang aman dan
nyaman bagi pekerja di RS, pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan RS.
(KEPMENKES N0.432 Tahun 2007)

Karyawan rumah sakit terdiri dari tenaga medis dan tenaga non medis. Tenaga medis
yaitu dokter, perawat, dan bidan sedangkan tenaga non medis yaitu petugas laundry, petugas
kebersihan, petugas penyiapan makanan atau gizi, apoteker, Pemeriksa laboratorium, dan
petugas radiologi (Wichaksana, 2002). Dilihat dari jenis pekerjaan yang ada di rumah sakit,
dapat dikatakan tenaga medis merupakan karyawan yang rentan terkena penyakit akibat kerja,
karena mereka selalu melakukan kontak dengan pasien yang sakit setiap hari. Namun tenaga non
medis juga memiliki potensi untuk terkena penyakit akibat kerja, walaupun mereka tidak
melakukan kontak langsung dengan pasien. Berbagai penyakit infeksi menular kepada tenaga
non medis melalui media udara, lantai, dinding, ruang kerja, jarum suntik bekas, dan infus bekas.
Salah satu tenaga non medis yang ada di rumah sakit adalah petugas kebersihan. Petugas
kebersihan adalah karyawan yang bertugas untuk membersihkan lingkungan rumah sakit agar
tetap terjaga kebersihannya, karena bahaya yang ada di rumah sakit seperti penularan penyakit
dapat terjadi jika lingkungan rumah sakit tidak terjaga kebersihannya. Pekerjaan membersihkan
lingkungan rumah sakit, membuat petugas kebersihan menjadi rentan terpapar bahaya yang dapat
mengganggu kesehatannya.

Pembahasan

Kecelakaan kerja pada perawat dianggap sebagai suatu masalah serius karena
mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global (Maria,
2015). Kecelakaan tersebut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi produktivitas kerja
perawat. Produktivitas kerja yang rendah pada akhirnya berdampak terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Kecelakaan kerja di kalangan petugas kesehatan dan
non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai, Kecelakaan kerja pada perawat ini menimbulkan kerugian bagi perawat itu
sendiri maupun pihak rumah sakit. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores, luka bakar dan penyakit infeksi lainnya.

Rumah Sakit merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya orang-orang sehat
(petugas dan pengunjung) dan orang- orang sakit (pasien) sehingga rumah sakit merupakan
tempat kerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit akibat kerja maupun penyakit
akibat kecelakaan kerja. Resiko kontak dengan agen penyakit menular, dengan darah dan cairan
tubuh maupun tertusuk jarum, instrumen tajam yang dapat berperan sebagai tranmisi berbagai
penyakit, seperti hepatitis B, HIV/AIDS, perawat merupakan petugas kesehatan terbanyak
dengan komposisi hampir 60% dari seluruh petugas kesehatan di rumah sakit dan salah satu
profesi yang sering terkena penyakit akibat kerja karena perawat tenaga kesehatan yang 24 jam
berada di samping dan bersentuhan dengan pasien, terlebih perawat bedah yang bekerja di kamar
operasi yang banyak melakukan tindakan dengan memakai instrumen tajam, suasana kerja
dengan tekanan stres yang tinggi, kelelahan yang berpotensi menyebabkan kecelakaan
kerja. Tidak hanya itu Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam membentuk
tindakan perilaku seseorang. Pengetahuan tentang penggunaan APD merupakan salah satu aspek
penting sebagai pemahaman terhadap pentingnya dalam pelaksaan penggunaan APD pada
pekerjanya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014).

Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja perawat di rumah sakit sangat penting, karena
tindakan perawat sekecil apapun dapat menimbulkan risiko terhadap perawat dan pasien.
kepatuhan pelaksanaan standar operasional prosedur penggunaan APD masih rendah disebabkan
karena budaya keselamatan yang belum cipta dalam lingkungan kerja. Budaya keselamatan
dipengaruhi oleh faktor perilaku,faktor lingkungan dan faktor orang. Keberhasilan upaya
pencegahan infeksi yang dilakukan oleh perawat bedah salah satunya penggunaan APD yang
wajib dipakai selama berada di kamar operasi, yang tujuannya tidak hanya untuk perlindungan
petugas itu sendiri dalam melakukan tindakan yang aman tetapi juga untuk keselamatan pasien.
Keberhasilan ini sangat dipengaruhi oleh ketaatan individu pada aturan yang berlaku atau
kepatuhan. Sebelum seseorang mengadopsi prilaku maka ia harus mengerti apa arti dan manfaat
prilaku tersebut bagi dirinya dan orang lain. Apabila perawat telah mengetahui pentingnya
pengendalian infeksi nosokomial maka kepatuhan terhadap SOP dan peraturan yang ada akan
tercipta. Perawat dengan pengetahuan yang baik akan memiliki tindakan K3 yang baik pula
karena dengan tingkat pengetahuan yang baik mengetahui dan memahami dampak negatif dari
infeksi nosokomial sehingga perawat akan meningkatkan kinerjanya dalam pengendalian infeksi
nosokomial. Perawat yang memiliki sikap baik akan memiliki perilaku yang baik pula karena
sikap merupakan itikat dalam diri seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan sebagai bagian
dari aktivitas yang menyenangkan sehingga sanggup berperilaku sesuai dengan pengetahuan
yang didapat. Untuk dapat bekerja secara aman dan nyaman, sangat dibutuhkan prosedur kerja.
Prosedur kerja adalah petunjuk atau langkah-langkah kerja yang telah disusun sedemikian rupa
sebagai panduan bagi tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan. Prosedur kerja disusun dengan
tujuan agar para pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan benar, agar dapat
menghasilkan pekerjaan yang baik pula, serta terhindar dari berbagai bahaya atau risiko yang
dapat terjadi di lingkungan kerja.

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja adalah melakukan
pengendalian terhadap risiko tersebut. Pengendalian yang sudah dilakukan oleh pihak
perusahaan adalah menyediakan alat pelindung diri berupa masker, sarung tangan, dan sepatu
boot. Penggunaan APD memang sering di pilih sebagai pengendalian bahaya untuk mengurangi
atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja ataupun penyakit akibat kerja. Hasil penelitian
tentang pengaruh pemakaian APD terhadap kejadian kecelakaan kerja menunjukkan bahwa
kepatuhan atau selalu menggunakan APD dapat membuat angka kejadian kecelakaan kerja
semakin rendah. (Anggraini, 2011) Selain itu perusahaan juga melakukan pelatihan tentang
housekeeping maupun K3 bagi petugas kebersihan. Upaya pencegahan infeksi yang dilakukan
oleh perawat bedah salah satunya dengan penggunaan APD yang wajib dipakai ketika mereka
bekerja. Pihak rumah sakit telah memberikan himbauan atau pemberitahuan untuk tetap menjaga
kebersihan kesehatan diri saat bekerja, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja.
Tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja sangatlah penting bagi pekerja yang
bekerja di rumah sakit hal ini dapat menurunkan kejadian infeksi atau penularan penyakit.
cuci tangan perawat dengan kejadian infeksi di rumah sakit menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pelaksanaan cuci tangan dengan kejadian infeksi. (Alfred.
2010) Selain itu rumah sakit juga mengadakan pelatihan pada pekerjanya termasuk petugas
kebersihan boleh mengikuti pelatihan yang biasa dilakukan rumah sakit adalah pelatihan APAR
dan tentang bantuan hidup dasar. Pengendalian yang dilakukan untuk mencegah atau
mengendalikan risiko yang ada sebenarnya sudah cukup baik dengan menyediakan alat
pelindung diri, membekali pekerjanya dengan pelatihan, dan memberikan himbauan atau
peringatan untuk selalu menjaga kebersihan dan kesehatan diri. Namun masih terjadinya
kecelakaan kecil seperti tergores kaca atau steinless pada petugas kebersihan dapat diakibatkan
karena kurang berhati-hati dalam bekerja dapat juga terjadi karena jenis alat pelindung yang
kurang pas untuk pekerjaan tersebut.

Penutup

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis pekerjaan selalu
dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari pekerjaan berisiko rendah
hingga berisiko tinggi.5 Disamping itu pemahaman dan penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) masih kurang di perhatikan oleh pekerja formal maupun informal. Pada hal faktor K3
sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi tanggung jawab bersama,
perlu adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan dan pekerja agar terhindar dari
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK). Keselamatan dan Kesehatan
Kerja merupakan upaya perlindungan tenaga kerja dari bahaya, penyakit dan kecelakaan akibat
kerja maupun lingkungan kerja. Penegakan diagnosis spesifik dan sistem pelaporan penyakit
akibat kerja penting dilakukan agar dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Daftar Pustaka

Candrawati, E., Wiyono, J., & Maria, S. (2015). KEJADIAN KECELAKAAN KERJA
PERAWAT BERDASARKAN TINDAKAN TIDAK AMAN. Jurnal Care, 3(2), 9-17.
Hasugian, A R. (2017). Perilaku Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Tenaga Kerja Indonesia di
Kansashi, Zambia: Analisis Kualitatif. Jurnal Media Litbangkes, 27(2), 111-124.

Ikhwan, K., Azzahri, M, L. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG


PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN KEPATUHAN
PENGGUNAAN APD PADA PERAWAT DI PUSKESMAS KUOK, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 3(1), 50-57.

Khairunnisak, P. (2017). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN


APD PERAWAT RS ISLAM IBNU SINA BUKITTINGGI. Jurnal Human Care, 2(2).

Marline, L., Helmi, N. Z., & Sudarmo. (2016). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERILAKU TERHADAP KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA. Jurnal Berkala Kesehatan, 1(2). 88-
95

Nadia, H., Yuantari, C. (2018). Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Petugas
Kebersihan di Rumah Sakit. Faletehan Health Journal, 5(3), 107-116.

Nursalam., Purwaningsih., Sulistiawati., & Tukatman. (2015). ANALISIS KESELAMATAN


DAN KESEHATAN KERJA PERAWAT DALAM PENANGANAN PASIEN DI RUMAH
SAKIT BENYAMIN GULUH KABUPATEN KOLAKA. Jurnal Ners, 10(2), 343–347.

Putra, A., Taufik, H.N., & Salawati, L. (2014). ANALISIS TINDAKAN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA PERAWAT DALAM PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RUANG ICU RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH. JURNAL
KEDOKTERAN SYIAH KUALA, 14(3), 128-134.

Salawati, L. (2015). PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN PENCEGAHAN. JURNAL


KEDOKTERAN SYIAH KUALA, 15(2), 91-95.

Silaban, G., Nurul, A, Setiawan. (2015). HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN,


PROSEDUR KERJA DAN KONDISI FISIK DENGAN TERJADINYA KECELAKAAN
KERJA PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKITPERMATA BUNDA
MEDAN TAHUN 2017. Jurnal JUMANTIK, 3(2).
Simamora, R. H. (2017). A strengthening of role of health cadres in BTA-Positive Tuberculosis
(TB) case invention through education with module development and video approaches in
Medan Padang bulan Comunity Health Center, North Sumatera Indonesia. International Journal
of Applied Engineering Research, 12(20), 10026-10035.

Simamora, R. H., & Saragih, E. (2019). Penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat: Perawatan
penderita asam urat dengan media audiovisual. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan
Masyarakat), 6(1), 24-31.

Anda mungkin juga menyukai