Anda di halaman 1dari 7

Upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat dalam tindakan

keperawatan

Sri Raudatul Jannah

Raudatuljannahsri@gmail.com

Latar Belakang
Keselamatan (safety) saat ini menjadi topik utama dalam pembahasan di berbagai
lingkungan pekerjaan tidak terkecuali di pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan
tidak hanya memberikan asuhan keperawatan yang aman bagi pasien tetapi juga harus
memperhatikan faktor keselamatan perawat dalam bekerja. Peluang dan tantangan yang
menghadang harus diterobos (breaktrough) dengan peningkatan mutu dan profesionalisme
tenaga kesehatan yang hanya dapat dicapai bila tenaga kesehatan melakukan pelayanannya
sesuai dengan Standar Profesinya.
Rumah sakit sebagai industri jasa merupakan sebuah industri yang mempunyai
beragam persoalan tenaga kerja yang rumit dengan berbagai risiko terkena penyakit akibat
kerja bahkan kecelakan akibat kerja sesuai jenis pekerjaannya, sehingga berkewajiban
menerapkan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (Toding, 2016). Rumah
sakit memiliki potensi bahaya yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor
biologi, kimia, ergonomi, fisik, dan psikososial yang dapat mengakibatkan penyakit dan
kecelakaan akibat kerja (Sucipto, 2014 dalam Porajow, 2017).
Setiap tenaga kerja yang bertugas di pelayanan kesehatan termasuk perawat berhak
atas perlindungan dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya. Perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan memiliki hak untuk bekerja dengan aman sehingga dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien (American Nurses Association,
2007).
Kejadian penyakit infeksi di rumah sakit dianggap sebagai suatu masalah serius
karena mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global
(Luo, et all, 2010). Pekerjaan perawat berisiko terhadap kecelakaan yang mengakibatkan
keterpaparan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan kerja. Hal yang dapat dialami
perawat saat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri sesuai standar dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja. Cedera akibat
tusukan jarum pada perawat merupakan masalah yang signifikan dalam institusi pelayanan
kesehatan dewasa ini. Ketika perawat tanpa sengaja menusuk dirinya sendiri dengan jarum
suntik yang sebelumnya masuk ke dalam jaringan tubuh pasien, perawat beresiko terjangkit
sekurang-kurangnya 20 patogen potensial.

Keyword : Pencegahan, penyakit akibat kerja, perawat

Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan
instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Serta dengan menggunakan analisa dari berbagai referensi
seperti buku atau jurnal dan berfokus pada metode pembelajaran mengenai peran perawat
tentang insiden yang terjadi dalam keselamatan paisen di rumah sakit. Referensi adalah
sesuatu yang dipakai dalam pemerian informasi untuk memperkuat pernyataan dengan tegas,
atau sering disebut juga dengan “rujukan”. Sumber materi referensi ialah tempat materi itu
ditemukan.

Dalam pengambilan data yang dilakukan secara menganalisa data dari beberapa jurnal
yang ada serta mendapatkan referensi gabungan yang di tuangkan dalam jurnal ini. Sumber
yang digunkan adalah sumber yang terbit dari mulai tahun 2012 hingga sekarang.

Hasil
Berikut adalah penerapan kosep dari lima tingkatan pencegahan penyakit (five level
of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni :
a. Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik,
pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,
lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual,
konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
b. Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene perorangan,
sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan
menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker,
penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan
sebagainya.
c. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa dan
mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna
dan pendidikan kesehatan.
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan
kemali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba
menempatkan keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.

Pembahasan
Rumah sakit mempunyai banyak potensi bahaya yang dapat mengancam jiwa dan
kehidupan khususnya untuk karyawan di rumah sakit, para pasien dan para pengunjung yang
ada di lingkungan rumah sakit (Kemenkes, 2007). Rumah sakit merupakan salah satu tempat
kerja yang memiliki tenaga kerja yang banyak dengan tingkat resiko yang tinggi terkena
penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja.
Kejadian penyakit infeksi di rumah sakit dianggap sebagai suatu masalah serius
karena mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global
(Luo, et all, 2010).
Menurut pedoman Manjamen Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 ) di rumah
sakit, Depkes ( 2006 ), dalam undang – undang No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan
disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan minimal 10 orang. Jika memperhatikan
isi dari pasal tersebut, maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk kedalam kriteria tempat
kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnyalah pihak pengelola rumah sakit
menerapkan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 ) di Rumah Sakit.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan aktivitas kerja
manusia baik pada industri manufaktur, yang melibatkan mesin, peralatan, penanganan
material, pesawat uap, bejana bertekanan, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan, maupun
industri jasa, yang melibatkan peralatan berteknologi canggih, seperti lift, eskalator, peralatan
pembersih gedung, sarana transportasi, dan lain-lain.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kepada
tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja terhadap bahaya dari akibat
kecelakaan kerja.
Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Mangkunegara (2002):
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja baik secara
fisik, sosial dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik – baiknya dan seektif
mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipeliharan keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

Tindakan tidak aman (unsafe action) adalah tindakan yang dapat membahayakan
pekerja itu sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan yang
dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti tidak memakai APD, tidak mengikuti prosedur
kerja, tidak mengikuti peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak hati-hati.
Kecelakaan kerja tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
Penyebab tersebut harus diketahui sehingga dapat memperbaiki tindakan dan pencegahan
agar kecelakaan kerja tidak berulang kembali. Heinrich (1930) dalam Ramli (2009) dengan
teori dominonya menggolongkan faktor penyebab kecelakaan yaitu tindakan tidak aman dari
manusia (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu kondisi di lingkungan
kerja baik alat, material atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan seperti lantai
yang licin dan penerangan yang kurang baik.
Kejadian yang tidak diharapkan atau kejadian nyaris cedera bukan hanya saja
kesalahan dari faktor manusianya/kelalaian petugas pemberi pelayanan namun terdapat faktor
lain yang memberikan kontribusi sehingga terjadi kejadian yang merugikan pasien, seperti
yang di kemukakan oleh Reason.
Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja perawat di rumah sakit sangat penting,
karena tindakan perawat sekecil apapun dapat menimbulkan risiko terhadap perawat dan
pasien. Banyak penelitian yang menunjukan rendahnya kepatuhan terhadap penggunaan
APD. Data hasil penelitian Aarabi et.al (2008)
Pelayanan keperawatan tidak hanya memberikan asuhan keperawatan yang aman bagi
pasien tetapi juga harus memperhatikan faktor keselamatan perawat dalam bekerja. Pekerjaan
perawat berisiko terhadap kecelakaan yang mengakibatkan keterpaparan penyakit yang dapat
mengganggu kesehatan kerja. Pulungsih et al, (2003) menunjukkan tempat perawat
memperoleh paparan penyakit adalah kamar operasi (46%), kamar bersalin (37%), ruang
rawat inap (11%), ruang nifas (3%), lain-lain (3%). Kemungkinan perawat terinfeksi setelah
terpajan dengan pathogen sangat bervariasi, diperkirakan dengan rentang dari 30% untuk
hepatitis B (personel layanan kesehatan yang tidak kebal), 1,8% untuk hepatitis C, hingga
0,3% untuk HIV. Profesi sebagai karyawan penunjang medis (di laboratorium, farmasi dan
instalasi gizi) memiliki kemungkinan yang besar untuk berkontak secara langsung ataupun
tidak langsung dengan mikroorganisme penyebab penyakit pada pasien.
Perawat saat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri sesuai standar dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja. Cedera akibat
tusukan jarum pada perawat merupakan masalah yang signifikan dalam institusi pelayanan
kesehatan dewasa ini. Ketika perawat tanpa sengaja menusuk dirinya sendiri dengan jarum
suntik yang sebelumnya masuk ke dalam jaringan tubuh pasien, perawat beresiko terjangkit.
Strategi pencegahan dan kontrol infeksi yang diterapkan oleh perawat dan karyawan
penunjang medis adalah dengan lebih menekankan Alat Pelindung Diri (APD) yang dipakai
saat bekerja yang sesuai dengan indikasi alat pelindung diri apa yang sebaiknya mereka
gunakan saat bekerja. APD adalah pakaian atau peralatan khusus yang dipakai oleh pekerja
medis untuk melindungi diri dari agen infeksius. APD ini digunakan/dipakai memiliki dua
fungsi, yaitu untuk kepentingan penderita dan sekaligus untuk kepentingan petugas medis itu
sendiri. APD bertujuan untuk melindungi dari kontak dengan darah, semua jenis cairan
tubuh, sekret dan selaput lendir. Selain melindungi, APD juga mengurangi penyebaran
infeksi dari pasien.
Upaya untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan menghilangkan risiko atau
mengendalikan sumber bahaya dan usaha yang terakhir adalah mengunakan alat pelindung
diri (APD). Menurut ILO (1989), hierarki pengendalian bahaya terdapat 5 (lima)
pengendalian bahaya yaitu eliminasi, substitusi, engineering, administrasi dan alat pelindung
diri (APD). Pencegahan tersebut lebih diarahkan pada lingkungan kerja, peralatan, dan
terutama adalah pekerja.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah penyakit akibat kerja
(PAK) adalah sebagai berikut:
1. Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya menggantikan
bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
2. Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
3. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut.
4. Menyediakan, memakai dan merawat APD

Penutup
Kejadian yang sering terjadinya kecelakaan akibat kerja bagi seorang perawata adalah
rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang memiliki tenaga kerja
yang banyak dengan tingkat resiko yang tinggi terkena penyakit akibat kerja ataupun
kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan aktivitas kerja dan
keselamat kerja bagi seorang perawat sangat lah penting untuk menjaga dari terjadinya
kecelakaan saat bekerja. Upaya yang dapat dilakukan dalam menengani kejadian tersebut
adalah memastikan lingkungan yang aman serta perlengkapan APD yang sesuai dengan hal
yang akan di hadapi dari suaru penyakit yang berbahaya.

Daftar Pustaka
1. Apriluana, G., Laily, K., & Ratna, S. (2016). Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin,
Lama Kerja, Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dengan Perilaku Penggunaan APD Pada Tenaga Kesehatan. Jurnal Publikasi
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(3), 82-87.
2. Hasibuan, R. (2017). Pengaruh Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Pelatihan Dan
Kerja Tim Terhadap Kinerja Tenaga Medis di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam.
Jurnal Dimensi, 6(2), 323-340.
3. Ivana, A., Baju, W., & Siswi, J. (2014). Analisa Komitmen Manajemen Rumah Sakit
(Rs) Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Rs Prima Medika
Pemalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 2(1), 35-41.
4. Maringka, F., Paul, A. T. K., & Maureen, I. P. (2019). Analisis Pelaksanaan Program
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3rs) di Rumah Sakit Tingkat Ii
Robert Wolter Mongisidi Kota Manado. Jurnal Kesmas, 8(5), 1-10.
5. Mulyati, L., Dedy, R., & Yana, H. (2016). Fakor Determinan yang Memengaruhi
Budaya Keselamatan Pasien di Rs Pemerintah Kabupaten Kuningan. Jurnal
Keperawatan Padjajaran, 4(2), 179-190.
6. Putri, Z. M., & Hanny, H., & Efy, A. (2016). Karakteristik Perawat dan Perilaku
Keselamatan Kerja Perawat di RSUD Depok. Ners Jurnal Keperawatan, 12(1), 67-75.
7. Salawati, L. (2015). Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 15(2), 92-95.
8. Silvia, M. P. I., Joko, W., & Erlisa, C. (2015). Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat
Berdasarkan Tindakan Tidak Aman. Jurnal Care, 3(2), 9-17.
9. Simamora, R. H. (2020). Pelatihan Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan Efikasi
Diri Perawat Dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Masyarakat: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(1), 49-54.
10. Simamora, R. H. (2011). Role Conflict Of Nurse Relationship With Performance In
The Emergency Unit Of Hospitals Rsd Dr. Soebandi Jember. The Malaysian Journal
Of Nursing, 3(2), 23-32.
11. Sudarmo, Zairin, N. H., & Lenie, M. (2016). Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Terhadap Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Untuk Pencegahan
Penyakit Akibat Kerja. Jurnal Berkala Kesehatan, 1(2), 88-95.
12. Tamboto, C. D., Grace, D. K., & Paul, A. T. K. (2017). Analisis Penerapan Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit Gmim Kalooran Amurang Kabupaten
Minahasa Selatan. Kesmas, 6(4), 1-9.

Anda mungkin juga menyukai