Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Nama : Dhiyaan Annisah M. N. Abduh (J012221001)

Dosen Pembimbing : Dr. drg. Fuad Akbar. M.Kes, P.hD

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Keselamatan
dan Kesehatan Kerja” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Manajemen dan Kebijakan
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Makassar, April 2023

Penulis

Dhiyaan Annisah M. N. Abduh


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………..…………………………………………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II ISI
2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.2 Ketetapan tentang Aturan K3

2.3 Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2.4 Sistem Manajemen K3

2.5 Konsep K3 di Klinik Dokter Gigi

BAB III KESIMPULAN……………………………………………..…………………


DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………………….
BAB I
PENDAHULUAN
Globalisasi perdagangan saat ini memberikan dampak persaingan sangat ketat dalam
segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan adanya
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk meningkatkan efektifitas
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi melalui
SMK3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan atau serikat pekerja serikat
buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif. Penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja melalui SMK3 telah berkembang di berbagai negara baik melalui
pedoman maupun standar.1
Penerapan SMK3 bersifat normatif sehingga harus ditaati oleh perusahaan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia industri berlomba-
lomba melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas dengan menggunakan alat-alat
produksi yang semakin kompleks. Makin kompleksnya peralatan yang digunakan, makin
besar pula potensi bahaya yang mungkin terjadi dan makin besar pula kecelakaan kerja yang
ditimbulkan apabila tidak dilakukan penanganan dan pengendalian sebaik mungkin. Hal ini
menunjukkan bahwa masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari
kegiatan dalam industri secara keseluruhan, maka pola-pola yang harus dikembangkan di
dalam penanganan K3 dan pengendalian potensi bahaya harus mengikuti pendekatan sistem
yaitu dengan menerapkan sistem manajemen K3.1
Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan ilmu untuk pengendalian bahaya
serta risiko untuk dapat meminimalkan terjadinya accident dan injury, serta upaya
pencegahan terhadap tenaga kerja yang mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan maupun dari lingkungan kerja dari tenaga kerja tersebut. Kesehatan
kerja atau yang biasa disebut dengan occupational health memiliki tujuan untuk membuat
tenaga kerja selalu sehat, selamat, dapat bekerja secara produktif, sejahtera, memiliki daya
saing yang tinggi, sehingga tenaga kerja tidak ada yang sakit ataupun dalam kondisi yang
tidak sehat dan menjadikan tenaga kerja tersebut dapat bekerja secara produktif, serta tidak
terjadi kecelakaan kerja yang dapat mengganggu kegiatan produksi dalam pekerjaan.2,3
UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang kesehatan, pasal 23 menyebutkan bahwa semua
tempat kerja yang mudah terjangkit penyakit, tempat kerja yang memiliki risiko bahaya
kesehatan, dan tempat kerja yang memiliki karyawan paling sedikit 10 orang, wajib
menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Rumah sakit, balai kesehatan,
klinik perusahaan, puskesmas, laboratorium merupakan tempat kerja yang termasuk dalam
kategori yang disebutkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 tersebut, dikarenakan dalam
tempat tersebut terdapat bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja yang bekerja
di tempat tersebut, tetapi bukan hanya tenaga kerja yang bekerja di tempat tersebut saja yang
1
Setyawan FE, Setijanto Vs, Zahara R. Modul Pelatihan Hiperkes & Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan. Malang;
Continuing Development Medical Education. 2020. P. 13-25
2. Suryani, A. I., Ikhwansyah I., Eka L. M., 2013. Pengaruh Potensi Bahaya terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di Unit Produksi
Industri Migas PT. X Aceh. Jurnal Precure, [e-Journal] 1: pp. 34-42
3. Kurniawidjaja, L. M., 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas Indonesia Press
dapat terancam kesehatannya namun pasien dan pengunjung tempat tersebut juga dapat
terkena dari ancaman bahaya kesehatan.42
Rumah sakit juga tidak hanya memiliki potensi bahaya seperti penyakit infeksi tetapi
memiliki potensi bahaya yang lain seperti penerapan ergonomi yang kurang tepat, kebakaran,
kecelakaan yang bersumber dari instalasi listrik, radiasi, gas anestesi, serta bahan kimia
berbahaya. Data yang diperoleh dari The National Safety Countil (NSC) tahun 2004
melaporkan bahwa sebanyak 41% petugas medis mengalami kecelakaan dan terkena penyakit
sehingga menyebabkan petugas medis tersebut tidak masuk bekerja, dan jika dibanding
dengan industri lain jumlah pada petugas medis lebih besar. Kecelakaan akibat kerja (KAK)
yang sering terjadi pada petugas medis yakni tertusuk jarum suntik atau biasa disebut dengan
needle stick injuries.4,5
Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009, sebanyak 2 juta tenaga kerja terkena
virus hepatitis B, sebanyak 0,9 juta tenaga kerja terkena virus hepatitis C, sebanyak 170.000
tenaga kerja terkena virus HIV/AIDS, dan sebanyak 8-12% tenaga kerja di rumah sakit
sensitif terhadap bahan yang biasa digunakan pada sarung tangan yakni bahan lateks.
Menurut Depkes RI 2005, 40,5% pekerja di Indonesia mempunyai keluhan gangguan
kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaannya dan diantaranya adalah gangguan
musculoskeletal sebanyak 16%. Literatur menunjukkan tingginya prevalensi gangguan
muskuloskeletal pada dokter gigi. Dokter gigi diasumsikan memiliki gerakan yang statik saat
bekerja dan membutuhkan lebih dari 50% otot tubuhnya untuk berkontraksi, sehingga
prevalensi gangguan musculoskeletal pada dokter gigi berkisar antara 63–93%.6
Dokter gigi merupakan salah satu profesi yang berisiko mengalami sejumlah bahaya
akibat pekerjaan. Bahaya tersebut antara lain pajanan terhadap agen penyebab infeksi
(termasuk human immunodeficiency virus dan virus hepatitis), radiasi, kebisingan, gangguan
muskulo-skeletal, masalah psikologis, dermatitis, gangguan pernapasan, dan percikan bahan
gigi pada mata. Penelitian yang dilakukan oleh Baig tahun 2016 terhadap 130 dokter gigi
yang terlibat dalam praktik klinis menunjukkan 122 (93,8%) memiliki risiko kerja selama
praktik. Cervical back pain diamati pada 81,96% dokter gigi diikuti oleh nyeri sendi
lutut/siku 53,27%, infeksi mata 44,615%, gangguan pendengaran 40,98%, stres psikologis
41,80%, dan alergi bahan 12,29%.3 Masalah kesehatan akibat pekerjaan juga ditemukan pada
dokter gigi di Kroasia yaitu lebih dari 78,18% dokter gigi yang disurvei mengalami nyeri
punggung bagian atas, 76,97% menderita nyeri punggung bawah, 29,29% mengalami
masalah kulit, 46,87% gangguan penglihatan, 19,03% masalah pendengaran, dan 15,76%
dokter gigi mengalami gangguan neurologik. 4 Penelitian yang dilakukan oleh Al Rawi et al5
tahun 2019 juga menunjukkan 20 praktisi gigi (22,2% dari sampel penelitian) menderita
gangguan pendengaran.7

BAB II

2
Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
5. Lusianawaty, D., Sulistiyowati, T., 2009. Hubungan Lama dan Posisi Kerja dengan Keluhan Otot Rangka Leher
dan Ekstremitas Atas pada Pekerja Garmen Perempuan di Jakarta Utara. Buletin Penelitian Kesehatan, [e-Journal]
37(1): pp. 12-22.
6. Rabiei, M., Maryam, S., Habibolah, D-S., Mohamad, T., 2012. Musculoskeletal Disorders in Dentist. International
Journal Occupational Hygiene, [e-Journal] 4(1): pp. 36-40
7. Juliatri. Pengendalian Bahaya Fisik pada Pekerjaan Dokter Gigi. e-GiGi. 2020;8(1):34-43
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Definis dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah satu upaya
perlindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya.
Hal tersebut bertujuan agar tenaga dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat, serta semua sumber produkesi dapat digunakan
secara aman dan efisien.8
Keselamatan dan Kesehatan kerja harus ditanmakan pada diri sendiri individu
pekerja, dengan adanya pelatihan dan pembinaan yang baik agar menyadari
pentingnya keselamatan kerja bagi dirinya maupun untuk perusahaan. Apabila banyak
terjadi kecelakaan, pegawai banyak yang menderita, absensi meningkat, produktivitas
menurun, dan biaya pengobatan semakin besar. Sehingga, akan menimbulkan
kerugian bagi pegawai maupun perusahaan tersebut.93
Tujuan pengadaan K3 untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan
bebas dari pencemaran lingkungan dengan memelihara dan melindungi Kesehatan,
keamanan dan keselamata tenaga kerja sehingga dapat mencegah atau mengurangi
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, daan pada akhirnya dapat
meningkatkan system efisiensi dan produktivitas kerja.10
2. Ketetapan tentang Aturan K3
Pengaturan Keselamatan kerja sudah disebutkan dalam Undang-Undang N0.1
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dalam pasal 3 ayat 1 dan pasal 9 ayat 3.
Undang-Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pemimpin
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Tujuan K3 juga
bagaimana yang berhubungan dengan sumberdaya seperti mesin, peralatan, area
tempat kerja, dan lingkungan tempat kerja agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan
dan sakit akibat kerja, serta memberikan perlindungan pada sumber-sumber produksi
sehingga dapat meningkatkan aman, nyaman, efisiensi dan produktivitas.10
Menurut peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk11,124:
3
Putra RI, Sri H. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap jumlah penyakit kerja dan jumlah
kecelakaan kerja karyawan PT Hanei Indonesia. Jurnal Visionida. 2017; 3(1); 42-53
9. Nugraha H, Linda Y. Analisis Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Upaya
Menininalkan Kecelakaan Kerja pada Pegawai PT Kereta Api Indonesia Persero. Coopetittioj. 2019; 10(2): 93-102
10. Ramadhan am, Sukanta, Fitriani R. Analisis Kesehatan dan Kesehatan Kerja Menggunakan Failure Effect Analysis
di Perusahaan. Jurnal Sistem Teknik Industri 2021: 23(1); 46-58
4
Yuliandi CD, Eeng A. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja Balai Inseminasi Buatan
Lembang. Jurnal Sistem Manajerial. 2019; 18(2): 98-109,
12. Candrianto. (2020). Pengenalan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (I). Literasi Nusantara
a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b) Mencegah mengurangi dan memadamkan kebakaran
c) Mencegah dan mengurangu bahaya ledakan
d) Memberi kesempatan datau jalan menyelamatkan diri pada waktu kecelakaan atau
keadaan berbahaya
e) Memberi pertolongan pada kecelakaan’memberi alat-alat perlindungan pada
pekerja
f) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun
penyakit psikis, infeksi, dan penularan
g) Memelihara kebersihan dan ketertiban
h) Memperoleh dan menyempurnakan pengamana para pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya bertambah tinggi

1
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu upaya
perlindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan
bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di
tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta semua sumber
produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Putra dan Sri, 2017).
K3 sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya
mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk)
terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainnya yang
mungkin terjadi. Manajemen sumber daya manusia yang mempuyai tinjauan
wawasan masa depan harus mempunyai program memasukan sistem K3 bagi
pekerja. Pelaksanaan program K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja (Putra dan Sri, 2017).
Keselamatan dan kesehatan kerja harus ditanamkan pada diri masing-
masing individu pekerja, dengan adanya pelatihan dan pembinaan yang baik
agar menyadari pentingnya keselamatan kerja bagi dirinya maupun untuk
perusahaan.Apabila banyak terjadi kecelakaan, pegawai banyak yang
menderita, absensi meningkat, produktivitas menurun dan biaya pengobatan
semakin besar. Sehingga, akan menimbulkan kerugian bagi pegawai maupun
perusahaan tersebut (Nugraha dan Linda, 2019)
Tujuan utama penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang N0.1 Tahun 1970
antara lain13:
13. Widodo, D. S. (2021). Keselamatan & Kesehatan Kerja Manajemen & Implementasi di Tempat Kerja (I).
Jogjakarta: Penebar Media Pustaka.
14. Kasmir, D. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori dan Praktik) (4th ed.). PT Rajagrafindo Persada ;
Depok
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat
kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.
3. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pada dasarnya bahwa keselamatan kerja karyawan sangat bergantung kepada
faktor lain, yang terlibat langsung dengan pekerjaan maupun yang tidak langsung.
Artinya bahwa keefektifan program keselamatan juga dapat mempengaruhi variabel
lainnya. Berikut faktor-faktor yang memengaruhi keselamatan kerja karyawan,
yakni14:

 Kelengkapan peralatan kerja, maksudnya adalah bahwa peralatan keselamatan kerja


yang lengkap sangat diperlukan. Artinya makin lengkap peralatan keselamatan kerja
yang dimiliki, maka keselamatan kerja makin baik.
 Kualitas peralatan kerja, artinya di samping lengkap peralatan kerja yang dimiliki juga
harus diperhatikan kualitas dari perlengkapan keselamatan kerja. Kualitas dari
peralatan keselamatan kerja akan mempengaruhi keselamatan kerja itu sendiri.
 Kedisiplinan karyawan, maksudnya hal berkaitan dengan perilaku karyawannya
dalam menggunakan peralatan keselamatan kerja. Karyawan yang kurang disiplin
dalam menggunakan perlengkapan keselamatan kerja, maka keselamatan kerjanya
makin tak terjamin. Artinya timbul risiko kecelakaan makin besar dan sering terjadi.
 Ketegasan pimpinan, maksudnya dalam hal ini ketegasan pimpinan dalam
menerapkan aturan penggunaan peralatan kesempatan kerja. Makin tidak disiplinnya
pimpinan untuk mengawasi dan menindak anak buahnya yang melanggar ketentuan
digunakannya perlengkapan kerja maka akan berpengaruh terhadap keselamatan kerja
karyawan.
 Pengawasan, artinya setiap karyawan harus diawasi dalam menggunakan peralatan
keselamatan kerja. Jika tidak diawasi banyak karyawan yang melanggar. Hal ini tentu
akan memengaruhi keselamatan kerjanya, terutama bagi mereka yang tidak terawasi
secara baik.
 Umur alat kerja, maksudnya umur dari peralatan kerja juga akan memengaruhi
keselamatan kerja karyawan. Peralatan kerja yang sudah melawati umur ekonomisnya
maka akan membahayakan keselamatan kerja karyawan, demikian pula sebaliknya.

Adapun faktor yang dapat memengaruhi kesehatan kerja, kesehatan kerja


karyawan dapat dipengaruhi berbagai faktor. Berikut ini faktor-faktor yang
memengaruhi kesehatan kerja karyawan yaitu155:

5
Rosento RS, Yulistri R, Handayani EP, Nursanty S. Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan. JURNAL SWABUMI, Vol.9 No.2 September 2021, pp. 155-66
16. Jumanto, & Nasution, A. P. (2017). Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja(K3), Kedisiplinan Dan
Pengawasan Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Bagian Seksi Cutting Crimping Di PT. Sumitomo Wiring
System Batam Indonesia. Jurnal Bening, 4.
o Udara, maksudnya adalah kondisi udara di ruangan tempat bekerja harus membuat
karyawan tenang dan nyaman. Misalnya di dalam ruangan tertutup tentu perlu
diberikan pendingin ruangan yang cukup.
o Cahaya, kualitas cahaya di ruangan juga akan sangat memengaruhi kesehatan
karyawan. Pada ruangan yang terlalu gelap atau cahayanya kurang tentu akan
merusak kesehatan karyawan, terutama kesehatan mata.
o Kebisingan, artinya suara yang ada didalam suatu ruangan atau lokasi bekerja.
Ruangan yang terlalu berisik atau bising tentu akan memengaruhi kualitas
pendengaran.
o Aroma berbau, maksudnya untuk ruangan yang memiliki aroma yang kurang
sedap maka kesehatan akan sangat terganggu. Aroma yang dikeluarkan dari zat-
zat tertentu yang membahayakan, misalnya zat kimia akan memengaruhi
kesehatan karyawan.
o Layout ruangan, tata letak ruangan sangat memengaruhi kesehatan karyawan,
misalnya tata letak kursi, meja serta peralatan lainnya
Menurut Soeharto dalam (Jumanto & Nasution, 2017) variabel-variabel yang
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja lapangan dapat dikelompokkan menjadi16:
 Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu.
 Supervisi, perencanaan dan koordinasi
 Komposisi kelompok kerja
 Kerja lembur
 Ukuran besar proyek
 Kurva pengalaman (learning curve)
 Pekerja langsung versus subkontraktor
 Kepadatan tenaga kerja
Menurut Sedarmayanti dalam (Arilaha et al., 2018) ada enam dimensi serta
indikator utama yang menentukan produktivitas dan mempengaruhi produktivitas
tenaga kerja, adalah17:
a) Sikap kerja, merupakan kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work)
dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
b) Tingkat keterampilan yang merupakan kemampuan melaksanakan
tugas/pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang
tersedia
c) Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi merupakan hubungan
yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga
kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu
dan panitia mengenai kerja unggul.
d) Manajemen produktivitas merupakan manajemen yang efisien mengenai
sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
e) Efisiensi tenaga kerja merupakan perencanaan tenaga kerja dan tambahan
tugas.
f) Kewiraswastaan merupakan suatu hal yang tercermin dalam pengambilan
resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam
berusaha
4. Sistem Manajemen K3
Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan
secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Adapun alasam
disusunnya SMK3 dengan beberapa hal yang menjadi latar belakang, yaitu16:
a) K3 masih belum mendapatkan perhatian yang memadai semua pihak
b) Kecelakaan kerja yang terjadi relatif masih tinggi
c) Pelaksanaan pengawasan K3 masih dominan bersifat parsial dan belum
menyentuh aspek manajemen
d) Relatif rendahnya komitmen pimpinan perusahaan dalam hal K3
e) Kualitas tenaga kerja berkorelasi dengan kesadaran atas K3
f) Tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja yang diterapkan oleh
komunitas perlindungan hak buruh internasional
g) Desakan LSM internasional dalam hal hak tenaga kerja untuk mendapatkan
perlindungan
h) Masalah K3 masih belum menjadi prioritas program
i) Tidak ada yang mengangkat masalah K3 menjadi isu nasional baik secara
politis maupun sosial
j) Masalah kecelakaan kerja masih dilihat dari aspek ekonomi, dan tidak pernah
dilihat dari pendekatan moral
k) Tenaga kerja masih ditempatkan sebagai faktor produksi dalam perusahaan,
belum ditempatkan sebagai mitra usaha
l) Alokasi anggaran perusahaan untuk masalah K3 relatif kecil

Perusahaan dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan


Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat
memperhatikan konvensi atau standar internasional. Penerapan SMK3
dilaksanakan meliputi1 :
1. Penetapan Kebijakan K3;
2. Perencanaan K3;
3. Pelaksanaan rencana K3;
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

5. Konsep K3 di Klinik Dokter Gigi


Jaminan K3 untuk pekerja yang berada di dalam ruang lingkup klinik dokter
gigi bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan perusahaan penyedia jaminan sosial
tenaga kerja. Menurut Reini D. Wirahadikusumah (2007) penanganan masalah ini
didukung oleh adanya No. 3 tahun1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Berdasarkan ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah perlindungan bagi
tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan
6
Setyawan FE, Setijanto Vs, Zahara R. Modul Pelatihan Hiperkes & Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan.
Malang; Continuing Development Medical Education. 2020. P. 13-25
18. Arilaha, M. A., Ruslan, A. K., & Tanti, E. P. (2018). Pengaruh Keselamatan Kerja dan Lingkungan KerjaTerhadap
Produktivitas Karyawan pada Sektor Pembangkitan Maluku PLTD Kayu Merah PT. PLN (PERSERO) Cabang
Ternate. Jurnal Manajemen Sinergi, 5. https://ejournal.unkhair.ac.id/index.ph p/JMS/article/view/1296
yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, tua dan meninggal dunia. Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP
No.14/1993mengenai penyelenggaraan jamsostek di Indonesia.
Khusus mengenai aspek kesehatan kerja diatur melalui Keppres No.22/1993.
Dalam Keppres ini, terdapat 31 jenis penyakit yang diakui untuk mungkin timbul
karena hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita salah satu penyakit ini
berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan
kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (sampai maksimal 3 tahun)187.
Pada umumnya, penyakit-penyakit tersebut adalah sebagai akibat terkena
bahan kimia yang beracun juga termasuk kelainan pendengaran akibat kebisingan
serta kelainan otot, tulang dan persendian. Sementara itu cara-cara untuk
mengendalikan ancaman kesehatan kerja menurut Institute Occupational Safety and
Health antara lain adalah19:
 Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan
berbahya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah
dan ventilasi pergantian udara.
 Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan
keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda
peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan
pelatihan sistem penangganan darurat.
 Pemantauan kesehatan: melakukan pemeriksaan kesehatan.
Hirarki pengendalian bahaya merupakan salah satu upaya pencegahan kecelakaan secara
berjenjang dan secara sistematis yang bisa diterapkan ditempat kerja. Berdasarkan (OHSAS
Project Group, 2008) Point 4.3.1 Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan penentuan kontrol
Dalam skenario ini, organisasi harus menjamin bahwa hasil penilaian dipertimbangkan saat
menetapkan kontrol. Saat merancang pengendalian atau mengevaluasi modifikasi
pengendalian yang ada, hierarki pengurangan risiko berikut harus dipertimbangkan208:

a) Eliminasi;
Hirarki pertama atau teratas dari piramida pengendalian risiko yaitu dengan
melakukan eliminasi/menghilangkan bahaya dengan melalkukan upaya pada saat
desain, tujuan dari dilakukan eliminasi untuk menghilangkan potensi kesalahan
manusia dalam pengoperasian sistem karena kesalahan dalam desainnya Penghapusan
bahaya atau eliminasi adalah teknik yang paling berhasil karena tidak hanya
mengandalkan perilaku pekerja untuk meminimalkan bahaya; namun demikian,
eliminasi bahaya total tidak selalu memungkinkan atau murah. Upaya modifikasi
desain untuk menghilangkan bahaya, seperti memperkenalkan alat pengangkat
mekanis untuk menghilangkan bahaya penanganan manual, dengan alat tersebut
diharapkan dapat mengurangi kejadian cedera pada proses pengangkatan karena
melebihi beban angkat manual yang diperbolehkan untuk tenaga kerja, sehingga dapat
mengurangi insiden cedera dalam proses pengangkatan.
7
Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
20. Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). “Occupational Safety and Health Standards for the
Construction Industry” (29 CFR Part 1926) – U.S. Department of Labor.
8
20. Aprilia C, dkk. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3). Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi. 2022. p.60-2
b) Penggantian;
Metode selanjutnya dengan mengganti atau substirusi yaitu pengendalian yang
bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang
berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan
bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang. Mengganti
bahan yang kurang berbahaya atau mengurangi energi sistem (misalnya menurunkan
gaya, arus listrik, tekanan, suhu, dan lain lain.) Teknik penggantian atau elinimasi
merupakan control berikutnya, yang mencoba mengubah bahan, proses, operasi, atau
peralatan berbahaya menjadi bahan, proses, operasi, atau peralatan yang kurang
berbahaya. Melalui desain atau modifikasi sistem, pengendalian ini mengurangi
bahaya dan meminimalkan risiko. Mengganti bahan yang kurang berbahaya atau
mengurangi konsumsi sistem energi (misalnya menurunkan gaya, arus listrik, tekanan,
suhu, dan lain lain)
c) Pengendalian teknik;
Hirarki kontrol teknik digunakan untuk memisahkan risiko dari karyawan dan
untuk mencegah kesalahan manusia. Kontrol ini diletakkan di dalam mesin atau unit
sistem peralatan. Memasang sistem ventilasi yang berfungsi untuk penyegaran udara
dengan mesukkan udara segar kedalam ruangan atau menarik udara kotor ke luar
ruangan, membuat ruangan menjadi bertekanan positif sehingga udara luar tidak bisa
masuk misalnya untuk ruangan isolasi, pelindung mesin, interlock, penutup suara
untuk mengurasi kebisingan pada sumber suara, dan lain sebagainya.
d) Signage/peringatan dan/atau pengawasan administratif;
Kontrol administratif digunakan untuk melacak personel yang akan melakukan
tugas. Diyakini bahwa dengan menggunakan teknik kerja yang terjadwal, karyawan
akan bekerja sama dan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk menyelesaikan tugas dengan aman. Rambu keselamatan, marka area berbahaya,
rambu photo-luminescent, marka jalur pejalan kaki, sirene/lampu peringatan, alarm,
prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol akses, sistem kerja aman, marka dan
izin kerja, dan sebagainya adalah contoh-contoh dari jenis-jenis control ini; dan
e) Alat pelindung diri (APD).
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri adalah metode pengurangan
bahaya yang paling tidak efektif. APD hanya digunakan oleh karyawan yang akan
bersentuhan langsung dengan risiko bahaya dengan memperhatikan jarak dan lama
kontak. Semakin jauh jarak dari risiko bahaya, semakin rendah risiko yang didapat;
demikian pula, semakin pendek kontak dengan risiko bahaya, semakin rendah risiko
yang diperoleh. Kacamata pengaman, pelindung pendengaran, pelindung wajah,
sabuk pengaman , respirator, dan sarung tangan adalah contoh APD. Saat
menggunakan hierarki, pertimbangkan biaya relatif, keuntungan pengurangan risiko,
dan ketergantungan pilihan yang tersedia merupakan hal yang urgent untuk
diperhatikan.
BAB III
PENUTUP
Kejadian kecelakaan yang terjadi akan bisa ditanggungi dengan baik serta
kemungkinan akan terjadi lagi dalam masa yang akan datang bisa diminimalisir dengana
bearbagai usaha yang bisa dilakukan oleh seoarang tenaga ahli keselamatan kerja, pihak
perusahaan, serta tenaga ahli dengan brbagai metode yang ada yang disesuikan dengan
kondisi dan kemampuan ahli yang dimiliki sehingga keefektifan dari upaya analisa
kecelakaan bisa berjalan dengan baik.
Dengan serangkaian metode analisis yang ada diharapkan ada sumbangsih atau
konstribus yang bisa dilakukan dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja dalam
tempat kerja sehingga harapan pemerintah untuk membuat tempat kerja yang aman, nyaman
bebas dari terjadinya kecelakaan atau zero accident bisa terwujud dengan segera dengan
Indonesia bebas kecelakaan kerja dengan terwujudnya Indonesia Berbidaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyawan FE, Setijanto Vs, Zahara R. Modul Pelatihan Hiperkes & Keselamatan
Kerja Bagi Dokter Perusahaan. Malang; Continuing Development Medical Education.
2020. P. 13-25
2. Suryani, A. I., Ikhwansyah I., Eka L. M., 2013. Pengaruh Potensi Bahaya terhadap
Risiko Kecelakaan Kerja di Unit Produksi Industri Migas PT. X Aceh. Jurnal Precure,
[e-Journal] 1: pp. 34-42
3. Kurniawidjaja, L. M., 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas
Indonesia Press
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pedoman Penyelenggaraan dan
Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
5. Lusianawaty, D., Sulistiyowati, T., 2009. Hubungan Lama dan Posisi Kerja dengan
Keluhan Otot Rangka Leher dan Ekstremitas Atas pada Pekerja Garmen Perempuan
di Jakarta Utara. Buletin Penelitian Kesehatan, [e-Journal] 37(1): pp. 12-22.
6. Rabiei, M., Maryam, S., Habibolah, D-S., Mohamad, T., 2012. Musculoskeletal
Disorders in Dentist. International Journal Occupational Hygiene, [e-Journal] 4(1):
pp. 36-40
7. Juliatri. Pengendalian Bahaya Fisik pada Pekerjaan Dokter Gigi. e-GiGi.
2020;8(1):34-43
8. Putra RI, Sri H. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap jumlah
penyakit kerja dan jumlah kecelakaan kerja karyawan PT Hanei Indonesia. Jurnal
Visionida. 2017; 3(1); 42-53
9. Nugraha H, Linda Y. Analisis Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam Upaya Menininalkan Kecelakaan Kerja pada Pegawai PT Kereta Api
Indonesia Persero. Coopetittioj. 2019; 10(2): 93-102
10. Ramadhan am, Sukanta, Fitriani R. Analisis Kesehatan dan Kesehatan Kerja
Menggunakan Failure Effect Analysis di Perusahaan. Jurnal Sistem Teknik Industri
2021: 23(1); 46-58
11. Yuliandi CD, Eeng A. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan
Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang. Jurnal Sistem Manajerial. 2019; 18(2): 98-
109,
12. Candrianto. (2020). Pengenalan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (I). Literasi
Nusantara
13. Widodo, D. S. (2021). Keselamatan & Kesehatan Kerja Manajemen & Implementasi
di Tempat Kerja (I). Jogjakarta: Penebar Media Pustaka.
14. Kasmir, D. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori dan Praktik) (4th ed.).
PT Rajagrafindo Persada; Depok
15. Rosento RS, Yulistri R, Handayani EP, Nursanty S. Pengaruh Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan. JURNAL
SWABUMI, Vol.9 No.2 September 2021, pp. 155-66
16. Jumanto, & Nasution, A. P. (2017). Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja(K3),
Kedisiplinan Dan Pengawasan Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Bagian Seksi
Cutting Crimping Di PT. Sumitomo Wiring System Batam Indonesia. Jurnal Bening,
4.
17. Arilaha, M. A., Ruslan, A. K., & Tanti, E. P. (2018). Pengaruh Keselamatan Kerja dan
Lingkungan KerjaTerhadap Produktivitas Karyawan pada Sektor Pembangkitan
Maluku PLTD Kayu Merah PT. PLN (PERSERO) Cabang Ternate. Jurnal Manajemen
Sinergi, 5. https://ejournal.unkhair.ac.id/index.ph p/JMS/article/view/1296
18. Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan
Kerja
19. Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). “Occupational Safety
and Health Standards for the Construction Industry” (29 CFR Part 1926) – U.S.
Department of Labor.
20. Aprilia C, dkk. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3). Padang: PT. Global
Eksekutif Teknologi. 2022. p.60-2

Anda mungkin juga menyukai