Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN STUDY LAPANGAN

KESELAMATAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT


(K3RS) RS. UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata kuliah K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) yang dibina oleh
Dr. Yati Sri Hayati, S.Kp.M.Kes

Oleh
Atma Taufika Dewi
NIM. 185070200111017

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kemudahan bagi kami untuk menyusun laporan study lapangan ini
sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik dan
mengumpulkannya tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Segenap penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan di dalamnya. Untuk
itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini bisa
menjadi lebih baik dan bisa memberikan manfaat bagi banyak pihak. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada banyak pihak terutama dosen
pengampu mata kuliah K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) yang dibina
oleh Dr. Yati Sri Hayati, S.Kp.M.Kes.

Malang, 07 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................
ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................
iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................


1

1.2 Tujuan...............................................................................................................
2

1.3 Manfaat.............................................................................................................
3

BAB II ISI.................................................................................................................
4

2.1 Analisis Situasi..................................................................................................


4

2.2 Analisis Hazard.................................................................................................


5

2.3 Risiko Masalah Kesehatan...............................................................................


5

2.4 Sistem Manajemen Risiko ...............................................................................


6

BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................................


8

iii
BAB IV PENUTUP..................................................................................................
15

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................
15

3.2 Saran ...............................................................................................................


16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
iv

LAMPIRAN..............................................................................................................
v

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya


perlindungan kepada tenaga kerja dan orang lain yang memasuki
tempat kerja terhadap bahaya dari akibat kecelakaan kerja (Tarwaka,
2008). Tujuan K3 adalah mencegah, megurangi, bahkan menihilkan
risiko penyakit dan kecelakaan akibat kerja (KAK) serta meningkatkan
derajat kesehatan para perawat sehingga produktivitas kerja
meningkat. Keselamatan dan kesehatan juga merupakan sesuatu
yang sangat berharga dalam kehidupan setiap manusia sehingga
menjadi salah satu aspek yang harus dikedepankan dalam segala hal.
Bukan hanya karena keselamatan dan kesehatan yang mahal
harganya, akan tetapi juga karena kedua hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap kualitas output atau hasil dari aktivitas yang
dilakukan. Oleh sebab itu, keselamatan dan kesehatan terutama saat
melakukan aktivitas atau pekerjaan yang sering dikenal dengan K3
(Keselamatan Kesehatan Kerja) menjadi komitmen dasar yang harus
diperhatikan baik bagi institusi maupun pekerja selama melakukan
aktivitas pekerjaan.

Rumah sakit terdiri dari berbagai bagian dan sub bagian yang
memiliki peran dan fungsi masing-masing namun tetap saling
berhubungan untuk menunjang kelancaran operasional kerja secara
penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang kompleks keselamatan
kerja merupakan suatu faktor utama yang harus diperhatikan.
Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang akan
memberikan pengaruh terhadap kinerja para pekerja pada lingkungan
tersebut. Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit juga
diidentifikasi sebagai lingkungan dimana terdapat aktivitas yang
berkaitan dengan ergonomi antara lain mengangkat, mendorong,
menarik, menjangkau, membawa benda, dan dalam hal penanganan

1
pasien. Petugas kesehatan, terutama yang bertanggung jawab untuk
perawatan pasien, memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat
menyebabkan gangguan muskuloskeletal dibandingkan berbagai
bidang lainnya. (OSHA, 2013).

Risiko terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja di


rumah sakit sangat besar karena termasuk lingkungan kerja yang
padat pekerja. Dari berbagai penelitian telah menunjukan bahwa
prevalensi gangguan kesehatan yang terjadi di fasilitas kesehatan
lebih tinggi dibandingkan tempat kerja lainnya (Mansyur, 2007). Risiko
bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja,
antara lain berasal dari sarana kegiatan di poliklinik, ruang perawatan,
laboratorium, kamar rontgent, instalasi gizi, laundry, ruang medical
record, bagian rumah tangga (housekeeping), farmasi, sterilisasi alat-
alat kedokteran, pesawat uap atau bejana dengan tekanan, instalasi
peralatan listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah, sampah
medis, dan sebagainya (Wicaksana, 2002). Oleh sebab itu,
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang baik sangat
diperlukan untuk mewujudkan pelayanan yang baik terutama di
lingkungan kerja rumah sakit.

1.2 Tujuan

Pembelajaran ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengerti


dan memahami mengenai K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) di
layanan kesehatan dalam hal ini adalah rumah sakit, selain itu adalah
mahasiswa juga diharapkan mampu mengobservasi secara langsung
hazard yang ada di lapangan (rumah sakit) serta menganalisis dengan
critical thinking sistem manajemen risiko yang tepat untuk menangani
hazard yang ada di lingkungan rumah sakit tersebut.

2
1.3 Manfaat

1. Mahasiswa lebih memahami mengenai teori mengenai Keselamatan


Kesehatan Kerja di lapangan yaitu di lingkungan rumah sakit.

2. Mahasiswa bisa mengobservasi dan menganalisis secara langsung


hazard yang ada di lapangan yaitu di lingkungan rumah sakit.

3. Mahasiswa dapat menentukan sistem manajemen risiko yang tepat


untuk menangani hazard yang telah diobservasi serta dianalisis.

3
BAB II

ISI

2.1 Analisis Situasi

Lokasi : TPS Limbah Medis B3 Rumah Sakit Universitas Brawijaya

Koordinat : 7° 56’ 26. 9124” LS & 112° 37’ 14. 8044’’ BT

TPS limbah medis B3 RSUB ini berlokasi di sebelah timur gedung


utama RSUB. TPS terletak sudah cukup strategis, letaknya cukup jauh
dari gedung utama rumah sakit namun dekat dengan tempat parkir
pengunjung. Akses untuk menuju TPS ini jika dari dalam rumah sakit
cukup mudah karena jarak yang tidak terlalu jauh dan terbuat dari
batako sehingga mempermudah tenaga rumah sakit yang akan
membuang limbah medis B3 ke TPS.

Di dalam ruang penyimpanan limbah sementara tersebut terdapat


beberapa kantong plastik limbah medis B3 berupa limbah padat yang
sudah disimpan selama kurang lebih satu bulan terakhir. Suhu di
ruangan atau di lingkungan sekitar lokasi diatas 0°C karena tidak
terdapat pendingin ruangan sehingga limbah hanya dapat disimpan
maksimal selama 90 hari atau 3 bulan. Setelah mencapai 3 bulan atau
dalam 3 bulan sekali limbah tersebut akan diangkut oleh truk
pengangkut untuk dibawa ke pihak ketiga TPA limbah medis yang
sudah bekerja sama dengan RSUB yaitu di Sidoarjo, Jawa Timur.

Disekitar ruangan TPS sudah terdapat rambu peringatan


mengenai hazard disekitar TPS. Rambu yang dipakai sudah
memenuhi ketentuan yaitu mudah dilihat atau tampak oleh siapapun
karena warnanya yang mencolok yaitu background kuning dengan
lambang atau tulisan berwarna hitam. Pemasangan rambu-rambunya
juga cukup strategis sehingga dapat dengan mudah diketahui dan
dibaca. Terdapat rambu mengenai larangan mendekat ke lokasi TPS
limbah medis B3 tersebut serta rambu-rambu yang berupa lambang
infeksius, beracun, dan berbahaya bagi lingkungan. Diluar ruang

4
terdapat rambu larangan merokok untuk mencegah risiko terjadinya
kebakaran. Diluar bagian samping terdapat juga papan yang tertulis
koordinat tempat TPS limbah B3 tersebut.

2.2 Analisis Hazard

Hazard utama di TPS limbah B3 rumah sakit ini adalah biological


hazard yaitu virus dan bakteri yang terdapat pada limbah yang
merupakan alat-alat kesehatan yang sudah terkontaminasi pasien.
Hazard tersebut bisa menyebar melalui udara maupun kontak
langsung dengan limbah.

2.3 Risiko Masalah Kesehatan

Risiko masalah kesehatan bagi seorang pekerja dibagi menjadi 2


yaitu risiko kecelakaan akibat kerja dan risiko penyakit akibat kerja.
Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak terduga sebelumnya,
begitu juga pada suatu pekerjaan. Kecelakaan akibat kerja (KAK)
yang mungkin terjadi di lokasi TPS limbah B3 RSUB ini misalnya
kecelakaan dalam proses pengemasan dan pengangkutan limbah.
Risiko penyakit akibat kerja (PAK) juga bisa saja menjangkit para
pekerja, pengunjung ruma sakit, atau bahkan masyarakat sekitar
mengingat sifat limbah B3 yang infeksius. Selain infeksius limbah B3
juga bersifat toxic atau beracun serta berbahaya bagi lingkungan
sekitar apabila tidak dikelola sesuai dengan prosedur dan ketentuan.

Hazard biological tersebut berisiko menimbulkan masalah


kesehatan berupa penularan virus atau bakteri dari limbah yang
terdapat di TPS limbah B3 tersebut kepada orang-orang disekitar baik
pengunjung rumah sakit maupun petugas yang bekerja di bagian TPS
limbah B3 tersebut. Oleh sebab itu, sistem manajemen risiko yang
baik sangatlah dibutuhkan agar risiko yang mungkin ditimbulkan tidak
terjadi atau dapat dicegah.

5
2.4 Sistem Manajemen Risiko

Sistem manajemen risiko merupakan suatu kesatuan komponen


atau elemen yang bertujuan untuk mengendalikan ataubahkan
mencegah suatu hal yang kemungkinan terjadi. Sistem manajemen
risiko dalam K3 sangatlah penting karena banyak hal tidak terduga
yang mungkin terjadi dalam suatu pekerjaan. Sistem manajemen
dalam K3 disebut dengan hierarchy of hazard control (hierarki
pengendalian bahaya)

Hierarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas


dalam pemilihan dan pelaksanaan pengendalian yang berhubungan
dengan bahaya K3. Ada beberapa kelompok kontrol yang dapat
dibentuk untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya K3, yakni
diantaranya:

1. Eliminasi
2. Substitusi
3. Kontrol Teknik / Perancangan
4. Kontrol Administratif

5. Alat Pelindung Diri

Pada hazard yang dianalisis yaitu hazard di lokasi TPS limbah B3


RSUB, hierarki pengendalian bahaya yang mungkin dilakukan adalah
sebagai berikut :

 Eliminasi

Hazard ini mungkin tidak dapat dihilangkan karena TPS ini


merupakan satu-satunya tempat untuk penyimpanan limbah
B3 dari RSUB, apabila fasilitas ini ditiadakan maka
pengelolaan limbah akan jauh lebih buruk dan risiko yang
mungkin terjadi bisa lebih besar. Apabila limbah B3 ini dibuang
atau disimpan disembarang tempat maka akan menyebabkan

6
bahaya atau hazard yang lebih sulit dicegah, dikendalikan,
dan diatasi.

 Subtitusi

Manajemen risiko teknik subtitusi untuk hazard di lokasi ini


dirasa kurang efektif karena untuk sistem pengelolaan limbah
B3 ini sudah diatur dalam peraturan Menteri kesehatan
sehingga tidak dapat dirubah ataupun diganti.

 Kontrol Teknik / Perancangan

Sama dengan teknik subtitusi, manajemen dengan control


teknik ini kurang efektif karena teknik pengelolaan serta alat
atau mesin yang digunakan dalam pengelolaan limbah B3
juga sudah ditentukan dalam peraturan kementerian
kesehatan.

 Kontrol Administratif

Manajemen dengan kontrol administratif dilokasi ini sudah


cukup baik karena sudah banyak rambu-rambu disekitar
ruangan.

 Alat Pelindung Diri

Menggunakan alat pelindung diri (APD) merupakan teknik


yang efektif terutama bagi para pekerja baik yang terpapar
secara langsung maupun tidak langsung limbah B3.

7
BAB III

PEMBAHASAN

Menurut Departemen Kesehatan, limbah rumah sakit adalah semua


limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk
padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung
mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun,
dan sebagian bersifat radioaktif. Dengan melihat deskripsi tersebut,
limbah yang berasal dari rumah sakit ini dapat dikategorikan sebagai
limbah B3 (limbah bahan berbahaya dan beracun).
Limbah rumah sakit sendiri berupa campuran yang heterogen sifat-
sifatnya. Seluruh jenis limbah ini dapat mengandung limbah
berpotensi infeksi. Kadangkala, limbah residu insinerasi dapat
dikategorikan sebagai limbah berbahaya bila insinerator sebuah
rumah sakit tidak sesuai dengan kriteria, atau tidak dioperasikan
sesuai dengan kriteria.

Untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit


dari pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus
mempunyai fasilitas pengelolaan limbah sendiri yang ditetapkan
KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu:

1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus


melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus
mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang
berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam
pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari
pihak yang berwenang.

2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair — Limbah cair harus


dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik
bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan

8
dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah sendiri.

Limbah dari pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dapat


diklasifikasikan dalam beberapa kategori utama, yaitu limbah umum,
limbah patologis (jaringan tubuh), limbah radioaktif, limbah kimiawi,
limbah berpotensi menular (infectious), benda-benda tajam, limbah
farmasi, limbah sitotoksik, dan kontainer dalam tekanan. Dari sekian
banyak jenis limbah klinis tersebut, maka yang membutuhkan sangat
perhatian khusus adalah limbah yang dapat menyebabkan penyakit
menular (infectious waste) atau limbah biomedis. Limbah ini biasanya
hanya 10 – 15 % dari seluruh volume limbah kegiatan pelayanan
kesehatan. Jenis dari limbah ini secara spesifik adalah:

 Limbah human anatomical: jaringan tubuh manusia, organ,


bagian-bagian tubuh, tetapi tidak termasuk gigi, rambut dan
muka.

 Limbah tubuh hewan: jaringan-jaringan tubuh, organ, bangkai,


darah, bagian terkontaminasi dengan darah, dan sebagainya,
tetapi tidak termasuk gigi, bulu, kuku.

 Limbah laboratorium mikrobiologi: jaringan tubuh, stok hewan


atau mikroorganisme, vaksin, atau bahan atau peralatan
laboratorium yang berkontak dengan bahan- bahan tersebut.

 Limbah darah dan cairan manusia atau bahan/peralatan yang


terkontaminasi dengannya. Tidak termasuk dalam kategori ini
adalah urin dan tinja.

 Limbah-limbah benda tajam seperti jarum suntik, gunting,


pecahan kaca dan sebagainya.

Sasaran pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagaimana


menangani limbah berbahaya, menyingkirkan dan memusnahkannya
seekonomis mungkin, namun higienis dan tidak membahayakan
lingkungan. Untuk limbah yang bersifat umum, penanganannya

9
adalah identik dengan limbah domestik yang lain. Daur ulang sedapat
mungkin diterapkan pada setiap kesempatan. Bahan-bahan tajam
yang tidak terinfeksi harus dibungkus secara baik serta tidak
akan mencelakakan pekerja yang menangani dan dapat dibuang
seperti limbah umum, sedangkan bahan-bahan tajam yang terinfeksi
diperlakukan sebagai limbah berbahaya.

Limbah yang harus dipisahkan dari yang lain adalah limbah


patologis dan infeksius. Limbah infeksius beresiko tinggi perlu
ditangani terlebih dahulu dalam autoclave sebelum
menuju pengolahan selanjutnya atau sebelum disingkirkan di landfill.
Limbah darah yang tidak terinfeksi dapat dimasukkan ke dalam
saluran limbah kota dan dibilas dengan air, sedang yang
terinfeksi harus diperlakukan sebagai limbah berbahaya. Kontainer-
kontainer dibawah tekanan (aerosol dan sebagainya) tidak boleh
dimasukkan ke dalam insinerator.

Limbah yang telah dipisahkan dimasukkan kantong-kantong yang


kuat (dari pengaruh luar ataupun dari limbahnya sendiri) dan tahan air
atau dimasukkan dalam kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong
yang digunakan dibedakan dengan warna yang seragam dan
jelas, dan diisi secukupnya agar dapat ditutup degan mudah dan
rapat. Disamping warna yang seragam, kantong tersebut diberi label
atau simbol yang sesuai. Kontainer harus ditutup dengan baik
sebelum diangkut. Bila digunakan kantong dan terlebih dahulu harus
masuk autoclave, maka kantong-kantong itu harus bisa ditembus oleh
uap sehingga sterilisasi dapat berlangsung sempurna. Limbah
radioaktif juga harus mempunyai tanda-tanda yang standar dan
disimpan untuk menunggu masa aktifnya terlampaui sebelum
dikategorikan limbah biasa atau limbah berbahaya lainnya.

Secara umum jenis pengolahan limbah rumah sakit adalah:

1. Limbah umum; sejenis limbah domestik, bahan pengemas,


makanan binatang non-infectious, limbah dari cuci serta materi

10
lain yang tidak membahayakan pada kesehatan manusia dan
lingkungan. Pengolahan limbah ini tidak diperlukan pengolahan
khusus, dan dapat disatukan dengan limbah domestik. Seluruh
makanan yang telah meninggalkan dapur pada prinsipnya
adalah limbah bila tidak dikonsumsi dan sisa makanan dari
bagian penyakit menular perlu di autoclave terlebih
dahulu sebelum dibuang ke landfill.

2. Limbah patologis; terdiri dari jaringan-jaringan, organ, bagian


tubuh, plasenta, bangkai binatang, darah dan cairan tubuh.
Pengolahan limbah ini dilakukan dengan sterilisasi, insinerasi,
lalu dilanjutkan dengan landfilling. Insinerasi merupakan
metode yang sangat dianjurkan, kantong-kantong yang
digunakan untuk membungkus limbah juga harus diinsinerasi.

3. Limbah radioaktif; dapat berfase padat, cair maupun gas yang


terkontaminasi dengan radionuklisida, dan dihasilkan dari
analisis in-vitro terhadap jaringan tubuh dan cairan,
atau analisis in-vivo terhadap organ tubuh dalam pelacakan
atau lokalisasi tumor, maupun dihasilkan dari prosedur
therapetis. Bahan radioaktif yang digunakan dalam kegiatan
kesehatan/medis ini biasanya tergolong mempunyai daya
radioaktivitas level rendah, yaitu di bawah 1 megabecquerel
(MBq). Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak
mengandung bahaya yang signifikan bila ditangani secara
baik. Penanganan limbah dapat dilakukan di dalam area rumah
sakit itu sendiri, dan umumnya disimpan untuk menunggu
waktu paruhnya telah habis, untuk kemudian
disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa.

4. Limbah kimia; dapat berupa padatan, cairan maupun gas


misalnya berasal dari pekerjaan diagnostik atau penelitian,
pembersihan / pemeliharaan atau prosedur desinfeksi. Bagi
limbah kimia yang tidak berbahaya, penanganannya adalah

11
identik dengan limbah lainnya yang tidak termasuk kategori
berbahaya. Konsep penanganan limbah kimia yang berbahaya
adalah identik dengan penjelasan sebelumnya yang terdapat
dalam diktat ini tentang limbah berbahaya. Beberapa
kemungkinan daur-ulang limbah kimiawi berbahaya misalnya :

 Solven semacam toluene, xylene, acetone dan alkohol


lainnya yang dapat diredistilasi

 Solven organik lainnya yang tidak toksik atau tidak


mengeluarkan produk toksik bila dibakar dapat
digunakan sebagai bahan bakar

 Asam-asam khromik dapat digunakan untuk


membersihkan peralatan gelas di laboratorium, atau
didaur ulang untuk mendapatkan khromnya

 Limbah logam – merkuri dari termometer, manometer


dan sebagainya dikumpulkan untuk didaur-ulang ;
limbah jenis ini dilarang untuk diinsinerasi karena akan
menghasilkan gas toksik

 Larutan-larutan pemerosesan dari radioaktif yang


banyak mengandung silver dapat direklamasi secara
elektrostatis

 Baterai-baterai bekas dikumpulkan sesuai jenisnya untuk


didaur-ulang seperti : merkuri, kadmium, nikel dan
timbal.
Insinerator merupakan sarana yang paling sering
digunakan dalam menangani limbah jenis ini, baik
secara on-site maupun off-site; insinerator tersebut
harus dilengkapi dengan sarana pencegah pencemaran
udara, sedang residunya yang mungkin mengandung
logam-logam berbahaya dibuang ke landfill yang sesuai.
Solven yang tidak diredistilasi harus dipisahkan antara

12
solven yang berhalogen dan nonhalogen; solven
berhalogen membutuhkan penanganan khusus dan
solven non-halogen dapat dibakar pada on-site
insinerator. Limbah cytotoxic dan obat-obatan genotoxic
atau limbah yang terkontaminasi harus dipisahkan,
dikemas dan diberi tanda serta dibakar pada insinerator;
limbah jenis ini tidak di autoclave karena disamping tidak
mengurangi toksiknya juga dapat berbahaya bagi
operator. Beberapa jenis limbah kimia berbahaya juga
dihasilkan dari bagian pelayanan alat-alat kesehatan,
misalnya: disinfektan, oli dari trafo dan kapasitor atau
dari mikroskop yang mengandung PCB dan sebagainya,
sehingga perlu ditangani sesuai jenisnya

5. Limbah berpotensi menularkan penyakit


(infectious); mengandung mikroorganisme patogen yang dilihat
dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan
manusia akan dapat menimbulkan penyakit. Katagori yang
termasuk limbah ini antara lain jaringan dan stok dari agen-
agen infeksi dari kegiatan laboratorium, dari ruang bedah atau
dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular , atau
dari pasien yang diisolasi, atau materi yang berkontak dengan
pasien yang menjalani haemodialisis (tabung, filter, serbet,
gaun, sarung tangan dan sebagainya) atau materi yang
berkontak dengan binatang yang sedang diinokulasi dengan
penyakit menular atau sedang menderita penyakit
menular. Pengolahan limbah ini memerlukan sterilisasi terlebih
dahulu atau langsung ditangani pada
insinerator. Autoclavetidak dibutuhkan bila limbah tersebut telah
diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi.

6. Benda-benda tajam; berupa jarum suntik, syring, gunting,


pisau, kaca pecah, gunting kuku dan sebagainya yang dapat

13
menyebabkan orang tertusuk (luka) dan terjadi infeksi. Benda-
benda ini mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi atau bahan sitotoksik. Limbah ini
harus dikemas dalam kemasan yang dapat melindungi petugas
dari bahaya tertusuk, sebelum dibakar dalam insinerator.

7. Limbah farmasi: berupa produk-produk kefarmasian, obat-


obatan dan bahan kimiawi yang dikembalikan dari ruangan
pasien isolasi, atau telah tertumpah, kadaluwarsa
atau terkontaminasi atau harus dibuang karena sudah tidak
digunakan lagi. Obat-obatan yang tidak digunakan dan masa
kadaluwarsanya masih lama dikembalikan pada apotik,
sedangkan yang tidak terpakai dan sudah mendekati atau
sudah lewat masa kadaluwarsanya ditangani secara khusus
misalnya diinsinerasi atau di landfilling atau dikembalikan ke
pemasok.

8. Kontainer-kontainer di bawah tekanan; berupa tabung yang


mengandung gas dan aerosol yang dapat meledak bila
diinsinerasi atau bila mengalami kerusakan karena kecelakaan
(tertusuk dan sebagainya). Pengolahannya dengan cara
landfilling atau didaur-ulang.

Pengelolaan limbah rumah sakit terutama limbah B3 biasanya tidak


dikelola langsung oleh rumah sakit melainkan rumah sakit
bekerjasama dengan pihak ketiga. Rumah sakit biasanya hanya
menyediakan TPS untuk penyimpanan limbah sementara sebelum
diangkut dan dikelola oleh pihak ketiga. Begitu juga dengan RSUB,
RSUB sudah memiliki fasilitas TPS limbah B3 yang lokasinya sudah
cukup strategis serta sudah memenuhi kententuan penyimpanan
limbah yang berlaku.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setiap kegiatan atau aktivitas pasti mempunyai risiko, begitu juga


dengan setiap aktivitas di rumah sakit. Risiko terbesar yang dihadapi
rumah sakit adalah yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang
diberikannya kepada pasien yang dapat merusak reputasi rumah sakit
dan menimbulkan biaya yang sangat besar jika pasien sampai
mengajukan tuntutan pertanggungjawaban. Keselamatan kesehatan
pekerja juga tak kalah penting dari pasien karena kesehatan pasien
akan berawal dari pekerja, apabila pekerja mengalami masalah dalam
hal keselamatan dan kesehatan kerja maka akan menghambat proses
penyembuhan pasien. Manajemen risiko membantu rumah sakit
dalam mengidentifikasi, menilai dan merespon risiko dengan baik
karena akan memberikan arahan yang baik bagi rumah sakit untuk
memprioritaskan risiko-risiko utama dan mempertimbangkan alternatif-
alternatif yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko tersebut agar
tidak memberikan dampak negatif bagi rumah sakit.

Rumah Sakit Universitas Brawijaya sudah menyediakan fasilitas


TPS limbah B3 sebagai tempat penyimpanan sementara limbah B3
sebelum diangkut oleh pihak ketiga. Walaupun sudah disetting sesuai
ketentuan baik itu peraturan Menteri maupun undang-undang yang
berkaitan dengan penyimpanan atau pengelolaan limbah B3 akan
tetapi lokasi ini tentunya masih memiliki hazard yang berdampak baik
kepada pasien, pengunjung rumah sakit, pekerja, maupun warga
disekitar rumah sakit. Oleh karena itu, sistem manajemen hazard yang
baik akan membantu agar hazard ini tidak sampai berdampak kepada
siapapun.

15
4.2 Saran

Mahasiswa diberikan alokasi waktu yang lebih lama saat


melakukan analisis hazard dilapangan agar bisa mendapatkan
informasi yang lebih lengkap mengenai hazard yang akan dianalisis
sehingga dapat menentukan sistem manajemen hazard yang tepat.
Selain itu, seharusnya kunjungan lapangan dilakukan diseluruh atau
sebagian besar lokasi di rumah sakit agar mendapatkan pengetahuan
yang lebih banyak mengenai K3 rumah sakit.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mauliku, Novie E. 2011. Kajian Analisis Penerapan Sistem Manajemen


K3RS di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Jurnal Kesehatan
Kartika. Diakses pada 20 Mei 2019 dari
http://www.stikesayani.ac.id/publikasi/e-
journal/filesx/2011/201104 /201104-005.pdf.

Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan


Press

OHSAS 18001:2007, 2007. Occupational Health and Safety


Management System Requirement.

Ramli, S. 2009. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif


K3 OHS Risk Management. Jakarta : Dian Rakyat.

Badraningsih, L., Enny, Z.K. 2015. Kecelakaan dan Penyakit Akibat


Kerja. Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. 4(2). 16-50.

Prof. Dr. Enri Damanhuri. 2016. Pengelolaan Limbah B3. IEC. Diakses
pada 7 Mei 2019 dari https://environment-indonesia.com/training/
pengelolaan-limbah-b3-rumah-sakit/.

iv
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai