Oleh:
Kelompok III
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah
Sanitasi Industri Dan K3 yang berjudul “ Mengidentifikasi Bahaya Di Ruang
Operasi/Bedah”.
Makalah ini kami susun sesuai dengan kemampuan kami maka dari itu
apabila ada kekurangan kami memohon maaf dan kami meminta untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun semoga makalah ini bisa menjadi
media pembelajaran untuk kedepan nanti.
Kelompok III
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................5
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)..................................5
B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan.....6
C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan.................................................8
D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS) dan Peran Dinas Kesehatan..........................................................12
E. K3 Di Ruang Bedah...................................................................................16
BAB III : PENUTUP.............................................................................................25
A. Kesimpulan................................................................................................25
B. Saran..........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumah sakit dan fasilitas
medis lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi
berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan program
keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya
perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi, penanganan
limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya. Selain
terhadap pekerja di fasilitas medis / klinik maupun rumah sakit, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di rumah sakit juga “concern” keselamatan dan hak-hak pasien,
yang masuk kedalam program patient safety.
Merujuk kepada peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari beberapa
sumber “best practices” yang berlaku secara Internasional, seperti National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), the Centers for Disease
Control (CDC), the Occupational Safety and Health Administration (OSHA), the
US Environmental Protection Agency (EPA), dan lainnya. Data tahun 1988, 4%
pekerja di USA adalah petugas medis. Dari laporan yang dibuat oleh The National
Safety Council (NSC), 41% petugas medis mengalami absenteism yang
diakibatkan oleh penyakit akibat kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih besar
dibandingkan dengan sektor industri lainnya. Survei yang dilakukan terhadap 165
laboratorium klinis di Minnesota memperlihatkan bahwa injury yang terbanyak
adalah needle sticks injury (63%) diikuti oleh kejadian lain seperti luka dan
tergores (21%). Selain itu pekerja di rumah sakit sering mengalami stres, yang
merupakan faktor predisposisi untuk mendapatkan kecelakaan. Ketegangan otot
dan keseleo merupakan representasi dari low back injury yang banyak didapatkan
dikalangan petugas rumah sakit.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja…?
2. Bahaya apa yang sering kita dapatkan di rumah sakit…?
3. Bagai mana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja…?
4. Bagaimana peran dines kesehatan pada K3 perawat…?
5. Apa saja Bahaya yang dialami petugas diruang bedah dan bagaimana
penerapan K3 di ruang bedah (operasi)…?
C. Tujuan
1. Mampu melakukan identifikasi risiko seperti faktor fisik, kimiawi serta
biologis, bekerja di rumah sakit serta fasilitas medis lainnya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di
semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10
orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit
(RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.
Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di
RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi
listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang
berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi
bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
6
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha
pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin
kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang
diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita),
penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.
7
anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang
rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena
itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif,
efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi
pengelola maupun karyawan RS.
1. Planning (perencanaan)
2. Organizing (organisasi)
3. Actuating (pelaksanaan)
4. Controlling (pengawasan)
1. Planning/ (Perencanaan)
c. Mengapa mengerjakan
8
d. Siapa yang mengerjakan
2. Organizing/ (Organisasi)
9
4) Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin
rumah sakit / instansi kesehatan.
5) mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah
sakit / instansi kesehatan.
6) Dan lain-lain.
3. Actuating/ (Pelaksanaan)
10
keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil
keputusan penyelesaiannya.
4. Controlling/ (Pengawasan)
a) Adanya rencana
b) Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
11
D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit
(K3RS) dan Peran Dinas Kesehatan
12
keadaan sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa yang menjadi
keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi
K3RS ini lemah.
13
Tabel 2. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS
14
Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan
dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan
keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS,
menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman pelaksanaan.
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci
hama (steril).
15
Menurut hasil laporan dari Natonal Safety Council (NSC) tahun 1988
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja
pada industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,
tergores/terpotong, dan penyakit infeksi lain. Salah stu contoh kecelakaan kerja
yang paling sering adalah Luka jarum suntik yang umum terjadi di kalangan
petugas di ruang bedah. Sehingga peningkatan strategi pencegahan dan
pelaporan diperlukan untuk meningkatkan keselamatan kerja bagi petugas
bedah tersebut.
2. Alat kerja yang dapat digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen di ruang bedah
3. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan petugas instrumen diruang bedah
16
P3K merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada
korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan cepat
dan tepat sebelum korban dibawa ke tempat rujukan. P3K sendiri ditujukan
untuk memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang
lebih lengkap diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya.
Dalam upaya pengawasan P3K maka perlu tersedia fasilitas dan personil
P3K. Fasilitas dapat berupa kotak P3K, isi kotak P3K, buku pedoman, ruang
P3K, perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat darurat, alat angkut dan
transportasi). Personil terdiri dari penanggung jawab: dokter pimpinan P3K,
ahli K3, petugas P3K yang telah menerima sertifikat pelatihan P3K di tempat
kerja.
17
pembersih (Cleaning Tissue), aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60
ml), alkohol 70%, buku panduan P3K umum.
Secara umum penentuan jenis dan jumlah kotak yang disediakan tergantung
dari jumlah pekerja.
Untuk jumlah personil P3K sendiri ditentukan oleh faktor risiko bahaya di
tempat kerja dan jumlah pekerja.
18
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya
untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal
(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada
setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerjaitu sendiri maupun terhadap
orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi
lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja.
a) Pemeriksaan Awal
- Anamnese umum
- Anamnese pekerjaan
- Penyakit yang pernah diderita
- Alrergi
- Imunisasi yang pernah didapat
- Pemeriksaan badan
- Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu:
- Tuberkulin test
19
- Psiko test
b) Pemeriksaan Berkala
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala
dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu
antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal
dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan
resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
c) Pemeriksaan Khusus
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar
waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada
keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
6. Peraturan pimpinan di rumah sakit tentang K3 di tempat kerja
Perencanaan meliputi:
20
- Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Sumber bahaya
yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat
resiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan PAK.
2. Penilaian faktor risiko
Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko
kesehatan dan keselamatan.
3. Pengendalian faktor risiko
Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan
sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada
(engineering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP).
b) Membuat peraturan
RS harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan
ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,
diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada
karyawan dan pihak yang terkait.
c) Tujuan dan sasaran
RS harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya
potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran,
sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART).
d) Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3
RS.
e) Program K3
21
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.
7. Keluhan atau penyakit yang dialami yang berhubungan dengan pekerjaan pada
petugas instrumen di ruang bedah.
Para peneliti menyatakan bahwa di dalam kamar operasi terkandung
kadar eter yang signifikan ketika “ the open drop technique” digunakan. Dan
diketahui bahwa paparan obat anastesi inhalasi seperti diethyl eter, nitrous
oxide dan cloroform lebih mengarah tentang infertilitas dan aborsi spontan,
insidensi kelainan kogenital, kanker, penyakit hematopoietik, penyakit liver,
dan penyakit saraf seperti psikomotor dan tingkah laku sebagai akibat paparan
gas anastesi.
8. Upaya K3 lainnya yang dijalankan.
Misalnya ada penyuluhan/pelatihan, pengukuran/pemantauan lingkungan
tentang hazard yang pernah dilakukan. Bahaya potensial di RS dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh
faktor biologi (virus, bakteri dan jamur), faktor kimia (antiseptik, Gas anastesi),
faktor ergonomi (cara kerja yang salah), faktor fisika (suhu,cahaya,bising,
getaran dan radiasi), dan faktor psikososial (kerja bergilir, hubungan sesama
atau atasan).
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi :
22
23
24
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan
dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun,
korosif dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar, Syok akibat aliran listrik, Luka
sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman,
virus atau parasit.
B. Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan
kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama .Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan.
26
Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
27
Daftar Pustaka
28