DI BUAT OLEH:
NPM : 12304912042
MALUKU HUSADA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pembangunan di semua sektor kegiatan industri dan jasa semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut ternyata tidak
hanya memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak negartif yaitu
memberikan pengaruh dan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan para tenaga
kerjanya (Siswanto, 2001).
Kompetisi dan tuntutan akan standar internasional menyebabkan masalah
kesehatan dan keselamatan kerja menjadi isu global dan sangat penting. Banyak negara
semakin meningkatkan kepeduliannya terhadap masalah Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) yang dikaitkan dengan isu perlindungan tenaga kerja dan hak asasi manusia
serta kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Penerapan manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sebagai bagian
dari kegiatan operasi di perusahaan/instansi, merupakan syarat yang tidak dapat
diabaikan untuk dapat mencapai efisiensi dan produktifitas yang dibutuhkan, guna
meningkatkan daya saing (Alowie,2006).
Penyelenggaraan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada tenaga kerja yang bertujuan untuk
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari risiko
yang membahayakan kesehatan dan keselamatannya. Sebagaimana Undang-Undang
No.23/1992 tentang Kesehatan, bahwa tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya
kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki risiko bahaya kesehatan dan atau
mempunyai pekerja paling sedikit 10 orang.
Dalam penyelenggaraan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
industri atau jasa tidak terlepas dari peranan manajemen melalui pendekatan yang
berbentuk kebijakan pihak pengelola dalam penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) (Metrison,2000).
Fasilitas kesehatan, termasuk di dalamnya rumah sakit, puskesmas, balai
kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium klinik, dan laboratorium kesehatan,
merupakan tempat kerja yang sangat sarat dengan potensi bahaya kesehatan dan
keselamatan pekerjanya. Risiko terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan menjadi
semakin besar mengingat fasilitas kesehatan merupakan tempat kerja yang padat tenaga
kerja. Dandari berbagai penelitian menunjukan bahwa prevalensi gangguan kesehatan
yang terjadi di fasilitas kesehatan lebih tinggi dibandingkan tempat kerja lainnya
(Mansyur, 2007).
Rumah sakit sebagai industri jasa merupakan sebuah industri yang mempunyai
beragam persoalan tenaga kerja yang rumit dengan berbagai risiko terkena penyakit
akibat kerja bahkan kecelakan akibat kerja sesuai jenis pekerjaannya, sehingga
berkewajiban menerapkan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS).
Upaya pembinaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
dirasakan semakin mendesak mengingat adanya beberapa perkembangan. Perkembangan
tersebut antara lain dengan makin meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan
risiko bahaya kesehatan tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di
sarana kesehatan.
Terpaparnya tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan nonmedis) di sarana
kesehatan pada lingkungan tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderitayang
berobat atau dirawat, adanya transisi epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan
Oleh karena itu sepatutnya upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS) (Occupational Health and Safety Program) tidak dilihat sebagai barang mahal,
tapi seharusnya menjadi nilaitambah bagi organisasi rumah sakit itu sendiri (Wicaksana,
2002).
Risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja, antara
lain berasal dari sarana kegiatan di poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar
rontgent, instalasi gizi, laundry, ruang medical record, bagian rumah tangga
(housekeeping), farmasi, sterilisasi alat-alat kedokteran, pesawat uap atau bejana dengan
tekanan, instalasi peralatan listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah, sampah
medis, dan sebagainya (Wicaksana, 2002).
Berdasarkan survey nasional di 2.600 rumah sakit di USA rata-rata tiap rumah
sakit 68 karyawan cedera dan 6 orang sakit (NIOSH 1974-1976). Cedera tersering adalah
strain dan sprain, luka tusuk, abrasi, contusio, lacerasi, cedera punggung, luka bakar dan
fraktur. Penyakit tersering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis danhepatitis.
Hasil identifikasi hazard RS ditemukan adanya gas anestesi, ethylen oxyde dan cytotoxic
drug. Laporan NIOSH 1985 terdapat 159 zat yang bersifat iritan untuk kulit dan mata,
serta 135 bahan kimia carcinogenic, teratogenic, mutagenic yang dipergunakan di rumah
sakit. California State Departement of Industrial Relations menuliskan rata-rata
kecelakaan di rumah sakit 16,8hari kerja yang hilang per 100 karyawan karena
kecelakaan. Dan karyawan yang sering mengalami cedera, antara lain: perawat, karyawan
dapur, pemeliharaan alat, laundry, cleaning service, dan teknisi (Hasyim, 2005).
Menurut Gun (1983) dalam Kepmenakes No. 432/2007 mengatakan bahwa kasus
penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan
wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahkan
juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar
1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran
pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan
saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,penyakit kulit dan
sistem otot dan tulangrangka.
Di Indonesia, data mengenai penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja di
sarana kesehatan secara umum belum tercatat dengan baik, namun menurut Depkes
(2007) diketahui bahwa resiko bahaya yang dialami oleh pekerja di rumah sakit adalah
infeksi HIV (0,3%), risiko pajanan membaran mukosa (1%), risiko pejanan kulit (< 1%),
dan sisanya tertusuk jarum, terluka akibat pecahan gigi yang tajam dan bor metal
ketikamelakukan pembersihan gigi, low back paint akibat mengangkat beban yang
melebihi batas, gangguan pernafasan, dermatitis, dan hepatitis (Anonim, 2006,
http://www.depkes.go.iddiperoleh tanggal 27 Mei 2009).
Rumah sakit Immanuel Bandung merupakan salah satu rumah sakit di Jawa Barat
yang telah terakreditasi ISO Standar Nasional 9001:2000 dengan 12 Kriteria penilaian,
dimana salah satu aspeknya adalah tentang pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS). Struktur Organsisai Komite Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) ini telah dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi RS.
Immanuel nomor 116/Dir/SK/VIII/2007.
Komite ini memiliki tugas untuk menyusun, mengembangkan dan menerapkan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS), sehingga
tenaga kerja dan setiap orang yang ada di tempat kerja dalam keadaansehat dan selamat,
sumber produksi dapat dipakai secara efesien dan berjalan lancar, dengan pendekatan
kebijakan untuk menghindarkan terjadinya kerugian baik berupa kerusakan property,
mencegah timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja pada pekerja, menempatkan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagai prioritas kerja, menanggulangi akan terjadinya
bahaya kebakaran, menjaga kebersihan mesin dan lingkungan, serta melakukan upaya
pengontrolan yang diperioritaskan pada perlengkapan kerja pekerja, penerapan standar
kerja, kerapihan dan disiplin kerja (Metrison, 2000).
Meski telah diterapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit (SMK3RS) di RS Immanuel, namun upaya penilaian kinerja komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) belum dilaksanakan secara
optimal terutama terhadap perilaku karyawan yang merupakan salah satu unsur penting
dalam menunjang pelaksanaan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit (SMK3RS).
B. Tujuan
1. Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan SMK3RS yang dilaksanakan di RS
Immanuel Bandung, yang dilihat dari segi kebijakan dan komitemen manajemen K3.
2. Untuk mengetahui pendokumentasian program K3,
3. Untuk mengetahui Keamanan bekerja berdasarkan SMK3,
4. Untuk mengetahui standar pemantauan,
5. Untuk mengetahui audit SMK3,
6. Untuk mengetahui pengendalian dan monitioring yang dilakukan oleh pihak
manajemen RS Immanuel Bandung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian tentang kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya ;
Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaanderajat kesehatan
fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko
akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi
dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada
manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerjadengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya
terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Konsep dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) adalah
upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang
sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang sehat,
aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar
orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Pengelola Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) adalah
organisasi yang menyelenggarakan program kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) secara menyeluruh di Rumah Sakit.
Sertifikasi dalam bidang K3 adalah pengetahuan dan keahlian yang didapat baik
secara formal melalui jenjang pendidikan resmi di perguruna tinggi maupun
secara informal melalui pelatihan, workshop, seminar, pertemuan ilmiah, dll.
Pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 Rumah Sakit adalah pelatihan
tentang K3 Rumah Sakit yang diakreditasi oleh pusat pendidikan dan pelatihan
kesehatan (Pusdiklat Kesehatan).
Dalam pembuangan sampah masih banyak kesalahan yangdi sebabkan oleh kelalaian
karyawan sehingga masih banyak sampah-sampah yang dibuang tidak sesuai pada
tempatnya, sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap seluruh gambaran penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Immanuel Bandung, maka
secara umum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Komitmen dan kebijakan SMK3 di Rumah Sakit Immanuelada dan sudah dikeluarkan
oleh Direksi Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Direksi Rumah Sakit Immanuel Nomor
112/Dir/SK/IX/2006 tentang Pemberlakuan Keselamatandan Kesehatan Kerja di
RS.Immanuel. Dikeluarkan juga Surat Keputusan tentang larangan-larangan tentang
merokok, dan adanya zona berbahaya.
b. Perencanaan SMK3 di Rumah Sakit Immanuel disusun oleh direksi dan Tim P2K3
seperti merencanakan medical check up untuk karyawan, pembuatan dan pemasangan
rambu-rambu K3, mengadakan jadwal pelatihan K3, dan melakukan inspeksi K3 secara
interen.
c. Pelaksanaan SMK3 di Rumah Sakit Immanuel ialah melaksanakan program keselamatan
dan kesehatan kerja yaitu melakukan medical check up yang dilakukan setahun dua kali,
program pelatihan dan pencegahan pengunaan bahan kimia yangbertujuan upaya
preventif dari pajanan bahan kimia kepada pekerja, melakukan sosialisasi kepada pekerja
mengenai keselamatan yang dilakukan oleh Pasient safety dan P2K3, melakukan
sosialisasi kepada karyawan tentang APAR, melakukan sosialisasi tentang pemakaian
APD kepada karyawan menjadi budaya kerja, mengadakan pelatihan kepada karyawan
sebagai upaya sosialisasi pemahaman K3 tentang, bantuan hidup dasar kepada karyawan
non medis, pengendalian nosokomial RS, penanggulangan kebakaran berserta praktiknya,
penanggulangan keracunan, ergonomi kerja, membuat team BHD dan team Siap Siaga
Bencana, melakukan pengukuran cahaya.
d. Pengukuran dan Evaluasi SMK3 di Rumah Sakit Immanuel adalah dengan melakukan
inspeksi, memperbaiki hasil audit yang dilakukan ISO terhadap P2K3, pembentukan team
siaga bencana berdasarkan hasil evaluasi pelatihan dan mengevaluasi progam K3 di
Rumah Sakit Immanuel yang berhasil.
e. Monitoring SMK3 di Rumah Sakit Immanuel adalah Salah satunya upaya untuk
penekanan angka insiden akibat kecelakaan kerja serta menindaklajunti dari hasil temuan
ISO maka P2K3 mengeluarkan formulir pengendalian resiko kerja, untuk menghindari
NSI dibiasakan dengan one hand pada saat menutup jarum, pembuanganbenda tajam
dalam hal ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik, merencanakanpelatihan
intern bagi pekerja non medis mengenai K3RS, pengecekan APAR di seluruh area di
Rumah Sakit Immanuel, merencanakan usaha promotif terhadap keluarga pasien,
menindaklanjuti karyawan yang mengalami kecelakan akibat kerja, seluruh rambu-rambu
K3 dapat terpasang di seluruh area Rumah Sakit Immanuel, melakukan perubahan
program kerja menjadi lebih baik.
REFERENSI
http://journal.uad.ac.id/index.php.KesMas/article/view/1084
http://www.academia.edu/8816324/K3_PADA_RUMAH_SAKIT
http://www.kesehatankerja.depkes.go.id
http://www.stikesayani.ac.id/kajian-analisis-penerapan-sistem-manajemen-k3rs-di-rumah-sakit
immanuel-bandung/201104-005.pdf