Anda di halaman 1dari 15

KAJIAN ANALISIS PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN

DAN KESELAMATAN KERJA RUMAH SAKIT (SMK3RS)

DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

DI BUAT OLEH:

NAMA : YUS. Y. SAHETAPY

NPM : 12304912042

Mata Kuliah : Higiene Perusahaan

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MALUKU HUSADA

2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pembangunan di semua sektor kegiatan industri dan jasa semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut ternyata tidak
hanya memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak negartif yaitu
memberikan pengaruh dan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan para tenaga
kerjanya (Siswanto, 2001).
Kompetisi dan tuntutan akan standar internasional menyebabkan masalah
kesehatan dan keselamatan kerja menjadi isu global dan sangat penting. Banyak negara
semakin meningkatkan kepeduliannya terhadap masalah Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) yang dikaitkan dengan isu perlindungan tenaga kerja dan hak asasi manusia
serta kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Penerapan manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sebagai bagian
dari kegiatan operasi di perusahaan/instansi, merupakan syarat yang tidak dapat
diabaikan untuk dapat mencapai efisiensi dan produktifitas yang dibutuhkan, guna
meningkatkan daya saing (Alowie,2006).
Penyelenggaraan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada tenaga kerja yang bertujuan untuk
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari risiko
yang membahayakan kesehatan dan keselamatannya. Sebagaimana Undang-Undang
No.23/1992 tentang Kesehatan, bahwa tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya
kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki risiko bahaya kesehatan dan atau
mempunyai pekerja paling sedikit 10 orang.
Dalam penyelenggaraan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
industri atau jasa tidak terlepas dari peranan manajemen melalui pendekatan yang
berbentuk kebijakan pihak pengelola dalam penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) (Metrison,2000).
Fasilitas kesehatan, termasuk di dalamnya rumah sakit, puskesmas, balai
kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium klinik, dan laboratorium kesehatan,
merupakan tempat kerja yang sangat sarat dengan potensi bahaya kesehatan dan
keselamatan pekerjanya. Risiko terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan menjadi
semakin besar mengingat fasilitas kesehatan merupakan tempat kerja yang padat tenaga
kerja. Dandari berbagai penelitian menunjukan bahwa prevalensi gangguan kesehatan
yang terjadi di fasilitas kesehatan lebih tinggi dibandingkan tempat kerja lainnya
(Mansyur, 2007).
Rumah sakit sebagai industri jasa merupakan sebuah industri yang mempunyai
beragam persoalan tenaga kerja yang rumit dengan berbagai risiko terkena penyakit
akibat kerja bahkan kecelakan akibat kerja sesuai jenis pekerjaannya, sehingga
berkewajiban menerapkan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS).
Upaya pembinaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
dirasakan semakin mendesak mengingat adanya beberapa perkembangan. Perkembangan
tersebut antara lain dengan makin meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan
risiko bahaya kesehatan tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di
sarana kesehatan.
Terpaparnya tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan nonmedis) di sarana
kesehatan pada lingkungan tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderitayang
berobat atau dirawat, adanya transisi epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan
Oleh karena itu sepatutnya upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS) (Occupational Health and Safety Program) tidak dilihat sebagai barang mahal,
tapi seharusnya menjadi nilaitambah bagi organisasi rumah sakit itu sendiri (Wicaksana,
2002).
Risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja, antara
lain berasal dari sarana kegiatan di poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar
rontgent, instalasi gizi, laundry, ruang medical record, bagian rumah tangga
(housekeeping), farmasi, sterilisasi alat-alat kedokteran, pesawat uap atau bejana dengan
tekanan, instalasi peralatan listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah, sampah
medis, dan sebagainya (Wicaksana, 2002).
Berdasarkan survey nasional di 2.600 rumah sakit di USA rata-rata tiap rumah
sakit 68 karyawan cedera dan 6 orang sakit (NIOSH 1974-1976). Cedera tersering adalah
strain dan sprain, luka tusuk, abrasi, contusio, lacerasi, cedera punggung, luka bakar dan
fraktur. Penyakit tersering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis danhepatitis.
Hasil identifikasi hazard RS ditemukan adanya gas anestesi, ethylen oxyde dan cytotoxic
drug. Laporan NIOSH 1985 terdapat 159 zat yang bersifat iritan untuk kulit dan mata,
serta 135 bahan kimia carcinogenic, teratogenic, mutagenic yang dipergunakan di rumah
sakit. California State Departement of Industrial Relations menuliskan rata-rata
kecelakaan di rumah sakit 16,8hari kerja yang hilang per 100 karyawan karena
kecelakaan. Dan karyawan yang sering mengalami cedera, antara lain: perawat, karyawan
dapur, pemeliharaan alat, laundry, cleaning service, dan teknisi (Hasyim, 2005).
Menurut Gun (1983) dalam Kepmenakes No. 432/2007 mengatakan bahwa kasus
penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan
wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahkan
juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar
1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran
pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan
saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,penyakit kulit dan
sistem otot dan tulangrangka.
Di Indonesia, data mengenai penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja di
sarana kesehatan secara umum belum tercatat dengan baik, namun menurut Depkes
(2007) diketahui bahwa resiko bahaya yang dialami oleh pekerja di rumah sakit adalah
infeksi HIV (0,3%), risiko pajanan membaran mukosa (1%), risiko pejanan kulit (< 1%),
dan sisanya tertusuk jarum, terluka akibat pecahan gigi yang tajam dan bor metal
ketikamelakukan pembersihan gigi, low back paint akibat mengangkat beban yang
melebihi batas, gangguan pernafasan, dermatitis, dan hepatitis (Anonim, 2006,
http://www.depkes.go.iddiperoleh tanggal 27 Mei 2009).
Rumah sakit Immanuel Bandung merupakan salah satu rumah sakit di Jawa Barat
yang telah terakreditasi ISO Standar Nasional 9001:2000 dengan 12 Kriteria penilaian,
dimana salah satu aspeknya adalah tentang pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS). Struktur Organsisai Komite Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) ini telah dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi RS.
Immanuel nomor 116/Dir/SK/VIII/2007.
Komite ini memiliki tugas untuk menyusun, mengembangkan dan menerapkan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS), sehingga
tenaga kerja dan setiap orang yang ada di tempat kerja dalam keadaansehat dan selamat,
sumber produksi dapat dipakai secara efesien dan berjalan lancar, dengan pendekatan
kebijakan untuk menghindarkan terjadinya kerugian baik berupa kerusakan property,
mencegah timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja pada pekerja, menempatkan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagai prioritas kerja, menanggulangi akan terjadinya
bahaya kebakaran, menjaga kebersihan mesin dan lingkungan, serta melakukan upaya
pengontrolan yang diperioritaskan pada perlengkapan kerja pekerja, penerapan standar
kerja, kerapihan dan disiplin kerja (Metrison, 2000).
Meski telah diterapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit (SMK3RS) di RS Immanuel, namun upaya penilaian kinerja komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) belum dilaksanakan secara
optimal terutama terhadap perilaku karyawan yang merupakan salah satu unsur penting
dalam menunjang pelaksanaan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit (SMK3RS).

B. Tujuan
1. Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan SMK3RS yang dilaksanakan di RS
Immanuel Bandung, yang dilihat dari segi kebijakan dan komitemen manajemen K3.
2. Untuk mengetahui pendokumentasian program K3,
3. Untuk mengetahui Keamanan bekerja berdasarkan SMK3,
4. Untuk mengetahui standar pemantauan,
5. Untuk mengetahui audit SMK3,
6. Untuk mengetahui pengendalian dan monitioring yang dilakukan oleh pihak
manajemen RS Immanuel Bandung.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Ada beberapa pengertian tentang kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya ;
 Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaanderajat kesehatan
fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko
akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi
dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada
manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.
 Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
 Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerjadengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya
terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
 Konsep dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) adalah
upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang
sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang sehat,
aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar
orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit.
 Pengelola Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) adalah
organisasi yang menyelenggarakan program kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) secara menyeluruh di Rumah Sakit.
 Sertifikasi dalam bidang K3 adalah pengetahuan dan keahlian yang didapat baik
secara formal melalui jenjang pendidikan resmi di perguruna tinggi maupun
secara informal melalui pelatihan, workshop, seminar, pertemuan ilmiah, dll.
 Pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 Rumah Sakit adalah pelatihan
tentang K3 Rumah Sakit yang diakreditasi oleh pusat pendidikan dan pelatihan
kesehatan (Pusdiklat Kesehatan).

B. Komitmen dan Kebijakan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja


(SMK3) di Rumah Sakit Immanuel Bandung
Komitmen dan kebijakan RS.Immanuel Bandung tentang pelaksanaan K3 adalah
dengan telah dikeluarkannya Surat Keputusan Direksi RS.Immanuel Nomor
112/Dir/SK/IX/2006 tentang Pemberlakuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
RS.Immanuel. Keselamatan kerja merupakan usaha untuk menciptakan suasana rasa
amankerja, bebas dari segala ancaman bahaya, seperti; kebakaran, penyakit akibat kerja,
cacat akibat kerja, dan kematian akibat kerja.
Selain itu juga direksi mengeluarkan surat keputusan yaitu SK tentang larangan
merokok dan zona terlarang. keterlibatan langsung direksi terhadap adanya keselamatan
dan kesehatan kerja adalah dengan membuat ketentuan umum keselamatan dan kesehatan
kerja yang disusun dan ditetapkan oleh rumah sakit Immanuel.
Rumah sakit menyediakan anggaran, tenaga kerja, yang berkualitas dan sarana-sarana
lain yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatankerja, serta menetapkan P2K3
yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penangan
K3 di rumah sakit Immanuel Bandung.
Tetapi ternyata tidak semua komitmen dan kebijakan yang ada pada Undang-
undang No.1 tahun 1970 dan Permenaker No.5/1996 diberlakukan diRumah Sakit
Immanuel. Hal ini disebabkan karena anggaran, jumlah dan sarana prasarana yang harus
disediakan memerlukan dana yang tidak sedikit .

C. Perencanaan SMK3 di Rumah Sakit Immanuel Bandung


Perencanaan SMK3RS yang dilakukan di Rumah Sakit Immanuel, diantaranya
adalah dengan menentukan zona bahaya di RS Immanuel, membuat jadual identifikasi
dan pengukuran sumber bahaya dan risiko bahaya, serta melakukan rencana upaya
pengendaliannya. Membuat jadwal medical check up bagi karyawan rumah sakit dua kali
dalam setahun setiap devisi, pembuatan dan pemasangan rambu-rambu keselamatan
kerja, pelatihan out sourcing BHD dan teknik kerja di Rumah Sakit Immanuel. Tetapi
penetapan system pertanggungjawaban dan sarana pencapaian program K3RS belum
dapat dilakukan secara optimal.

D. Pelaksanaan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di


Rumah Sakit Immanuel
Dalam pelaksanaan K3RS, Direktur Rumah Sakit Immanuel Bandung telah
menyusun organisasi P2K3, sehingga pelaksanaan SMK3RS dapat terlaksana sesuai
perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan SMK3RS yang telah
dilakukan di RS Immanuel Bandung adalah mengadakan medical check up baik
pemeriksaaan awal dan berkala bagi karyawan. Tetapi pada pelaksanaan medical chek up
hanya sebagian karyawan yang ikut serta melakukan pemeriksaaan kesehatan. Hal ini
disebabkan karena banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan oleh karyawan, sehingga
karyawan merasa tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, selain itu
mereka menganggapbahwa mereka dalam kondisi sehat, sehingga tidak perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sedangkan untuk karyawan out sourching hanya
dilakukan pemeriksaan fisik saja. Imunisasi Hepatitis B bagi karyawan juga belum dapat
dilakukan di RS Immanuel Bandung, dikarenakan keterbatasan dana.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, RS Immanuel dalam hal ini petugas
P2K3 melakukan pelatihan bagi karyawan, seperti penggunaan alat kerja, APD, membuat
SOP, penggunaan bahan kimia berbahaya, melaksanakan sistem perlindungan bahaya
kebakaran. Selain itu P2K3 juga melakukan audit K3 ke seluruh area ruangan perawatan,
ruang sterilisasi, medrek, linen, gudang farmasi, keuangan, tempat parkir, laboratorium,
radiologi, ruang generator, dan fisioterapi, serta melakukan sosialisasi kepada pekerja
mengenai keselamatan yang dilakukan oleh pasient safety dan P2K3, melakukan
sosialisasi kepada karyawan tentang APAR.
Adapun pelatihan yang telah dilakukan di RS Immanuel adalah sebagai berikut :
a. Bantuan hidup dasar kepada karyawan non medis.
b. Pengendalian nosokomial RS.
c. Penanggulangan kebakaran berserta praktiknya.
d. Penanggulangan keracunan.
e. Ergonomi kerja.

Sedangkan dalam pelaksanaan Audit SMK3RS, RS Immanuel melakukan


pemantauan lingkungan, seperti pengendalian hewan rodentia dankucing. Membentuk
team siap siaga bencana RS Immanuel dalam versi K3 bersama team Bantuan Hidup
Dasar (BHD) RS.
Immanuel, melakukan pengukuran lingkungan RS.Immanuel, memasang rambu-
rambu K3 di area RS. Immanuel, khusunya di zona yang mempunyai resiko tinggi ( zona
bahaya). Dalam pelaksanaan K3RS, P2K3 diwajibkan untuk membuat laporan kegiatan
tentang:
a. Data kecelakaan yang disebabkan oleh tertusuk jarum, akibat tidak memakai APD,dll.
b. Data kesehatan yang menyebabkan terjadinya penyakitISPA, malgia, dermatitis.
c. Zona berbahaya dari lingkungan Rumah Sakit
d. Jenis Alat Pelindung
e. Bekerjasama dengan pasient safetyuntuk memperkuat data keselamatan yang ada di
lingkungan Rumah Sakit.
f. Sosialisasi penggunaan APD dengan cara pembuatan surat yang diedarkan pada
tanggal 23 Januari 2008, dengan No:6/P2K3/I/2008 yang berisikan kontroling
penggunaan APD, ketahanan APD dan perlunya pemahaman kerja mengenaivisi,
misi, falsafah serta tujuan P2K3, surat tersebut dikirimkan kepada tiap
managerdengan tembusan Direktur Utama. Surat kedua dengan No:3/P2K3/VI/2008
yang berisikankontroling ulang serta himbauan terhadap pekerja hamil agar lebih
diperhatikan sesuai dengan SPO P2K3 No Dok PPK-36.
g. Bukti pengisian APAR dengan No DKB 001610 dengan bukti pengisian pada
tanggal 6 Februari 2008 yang telah mengisi APAR expire date sebanyak 3 kg tabung
APAR di isi 10 tabung dan jenis 5 kg tabung APAR di isi 10 tabung.
h. Perlunya Emergency Kit tersendiri untuk Komite K3, dengan adanya akses khusus
untuk K3 dalam merespon dan menanggulangi bencana seperti dalam pendataan
korban, tindak lanjut, hubungan ke luar (SAR). Mengadakan pelatihan interndalam
rangka pembentukan team siap siaga bencana.

Dalam pembuangan sampah masih banyak kesalahan yangdi sebabkan oleh kelalaian
karyawan sehingga masih banyak sampah-sampah yang dibuang tidak sesuai pada
tempatnya, sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan.

E. Pengukuran dan Evaluasi SMK3 di Rumah Sakit Immanuel


Rumah sakit Immanuel memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi
kinerja Sistem Manajemen K3 dan hasilnya harus dianalisa guna menentukan
keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan baik yang dilakukan
oleh Interen RS Immanuel (P2K3) maupun Team ISO.
a. Inspeksi yang dilakukan oleh Interen RS Immanuel (P2K3).
Rumah sakit Immanuel menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi pengujian dan
pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasarankeselamatan dan kesehatan
kerja.
Temuan Inspeksi Ruangan adalah sebagi berikut :
1) Ketersedian APD di setiap ruangan yang belum lengkap
2) Pemakaian APD untuk pekerja menjadi budaya kerja
3) Penempatan titik APAR disesuaikan dengan kapasitas ruangan.
4) Sosialisasi pekerja tentang pengunaan APAR.
5) Sosialisasi tentang K3 dilihat dalam melaksanakan pekerjaan.
6) Budaya pekerja untuk melihat suhu ruangan untuk mencegah error alat suhu
ruangan.
7) Mengeliminir binatang yang berkeliaran di lingkungan rumah sakit dengan
adanya cat buster (pest control)dan penutupan saluran air yang terbuka.
8) Pemisahan sampah infeksius dan domestik dimulai dari ruangan lebih diawasi hali
ini dapat mengurangi cost insenator.
9) Dilakukannya pengukuran terhadap lingkungan fisik RS Immanuel Bandung,
yang meliputi pengukuran pencahayaan, kebisingan, audiometric, dll.
10) Pembentukan team siaga bencana berdasarkan hasil evaluasi pelatihan.

b. Hasil audit yang dilakukan ISO terhadap P2K3 adalah


1) Ditemukan puntung rokok di area Mesin Uap/Boiler (bukan di dalam ruangan
mesin uap).
2) Penempatan hydrant yang berlokasi di samping ruangan Obaja, bila terjadi
kebakaran akan sangat riskan dan menggangu dalam pengambilan hydrant
tersebut yang disebabkan alat hydrant dikelilingi oleh tanaman.
3) Tidak adanya rambu zona berbahaya pada LPG yang berada dibelakang kapetaria.
4) Penyimpanan bahan kimia tidak dilengkapi dengan MSDS (material safety data
sheet).
5) Bobot APAR yang kurang, dimana seharusnya berbobot 5 kg bukan 3 kg.

Audit Sistem Manajemen K3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui


keefektifan penerapan Sistem Manajemen K3. Audit harus dilaksanakan secara
sistematik dan indipenden oleh personal yang memiliki kompetensi kerja dengan
menggunakan metodelogi yang sudah ditetapkan. Frekuensi audit harus ditentukan
berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang
ditetapkan ditempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pengurus dalam proses
tinjauan ulang manajemen.

c. Evaluasi Program K3 di Rumah Sakit Immanuel adalah:


1) Pelatihan BHD, Siap Siaga Bencana : Terearisasi
2) Rapat Koordinasi dengan bagian lain : Terealisasi
3) Audit Lapangan : Terealisasi
4) Check perizinan : Terealisasi
5) Check Kesehatan Karyawan : Terealisasi

F. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen(Monitoring).


Monitoring yang dilakukan pihak P2K3 di Rumah SakitImmanuel adalah :
a. Salah satunya upaya untuk penekanan angka insiden akibat kecelakaan kerja serta
menindaklajunti dari hasil temuan ISO maka P2K3 mengeluarkan formulir
pengendalian resiko kerja.
b. Untuk menghindari NSI dibiasakan dengan one hand pada saat menutup jarum.
c. Pembuangan benda tajam dalam hal ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik
d. Merencanakan pelatihan intern bagi pekerja non medis mengenai K3RS.
e. Pengecekan APAR di seluruh area di Rumah Sakit Immanuel.
f. Merencanakan usaha promotif terhadap keluarga pasien.
g. Menindaklanjuti karyawan yang mengalami kecelakan akibat kerja.
h. Seluruh rambu-rambu K3 dapat terpasang di seluruh area Rumah Sakit Immanuel.
i. Melakukan perubahan program kerja menjadi lebih baik.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap seluruh gambaran penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Immanuel Bandung, maka
secara umum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Komitmen dan kebijakan SMK3 di Rumah Sakit Immanuelada dan sudah dikeluarkan
oleh Direksi Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Direksi Rumah Sakit Immanuel Nomor
112/Dir/SK/IX/2006 tentang Pemberlakuan Keselamatandan Kesehatan Kerja di
RS.Immanuel. Dikeluarkan juga Surat Keputusan tentang larangan-larangan tentang
merokok, dan adanya zona berbahaya.
b. Perencanaan SMK3 di Rumah Sakit Immanuel disusun oleh direksi dan Tim P2K3
seperti merencanakan medical check up untuk karyawan, pembuatan dan pemasangan
rambu-rambu K3, mengadakan jadwal pelatihan K3, dan melakukan inspeksi K3 secara
interen.
c. Pelaksanaan SMK3 di Rumah Sakit Immanuel ialah melaksanakan program keselamatan
dan kesehatan kerja yaitu melakukan medical check up yang dilakukan setahun dua kali,
program pelatihan dan pencegahan pengunaan bahan kimia yangbertujuan upaya
preventif dari pajanan bahan kimia kepada pekerja, melakukan sosialisasi kepada pekerja
mengenai keselamatan yang dilakukan oleh Pasient safety dan P2K3, melakukan
sosialisasi kepada karyawan tentang APAR, melakukan sosialisasi tentang pemakaian
APD kepada karyawan menjadi budaya kerja, mengadakan pelatihan kepada karyawan
sebagai upaya sosialisasi pemahaman K3 tentang, bantuan hidup dasar kepada karyawan
non medis, pengendalian nosokomial RS, penanggulangan kebakaran berserta praktiknya,
penanggulangan keracunan, ergonomi kerja, membuat team BHD dan team Siap Siaga
Bencana, melakukan pengukuran cahaya.
d. Pengukuran dan Evaluasi SMK3 di Rumah Sakit Immanuel adalah dengan melakukan
inspeksi, memperbaiki hasil audit yang dilakukan ISO terhadap P2K3, pembentukan team
siaga bencana berdasarkan hasil evaluasi pelatihan dan mengevaluasi progam K3 di
Rumah Sakit Immanuel yang berhasil.
e. Monitoring SMK3 di Rumah Sakit Immanuel adalah Salah satunya upaya untuk
penekanan angka insiden akibat kecelakaan kerja serta menindaklajunti dari hasil temuan
ISO maka P2K3 mengeluarkan formulir pengendalian resiko kerja, untuk menghindari
NSI dibiasakan dengan one hand pada saat menutup jarum, pembuanganbenda tajam
dalam hal ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik, merencanakanpelatihan
intern bagi pekerja non medis mengenai K3RS, pengecekan APAR di seluruh area di
Rumah Sakit Immanuel, merencanakan usaha promotif terhadap keluarga pasien,
menindaklanjuti karyawan yang mengalami kecelakan akibat kerja, seluruh rambu-rambu
K3 dapat terpasang di seluruh area Rumah Sakit Immanuel, melakukan perubahan
program kerja menjadi lebih baik.
REFERENSI

http://journal.uad.ac.id/index.php.KesMas/article/view/1084

http://www.academia.edu/8816324/K3_PADA_RUMAH_SAKIT

http://www.kesehatankerja.depkes.go.id

http://www.stikesayani.ac.id/kajian-analisis-penerapan-sistem-manajemen-k3rs-di-rumah-sakit
immanuel-bandung/201104-005.pdf

Rival Abdul,dkk.2009.Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


(K3RS):Jakarta.Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai