Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3)

merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja

yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga

dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja.

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO)

menunjukkan bahwa dari 35 juta pekerja kesehatan terdapat 3 juta

terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta terpajan

virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV / AIDS). Dapat terjadi :

15,000 HB (70,000 HBB dan 1000 kasus HIV). Lebih dari 90% terjadi

di negara berkembang. 8-12% pekerja Rumah Saki!, sensitif terhadap

lateks (WHO, 2014).

Berdasarkan data ILO (2012) dalam (Atmaja, Suardi, Natalia,

Mirani, & Alpina, 2018) menunjukkan bahwa Kematian akibat penyakit

menular yang berhubungan dengan pekerjaan : Laki-Iaki 108; 256 dan

perempuan 517,404, dan Departemen Kesehatan USA: (per tahun)

5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B 47 positif HIV dan

Setiap tahun 600.000-1.000.000 luka tusuk jarum dilaporkan

(diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan). SC-Amerika (2010)

1
mencatat frekuensi angka KAK di Rumah Sakit lebih tinggi 41%

disbanding pekerja lain dengan angka KAK terbesar adalah cedera

jarum suntik (NSI-Needle Stick injuries).

Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara

signifikan meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan

mengalami kelainan kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit

Ontario terhadap 8.032 orang, tahun 1981-1985), 41% perawat

Rumah Sakit mengalami cedera tulang belakang akibat kerja

(occupational low back pain) (Apriliawati, Ekawati, & Kurniawan,

2017).

Berdasarkan data-data yang ada Insiden akut secara signifikan

lebih besar terjadi pada Pekerja RS dibandingkan dengan seluruh

pekerja di semua kategori Uenis kelamin, ras, umur, dan status

pekerjaan) (Gun 2013) dalam (Dian, 2018). Pekerja RS berisiko 1,5

kali lebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas penularan HIV

setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV 4: 1000.

Risiko penularan HBV setelah luka tusukjarum suntik yang

terkontaminasi HBV 27 - 37: 100. Risiko penularan HCV setelah luka

tusuk jarum suntik yang mengandung HCV 3 - 10 : 100.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun

kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat

mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak

lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat

2
luas. Dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus

diselenggarakan di semua tempat kerja khususnya tempat kerja yang

mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

PER.05/MEN/1996 tentang sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja. telah diatur khusus pelaksanaan K3 dalam suatu

sistem yang disebut sistem manajemen keselamatan dan kesehatan

kerja (SMK3). Kemudian pada pasal 3 Permenaker tersebut

dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga

kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi

bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan

produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, penyakit akibat

kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran wajib menerapkan

SMK3.

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan,

baik yang di selenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat

yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau

kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit

dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan

fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan pada

masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya

3
di tandai dengan adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu

pelayanan rumah sakit sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia

(Ernawati & Nurlelawati, 2017).

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di

kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum

terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan

penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa

pengamatan) menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi.

Bahaya-bahaya potensial di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor

biologi (virus, bakteri, jamur, dan lain-lain); faktor kimia (antiseptik, gas

anastesi, dan lain-lain); faktor ergonomi (cara kerja yang salah, dan

lain-lain); faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran, radiasi, dan

lain-lain); faktor fisiko sosial (kerja bergilir, hubungan sesama

pekerja/atasan, dan lain-lain) dapat mengakibatkan penyakit dan

kecelakaan akibat kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi pada petugas

kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, Faktor penyebab yang

sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta

keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang

meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat

pengaman walaupun sudah tersedia serta kurangnya motivasi kerja

dan tingginya stres kerja yang dialami oleh pekerja rumah sakit.

Suardi (2005) dalam (Fadhila, Sudiro, & Denny, 2017) menyatakan

4
penyebab kecelakaan dapat dibagi menjadi: 1) faktor perorangan

yang berupa kurang pengetahuan, keterampilan, motivasi kerja,

masalah fisik dan mental (stres); 2) faktor pekerjaan yang berupa

standar kerja, perencanaan dan perawatan yang kurang baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2010) dalam (Hanifa,

Respati, & Susanti, 2017) pada RSUD Moewardi Surakarta

memperoleh hasil ada hubungan motivasi kerja dengan stres kerja

pada perawat di rumah sakit Moewardi Surakarta. Penelitian yang

dilakukan di instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta tahun 2006

memberikan gambaran bahwa Gaya berat yang di tanggung pekerja

rata-rata lebih dari 20kg. Keluhan subyektif low back pain didapat

83.3% pekerja. Penderita terbanyak usia 30-49 : 63.3%. Pada petugas

pembersih suatu rumah sakit di jakarta menderita dermatitis kontak

iritan kronik tangan sebanyak 65,4%. Prevalensi gangguan mental

emosional 17,7% pada perawat di suatu rumah sakit di jakarta

berhubungan bermakna dengan stresor kerja. (Depkes RI 2014)

Menurut hasil penellitian yang di lakukan oleh Putri (2009) di

Rumah Sakit Pringadi Medan memperoleh hasil responden yang

mengalami stres sebanyak 19 orang (45,24%), Berada pada

kelompok umur lebih dari 33 tahun dengan masa kerja lebih dari 9

tahun. Jenis penelitian ini bersifat deskriktif dengan menggunakan

desain cross-sectional study.

5
Perusahaan, institusi kesehatan dan Rumah Sakit saat ini

memiliki cara cara penanggulangan yang terstruktur mengenai

Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau disebut juga program K3.

Program K3 ini merupakan bentuk kesadaran akan pentingnya

keselamatan bagi tenaga kerja. Program K3 yang telah berjalan

dengan baik memberikan banyak mafaat bagi perusahaan, institusi

kesehatan dan Rumah Sakit. Acuan dalam pelaksanaan program K3

merupakan impelementasi dari OHSAS 18001 dan Permenaker

05/1966 (Hasibuan, 2017).

Fasilitas kesehatan saat ini memiliki banyak sekali potensi

bahaya yang membahayakan kesehatan. Jika dibandingkan dengan

tenaga kerja umum, pekerja di fasilitas kesehatan memiliki presentase

terkena keseleo dan cidera, infeksi, dan penyakit berasal dari parasit,

dermatitis,hepatitis, gangguan mental, penyakit mata, influenza, dan

lain lain. Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan

kesehatan rujukan di Indonesia akhir akhir ini sangat pesat, baik dari

jumlah maupun pemanfaatan teknologi kedokteran. Rumah Sakit

sebagai fasilitas pelayanan kesehatan harus mengedepankan

peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat tanpa mengabaikan

upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja

Rumah Sakit. Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan

kesehatan oleh masyarakat maka tuntutan pengelolaan program

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin

6
tinggi karena Sumber Daya Manusa (SDM) Rumah Sakit,

pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar Rumah

Sakit ingin mendapatkan perlindungan dan gangguan kesehatan dan

kecelakaan kerja, maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang

ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar (Kepmenkes,

2010).

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks

untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin

luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka

akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan.

Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi

bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga

medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit. Potensi bahaya di rumah

sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahayabahaya

lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan

(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan

instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-

bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial

dan ergonomi (Ibrahim, Damayati, Amansyah, & Sunandar, 2017).

Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara

signifikan meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan

mengalami kelainan kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit

Ontario terhadap 8.032 orang, tahun 1981-1985). Di Indonesia

7
keluhan subyektif low back pain berdasarkan data yang di ambil dari

RSUD di Jakarta tahun 2006 di ketahui sebanyak 83,3% pekerja,

penderita terbanyak usia 30-49 : 63,3% (Kepmenkes, 2010).

Meskipun telah melaksanakan program keselamatan kesehatan

kerja sejak tahun 2009, berdasarkan pengambilan data awal, telah

terjadi kecelakaan kerja di RSUD Haji Makassar dari tahun 2018

sampai dengan pertengahan 2019 adalah 21 kasus dengan tingkat

keseringan terjadi adalah terpeleset karena lantai kamar mandi licin

dan tidak adanya pegangan di kamar mandi. Semakin

berkembangnya kebutuhan akan kesehatan pada karyawan di tempat

kerja maka Rumah Sakit berlomba lomba untuk memberikan

pelayanan kesehatan dengan memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan bagi pekerja supaya bekerja seoptimal mungkin, baik fisik,

mental maupun sosial guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas

kerja di Rumah Sakit. Manfaat yang timbul dari penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja, setidaknya RSUD Haji Makassar

telah menunjukkan upaya mencegah dan mengurangi tingkat

terjadinya kecelakaan di Rumah Sakit. Wujud dari penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja di RSUD Haji Makassar yaitu

dengan adanya program program keselamatan dan kesehatan kerja

yang telah dimulai dari tahun 2009 dan terus di jalankan dan direvisi

hingga saat ini.

8
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Faktor yang berhubungan dengan

pelaksanaan K3 di RSUD Haji Makassar tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dapat di

kemukakan sebagai berikut :

1. Apakah pengetahuan berhubungan dengan pelaksanaan K3 di

RSUD Haji Makassar tahun 2019?

2. Apakah pelatihan K3 berhubungan dengan pelaksanaan K3 di

Rumah Sakit di RSUD Haji Makassar tahun 2019?

3. Apakah beban kerja berhubungan dengan pelaksanaan K3 di RSUD

Haji Makassar tahun 2019?

4. Apakah lama kerja berhubungan dengan pelaksanaan K3 di RSUD

Haji Makassar tahun 2019?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

pelaksanaan K3 di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan K3 dengan

pelaksanaan K3 di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

b. Untuk mengetahui hubungan pelatihan K3 dengan pelaksanaan

K3 di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

9
c. Untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan pelaksanaan

K3 di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

d. Untuk mengetahui hubungan lama kerja dengan pelaksanaan K3

di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) di RSUD Haji Makassar tahun 2019 secara

khusus dan bagi Departemen Kesehatan serta lembaga- lembaga

yang berkompoten dengan masalah tenaga kerja pada umumnya.

2. Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia Timur, dalam menambah wawasan Ilmu

Kesehatan Masyarakat khususnya di bidang kesehatan kerja.

3. Manfaat Prakitis

Sebagai pengalaman kerja paling berharga bagi peneliti dalam

bentuk aktualisasi diri dalam menggunakan penelitian sebagai

informasi ilmiah di bidang kesehatan kerja dan merupakan masukan

bagi peneliti selanjutnya.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Rumah Sakit

1. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja Rumah Sakit

Kesehatan Kerja Menurut WHO (1995) dalam (Indriyani,

Tarwaka, Werdani, & SKM, 2016), Kesehatan Kerja bertujuan untuk

peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan

sosial yang setinggitingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,

pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang

disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja

dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan

kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam

suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi

dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian

pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan

atau jabatannya.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk

memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat

kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan

Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja,

promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Konsep dasar K3

RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien,

11
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan

kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik

bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang

sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit.

(Ilyas, 2017).

Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit adalah orang

yang bekerja di Rumah Sakit yang meliputi tenaga tetap yakni

tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga

kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga

nonkesehatan serta tenaga tidak tetap dan konsultan. (UU No.44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 12 ayat 1 dan ayat 4).

Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan, khususnya pasal165 : "Pengelola tempat kerja wajib

melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya

pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga

kerja". Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di

Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para

tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan

kerja disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin

kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia

layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai

potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit

dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan

12
Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh

sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan

Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.

K3 RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

mutu pelayanan Rumah Sakit, khususnya dalam hal kesehatan dan

keselamatan bagi SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung/

pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit. Hal ini secara

tegas dinyatakan di dalam Undang-undang No.44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1 yakni "Dalam upaya

peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan

akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali". K3

termasuk sebagai salah satu standar pelayanan yang dinilai di

dalam akreditasi Rumah Sakit, disamping standar pelayanan

lainnya. Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1

Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa

"Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,

prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan",

yang mana persyaratan-persyaratan tersebut salah satunya harus

memenuhi unsur K3 di dalamnya. Dan bagi Rumah Sakit yang tidak

memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin

mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah

Sakit (pasal 17).

13
2. Perlunya pelaksanaan K3 Rumah Sakit

a. Kebijakan pemerintah tentang Rumah Sakit di Indonesia;

meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan

kesehatan yang aman di Rumah Sakit.

b. Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi K3 Rumah

Sakit serta tindak lanjut yang merujuk pada SK Menkes

No.432/Menkes/SK/IV /2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di

Rumah Sakit dan OHSAS 18001 tentang Standar Sistem

Manajemen K3 .

c. Sistem manajemen K3 Rumah Sakit adalah bagian dari sistem

manajemen Rumah Sakit.

d. Rumah Sakit kompetitif di era global; tuntutan pengelolaan

program K3 di Rumah Sakit (K3 RS) semakin tinggi karena

pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat sekitar Rumah

Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan

dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan

pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan

prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi

standar.

e. Tuntutan hukum terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit semakin

meningkat; Tuntutan masyarakat mendapatkan pelayanan

kesehatan yang terbaik.

14
f. Pelaksanaan K3, berkaitan dengan citra dan kelangsungan

hidup Rumah Sakit.

g. Karakteristik Rumah Sakit; pelayanan kesehatan merupakan

industri yang terdiri dari banyak tenaga kerja (labor intensive),

padat modal, padat teknologi, dan padat pakar, bidang pekerjaan

dengan tingkat keterlibatan manusia yang tinggi, terbukanya

akses bagi bukan pekerja Rumah Sakit dengan leluasa serta

kegiatan 'yang terus menerus setiap hari.

h. Beberapa isu K3 yang penting di Rumah Sakit; Keselamatan

pasien dan pengunjung, K3 pekerja atau petugas kesehatan,

keselamatan bangunan dan peralatan di Rumah Sakit yang

berdampak terhadap keselamatan pasien dan pekerja dan

keselamatan lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran

lingkungan.

i. Rumah Sakit sebagai sistem pelayanan yang terintegrasi

meliputi :

1) Input: kebijakan, SDM, fasilitas, sistem informasi, logistik

obat/reagensia/peralatan, keuangan dan lain-lain.

2) Proses: pelayanan rawatjalan dan rawat inap (in and out

patient), instalasi gawat darurat (lGO), pelayanan kamar

operasi, pemulihan, yang dilaksanakan dengan baik dan

benar dan lain-lain.

15
3) Keluaran (output) : pelayanan dan pengobatan prima

(excellence medicine and services).

4) Lingkungan.

3. Tujuan K3 Rumah Sakit

a. Tujuan Umum

Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan

produktif untuk SDM Rumah Sakit aman dan sehat bagi pasien,

pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan

sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit

berjalan baik dan lancar.

b. Tujuan khusus

1) Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya

K3 Rumah Sakit.

2) Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi

manajemen, pelaksana dan pendukung program.

3) Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja.

4) Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan

KAK.

5) Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan

menyeluruh.

6) Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.

16
4. Standar Pelayanan K3 Rumah Sakit

Rumah Sakit merupakan salah satu tempat kerja, yang wajib

melaksanakan Program K3 RS yang bermanfaat baik bagi SDM

Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien, maupun bagi

masyarakat di lingkungan sekitar Rumah Sakit. Pelayanan K3 RS

harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen

yang ada di Rumah Sakit. Pelayanan K3 RS sampai saat ini

dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak

Rumah Sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).

5. Bahaya Potensial di Rumah Sakit

Bahaya -bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan

oleh faktor biologi (virus, bakteri,jamur,parasit); faktor kimia

(antiseptik, reagent, gas anestesi); faktor ergonomi (Iingkungan

kerja,cara kerja, dan posisi kerja yang salah); faktor fisik (suhu,

cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi); faktor psikososial (kerja

bergilir, beban kerja, hubungan sesama pekerja atasan) dapat

mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. PAK di

Rumah Sakit, umumnya berkaitan dengan faktor biologi (kuman

patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia

(pemaparan dalam dosis kecil yang terus menerus seperti antiseptik

pada kulit, gas anestesi pada hati); faktor ergonomi (cara duduk

salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik (panas pada kulit,

17
tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem

produksi sel darah); faktor psikologis (ketegangan di kamar bedah.

penerimaan pasien gawat darurat, bangsal penyakit jiwa. dan lain-

lain). Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi

dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko, yang merupakan tolok

ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (Indriyani et al.,

2016).

6. Program K3 RS

Program K3 RS bertujuan untuk melindungi keselamatan

dan kesehatan serta meningkatkan prod uktifitas SDM Rumah Sakit,

melindungi pasien, pengunjung/ pengantar pasien dan masyarakat

serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas

kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga

komponen yaitu ka asitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja

(Apriliawati et al., 2017).

7. Langkah dan Strategi Pelaksanaan K3 RS

a. Advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, Sosialisasi dan

pembudayaan K3 RS;

b. Menyusun kebijakan K3 RS yang ditetapkan oleh Pimpinan

Rumah Sakit;

c. Membentuk Organisasi K3 RS;

d. Perencanaan K3 sesuai Standar K3 RS yang ditetapkan oleh

Kementerian Kesehatan;

18
e. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP-K3 RS seperti

yang telah disebutkan dalam poin II.SA dalam buku standar K3

RS ini;

f. Melaksanakan 12 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di

Rumah Sakit (K3 RS) yang tertera pada poin I1.S pada buku

standar K3RS ini;

g. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan Program K3 RS;

h. Melakukan Internal Audit Program K3 RS dengan menggunakan

instrumen penilaian sendiri (self assessment) akreditasi Rumah

Sakit yang berlaku;\

i. Mengikuti Akreditasi Rumah Sakit.

(Atmaja et al., 2018)

A. Penyakit Akibat Kerja

Setiap hari karyawan atau petugas rumah sakit bekerja dan

terkontaminasi secara langsung maupun tidak langsung dengan

penyakit – penyakit yang dapat menularkan secara cepat dan tidak

cepat. Bukan hanya karyawan medik namun non medik juga dapat

terkontaminasi penyakit akibat kerja.

1. Karyawan medik

a. Perawat

Setiap hari kontak langsung dengan pasien dalam waktu

cukup lama (6 – 8 jam/hari), sehingga selalu terpajan

mikroorganisme patogen. Dapat menjadi pembawa infeksi dari

19
satu pasie ke pasien lain, atau keperawat lainnya. Harus sangat

berhati – hati (bersama apoteker) bila menyiapkan dan

memberikan obat - obatan antineoplstik pada pasien kanker.

Selalu mencuci tangan setelah melayani pasien, melepas masker

dan kap (topi perawat) bila memasuki ruangan istirahat atau

ruangan makan bersama. Abortus spontan, lahir prematur dan

lahir mati seiring dialami perawat yang bertugas di ruangan rwat

inap/bangsal perawatan. Menurut hasilpenelitian di Cleveland

Clinic Hospital dan 22 RS di Ohio (1993 – 1996) di Amerika

Serikat, terbanyak ditemukan cedera sprain dan strain pada

perawat (Dian, 2018).

b. Dokter

Dokter dapat tertular dan menularkan penyakit pada

pasiennya. Penyakit yang sering menular kepada dokter adalah

TB, Hepatitiss B, HIV, Rubella, Cytomegalovirus, Hepatitis C.

(Adler, 2013), meneliti 271 orang dokter rumah sakit California,

hasil testuberkulin kulit pertama semuanya negatif. 2 tahun

kemudian, 15 orang dokter memberikan hasil tes positif dan 2

orang dokter menderita TB aktif. Terpajan bahan kimia berbahaya

dosis rendah (low level) dapat terjadi di dalam pelayanan sehari –

hari. Di kamar operasi, dokter dan perawat dapat terpajan gas

anestesis nitrous oxide dan halaton yang mudah menguap,

merembes, menembus masker, dapat pula akibat hembusan

20
nafas pasien yang sedang operasi. Pajanan kronisnya dapat

menyebabkan gangguan somatik, berupa sakit kepala, mual

sampai gangguan susunan saraf pusat (SSP), fertilitas

bertambah dan gangguan kehamilan. Sarung tangan karet yang

sedang di pakai dapat robek, apalagi yang sering digunakan

sehingga sering disterilkan (Ernawati & Nurlelawati, 2017).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat tentang mekanisme

robeknya sarung tangan karet dan terjadinya cedera tajam pada

2.292 operasi selama 3 bulan, menemukan 92% robekanya

sarung tangan akibat tidak rangkap dua, dan 8% karena sebab

tidak diketahui. Dari 70 cedera tajam yang terjadi, 0,7% akibat

jarum, 10% akibat skalpel dan 23% akibat cedera lain. Pada

penyelidikan pasangan suami – istri dokter yang bekerja di rumah

sakit yang sama, menemukan tingginya kejadian abortus

spontan. Ditengarai bahwa penyebabnya adalah stres psikologis

tingkat tinggi yang berkepanjangan (Fadhila et al., 2017)

c. Dokter gigi

Penelitian pada tenaga kesehatan gigi di Singapura

menemukan, tingginya kadar HBs Ag dan HBC para dokter gigi

dibandingkan dengan tenaga kesehatan gigi lainnya. Diduga

penularan ini melalui pajanan air ludah pasien.(Tamboto, Kandou,

& Kawatu, 2019).

21
2. Karyawan non medik

a. Pencucian (laundry)

Petugas pengumpu, pencuci dandistribusi kembali linen

kotor yang digunakan pasien, akan terpajan mikroorganisme

patogen secara tetap. Untuk menghindari pajanan tetap tersebut,

petugas cuci harus melakukan :

1.) Semua linen kotor disatukan dalam kantong plastik,

disampaikan secara hati – hati. Sesampai di ruang cuci, linen

kotor langsung dituang dari kantong ( tidak dipegang tangan )

langsung kedalam mesin cuci kosong, tidak bercampur

dengan cucian lain.

2.) Kantong plastik pengumpul linen kotor sebaiknya diberi tanda

atau terpisah, misalnya kantong plastik linen pasien berisiko

tinggi seperti penderita hepatitis, AIDS terpisah dengan pasien

lain. Petugas sortir linen bersih, juga harus memperhatikan

kebersihan diri, karena dapat menjadi sumber infeksi. Petugas

cuci harus memakai sarung tangan karet sebagai pencegahan

dasar penyebaran infeksi. Petugas cuci dapat menderita

dermatitis kontak akibat deterjen dan bahan kimia lain untuk

mencuci.

b. Gizi ( penyiapan makanan )

Petugas penyimpanan makanan dapat terpajan salmonela,

botulism dari bahan mentah ikan, daging dan sayuran.

22
Pencegahan terpenting di bagian ini adalah tangan bersih dan

menggunakan alat bersih. Kulkas penyimpanan bahan makanan

mentah yang sudah dibersihkan diatur suhunya dan

kebersihannya agar bakteri atau jamur tidak sempat berkembang

baik. Memasak yang benar – benar matang akan membunuh

salmonela. Petugas yang sedang menderita gangguan

gastrointestinal diliburkan dan diobati sampai sembuh.

c. Farmasi

Apoteker yang berkomunikasi dengan pasien kanker dapat

terpajan obat anti naoplastik.

d. Sterilisasi

Gas etilen oksida ( ethylene oxide ) sering digunakan

sebagai gas sterilisasi alat medis. Menjadi berbahya bila sistem

pembuangan sterilisasi rusak/macet, sehingga uap gas ini

terhirup petugas. Etilen oksida merupakan gas tidak berwarnah,

mudah terbakar dan meledak bila mencapai konsentrasi 3% di

udara. Efek etilen oksida bersifat mutagenik, sitogenik,

karsinogenik pada hewan percobaan. Efek toksik utama pada

traktus respiratorius dan saran pada pajanan dosis tinggi, akan

menyebabkan katarak. Petugas hamil dilarang bekerja di ruangan

ini. Ruangan sebaiknya dibuka setelah selesai sterilisasi alat.

23
e. Laboratorium

Pemeriksa di laboratorium akan terpajan bakteri, antara

lain TB dan virus Hepatitis B. Petugas harus menjaga kesehatan

dan kebersihan pribadi untuk mencegah tertularpenyakit. Serta

selalu memakai sarung tangan karet pada saat bekerja,

mengenakan jas laboratorium, yang harus selalu ditiggal di dalam

laboratorium.

f. Petugas Radiologi

Radiasi adalah resiko berbahaya yang dikenal baik di

lingkungan rumah sakit dan usaha penanggulagannya sudah

dilakukan. Rumah sakit sebaiknya mempunyai petugas yang

bertanggung jawab (safety officer) atas keamanan daerah sekitar

radiasi dan perlindungan bagi petugasnya. Petugas hamil

sebaiknya dilarang bekerja, walau hal ini masi diperdebatkan.

B. Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian

1. Pengetahuan

Pengetahuan sangat di butuhkan seorang karyawan untuk

memperoleh Informasi yang telah diproses dan diorganisasikan

untuk memperoleh pemahaman, pembelajaran dan pengalaman

yang terakumulasi sehingga bisa diaplikasikan di perusahaan.

Kecelakaan kerja dapat terjadi oleh 2 sebab yaitu tingkah

laku atau tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi

persyaratan keselamatan kerja, dan kondisi yang tidak memenuhi

24
persyaratan keselamatan kerja dan kondisi seperti peralatan teknis

dan lingkungan kerja yang tidak memenuhi persyaratan

keselamatan dan kesehatan kerja. Terjadinya kecelakaan pada

pekerja ditempat kerja dapat menimbulkan korban memar atau luka

diakibatkan terpeleset. Suatu kecelakaan kerja kategori ringan

apabila terjadi memar yang tidak mengakibatkan hilangnya waktu

kerja, berat apabila terjadinya memar dan luka gores dimana

pekerja kehilangan waktu kerja selama 1 jam dan luka sehingga

pekerja meninggalkan waktu kerja selama 24 jam dan menjalani

perawatan. Seringkali kecelakaan kerja yang terjadi berkaitan

dengan pengetahuan dan sikap tenaga kerja dalam bekerja,

seperti: lalai atau ceroboh dalam bekerja, tidak disiplin dalam

mematuhi peraturan keselamatan kerja, tidak melaksanakan

prosedur kerja, sehingga dapat menimbulkan kerugian jiwa, harta

benda maupun kerusakan lingkungan. Kerugian tersebut dapat

menimpa diri tenaga kerja, keluarga, perusahaan masyarakat

maupun pemerintah. Maka dari itu peningkatan pengetahuan dan

sikap tenaga kerja sangat diperlukan agar tenaga kerja dapat

bekerja secara aman dengan resiko kecelakaan yang sekecil-

kecilnya (Sitanggang, 2019).

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan ilmu

yang diimplementasikan untuk membuat pekerja yang sedang

bekerja di tempat kerja agar tetap sehat dan selamat. Menurut

25
Depnaker RI (2005) Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka

mencegah, menanggulangi dan mengurangi terjadinya kecelakaan

dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa dan

pengendalian bahaya dengan menerapkan system pengendalian

bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan

tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam teori ini dinyatakan bahwa kesalahan manusia dapat

terjadi apabila manusia menerima ataupun melakukan pekerjaan

yang melebihi kemampuan, merespon sesuatu dengan kurang

tepat dan melakukan tindakan yang kurang baik. Berdasarkan

faktor-faktor tersebut ternyata pengetahuan berhubungan erat

dengan dua faktor tersebut. (Geotsch, 1996). Selain teori tersebut,

terdapat beberapa teori-teori lainnya yang menyatakan bahwa

training dan pendidikan merupakan hal yang dapat dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan kecelakaan. Salah satunya yaitu konsep

“Three Es : Engineering, Education and Enforcement”, dalam teori

ini terdapat aspek education yang harus dilakukan untuk mencegah

kecelakaan. Jika dikaitkan dengan kecelakaan yang terjadi pada

bus terdapat kemungkinan bahwa salah satu penyebab kecelakaan

adalah kurangnya pengetahuan mengenai aspek-aspek yang dapat

menimbulkan kecelakaan (Wynalda & Sulistio, 2018).

26
Kualitas sumberdaya manusia di Indonesia relatif masih

rendah, hal ini tercermin dalam pendidikan pencari kerja. Hal

tersebut terjadi pula di rumah sakit. Tenaga perawat yang lulusan

akademi masih sedikit, demikian pula untuk tenaga nonmedis

masih banyak yang hanya tamatan SMU. Selain pendidikan yang

masih kurang, kualitas kesehatannya juga masih rendah pula.

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan tenaga

ahli yang terampil. Tanpa tenaga kerja yang berkualitas maka

pelayanan kesehatan yang makin canggih justru dapat

menimbulkan kesulitan. Kemampuan mengoperasikan alat-alat

modern menjadi sangat terbatas dan dapat menyebabkan

kecelakaan kerja (Thoha, Lestantyo, & Widjasena, 2018).

2. Pelatihan

Mangkuprawira (2002) dalam (Tamboto et al., 2019),

berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses

mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar

karyawan semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan

tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar.

Dalam suatu proyek konstruksi rumah sakit wajib memberikan

pengenalan dan pelatihan dasar-dasar K3, menurut Ridley (2004)

dalam (Tamboto et al., 2019) materi pelatihan pengenalan dasar-

dasar kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di kategorikan

menjadi beberapa jenis yaitu:

27
a. Pelatihan Pengenalan Dasar Untuk Seluruh Para Pekerja &

kontraktor rumah sakit,

b. Pelatihan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Yang

Berkelanjutan (Pelatihan Ulang).

Bekerja pada ketinggian atau working at height mempunyai

potensi bahaya yang besar. Ada berbagai macam metode kerja di

ketinggian seperti menggunakan perancah, tangga, gondola dan

sistem akses tali (Rope Access Systems). Masing –masing metode

kerja memiliki kelebihan dan kekurangan serta risiko yang berbeda-

beda. Oleh karena itu rumah sakit atau pun manajemen perlu

mempertimbangkan pemakaian metode dengan memperhatikan

aspek efektifitas dan risiko baik yang bersifat financial dan non-

finansial. Aspek risiko akan bahaya keselamatan dan kesehatan

kerja harus menjadi perhatian utama semua pihak di tempat kerja.

Hal ini selain untuk memberikan jaminan perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, juga sangat

terkait dengan keselamatan asset perusahaan.

Berdasarkan teori yang dikenalkan oleh Kirkpatrick (1994)

dalam (Wynalda & Sulistio, 2018) yang digunakan untuk

mengevaluasi kinerja, evaluasi pelatihan kerja dapat diukur

berdasarkan 5 tingkatan evaluasi, meliputi:

28
a. Reaksi dari pelatihan kerja, merupakan reaksi pekerja terhadap

konten atau isi pelatihan kerja yang diberikan, kualitas pelatih

dan pembiayaan pelatihan kerja.

b. Hasil pembelajaran, merupakan hasil yang didapat pekerja

dalam kompetensi kognitif dan kemampuan teknik setelah

mengikuti pelatihan kerja.

c. Perubahan kebiasaan, merupakan perubahan kebiasaan pekerja

dalam hal komitmen dan pertanggungjawaban kerja setelah

mengikuti pelatihan kerja.

d. Dampak organisasional, yaitu dampak pelatihan kerja terhadap

kinerja pekerja setelah mengikuti pelatihan kerja.

e. Return on Investment (ROI), ROI merujuk pada pembandingan

manfaat moneter dari suatu pelatihan dengan biaya-biaya

pelatihan. Tujuannya adalah mengetahui nilai balik modal dari

pelaksanaan pelatihan.

3. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit

beroperasi 24 jam sehari, 1 minggu 7 hari dan 1 tahun 365 hari.

Dengan demikian pelayanan di rumah sakit menuntut adanya pola

kerja bergilir/tugas jaga malam. Tenaga yang bertugas jaga malam

dapat mengalami kelelahan yang meningkat akibat terjadinya

perubahan bioritmik (irama tubuh). Fungsi-fungsi fisiologis manusia

tidak dapat sepenuhnya menyesuaikan dengan pola kerja yang

29
berubah.Terjadinya pengurangan lamanya tidur sampai 4 – 6 jam

oleh karena lamanya waktu tidur relatif pendek dari seharusnya

(Ernawati & Nurlelawati, 2017).

Pada 15 – 20% gangguan tidur dapat berkembang menjadi

gangguan pencernaan. Pola kerja yang berubah juga dapat

mempengaruhi kehidupan keluarga terutama bagi tenaga kerja

wanita. Penyelesaian urusan rumah tangga merupakan masalah

yang tidak mudah diatasi terlebih-lebih bila mempunyai anak yang

masih kecil. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan stress. Di sisi lain, dengan masih kurangnya tenaga

kesehatan maka banyak tenaga kesehatan yang masih tugas

rangkap di beberapa rumah sakit. Hal tersebut tentunya juga dapat

berakibat kelelahan (Apriliawati et al., 2017).

Kondisi lingkungan kerja di rumah sakit di masa mendatang

akan berkembang serba mekanik, otomatis, kimiawi dengan

teknologi canggih yang dapat berpengaruh langsung terhadap

kesehatan. Pekerja yang ada di rumah sakit sangat bervariasi baik

jenis maupun jumlahnya sesuai dengan tugas dan fungsi rumah

sakit. Masyarakat pekerja di rumah sakit dalam melaksanakan

tugasnya selalu berhubungan dengan berbagai bahaya potensial

yang bila tidak dapat diantisipasi dengan baik dan benar dapat

menimbulkan dampak negatif terhadap keselamatan dan

30
kesehatannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi

produktivitas kerjanya (Sitanggang, 2019).

Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan

kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. Pembebanan

tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga

kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa

observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila

mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka

beban maksimum tersebut harus disesuaikan. Oleh karena

penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter

praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang

diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi

sebelum bekerja (Wynalda & Sulistio, 2018).

4. Lama Kerja

Lama kerja adalah semua perhitungan jumlah tahun masa

kerja dalam periode kerja, semakin lama masa kerja seseorang

kemungkinan besar orang tersebut mempunyai resiko yang besar

terkena penyakit akibat kerja. Kategori masa kerja menurut

Suma’mur (1993) dalam (Sitanggang, 2019) dibagi menjadi dua

yaitu < 5 tahun dan ≥ 5 tahun kerja.

Gempur Santoso (2014) juga mengemukakan, bahwa

tenaga kerja yang mempunyai masa kerja yang lama, cenderung

31
waspada terhadap bahaya kecelakan kerja sehingga tenaga kerja

membiasakan diri untuk menggunakan alat pelindung diri. Namun

kecelakaan kerja bisa terjadi karena faktor bertambahnya umur

yang disertai dengan menurunya ketajaman penglihatan,

pendengaran, kelincahan dan budaya tangkap terhadap hal – hal

yang baru. Masa kerja mempengaruhi suatu keterampilan para

pekerja dalam hal ini keterbiasaan mengenai pasien secara cepat

ketika mendapatkan pasien dalam keadaan darurat. Aspek

terpenting dalam hal waktu kerja meliputi :

a. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik

b. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat

c. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi

siang hari(pagi, siang, sore) dan malam hari.

Jika diteliti suatu pekerjaan yang bebanya biasa – biasa

saja, yaitu tidak terlalu ringan ataupun tidak berat, produktivitas

mulai menurun sesduah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama

sejalan dengan menurunya kadar gula di dalam darah. Untuk

mengatasi hal ini, perlu dilakukan istirahat dan diberikan

kesempatan untuk makan yang meningkatkan kembali kadar gula

darah sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi tubuh bagi

keperluan melaksanakan pekerjaan. Maka dari itu, istirahat

setengah jam setelah 4 jam bekerja teru – menerus sangat penting

artinya baik untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental maupun

32
pengisian energi yang sumbernya berasal dari makanan (Kardina,

2018).

Dari waktu kerja para karyawan yang memiliki masa kerja

makin lama makin tinggi tingkat resiko penyakit karena seiring

dengan pertambahan umur. Jika sift kerja dalam masa kerja satu

tahun dijalankan dengan baik dan tidak memerlukan pekerja

khusus yang mendapatkan jam kerja siang terus menerus tetapi

bergantian dengan pekerja sift malam maka para karyawan dapat

memiliki tingkat resiko rendah terkena penyakit akibat kerja, seperti

halnya : insomnia, hepatitis, dan lain-lain.

33
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel penelitian

Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan

kesehatan rujukan di Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat, baik

darijumlah maupun pemanfaatan teknologi kedokteran. Rumah Sakit

sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus mengedepankan

peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan tanpa

mengabaikan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi

seluruh pekerja Rumah Sakit. Adapun faktor yang mempengaruhi

penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Rumah Sakit

sebagai berikut :

1. Pengetahuan K3

Pengetahuan sangat di butuhkan seorang tenaga kesehatan

atau karyawan untuk memperoleh Informasi yang telah diproses dan

diorganisasikan untuk memperoleh pemahaman, pembelajaran dan

pengalaman yang terakumulasi sehingga bisa diaplikasikan di

Rumah Sakit.

2. Pelatihan K3

Program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3 RS

merupakan hal pokok yang tidak bisa dikesampingkan. Direktur

memegang peranan penting dalam membangun kepedulian dan

memotivasi pekerja dengan menjelaskan nilai-nilai organisasi dan

34
mengkomunikasikan komitmennya pada kebijakan yang telah dibuat.

Selanjutnya transformasi sistem manajemen K3 dari prosedur tertulis

menjadi proses yang efektif merupakan komitmen bersama.

3. Beban Kerja

Bahwa semakin berat beban kerja maka akan semakin

banyak energi dan nutrisi yang diperlukan atau dikonsumsi, sehingga

kondisi fisik pekerja menurun dan kebutuhan akan oksigen

meningkat. Ketika pekerja melakukan aktivitas dengan beban kerja

yang berat, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung

dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat. Jika kekurangan

suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit.

4. Lama Kerja

Lama kerja merupakan interval waktu sejak awal kerja bekerja

sampai waktu tertentu yang telah ditentukan. Masa kerja seseorang

tenaga kerja mempengaruhi kedisiplinannya untuk menggunakan alat

pelindung diri karena tenaga kerja tersebut telah memahami resiko

akibat tidak menggunakan alat pelindung diri sesuai bahaya yang

dihadapi.

35
B. Pola Pikir Variabel Penelitian

Pengetahuan K3

Pelatihan

Beban Kerja
Pelaksanaan K3 Rumah
Sakit

Lama Kerja

A.Lingkungan Kerja

Keterangan:

: Variabel Yang diteliti

: Variabel Yang diteliti

Gambar 1. Bagan Pola Pikir Variabel Penelitian

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Pelaksanaan K3 Rumah Sakit

Definisi Operasional :

Pelaksanaan K3 Rumah Sakit yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, untuk

menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang

sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien,

36
pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan

lingkungan sekitar Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1087/MENKES/SK/VIII/2010

Tentang Standar kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit.

Kriteria Objektif :

Menerapkan : Jika nilai responden ≥ 62,5% benar dari total

jawaban

Tidak Menerapkan : Jika nilai responden < 62,5% benar dari total

jawaban

Keterangan:

Rumus penilaian kriteria objektif diperoleh dari:

Rentang = Skor Maksimal – skor minimal

= (10x4) – (10x1)

= 40-10 = 30

Interval = Rentang/Kategori

= 30/2 = 15

Kategori penilaian = Skor Maksimal – Interval

= 40 – 15

= 25 ==> (25/40)x100 = 62, 5%

37
2. Pengetahuan

Definisi Operasional :

Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala

sesuatu yang diketahui karyawan rumah sakit tentang K3 Rumah

Sakit.

Kriteria Objektif :

Cukup : Jika nilai responden ≥ 62,5% benar dari total jawaban

Kurang : Jika nilai responden < 62,5% benar dari total jawaban

3. Pelatihan K3

Definisi Operasional :

Pelatihan K3 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pelatihan yang diikuti oleh karyawan rumah sakit tentang K3 Rumah

Sakit.

Kriteria Objektif :

Pernah : Apabila karyawan rumah sakit pernah mengikuti

pelatihan K3 Rumah Sakit.

Tidak Pernah: Apabila karyawan rumah sakit tidak pernah

mengikuti pelatihan K3 Rumah Sakit.

38
4. Beban Kerja

Definisi Operasional :

Beban kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

tuntutan tugas atau upaya – upaya yang dilakukan karyawan rumah

sakit untuk melakukan pekerjaan sesuai kapasitas kerjanya.

Kriteria Objektif :

Normal : Jika nilai responden < 75% benar dari total jawaban

Tinggi : Jika nilai responden ≥ 75% benar dari total jawaban

Keterangan:

Rumus penilaian kriteria objektif diperoleh dari:

Rentang = Skor Maksimal – skor minimal

= (6x2) – (6x1)

= 12-6 = 6

Interval = Rentang/Kategori

= 6/2 = 3

Kategori penilaian = Skor Maksimal – Interval

= 12 – 3

= 9 ==> (9/12)x100 = 75%

5. Lama Kerja

Definisi Operasional :

Lama kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lama

bekerja dihitung sejak awal kerja sampai dengan pada saat

penelitian berlangsung di Rumah Sakit Umum Daerah Barru.

39
Kriteria Objektif :

Lama : Bila masa kerja tenaga kerja ≥ 5 tahun

Baru : Bila masa kerja tenaga kerja < 5 tahun

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Pengetahuan berhubungan dengan pelaksanaan K3 RSUD Haji

Makassar tahun 2019.

b. Pelatihan K3 berhubungan dengan pelaksanaan K3 RSUD Haji

Makassar tahun 2019.

c. Beban kerja berhubungan dengan pelaksanaan K3 RSUD Haji

Makassar tahun 2019.

d. Lama kerja berhubungan dengan pelaksanaan K3 RSUD Haji

Makassar tahun 2019.

2. Hipotesis Null (H0)

a. Pengetahuan tidak berhubungan dengan pelaksanaan K3

RSUD Haji Makassar tahun 2019.

b. Pelatihan tidak berhubungan dengan pelaksanaan K3 RSUD

Haji Makassar tahun 2019.

c. Beban kerja tidak berhubungan dengan pelaksanaan K3 RSUD

Haji Makassar tahun 2019.

d. Lama kerja tidak berhubungan dengan pelaksanaan K3 RSUD

Haji Makassar tahun 2019.

40
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasional dengan pendekatan cross sectional study yang

bertujuan untuk melihat faktor yang berhubungan dengan

pelaksanaan K3 Rumah Sakit di RSUD Haji Makassar tahun 2019

yang diamati pada periode waktu yang sama.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Haji Makassar dan dilakukan

pada bulan November tahun 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan RSUD

Haji Makassar baik petugas medis maupun non medis yang

berjumlah 179 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian karyawan RSUD

Haji Makassar dengan penarikan sampel dilakukan secara

Purposive Sampling dengan kriteria sebagai berikut :

a. Berstatus PNS

b. Karyawan yang masuk pada sift siang

41
c. Bersedia jadi sampel

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Sekunder

Merupakan data pendukung yang diperoleh dari RSUD Haji dan

istansi terkait.

2. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada

karyawan dengan menggunakan daftar pertanyaan dan observasi

langsung terhadap objek penelitian tentang pelaksanaan K3.

E. Cara Pengelolaan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan dan diperoleh dari hasil wawancara

dengan menggunakan kuesioner dan diolah secara elektronik dengan

menggunakan komputer dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan

Chi Square pada skala ukur yang sesuai dengan tingkat kemaknaan

alpha 0,05.

Tabel 1 Tabel Kontigensi 2x2

Variable Variable Dependen


Jumlah
Independen Kategori I Kategori II

Kategori I a b a+b
Kategori II c d c+d
Jumlah a+b b+d a+b+c+d
Sumber : Soekidjo, 2003

42
Uji hipotesis menggunakan uji chi square sebagai berikut :

X2¿ ∑¿ ¿

Keterangan :

X2 = Chi Square Hasil Perhitungan

Oi = Frekuensi Observasi

Ei = Frekuensi Harapan

Interpretasi :

Variabel ada hubungan atau bermakna apabila X² hitung > X² tabel

(3,841) atau p < 0,05.

F. Penyajian Data

Data yang telah diolah, selanjutnya disusun dalam bentuk tabel

disertai dengan penjelasan tabel.

43
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Jenis Kelamin

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin


di RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Jenis Kelamin n Persentase
Laki-laki 18 29.5
Perempuan 43 70.5
Total 61 100
Sumber: data primer
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 61 responden sebanyak

29.5% berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 70.5% berjenis

kelamin perempuan.

b. Umur

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok


Umur Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Umur N Persentase
20-25 3 4.9
26-30 6 9.8
31-35 15 24.6
36-40 25 41.0
41-45 8 13.1
51-55 4 6.6
Jumlah 61 100
Sumber: data primer

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 61 responden diperoleh

data paling banyak berada pada rentang umur 36-40 tahun sebanyak

44
41% dan paling sedikit pada rentang umur 20-25 tahun sebanyak

4.9%.

c. Tingkat Pendidikan

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok


Tingkat Pendidikan Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Tingkat Pendidikan N Persentase
SMA Sederajat 1 1.6
D3 25 41
S1 12 19.7
NERS 19 31.1
S2 4 6.6
Jumlah 61 100
Sumber: data primer

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 61 responden diperoleh

data terdapat yang memiliki tingkat pendidikan tertinggi adalah D3

sebanyak 41% dan paling sedikit adalah SMA Sederajat sebanyak

1.6%.

d. Pengetahuan

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan


Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Pengetahuan n Persentase
Cukup 39 63.9
Kurang 22 36.1
Total 61 100
Sumber: data primer

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 61 responden yang

didata terdapat yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak

63.9% dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak

36.1%.

45
e. Pelatihan

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelatihan Di


RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Pelatihan n Persentase
Pernah 44 72.1
Tidak Pernah 17 27.9
Total 61 100
Sumber: data primer

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 61 responden yang

didata terdapat yang pernah mengikuti pelatihan sebanyak

72.1% dan yang tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak

27.9%.

f. Beban Kerja

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Beban Kerja


Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Beban Kerja n Persentase
Normal 43 70.5
Tidak Normal 18 29.5
Total 61 100
Sumber: data primer

Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 61 responden yang

didata terdapat yang memiliki beban kerja normal sebanyak

70.5% dan yang memiliki beban kerja tidak normal sebanyak

29.5%.

g. Lama Kerja

46
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Kerja
Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Lama Kerja n Persentase
Lama 42 68.9
Baru 19 31.1
Total 61 100
Sumber: data primer

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 61 responden yang

didata terdapat yang telah lama bekerja sebanyak 68.9% dan

yang baru bekerja sebanyak 31.1%.

h. Pelaksanaan K3 Rumah Sakit

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelaksanaan


K3 Rumah Sakit Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019
Pelaksanaan K3 RS n Persentase
Menerapkan 44 72.1
Tidak Menerapkan 17 27.9
Total 61 100
Sumber: data primer

Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 61 responden yang

didata terdapat yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak

72.1% dan yang tidak menerapkan K3 rumah sakit sebanyak

27.9%.

2. Analisis Bivariat

a. Pengetahuan

47
Tabel 10 Hasil Tabulasi Silang Antara Variabel Pengetahuan
Terhadap Pelaksanaan K3 Rumah Sakit Di RSUD Haji
Makassar Tahun 2019

Pelaksanaan K3 RS Total
(p)
Pengetahuan
Tidak
Menerapkan % %
Menerapkan
Cukup 34 87.2 5 12.8 39
12.182
Kurang 10 45.5 12 54.5 22 (0,001)
Total 44 72.1 17 27.9 61

Sumber: data primer

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 39 responden di

RSUD Haji Makassar dengan pengetahuan cukup yang

menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 87.2%, lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 12.8%. Sedangkan dari 22 responden dengan

pengetahuan kurang yang menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 45.5%, lebih kecil dibandingkan dengan tidak

menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 54.5%.

Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 12.182 dengan p value = 0,001

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel

pengetahuan dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD

Haji Makassar Tahun 2019.

b. Pelatihan

Tabel 11 Hasil Tabulasi Silang Antara Variabel Pelatihan Terhadap


Pelaksanaan K3 Rumah Sakit Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019

48

Pelaksanaan K3 RS Total
(p)
Pelatihan
Tidak
Menerapkan % %
Menerapkan
Pernah 38 86.4 6 13.6 44
15.909
Tidak Pernah 6 35.3 11 64.7 17 (0,000)
Total 44 72.1 17 27.9 61

Sumber: data primer

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 44 responden di

RSUD Haji Makassar yang pernah mengikuti pelatihan dengan

yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 87.2%, lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 13.6%. Sedangkan dari 17 responden yang tidak

pernah mengikuti pelatihan dengan menerapkan K3 rumah

sakit sebanyak 35.3%, lebih kecil dibandingkan dengan yang

tidak menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 64.7%.

Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 15.909 dengan p value = 0,000

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel

pelatihan dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji

Makassar Tahun 2019.

c. Beban Kerja

Tabel 12 Hasil Tabulasi Silang Antara Variabel Beban Kerja Terhadap


Pelaksanaan K3 Rumah Sakit Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019

49

Pelaksanaan K3 RS Total
(p)
Beban Kerja
Tidak
Menerapkan % %
Menerapkan
Normal 35 81.4 8 18.6 43
6.222
Tidak Normal 9 50 9 50 18 (0,016)
Total 44 72.1 17 27.9 61

Sumber: data primer

Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 43 responden di

RSUD Haji Makassar dengan beban kerja normal yang

menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 81.4%, lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 18.6%. Sedangkan dari 18 responden dengan beban

kerja tidak normal menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 50%,

sama besar dengan tidak menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 50%.

Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 6.222 dengan p value = 0,016

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel beban

kerja dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji

Makassar Tahun 2019.

d. Lama Kerja

50
Tabel 13 Hasil Tabulasi Silang Antara Variabel Lama Kerja Terhadap
Pelaksanaan K3 Rumah Sakit Di RSUD Haji Makassar Tahun 2019

Pelaksanaan K3 RS Total
(p)
Lama Kerja
Tidak
Menerapkan % %
Menerapkan
Lama 35 83.3 8 16.7 42
8.418
Baru 9 47.4 10 52.6 19 (0,005)
Total 44 72.1 17 27.9 61

Sumber: data primer

Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 42 responden di

RSUD Haji Makassar dengan yang telah lama bekerja yang

menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 83.3%, lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 16.7%. Sedangkan dari 19 responden dengan yang

baru bekerja yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak

47.4%, lebih besar dibandingkan dengan yang tidak

menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 52.6%.

Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 8.418 dengan p value = 0,005

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel lama

kerja dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji

Makassar Tahun 2019.

B. Pembahasan

1. Pengetahuan

51
Pengetahuan pekerja akan pelaksanaan tugas maupun

pengetahuan umum yang mempengaruhi pelaksaan tugas, sangat

menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas dengan baik.

Pekerja yang kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang

bidang kerjanya akan kurang optimal dalam bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 61 responden yang

didata terdapat yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak

63.9% dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 36.1%.

secara dominan memiliki pengetahuan yang cukup karena

mayoritas responden telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi

yakni tingkat pendidikan minimal D3. Hanya 1.6% responden yang

berpendidikan SMA sederajat. Hal ini juga berpengaruh pada

kemampuan mereka dalam menerima materi yang diberikan

sehingga pengetahuan mereka dapat meningkat.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 39

responden di RSUD Haji Makassar dengan pengetahuan cukup

yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 87.2%, lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 12.8%. Sedangkan dari 22 responden dengan

pengetahuan kurang yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak

45.5%, lebih kecil dibandingkan dengan tidak menerapkan K3

rumah sakit sebanyak 54.5%.

52
Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 12.182 dengan p value = 0,001

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel pengetahuan

dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar

Tahun 2019.

Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan K3 karyawan

menjadi hal yang sangat mendukung tercapainya pelaksanaan K3

rumah sakit di RSUD Haji Makassar. Hal ini ditunjang dengan

adanya pelatihan yang diikuti oleh karyawan. pelatihan merupakan

salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan pengetahuan.

Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti

pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan,

praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat

dipraktikkan. Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk

memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam

waktu yang relatif singkat (pendek). Suatu pelatihan berupaya

menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan yang

dihadapi.

Namun demikian, Masih ada karyawan yang tidak

melaksanakan K3 rumah sakit meskipun telah memiliki

pengetahuan yang cukup. Hal ini disebabkan oleh sikap karyawan

yang ikut mendukung dalam melaksanakan K3 rumah sakit. sikap

53
seseorang dalam memberikan respon terhadap masalah

dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, yang terkait dengan

kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui

pengalaman seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi

yang berhubungan dengannya.

2. Pelatihan

Kurangnya pelatihan yang baik berdampak pada

banyaknya kesalahan pengoperasian alat berat tersebut, juga

hal tersebut membawa dampak pada perusahaan yaitu

perusahaan harus mengganti suku cadang dari alat berat

tersebut. Pelatihan merupakan proses mengajarkan karyawan

baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka

butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan

merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu

sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang

baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan

karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat

perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 61 responden

yang didata terdapat yang pernah mengikuti pelatihan sebanyak

72.1% dan yang tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak

27.9%. Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

44 responden di RSUD Haji Makassar yang pernah mengikuti

54
pelatihan dengan yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak

87.2%, lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menerapkan

K3 rumah sakit sebanyak 13.6%. Sedangkan dari 17 responden

yang tidak pernah mengikuti pelatihan dengan menerapkan K3

rumah sakit sebanyak 35.3%, lebih kecil dibandingkan dengan

yang tidak menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 64.7%.

Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 15.909 dengan p value = 0,000

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel pelatihan

dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar

Tahun 2019.

Pelatihan yang baik membawa manfaat antara lain:

meningkatkan pengetahuan para karyawan atas budaya dan

para pesaing luar, membantu para karyawan yang mempunyai

keahlian untuk bekerja dengan teknologi baru, membantu para

karyawan untuk memahami bagaimana bekerja secara efektif

dalam tim untuk menghasilkan jasa dan produk yang

berkualitas, memastikan bahwa budaya perusahaan

menekankan pada inovasi, kreativitas dan pembelajaran,

menjamin keselamatan dengan memberikan cara-cara baru bagi

para karyawan untuk memberikan kontribusi bagi perusahaan

pada saat pekerjaan dan kepentingan mereka berubah atau

55
pada saat keahlian mereka menjadi absolut, mempersiapkan

para karyawan untuk dapat menerima dan bekerja secara lebih

efektif satu sama lainnya, terutama dengan kaum minoritas dan

para wanita.

3. Beban Kerja

Menurut UU Kesehatan No.36 tahun 2009, pengertian

beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh

suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara

jumlah pekerjaan dengan waktu. Setiap pekerja dapat bekerja

secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun

masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya

penyerasian beban kerja agar diperoleh produktivitas kerja yang

optimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 61 responden

yang didata terdapat yang memiliki beban kerja normal sebanyak

70.5% dan yang memiliki beban kerja tidak normal sebanyak

29.5%. Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

43 responden di RSUD Haji Makassar dengan beban kerja normal

yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 81.4%, lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak menerapkan K3 rumah sakit

sebanyak 18.6%. Sedangkan dari 18 responden dengan beban

kerja tidak normal menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 50%,

56
sama besar dengan tidak menerapkan K3 rumah sakit sebanyak

50%.

Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 6.222 dengan p value = 0,016

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel beban kerja

dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar

Tahun 2019.

Beban kerja karyawan sangat menentukan produktivitas

kerja serta mempengaruhi sikap karyawan dalam melaksanakan

K3 ruah sakit. Beban kerja yang sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan misalnya jam kerja yang sesuai dengan masyarakat

Indonesia adalah 8 jam sehari. Namun demikian, masih ada yang

memiliki beban kerja yang normal tetapi masih menganggap

beban kerjanya tidak sesuai dengan pekerjaan. Hal ini disebabkan

oleh sikap dan kemauan dari karyawan untuk melaksanakan K3

rumah sakit. Karyawan lalai dalam mengimplementasikan

kesehatan dan keselamatan kerja karena dianggap menghambat

pekerjaannya padahal hal ini dilakukan untuk melindungi kayawan

dari kecelakan akibat kerja.

4. Lama Kerja

57
Masa kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai

bekerja, dimana pengalaman kerja juga menentukan kinerja

seseorang. Semakin lama masa kerja maka kecakapan akan

lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan

pekerjaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 61

responden yang didata terdapat yang telah lama bekerja

sebanyak 68.9% dan yang baru bekerja sebanyak 31.1%.

Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 42

responden di RSUD Haji Makassar dengan yang telah lama

bekerja yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak 83.3%, lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak menerapkan K3 rumah

sakit sebanyak 16.7%. Sedangkan dari 19 responden dengan

yang baru bekerja yang menerapkan K3 rumah sakit sebanyak

47.4%, lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menerapkan

K3 rumah sakit sebanyak 52.6%.

Berdasarkan uji statistik, di RSUD Haji Makassar

didapatkan hasil chi square X2 = 8.418 dengan p value = 0,005

(p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel lama kerja

dengan pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar

Tahun 2019.

Secara umum karyawan dengan masa kerja lebih lama

menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan

58
karyawan yang masa kerjanya belum lama. Kinerja yang baik

dari karyawan dengan masa kerja yang lebih lama dimungkinkan

karena mereka semakin terampil dalam bekerja. learning curve

theory atau yang kadang sering disebut sebagai improvement

curve. Learning curve theory adalah teori yang menjelaskan

bahwa jika pekerja melakukan tugasnya berulang-ulang, maka

prestasi mereka akan meningkat. Dasar pemikiran dari learning

curve adalah bahwa perbaikan terjadi karena para pekerja

belajar bagaimana melakukan pekerjaan lebih baik dengan

menghasilkan produk yang lebih banyak.

Pengalaman kerja menjadi salah satu faktor kunci dalam

melaksanakan K3 rumah sakit. Hal ini disebabkan adanya

kecenderungan di mana karyawan yang sudah berpengalaman

bekerja di rumah sakit memiliki kemampuan lebih baik dalam

melakukan K3 rumah sakit. Dengan pengalaman kerja yang

lebih lama tentunya karyawan akan memiliki pengalaman yang

lebih lama pula dalam melaksanakan K3 rumah sakit dengan

berbagai permasalahan yang dihadapinya. Selain karena

pengalaman yang telah banyak dimiliki, pengalaman kerja juga

membuat karyawan pelaksanan lebih terampil dan berhati-hati

agar pekerjaan yang dilakukan tidak menimbulkan cedera bagi

dirinya dan orang lain.

59
Sebagian besar kegiatan di rumah sakit merupakan

kegiatan yang berulang termasuk pelaksanaan K3 rumah sakit.

Pengulangan inilah yang membuat karyawan semakin terampil

dalam bekerja sehingga kinerjanya membaik. Sebagaimana

terjadi di tempat kerja lain, karyawan yang baru atau yang belum

lama bekerja tentu masih memerlukan waktu untuk belajar dan

menyesuaikan dengan pekerjaan yang ada. Mereka masih

kurang pengalaman sehingga sangat wajar jika diantara mereka

ada yang membuat kesalahan dalam bekerja dan belum

menunjukkan kinerja yang bagus dalam melaksanakan K3

rumah sakit. Di samping itu, masih ada karyawan yang belum

menerapkan K3 rumah sakit secara konsisten meskipun telah

memiliki masa kerja yang lama. Hal ini disebabkan sikap

karyawan yang sering merasa jenuh melaksanakan kegiatan

terus menerus secara berulang berdasarkan SOP sehingga lalai

mengimplementasikan K3 rumah sakit dalam bekerja. Selain itu,

seiring dengan bertambahnya masa kerja, maka bertambah pula

usia dari karyawan yang berpotensi mengakibatkan konsentrasi

atau fokus karyawan menjadi menurun dalam melaksanakan K3

rumah sakit.

60
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan

pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

2. Ada hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan

pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

3. Ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan

pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

4. Ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan

pelaksanaan K3 rumah sakit di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

B. Saran

1. Diharapkan kepada setiap karyawan agar terus meningkatkan

pengetahuan perawat sehingga pelaksanaan K3 rumah sakit

dapat secara optimal dilakukan.

2. Diharapkan kepada karyawan dan rumah sakit agar secara

berkala mengadakan atau mengikuti pelatihan K3 rumah sakit

sehingga keterampilan karyawan dapat terus menyesuaikan

dengan kebutuhan rumah sakit saat ini

3. Diharapkan kepada rumah sakit agar menyesuaikan beban kerja

sehingga karyawan dapat bekerja dengan optimal.

4. Diharapkan kepada karyawan agar tetap fokus dan konsentrasi

dalam bekerja meskipun telah memiliki masa kerja yang lama.

61
DAFTAR PUSTAKA

Apriliawati, Kun Dwi, Ekawati, Ekawati, & Kurniawan, Bina. (2017).


Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Organisasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3 RS) di Rumah Sakit X
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(1), 387-
396.

Atmaja, Jajang, Suardi, Enita, Natalia, Monika, Mirani, Zulfira, & Alpina,
Marta Popi. (2018). Penerapan Sistem Pengendalian Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kota
Padang. Jurnal Ilmiah Rekayasa Sipil, 15(2), 64-76.

Dian, Purnama. (2018). Analisis Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan


Kerja Di Rumah Sakit Umum Daerah Solok Tahun 2017.
Universitas Andalas.

Ernawati, Novi, & Nurlelawati, Ella. (2017). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Pelaksanaan Penerapan K3 Pada Tenaga
Kesehatan Di RSIA Permata Sarana Husada Periode Februari
2015. Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, 3(1).

Fadhila, Naela, Sudiro, Sudiro, & Denny, Hanifa Maher. (2017). Analisis
Upaya Manajemen Rumah Sakit Dalam Penerapan Budaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pasca Akreditasi Pada
Sebuah RSUD di Kabupaten Semarang. Jurnal Manajemen
Kesehatan Indonesia, 5(1), 55-61.

Hanifa, Nida Dini, Respati, Titik, & Susanti, Yuli. (2017). Hubungan
Pengetahuan dengan Upaya Penerapan K3 pada Perawat. Paper
presented at the Bandung Meeting on Global Medicine & Health
(BaMGMH).

Hasibuan, Rahman. (2017). Pengaruh Kesehatan Dan Keselamatan


Kerja, Pelatihan Dan Kerja Tim Terhadap Kinerja Tenaga Medis Di
Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam. Jurnal Dimensi, 6(2).

Ibrahim, Hasbi, Damayati, Dwi Santy, Amansyah, Munawir, & Sunandar,


Sunandar. (2017). Gambaran Penerapan Standar Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit di Rumah Sakit
Umum Daerah Haji Makassar. Al-sihah: The Public Health Science
Journal, 9(2).

62
Ilyas, Mgs M. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi
KEPMENKES NO. 1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit. Jurnal
Pemerintahan dan Politik, 2(1).

Indriyani, Yeni, Tarwaka, PGDip, Werdani, Kusuma Estu, & SKM, M Kes.
(2016). Analisis Implementasi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) Menggunakan Metode PDCA (Plan-Do-
Check-Act) di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Kardina, Wilujeng Ika. (2018). Manajemen Risiko Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Di Yogyakarta.

Sitanggang, Monikha Indryani. (2019). Hubungan Antara Faktor


Penghambat dengan Pelaksanaan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2018.

Tamboto, Christi Debora, Kandou, Grace D, & Kawatu, Paul AT. (2019).
Analisis Penerapan Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Di Rumah
Sakit GMIM Kalooran Amurang Kabupaten Minahasa Selatan.
Kesmas, 6(4).

Thoha, Muhammad, Lestantyo, Daru, & Widjasena, Baju. (2018).


Hubungan Program Haccp Dengan Praktik Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Dan Workplace Hazard Pada Pekerja Instalasi
Gizi Dirumah Sakit Islam Sultan Agung, Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(5), 610-616.

Wynalda, Daniel, & Sulistio, Hendrik. (2018). Analisis Korelasi Faktor-


Faktor Penerapan K3 Terhadap Tingkat Kecelakaan Dan Tingkat
Keparahan Pada Proyek Konstruksi. Jurnal Mitra Teknik Sipil, 1(1),
195-204.

63
Hasil Penelitian

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN


KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
DI RSUD HAJI MAKASSAR
TAHUN 2019

ANDI IRFANDI ACHMAD


15. 101.

PEMINATAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2019

64
ABSTRAK
Andi Irfandi Achmad. Faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
K3 di RSUD Haji Makassar tahun 2019. (dibimbing oleh Sjamsul
Rasjid dan Hermawati Hamalding)

Pelaksanaan Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) merupakan


salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi
dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. K3 RS
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM
Rumah Sakit, pasien, pengunjung/ pengantar pasien, masyarakat sekitar
Rumah Sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor
yang berhubungan dengan pelaksanaan K3 di RSUD Haji Makassar tahun
2019.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah
Observasional dengan pendekatan cross sectional study. Sampel dalam
penelitian ini adalah ini adalah sebagian karyawan RSUD Haji Makassar
dengan penarikan sampel dilakukan secara Purposive Sampling. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan, pelatihan, beban kerja, dan lama kerja dengan pelaksanaan
K3 di RSUD Haji Makassar tahun 2019.

Kata kunci :Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Pengetahuan,


Pelatihan, Beban Kerja, Lama Kerja
Daftar Pustaka : 15 (2016-2019)

iii
65
DAFTAR ISI

iii

iv

DAFTAR TABELvi

DAFTAR LAMPIRANviii

KATA PENGANTAR ix

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................9

C. Tujuan Penelitian................................................................................9

D. Manfaat Penelitian............................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................11

A. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3) Rumah Sakit............................................................................11

B. Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian..................................24

BAB III KERANGKA KONSEP................................................................34

A. Dasar Pemikiran Variabel penelitian................................................34

B. Pola Pikir Variabel Penelitian...........................................................36

66

Anda mungkin juga menyukai