0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan4 halaman
Dokumen ini membahas latar belakang pentingnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja khususnya di rumah sakit. Dokumen menjelaskan potensi bahaya yang dapat timbul di tempat kerja rumah sakit seperti penyakit infeksi, kecelakaan, dan radiasi serta pentingnya manajemen risiko di ruang operasi rumah sakit. Dokumen ini disusun oleh mahasiswa pemintatan Kesehatan dan Keselamatan Ker
Dokumen ini membahas latar belakang pentingnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja khususnya di rumah sakit. Dokumen menjelaskan potensi bahaya yang dapat timbul di tempat kerja rumah sakit seperti penyakit infeksi, kecelakaan, dan radiasi serta pentingnya manajemen risiko di ruang operasi rumah sakit. Dokumen ini disusun oleh mahasiswa pemintatan Kesehatan dan Keselamatan Ker
Dokumen ini membahas latar belakang pentingnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja khususnya di rumah sakit. Dokumen menjelaskan potensi bahaya yang dapat timbul di tempat kerja rumah sakit seperti penyakit infeksi, kecelakaan, dan radiasi serta pentingnya manajemen risiko di ruang operasi rumah sakit. Dokumen ini disusun oleh mahasiswa pemintatan Kesehatan dan Keselamatan Ker
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal penting yang harus diterapkan di semua tempat kerja, baik pada sektor formal maupun sektor informal. Terlebih bagi tempat kerja yang memiliki risiko atau bahaya yang tinggi, serta dapat menimbulkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. keselamatan dan kesehatan kerja seharusnya diterapkan pada semua pihak yang terlibat dalam proses kerja, mulai dari tingkat manager sampai dengan karyawan biasa. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja memiliki hak untuk mendapat perlindungan bagi keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional (Catur dan Hafizhatun, 2018). Keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan melindungi pekerja atas keselamatannya agar dapat meningkatkan produktifitas nasional. Menjamin semua pekerja yang berada di tempat kerja menggunakan serta merawat sumber produksi secara aman dan efisien (Putri et al., 2017). Karena itu diperlukan sebuah studi untuk mengukur tingkat risiko yang terjadi didalam lingkungan kerja. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) : Dari 35 juta pekerja kesehatan 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta terpajan virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV/ AIDS). Dapat terjadi : 15,000 HBC, 70,000 HBB & 1000 kasus HIV. Lebih dari 90% terjadi di negara berkembang.8–12% pekerja rumah sakit, sensitif terhadap lateks. Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV 4: 1000. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HBV 27–37: 100. Risiko penularan HCV setelah luka tusuk jarum suntik yang mengandung HCV 3 - 10 : 100 (Ike et al., 2018) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional pada tahun 2019 penduduk yang bekerja sebanyak 131,03 juta orang, bertambah 1,67 juta orang dari Februari 2019. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terutama Jasa Pendidikan (0,24 persen poin), Konstruksi (0,19 persen poin), dan Jasa Kesehatan (0,13 persen poin). Sebanyak 74,04 juta orang (56,50 persen) bekerja pada kegiatan informal. Selama setahun terakhir (Februari 2019–Februari 2020), persentase pekerja formal meningkat sebesar 0,77 persen poin (Badan Pusat Statistik, 2020) Potensi bahaya akan selalu timbul pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Potensi bahaya tersebut dapat berasal dari sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, mesin yang digunakan oleh pekerja, lingkungan kerja dari pekerja, proses produksi, dan cara kerja pekerja. Untuk meminimalkan terjadinya potensi bahaya tersebut, adalah dengan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan untuk tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja agar dapat terhindar dari potensi yang dapat menimbulkan bahaya, sehingga tenaga kerja tersebut selalu dalam kondisi selamat dan sehat. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakanilmu untuk pengendalian bahaya serta risiko untuk dapat meminimalkan terjadinya accident dan injury, serta upaya pencegahan terhadap tenaga kerja yang mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan maupun dari lingkungan kerja dari tenaga kerja tersebut (Sawitri & Mulyono, 2019). UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang kesehatan, pasal 23 menyebutkan bahwa semua tempat kerja yang mudah terjangkit penyakit, tempat kerja yang memiliki risiko bahaya kesehatan, dan tempat kerja yang memiliki karyawan paling sedikit 10 orang, wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Rumah sakit, balai kesehatan, klinik perusahaan, puskesmas, laboratorium merupakan tempat kerja yang termasuk dalam kategori yang disebutkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 tersebut, dikarenakan dalam tempat tersebut terdapat bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja yang bekerja di tempat tersebut, tetapi bukan hanya tenaga kerja yang bekerja di tempat tersebut saja yang dapat terancam kesehatannya namun pasien dan pengunjung tempat tersebut juga dapat terkena dari ancaman bahaya kesehatan. Tempat tersebut wajib menerapkan upaya-upaya keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit. Rumah sakit juga tidak hanya memiliki potensi bahaya seperti penyakit infeksi tetapi memiliki potensi bahaya yang lain seperti penerapan ergonomi yang kurang tepat, kebakaran, kecelakaan yang bersumber dari instalasi listrik, radiasi, gas anestesi, serta bahan kimia berbahaya (Sawitri & Mulyono, 2019) Di pasar medis dengan persaingan ketat, penerapan strategi manajemen risiko telah mendapat perhatian yang meningkat oleh manajer layanan kesehatan. Manajemen risiko mengacu pada manajemen keadaan darurat yang tidak selalu dapat diantisipasi sebelumnya, tetapi akan menimbulkan konsekuensi serius jika terjadi. Ruang operasi adalah area utama rumah sakit mana pun, dan kelalaian oleh anggota staf ruang operasi dapat membahayakan kehidupan pasien. Kemungkinan kesalahan yang dapat dibuat oleh anggota staf ruang operasi termasuk kegagalan untuk mengangkut pasien dengan benar, identifikasi yang salah dari situs bedah, transfusi darah yang salah, manajemen intraoperatif yang buruk dari alat-alat bedah, penempatan pasien dalam posisi operasi yang salah, tidak memadai prosedur anti infeksi, catatan bedah yang buruk, dan penggunaan peralatan bedah yang tidak tepat, seperti mikrotom. Karena faktor-faktor risiko di atas, sangat penting untuk memperkuat manajemen staf di ruang operasi dengan menggunakan teori manajemen risiko untuk menganalisis dan menangani risiko potensial, dan membangun mekanisme untuk pencegahan dan penyelesaian risiko (Guo, 2015).
1.2 Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Daftar istilah/Glosarium 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa pemintatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Proyek Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kendari, Sulawesi Tenggara Tahun 2019