Anda di halaman 1dari 34

Makalah

Pengaruh Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap Kinerja Petugas


Kesehatan di Puskesmas Dadirejo

Oleh
SRI MULYANTI
NIM : 18.12.00016

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RAJAWALI
PURWOREJO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan
dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Puskesmas
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat pertama yang memiliki
peranan sangat penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat dan
merupakan fasilitas kesehatan primer yang berada di sekitar lingkungan
masyarakat.
Puskesmas sebagai salah satu unit layanan kesehatan harus
senantiasa meningkatkan mutu pelayanan, hal ini dapat tercapai salah
satunya dengan memikirkan aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
Seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan maka akan meminimalkan
kejadian dari kecelakaan kerja yang dapat terjadi karena proses kegiatan
pelayanan atau kondisi sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standar.
Selain itu dengan mengedepankan aspek kesehatan dan keselamatan kerja
membuktikan bahwa Puskesmas menjalankan kewajiban untuk
menyehatkan para tenaga kerjanya untuk mengurangi risiko terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di
Puskesmas serta dapat meningkatkan produktivitas kerja dan pelayanan
Puskesmas yang maksimal.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Faktor penyebab tersering terjadinya
kecelakaan kerja ialah karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Oleh karena itu,
penilaian risiko merupakan cara yang digunakan untuk mengelola dengan
baik risiko yang dihadapi oleh pekerja dan memastikan bahwa kesehatan
dan keselamatan pekerja tidak terkena risiko saat bekerja. Sistem penilaian
risiko ini adalah mengidentifikasi bahaya sehingga dapat mengambil
tindakan untuk mengendalikan, mengurangi atau menghilangkan risiko
sebelum terjadi kecelakaan yang dapat menimbulkan cedera, kerusakan
dan kerugian.
Puskesmas sebagai tempat kerja mempunyai potensi
bahaya beragam terhadap kesehatan, terdapat di semua tempat baik
di dalam maupun di luar gedung yang dapat timbul dari
lingkungan tempat kerja, proses kerja, cara kerja, alat dan
bahan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
Potensi bahaya di puskesmas, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di
puskesmas, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang
berhubungan dengan instalasi listrik dan sumber-sumber cidera lainnya),
iritasi mata, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut, jelas mengancam jiwa dan
kehidupan bagi para petugas kesehatan di puskesmas, para pasien maupun
para pengunjung yang ada di lingkungan puskesmas.
Pengendalian faktor-faktor bahaya yang dilakukan untuk
meminimalkan bahkan menghilangkan penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja adalah dengan cara pengendalian teknis dan
administratif, tetapi banyak perusahaan yang menolak untuk melaksanakan
pengendalian tersebut dengan alasan biaya yang mahal. Maka perusahaan
tersebut mengupayakan dengan merekomendasikan Alat Pelindung Diri
(APD) sebagai tindakan proteksi dini terhadap bahaya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang timbul di tempat kerja. Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) sebenarnya merupakan alternatif terakhir bagi pihak
perusahaan untuk melindungi tenaga kerjanya dari faktor dan potensi
bahaya.
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat yang
digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi tubuhnya dari bahaya atau
kecelakaan di tempat kerja. Penggunaan APD oleh pekerja saat bekerja
merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja oleh bahaya potensial yang tidak dapat dihilangkan
atau dikendalikan. Walaupun upaya ini berada pada tingkat pencegahan
terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan.
Berdasarkan berita di internet BPJS Ketenagakerjaan dengan judul
“Angka Kecelakaan Kerja Cenderung Meningkat, BPJS Ketenagakerjaan
Bayar Santunan Rp1,2 Triliun” (2019) yang diutarakan oleh Direktur
Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif mengungkapkan bahwa,
setiap tahunnya rata-rata BPJSTK melayani 130 ribu kasus kecelakaan
kerja dari kasus ringan sampai dengan kasus -kasus yang berdampak fatal.
Angka kecelakaan kerja menunjukkan tren yang meningkat. Pada tahun
2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan sebanyak 123.041 kasus,
sementara itu sepanjang tahun 2018 mencapai 173.105 kasus dengan
nominal santunan yang dibayarkan mencapai Rp1,2Trilyun. Krishna
Syarif mengungkapkan untuk menekan angka kecelakaan kerja dan
melindungi pekerja, program jaminan sosial Ketenagakerjaan memberikan
perlindungan sejak pekerja berangkat dari rumah, saat bekerja, hingga
kembali lagi kerumah. “Melalui program ini, pemerintah telah
memberikan jaminan kepada seluruh pekerja Indonesia bila terjadi resiko
yang tidak diharapkan pada saat melakukan pekerjaan. Dan melalui
peringatan Bulan K3 ini, kami ingin mengajak seluruh pekerja Indonesia
senantiasa memperhatikan dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
di tempat kerja sesuai dengan bidang pekerjaannya,” pesan Krishna.
Menurutnya, bekerja sesuai standar prosedur keamanan dan perlindungan
jaminan sosial ketenagakerjaan tentunya dapat membuat rasa aman dalam
bekerja dan produktifitas menjadi meningkat.
Dalam hal ini berkaitan dengan Alat Pelindung Diri, pemerintah
telah menetapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang di atur
dalam Undang – Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kesehatan Kerja (K3) yang di berlakukan di Industri. Selain itu juga
terdapat dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
1/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja.
Perilaku kerja aman haruslah diterapkan oleh pekerja agar
terhindar dari kecelakaan kerja. Perilaku kerja yang aman adalah harus
menggunakan alat pelindung diri dengan baik dan benar, menerapkan
peraturan yang telah diterapkan oleh perusahaan, mengikuti petunjuk-
petunjuk penggunaan alat atau mesin sebelum menggunakan alat tersebut,
dan menerapkan hasil dari pelatihan yang telah diberikan sehingga tenaga
kerja akan mampu bekerja secara aktif dan produktif. Keselamatan kerja
harus benar-benar di terapkan dalam suatu tempat kerja dimana di
dalamnya terdapat tenaga kerja yang melakukan pekerjaannya. Bukan
hanya pengawasan terhadap mesin, dan peralatan lain saja tetapi yang
lebih penting pada manusianya atau tenaga kerjanya. Hal ini dilakukan
karena manusia adalah faktor yang paling penting dalam suatu proses
produksi.

B. Batasan Masalah
Ketersediaan APD yang ada di Puskesmas Dadirejo dan pemakaian APD
yang sesuai standar oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Dadirejo

C. Rumusan Masalah
1. Apa saja potensi bahaya yang dapat terjadi di Puskesmas yang
mengharuskan petugas kesehatan memakai APD?
2. Alat Pelindung Diri (APD) apa yang tepat guna melindungi petugas
kesehatan dari potensi bahaya di Puskesmas?
3. Bagaimana manfaat Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas
kesehatan di Puskesmas?
D. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui potensi bahaya yang dapat terjadi di Puskesmas
yang mengharuskan petugas kesehatan memakai APD.
2. Untuk mengetahui Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat guna
melindungi petugas kesehatan dari potensi bahaya di Puskesmas.
3. Untuk mendeskripsikan manfaat Alat Pelindung Diri (APD) bagi
petugas kesehatan di Puskesmas.
4.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keselamatan Kerja
Menurut TIM K3 FT UNY (2014:8), keselamatan kerja diartikan
sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk melindungi pekerja; menjaga
keselamatan orang lain; melindungi peralatan, tempat kerja dan bahan
produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan proses
produksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam keselamatan
(safety).
1. Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss)
2. Kemampuan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan resiko
yang tidak bisa diterima (the ability to identify and eliminate
unacceptable risks)
Menurut Sri Rejeki (2016: 6) keselamatan kerja adalah keselamatan
yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki sifat sebagai berikut.
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
2. Bersifat teknik.
Menurut Sama’mur (1986:1) keselamatan kerja diartikan sebagai
keselamatan kerja yang berkaitan dengan alat kerja, mesin, proses
pengelolahan tempat kerja, lingkungannya serta system melakukan
pekerjaan. Menurut Megginson dalam Mangkunegara (2004:61),
keselamatan kerja dijelaskan sebagai berikut “Keselamatan kerja
diilustrasikan sebagai suatu kondisi yang aaman dari kesengsaraan,
kerusakan di tempat kerja dan kerugian”.
B. Kesehatan Kerja
Menurut TIM K3 FT UNY (2014:8), kesehatan diartikan sebagai
derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi individu (the degree of
physiological and psychological well being of the individual).
Secara umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya yang
ditujukan untuk memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan
cara mencegah dan memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja,
mencegah kelelahan kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
Menurut Moenir (1983:207) yang dimaksud dengan kesehatan kerja
merupakan “Sebuah usaha dan keadaan yang seorang individu
mempertahankan kondisi kesehatannya saat dalam aktivitas bekerja”.
Sedangkan menurut Soepomo (1985:75) “Kesehatan kerja digambarkan
sebagai bentuk usaha-usaha dan aturan-aturan untuk menjaga tenaga
kerja/karyawan dari kejadiaan atau keadaan yang bersifat merugikan
kesehatan saat buruh/karyawan tersebut melakukan pekerjaan dalam suatu
hubungan kerja”.
Menurut Sri Rejeki (2016: 6), Pengertian sehat senantiasa digambarkan
sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja
bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan
kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama di
bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal
mungkin. Status kesehatan seseorang menurut Blum (1981) dalam Sri
Rejeki (2016: 6), ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,
pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. Definisi
kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja
beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik
fisik atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan
kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan
yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini
semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada sektor industri” saja
melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang
dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
Menurut Sri Rejeki (2016: 7) keselamatan kerja sama dengan hygene
perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut.
1. Sasarannya adalah manusia.
2. Bersifat medis.
Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau
material-material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing
terhadap kesehatan pekerja. Ridley (2008) dalam Sri Rejeki (2016: 7),
menyatakan bahwa kita harus memahami karakteristik material yang
digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap material tersebut untuk
meminimasi risiko material terhadap kesehatan.
Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta
cara substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan
penting bagi pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat
mengetahui reaksi tubuh terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat
meminimasi timbulnya penyakit.
Ridley (2008) dalam Sri Rejeki (2016: 7), menjabarkan ada beberapa
jalur untuk substansi berbahaya dapat masuk ke tubuh seperti berikut.
1. Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian menuju usus.
Pencegahan:
a) Dilarang makan di tempat kerja.
b) Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan.
c) Dilarang merokok di tempat kerja.
2. Hirupan pernafasan; yang masuk melalui organ pernafasan menuju
paru-paru.
Pencegahan:
a) Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai untuk substansi-
substansi tertentu.
b) Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation).
c) Ekstraksi uap dan debu.
3. Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.
Pencegahan:
a) Menggunakan sarung tangan.
b) Membersihkan area terkontaminasi dengan air sabun.
c) Menggunakan krim pelindung kulit.
4. Masuk melalui luka dan sayatan terbuka.
Pencegahan:
a) Mengobati seluruh luka dan sayatan.
b) Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.
Dalam tubuh terdapat berbagai organ tubuh seperti hati, usus, ginjal,
dan lain-lain. Setiap organ tersebut memiliki fungsinya masing-masing,
dan setiap fungsi tersebut sangat rentan apabila organ diserang oleh
substansi kimia tertentu.

C. Kecelakaan Kerja
1. Pengertian Kecelakaan Kerja
Menurut Sumamur (1967) dalam Sri Rejeki (2016: 8), bahaya
adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan cedera atau luka,
sedangkan risiko adalah kemungkinan kecelakaan akan terjadi dan
dapat mengakibatkan kerusakan.
Menurut Ridley (2008) dalam Sri Rejeki (2016: 8), kecelakaan
merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan
cedera atau kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari
perusahaan, pekerja, maupun keduanya, dan akibat yang ditimbulkan
dapat memunculkan trauma bagi kedua pihak. Bagi pekerja, cedera
akibat kecelakaan dapat berpengaruh terhadap kehidupan pribadi,
kehidupan keluarga, dan kualitas hidup pekerja tersebut. Bagi
perusahaan, terjadi kerugian produksi akibat waktu yang terbuang pada
saat melakukan penyelidikan atas kecelakaan tersebut serta biaya untuk
melakukan proses hukum atas kecelakaan kerja.
Sumamur dalam Sri Rejeki (2016: 8) berpendapat bahwa
kecelakaan tidak mungkin terjadi secara kebetulan sehingga pasti ada
sebab dibalik setiap kecelakaan. Penting sekali agar suatu kecelakaan
diteliti dan ditemukan penyebabnya sehingga dapat dilakukan usaha
untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut terulang kembali.
Pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya
kecelakaan hingga mutlak minimum, mengurangi bahaya, serta risiko
yang dihasilkan dalam suatu kegiatan pekerjaan.
Menurut Ridley (2008) dalam Sri Rejeki (2016: 8), kecelakaan
dapat dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak
langsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian
kecelakaan sesungguhnya dan juga kejadian nyaris celaka/hampir
celaka. Nyaris celaka adalah sebuah kejadian yang hampir
menyebabkan terjadinya cedera atau kerusakan dan hanya memiliki
selang perbedaan waktu yang sangat singkat. Nyaris celaka tidak
mengakibatkan kerusakan, sedangkan kecelakaan pasti mengakibatkan
kerusakan.
2. Penyebab Kecelakaan Kerja
Setiap kecelakaan bukan peristiwa tunggal, namun terjadi
karena penyebab yang saling berkaitan yaitu kesalahan dari sisi
perusahaan, sisi pekerja, atau keduanya. Akibat yang ditimbulkan yakni
trauma bagi keduanya, bagi pekerja yaitu cedera yang dapat
memengaruhi terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidup, sedangkan
bagi perusahaan berupa kerugian produksi, waktu yang terbuang untuk
penyelidikan dan biaya untuk proses hukum. Tindakan pencegahan
kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan
hingga mutlak minimum.
Menurut Ridley (2008) dalam Sri Rejeki (2016: 9), contoh
penyebab kecelakaan untuk masing-masing faktor tersebut adalah:
a. Situasi kerja
1) Pengendalian manajemen yang kurang.
2) Standar kerja yang minim.
3) Tidak memenuhi standar.
4) Perlengkapan yang tidak aman.
5) Tempat kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran,
tekanan udara, ventilasi, penerangan dan kebisingan yang tidak
aman.
6) Peralatan/bahan baku yang tidak aman.
b. Kesalahan orang
1) Keterampilan dan pengetahuan minim.
2) Masalah fisik atau mental.
3) Motivasi yang minim atau salah penempatan.
4) Perhatian yang kurang.
c. Tindakan tidak aman
1) Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui.
2) Mengambil jalan pintas.
3) Tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja selama
bekerja.
4) Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
d. Kecelakaan
1) Kejadian yang tidak terduga.
2) Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya.
3) Terjatuh.
4) Terhantam mesin atau material yang jatuh dan sebagainya.
e. Cedera atau kerusakan
1) Sakit dan penderitaan (pada pekerja).
2) Kehilangan pendapatan (pada pekerja).
3) Kehilangan kualitas hidup (pada pekerja).
4) Pabrik (pada perusahaan).
5) Pembayaran kompensasi (pada perusahaan).
6) Kerugian produksi (pada perusahaan).
7) Kemungkinan proses pengadilan (pada perusahaan).
3. Teknik-Teknik Praktis Pencegahan Kecelakaan Kerja
a. Nyaris
1) Membudayakan pelaporan kecelakaan yang nyaris terjadi.
2) Menyelidikinya untuk mencegah kecelakaan serius.
3) Menumbuhkan budaya ‘tidak saling menyalahkan.
b. Identifikasi Bahaya
1) Melakukan inspeksi keselamatan kerja dan patroli.
2) Laporan dari operator.
3) Laporan dari jurnal-jurnal teknis.
c. Pengeliminasian bahaya
1) Adanya sarana-sarana teknis.
2) Mengubah material.
3) Mengubah proses.
4) Mengubah pabrik baik dari segi tata letak mesin maupun
kondisi kerja di pabrik.
d. Pengurangan bahaya
1) Memodifikasi perlengkapan sarana teknis.
2) Alat Pelindung Diri (PPE).
e. Melakukan penilaian risiko
f. Pengendalian risiko residual
1) Dengan sarana teknis-alarm, pemutusan aliran (trips).
2) Sistem kerja yang aman.
3) Pelatihan para pekerja.
D. Penyakit Akibat Kerja
1. Pengertian Penyakit Akibat Kerja
Menurut Hebbie Ilma Adzim (2013) dalam TIM K3 FT UNY
(2014:24), Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan
demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau
man made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain
yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan
kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun
diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan
dengan pekerjaan.
2. Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat
kerja, berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab
dari penyakit yang ada di tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara,
vibrasi, penerangan.
Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka
ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka
sepanjang hari dan pada malam hari dengan pencahayaan buatan
50-500lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
1) Iritasi pada mata / conjunctiva
2) Penglihatan ganda
3) Sakit kepala
4) Daya akomodasi dan konvergensi turun
5) Ketajaman penglihatan
Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja.
Grandjean (1980) dalam TIM K3 FT UNY (2014:24),
menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat kerja sebagai
berikut:
1) Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan
pekerja
2) Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-
mesin,meja, kursi, dan tempat kerja
3) Hindari pemasangan lampu FL yang tegak lurus dalam garis
penglihatan
b. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap,
gas, larutan, dan kabut
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja,
cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan
kontruksi yang salah.
d. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan
pekerjaan
3. Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja
Menurut TIM K3 FT UNY (2014:25), pencemaran udara oleh
partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah
manusia,yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang
mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam
dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel
udara sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang
tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit
saluran pernapasan atau pneumoconiosis.
Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di
daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu
silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis. Macam-
macam peyakit akibat kerja lainnya yaitu coronary artery, penyakit
liver, masalah neuropsikiatrik, dan penyakit yang tidak diketahui.
a. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,
berupa SiO2 , yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan
kemudian mengendap.

b. Penyakit Asbestosis
Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara.
c. Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian
terhisap kedalam paru-paru.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh debu batu bara.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa
logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida,
dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut
beriliosis.
f. Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida
dan bahan kimia lain di tempat kerja.
g. Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis
virus atau sirosis karena alkohol.
h. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja
sering diabaikan. Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet,
pemakaian alkohol, atau tidak diketahui penyebabnya.
i. Penyakit yang Tidak Diketahui
Sebabnya Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan
dengan bahan kimia atau lingkungan sick building syndrome.
4. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Menurut TIM K3 FT UNY (2014:35), berikut ini beberapa tips
dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
a. Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
b. Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih
lanjut
c. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat
ditempuh seperti berikut ini:
a. Pencegahan Pimer – Healt Promotio
1) Perilaku kesehatan
2) Faktor bahaya di tempat kerja
3) Perilaku kerja yang baik
4) Olahraga
5) Gizi
b. Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
1) Pengendalian melalui perundang-undangan
2) Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
3) Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
4) Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c. Pencegahan Tersier
1) Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2) Pemeriksaan kesehatan berkala
3) Pemeriksaan lingkungan secara berkala
4) Surveilans
5) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6) Pengendalian segera ditempat kerja
E. Alat Pelindung Diri (APD)
1. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Darmadi (2008) mengungkapkan bahwa alat atau
perlengkapan yang berfungsi sebagai “penyekat atau pembatas” antara
petugas dan penderita ini disebut perlengkapan pelindung diri.
Sedangkan menurut Menaker (2010), Alat Pelindung Diri adalah suatu
alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya
di tempat kerja.
Menurut Tietjen (2004), pelindung pembatas sekarang umumnya
diacu sebagai perlengkapan pelindung diri (PPD), telah digunakan
bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan
kesehatan. Demi efektivitasnya, APD harus digunakan dengan tepat.
Menurut Uhud (2008), alat pelindung diri sesungguhnya
merupakan hirarki terakhir dalam melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja dari potensi bahaya yang kemungkinan terjadi
pada saat melakukan pekerjaan, setelah pengendalian teknik dan
administratif tidak mungkin lagi diterapkan. Ada beberapa jenis alat
pelindung diri yang mutlak digunakan oleh tenaga kerja pada waktu
melakukan pekerjaan dan saat menghadapi potensi bahaya karena
pekerjaanya, antara lain seperti topi keselamatan, safety shoes, sarung
tangan, pelindung pernafasan, pakaian pelindung, dan sabuk
keselamatan. Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai
dengan potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai denga bagiann tubuh
yang perlu dilindungi.
2. Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut PK3 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (2006), berdasarkan
fungsinya ada beberapa macam APD yang digunakan oleh tenaga
kerja, antara lain:
a. Alat Pelindung Kepala (Headwear)
Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi
untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau
terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau
meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan
bahan-bahan kimia, jasad renik (mikroorganisme) dan suhu yang
ekstrim. Jenis alat pelindung kepala antara lain:
1) Topi pelindung (Safety Helmets)
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari benda-benda
keras yang terjatuh, benturan kepala, terjatuh dan terkena arus
listrik.
2) Tutup kepala
Alat ini berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat alat/daerah steril dan percikan bahan-bahan dari
pasien.
3) Topi/Tudung
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap-uap
korosif, debu, dan kondisi cuaca buruk.
b. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata adalah alat pelindung yang berfungsi
untuk melindungi mata dari paparan bahan kimia berbahaya,
paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan
air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi
gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak
mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras
atau benda tajam. Jenis alat pelindung mata antara lain:
1) Kaca mata biasa (spectacle goggles)
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari partikel-partikel
kecil, debu dan radiasi gelombang elegtromagnetik.
2) Goggles
Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap,
dan percikan larutan bahan kimia.
c. Alat Pelindung Pernafasan (Respiratory Protection)
Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah
alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan
dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau
menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang
berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan
sebagainya. Jenis alat pelindung pernafasan antara lain:
1) Masker
Alat ini digunakan untuk mengurangi paparan debu atau
partikel-partikel yang lebih besar masuk kedalam saluran
pernafasan.
2) Respirator
Alat ini digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan
debu, kabut, uap logam, asap, dan gas-gas berbahaya.
d. Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)
Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari
pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik,
radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan
tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.
1) Sarung tangan bersih
Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang di disinfeksi
tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit
dan selaput lendir misalnya tindakan medik pemeriksaan
dalam, merawat luka terbuka.
2) Sarung tangan steril
Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang disterilkan dan
harus digunakan pada tindakan bedah.
e. Baju Pelindung (Body Potrection)
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan
sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas
atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas,
percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas,
benturan dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi,
binatang, mikro-organisme patogen dari manusia, binatang,
tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur. Jenis
baju pelindung antara lain:
1) Pakaian kerja
Pakaian kerja yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat
isolasi seperti bahan dari wool, katun, asbes, yang tahan
terhadap panas.
2) Celemek
Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat
kedap terhadap cairan dan bahan-bahan kimia seperti bahan
plastik atau karet.
3) Apron
Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan timbal yang dapat
menyerap radiasi pengion.
f. Alat Pelindung Kaki (Feet Protection)
Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari
tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk
benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan
suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad
renik, tergelincir. Jenis alat pelindung kaki antara lain:
1) Sepatu steril
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di
ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.
2) Sepatu kulit
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan
yang membutuhkan keamanan oleh benda-benda keras, panas
dan berat, serta kemungkinan tersandung, tergelincir, terjepit,
panas, dingin.
3) Sepatu boot
Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan
yang membutuhkan keamanan oleh zat kimia korosif, bahan-
bahan yang dapat menimbulkan dermatitis, dan listrik.
g. Alat Pelindung Telinga (Ear Protection)
Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.
Jenis alat pelindung telinga antara lain:
1) Sumbat telinga (Ear plug)
Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB.
2) Tutup telinga (Ear muff)
Alat ini dapat mengurang intensitas suara sampai 30 dB dan
juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda
keras atau percikan bahan kimia.
h. Sabuk Pengaman Keselamatan (Safety Belt)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tubuh dari
kemungkinan terjatuh dari ketinggian, seperti pada pekerjaan
mendaki, memanjat dan pada pekerjaan konstruksi bangunan.
3. Syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD)
APD yang efektif harus:
a. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi
b. Terbuat dari meterial yang akan tahan terhadap bahaya tersebut.
c. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya
d. Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas
e. Memiliki konstruksi yang sangat kuat
f. Tidak mengganggu PPD lain yang sedang dipakai secara
bersamaan
g. Tidak meninggalkan resiko terhadap pemakainya
h. Disediakan secara gratis
i. Diberikan satu per orang atau jika tidak, harus dibersihkan setelah
digunakan
j. Hanya digunakan sesuai peruntukannya
k. Dijaga dalam kondisi baik
l. Diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan
m. Disimpan di tempat yang sesuai ketika tidak digunakan
Sekurang-kurangnya ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan
oleh pabrik dalam keputusan mereka menyediakan APD kepada
kelompok pekerja tertentu dalam upaya mencapai perlindungan yang
efektif, antara lain:
a. Jenis APD harus sesuai untuk sumber bahaya yang dihadapi oleh
pekerja
b. APD harus pas dengan pekerja
c. APD harus diganti sesuai kebutuhan
4. Peraturan Perundangan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
a. Kewajiban dalam penggunaan APD di tempat kerja yang
mempunyai resiko terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja telah diatur didalam Undang-undang No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal-pasal yang mengatur
tentang penggunaan APD antara lain:
1) Pasal 3 ayat 1 sub f, menyebutkan bahwa ”Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk
memberikan alat-alat pelindungdiri pada pekerja”.
2) Pasal 9 ayat 1 sub c, menyebutkan bahwa ”Pengurus
diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga
kerja baru tentang, alat–alat pelindung diri bagi tenaga kerja
yang bersangkutan”.
3) Pasal 12 sub b, menyebutkan bahwa ”Dengan peraturan
perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk,
memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”.
4) Pasal 14 sub c, menyebutkan bahwa ”Pengurus diwajibkan
menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri
yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau ahli-ahli keselamatan kerja.
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
1/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat
Kerja.
1) Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pengurus wajib
menyediakan secaracuma-cuma semua alat perlindungan diri
yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
2) Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa tenaga kerja harus
memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.
5. Tujuan dan Manfaat Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut (Tarwaka, 2014), tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang
dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga
penggunaan alat pelindung diri memegang peran penting. Hal ini
penting dan bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk
perusahaan.
Manfaat bagi tenaga kerja yaitu;
a. Tenaga kerja dapat bekerja lebih aman untuk terhindar dari bahaya-
bahaya kerja.
b. Dapat mencegah kecelakaan akibat kerja.
c. Tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak
dan martabat sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara
aktif dan produktif.
d. Tenaga kerja lebih produkif sehingga meningkatkan hasil produksi.
Hal ini akan menembah keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa
kenaikan gaji atau jaminan sosial sehinga kesejahteraan akan
terjamin.
Manfaat bagi perusahaan yaitu;
a. Meningkatkan keuntungan karena hasil produksi dapat terjamin
baik jumlah maupun mutunya.
b. Penghematan biaya pengobatan serta pemeliharaan kesehatan para
tenaga kerja.
c. Menghindari terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja
sehingga dapat tercapainya produktivitas yang tinggi dengan
efesiensi yang optimal.

F. Kinerja Karyawan
1. Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Russell dan Bernadin (1993:135) mengemukakan bahwa
performance (kinerja) adalah catatan yang di hasilkan dari fungsi suatu
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.
pendapat tersebut dapat diasumsikan bahwa kinerja merupakan alat
yang mengukur fungsi-fungsi pekerjaan tertentu yang dikerjakan oleh
pegawai selama periode waktu tertentu tujuannya agar diketahui
apakah terjadi penurunan atau peningkatan.
Menurut Mangkunegara (2010:9) mengemukakan pengertian
kinerja pegawai (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
pendapat ini dapat diartikan bahwa kinerja merupakan pencapaian
hasil produksi berupa kualitas dan kuantitas sebuah barang dan jasa
melalui proses kerja yang dilakukan pegawai berdasarkan tugas dan
tanggungjawab yang telah diberikan sebelumnya.
Sedangkan menurut Prawirosentono (1999:54) kinerja atau
performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika.
Pendapat tersebut mengandung arti bahwa kinerja merupakan hasil
dari sebuah proses kinerja yang diberikan oleh organisasi kepada
seorang pegawai atau sekelompok pegawai, yang nantinya diharapkan
akan menghasilkan produk baik itu berupa barang dan jasa yang legal
dan berdasarkan moral dan etika yang berlaku disuatu lingkungan dan
kondisi masyarakat.
2. Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Leon C. Menggisson dalam Mangkunegara (2010:9)
mengemukakan bahwa prestasi kerja (performance appraisal) adalah
suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah
seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
Menurut Soeprihanto (2001:7) bahwa untuk mengetahui tinggi
rendahnya kinerja seseorang, perlu dilakukan suatu penilaian terhadap
kinerja tersebut. dikatakan selanjutnya , penilaian kinerja (appraisal of
performance) terhadap seorang karyawan dalam melaksanakan tugas
dan tanggungjawabnya apakah telah melaksanakan tugas tersebut
dengan benar atau tepat pada waktunya. Penilaian itu mencakup
keseluruhan aspek, yang tidak hanya dilihat dari segi fisiknya tetapi
hal yang terpenting adalah meliputi kesetiaan, prestasi kerja, prakarsa,
kompetensi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Simamora (1995:500) kinerja sangat di tentukan oleh 3 (tiga)
hal yakni :
a. Faktor individual yang terdiri dari :
1) Kemampuan dan keahlian
2) Latar belakang
3) Demografi
b. Faktor psikologis yang terdiri dari :
1) Persepsi
2) Attitude
3) Personality
4) Motivasi
c. Faktor organisasi
1) Sumberdaya
2) Kepemimpinan
3) Penghargaan
4) Struktur
5) Job design
Pendapat Simamora di atas dapat dipahami bahwa faktor
individual, faktor psikologis dan faktor organisasi sangat penting
karena sub faktor dari ketiga faktor tersebut mempunyai keterkaitan
dan sangat vital bagi sebuah kinerja pegawai baik itu secara individu
maupun secara kelompok sehingga akan mepengaruhi pegawai untuk
bekerja lebih baik dan obyektif yang akhirnya pencapaian hasil kinerja
meningkat.
Menurut Wiliam Stem dalam Mangkunegara (2010:16) faktor-
faktor penentu prestasi kerja individu atau pegawai adalah faktor
individu dan faktor lingkungan kerja organisasinya. Pendapat tersebut
dapat di asumsikan bahwa :
a. Faktor individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu
yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikid (rohani)
dan fisiknya (jasmani). Dengan adanya integritas yang tinggi
antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki
konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan
modal utama individu manusi untuk mampu mengelolah dan
mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam
melaksanakan kegiatan atau aktifitas kerja sehari-hari dalam
mencapai tujuan organisasi.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi
induvidu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan
organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas,
autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola
komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja
respek dan dinamis, peluang berkaris dan fasilitas kerja yang
relative memadai. Sekalipun jika faktor lingkungan organisasi
kurang menunjang, maka bagi individu yang memiliki tingkat
kecerdasan emosi yang yang baik, sebenarnya tetap dapat
berprestasi dalam bekrja hal ini bagi individu tersebut lingkungan
organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat diciptakan oleh
dirinya serta merupakan pemacu (pemotivator) tantangan bagi
dirinya dalam berprestasi di organisasinya prestasi kerja itu tidak
hanya berkaitan dengan kuantitas tapi juga dengan kualitas
pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam kurun waktu tertentu.

G. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


1. Pengertian Puskesmas
Menurut Azrul Azwar (1994 : 125) Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan
masyarakat yang amat penting di Indonesia. Adapun yang
dimaksudkan dengan PUSKESMAS ialah suatu unit pelaksanaan
fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan,
pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan
kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada
suatu wilayah tertentu
2. Kedudukan dan fungsi Puskesmas
a. Kedudukan
1) Kedudukan dalam bidang administrasi, Puskesmas
merupakan perangkat Pemda/Kota dan tanggung jawab
langsung baik secara teknis medis maupun secara
administratif kepada dinas kesehatan kota.
2) Dalam hirarki pelayanan kesehatan, seseuai SKN maka
Puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan
pertama.

b. Fungsi
1) Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya.
2) Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam
rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
3) Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada
masyarakat di wilayah kerjanya.
Untuk melakukan fungsi tersebut Puskesmas melakukan
kegiatan:
1) Perencanaan program kesehatan di wilahnya.
2) Pergerakan pelaksanaan kegiatan.
3) Pengawasan, pengendalian dan penelitian kegiatan.
3. Stratifikasi Puskesmas
Stratifikasi Puskesmas adalah upaya untuk melaksanakan
penilaian prestasi kerja Puskesmas, dalam rangka perkembangan
fungsi Puskesmas, sehingga pembinaan dalam rangka perkembangan
fungsi Puskesmas dapat dilaksanakan lebih terarah. Hal ini dapat
menimbulkan gairah kerja, rasa tanggung jawab dan kreatifitas kerja
yang dinamis melalui perkembangan falsafah mawas diri.
Ruang lingkup stratifikasi Puskesmas dikelompokkan dalam empat
aspek yaitu:
a. Hasil kegiatan Puskesmas dalam bentuk cakupan masing-masing
kegiatan
b. Hasil dan cara pelaksanaan manajemen kesehatan
c. Sumber daya yang tersedia di Puskesmas
d. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi pencapaian hasil
kegiatan Puskesmas.
H.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Potensi bahaya yang dapat terjadi di Puskesmas yang
mengharuskan petugas kesehatan memakai Alat Pelindung Diri (APD)
yaitu potensi bahaya dari golongan biologik yang mana penyebabnya
berasal dari atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit, yang berasal
dari pasien.
Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat guna melindungi petugas
kesehatan dari potensi bahaya di Puskesmas yaitu alat pelindung kepala,
alat pelindung pernafasan, pelindung tangan (sarung tangan, pakaian
pelindung, dan alat pelindung kaki.
Manfaat Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas kesehatan di
puskesmas yaitu petugas kesehatan dapat bekerja lebih aman untuk
terhindar dari bahaya-bahaya kerja, dapat mencegah kecelakaan akibat
kerja, petugas kesehatan dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai
hak dan martabat sehingga petugas kesehatan akan mampu bekerja secara
aktif dan produktif, dan petugas kesehatan lebih produkif sehingga
meningkatkan hasil produksi.

B. Saran
Sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan dan potensi
kecelakaan kerja harus dicegah dan dihilangkan, atau setidak-tidaknya
dikurangi dampaknya dengan Alat Pelindung Diri (APD). Karena
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat berpengaruh terhadap
kinerja petugas kesehatan, terutama di puskesmas. Para petugas kesehatan
akan merasa lebih aman untuk terhindar dari bahaya-bahaya kerja dan
mampu bekerja secara aktif dan produktif jika menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD).
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan edisi ketiga. Tangerang:


BINARUPA AKSARA Publiser.

BPJS Ketenagakerjaan. 2019. Angka Kecelakaan Kerja Cenderung Meningkat,


BPJS Ketenagakerjaan Bayar Santunan Rp1,2 Triliun. In BPJS
Ketenagakerjaan.Tersedia:https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/2332
/AngkaKecelakaan-Kerja-Cender (17 Mei 2020)

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika Dan Pengendaliannya.


Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Depnaker RI, 1970. Undang-undang No.1 Tahun 1970. Tentang Keselamatan


Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Kemernakertrans RI. 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Indonesia tentang Alat Pelindung Diri.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. PT Remaja Rosda Karya, Bandung.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2010. Evaluasi Kerja Sumber Daya Manusia.


Bandung: PT. Rineka Aditama.

Moenir, A.S. 1983. Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan


Kepegawaian. Cetakan Ke – 1. Gunung Agung. Jakarta.

Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PK3), 2006. Ketentuan Peralatan


Pelindung Diri. Yogyakarta: PK3 RSUP Dr. Sardjito.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Per.01/MEN/1981


tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja.

Prawisentono, Suyadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.

Russsel., & Bernardin. 1993. Human Resource Management, An. Experimential


Approach, Terjemahan. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.
Sama’mur. 1986. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.Penerbit
Gunung Agung. Jakarta.

Simamora, Henry. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIE


YKPN.

Soepomo, Iman. 1985. Hukum Perburuan Bidang Kesehatan Kerja. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Soeprihanto. 2001. Teori Budaya Kerja Organisasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sri Rejeki. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: SDM Kesehatan

Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan


Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Tietjen, L. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan


Kesehatan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

TIM K3 FT UNY. 2014. Buku Ajar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta: FT UNY.

Uhud, A. 2008. Buku Pedoman Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Untuk Praktek dan Praktikum. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai