Anda di halaman 1dari 22

Makalah keselamatan dan kesehatan kerja

OBSERVASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA BENGKEL LAS

Disusun :

KELOMPOK 2 KELAS B REGULER 2016

ANGGOTA

M Putri hutapea 04021381621044

Riska meta 04021381621047

Yulianti 04021381621056

Afisya dara natasya 04021381621062

Akhmad rizkho 04021381621066

Febrianti 04021381621067

Fidia sucia sari 04021381621070

Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
Tahun 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan memberi
petunjuk dan kekuatan kepada kami sehingga makalah, Observasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Bengkel Las ini dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan,
bimbingan dan arahan kepada penyusun.

Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala
saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.

Indralaya, 4 Oktober 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap pekerja dalam sektor apapun memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2). Pekerja di
Indonesia dari sektor formal maupun informal terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan
Agustus 2012 terdapat sekitar 44,2 juta orang (39,86 persen) bekerja pada sektor formal dan
66,6 juta orang (60,14 persen) bekerja pada sektor informal. Pada tahun 2014, jumlah
penduduk yang bekerja di Indonesia mecapai 110,80 juta orang (http://www.bps.go.id).
Penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 2012 masih didominasi oleh mereka yang
berpendidikan rendah yaitu SD ke bawah sebesar 53,9 juta orang (48,63 persen) dan Sekolah
Menengah Pertama sebesar 20,2 juta orang (18,25 persen). Penduduk bekerja yang
berpendidikan tinggi hanya sekitar 10,0 juta orang mencakup 3,0 juta orang (2,68 persen)
berpendidikan diploma dan 7 juta orang (6,30 persen) berpendidikan universitas. Perbaikan
kualitas tenaga kerja ditunjukkan oleh kecenderungan menurunnya tenaga kerja
berpendidikan rendah (SMP ke bawah) dan meningkatnya tenaga kerja yang berpendidikan
tinggi (diploma dan universitas).
Sektor informal memiliki peranan penting dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.
Akan tetapi, penerapan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dalam sektor ini masih
sangat lemah. Kecelakaan kerja menjadi suatu hal penting yang harus menjadi perhatian bagi
pengusaha maupun pekerja. Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tercantum bahwa
pengusaha, baik dalam sektor formal maupun informal, memiliki kewajiban untuk
melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
melalui diselenggarakannya upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut International
Labour Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari
250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian akibat penyakit terkait pekerjaan (Depkes
RI, 2002). Oleh karena itu, perlu peninjauan kembali terhadap penerapan manajemen K3
pada usaha-usaha di sektor informal untuk meningkatkan kembali derajat kesejahteraan dan
kesehatan seluruh pekerja di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran perilaku pekerja bengkel las?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan pekerja bengkel las tentang?
3. Bagaimana gambaran persepsi pekerja konstruksi tentang K3?
4. Bagaimana gambaran sikap pekerja konstruksi terhadap K3?

1.3.Tujuan Observasi
2. Mengetahui gambaran perilaku pekerja mengenai K3.
3. Mengetahui gambaran pengetahuan pekerja tentang K3.
4. Mengetahui gambaran persepsi pekerja tentang K3.
5. Mengetahui sikap pekerja terhadap K3.
BAB II

HASIL PENGKAJIAN

Tempat yang kami observasi adalah sebuah bengkel las di kawasan universitas
sriwijaya ogan ilir indralaya. Bengkel las yang kami kunjungi bernama Bengkel Las Listrik
Cahaya. Bengkel ini terletak dipinggir jalan diseberang klinik UNSRI. Lokasinya berada
dipinggir jalan raya dan tempatnya lumayan luas. Tempatnya cukup luas dan teratur, namun
banyak juga barang-barang yang tidak beraturan.

Kami mengobservasi bengkel las tersebut selama dua hari pada hari pertama kami
hanya melihat keadaan awal bengkel las tersebut, dikarenakan para pekerja sibuk dengan
pekerjaannya. Kami juga melihat bahwa para pekerja hanya menggunakan masker muka saja
tanpa kaca mata untuk melindungi dirinya dan menggunakan sendal tidak menggunakan
sepatu. Pada hari kedua kami mewawancarai seorang narasumber. Narasumber kami pada
observasi dibengkel las adalah seorang bapak berusia 26 tahun yang bernama Pak juliansyah.
Beliau merupakan pemilik bengkel las saman ini. Beliau mengatakan ada 8 orang pekerja.
Para pekerja diperkerjakan selama sembilan jam, yaitu mulai dari pukul delapan pagi sampai
dengan jam lima sore. Beliau juga memberikan waktu istirahat kepada pekerja yaitu pada
pukul dua belas siang sampai dengan jam satu siang. Beliau mengatakan bahwa para pekerja
sudah diberikan alat-alat keselamatan kerja seperti kaca mata, sepatu, dan efek peredam suara
oleh pihak pemilik bengkel las. Beliau juga mengatakan banyak sekali pekerja yang tidak
menggunakan alat pelindung diri. Menurutnya, para pekerja juga sangat minim akan
pengetahuan tentang alat pelindungan diri. Dan para pekerja sangat tidak mempedulikan
keselamatan kerjanya. Dan pada saat kami melihat situasi pada hari kedua, kebanyakan para
pekerja sudah menggunakan APD yang baik. Menurut keterangan pemilik, para pekerja
memang terkadang memakai semua perlengkapan APDnya, namun itu hanya bertahan selama
2 minggu saja, dikarenakan alasan malas dan gerah.

Menurutnya para pekerja sangat tidak mempedulikan keselamatan kerjanya. Beliau


juga menceritakan banyak sekali kejadiaan yang menimpa para pekerja terutama pada
matanya. Menurutnya dia sudah sering kali mengingatkan untuk memakai alat pelindung diri.
Banyak juga kejadian yang tidak menimpa para pekerja yang disebabkan karena tidak
menggunakan alat pelindungan diri. Menurutnya hampir semua dari pekerja bengkel as ini
pernah mengalami kecelakaan kerja. Beliau juga mengatakan apabila para pekerja terkena
kecelakaan kerja, pihak bengkel langsung siap untuk menanganinya seperti dibawa ke klinik
dan ditanyakan langsung kepada para pekerja bagaimana keinginannya. Pemilik bengkel pun
memberi jaminan untuk para pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, seperti diberikan
waktu cuti dan istirahat. Tidak hanya saat ada kecelakaan kerja saja para pekerja bengkel ini
diberri jaminan, mereka juga diberikan uang makan. Pihak bengkel pun sangat memerhatikan
makanan para pekerja. Pihak bengkel tidak memberikan sanksi kepada para pekerja untuk
yang tidak menggunakan alat pelindungan dirinya. Hanya saja diingatkan kembali untuk
menggunakan alat pelindungan diri. Beliau mengatakan bahwa sewajarnya para pekerja yang
bekerja pada bengkel las ini harus berhari hati dan peduli akan keselamatan kerja karena hal
yang mereka kerjaakan memang sangat berisiko pada kondisi tubuhnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. TEORI
Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumamur, 1989). Undang-Undang
No. 1 Tahun 1970 dalam (Budiono, 2003) menerangkan bahwa keselamatan kerja yang
mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan
lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
memberikan perlindungan sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan produktifitas.
Menurut Sumamur, (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.
Menurut Felton (1990) dalam (Budiono dkk, 2003) mengemukakan pengertian
tentang kesehatan kerja adalah
Occupational Health is the extension of the principles and practice of
occupational medicine, to include the conjoint preventive or constructive activities of all
members of the occupational health team.
Pengembangan prinsip-prinsip dan praktik dari kedokteran kerja, untuk
memadukan kegiatan-kegiatan yang bersifat mencegah atau membangun dari seluruh
anggota tim kesehatan kerja.
Melihat beberapa uraian di atas mengenai pengertian keselamatan dan
pengertian kesehatan kerja di atas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para
pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) dalam
melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang
berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.
Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu
keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan
kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan
serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a) Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, selektif
mungkin.
c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai/tenaga kerja.
e) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f) Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
g) Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

3.1.1. Keselamatan kerja


Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja
(Simajuntak, 1994).
Kondisi bangunan adalah tempat atau bangunan yang digunakan untuk
tempat bekerja apakah telah memenuhi kriteria keselamatan bagi penghuni
bangunan tersebut. Kondisi mesin yang ada di perusahaan juga harus baik
sehingga harus ada penjadwalan perawatan mesin-mesin untuk proses produksi.
Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan mesin yang dapat membahayakan
operator.
Kondisi pekerja sangat menentukan terjadinya kecelakaan kerja. Faktor-faktor
yang menentukan kondisi pekerja yaitu (Simajuntak, 1994):

a) Kondisi mental dan fisik


Kondisi tersebut sangat berpengaruh dalam menjalaankan proses
produksi karena dengan kondisi mental dan fisik yang buruk dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja.
b) Kebiasaan kerja yang baik dan aman
Pada saat melakukan pekerjaan, pekerja harus dapat dituntut untuk
bekerja secara disiplin agar tidak lalai yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja.
c) Pemakaian alat-alat pelindung diri
Kurangnya kesadaran dalam pemakaian alat-alat pelindung karena
dirasa tidak nyaman oleh pekerja dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja.
3.1.2. Perlengkapan Keselamatan Kerja Pada Proses Pengelasan
Demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus memakai alat-alat yang
mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat pengelasan.
Perlengkapan tersebut antara lain (Bintoro, 1999):

1. Pelindung muka
Bentuk dan pelindung muka ada beberapa macam tetapi secara prinsip pelindung
muka mempunyai fungsi yang sama, yaitu melindungi mata dan muka dari pancaran
sinar las dan percikan bunga api. Pelindung muka mempunyai kacamata yang
terbuat dari bahan tembus pandang yang berwarna sangat gelap dan hanya mampu
ditembus oleh sinar las.Kacamata ini berfungsi melihat benda kerja yang dilas
dengan mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke mata.
2. Kacamata bening
Untuk membersihkan torak atau untuk proses finishing misalnya penggerindaan,
mata perlu perlindungan, tetapi tidak dengan pelindung muka las. Mata tidak mampu
melihat benda kerja karena kacamata yang berada pada pelindung muka sangat
gelap. Oleh karena itu, diperlukan kacamata bening yang mampu digunakan untuk
melihat benda kerja dan sangat ringan sehingga tidak mengganggu proses pekerjaan.
3. Masker wajah
Masker berfungsi untuk menyediakan udara segar yang akan dihirup oleh sistem
pernapasan manusia. Masker digunakan untuk pengelasan ruangan yang sistem
sirkulasi udaranya tidak baik. Karena proses pengelasan akan menghasilkan gas-gas
yang membahayakan sistem pernapasan jika dihirup dalam jumlah besar. Jika gas
hasil pengelasan tidak segera dialirkan ke luar ruangan maka akan dihirup oleh
operator.
4. Pakaian las
Pakaian ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan bunga api dan pancaran
sinar las. Pakaian las terbuat dari bahan yang lemas sehingga tidak membatasi gerak
si pemakai.Selain bahan pakaian yang digunakan lemas, juga harus ringan, tidak
mudah terbakar, dan mampu menahan panas atau bersifat isolator.Model lengan dan
celana dibuat panjang agar mampu melindungi seluruh tubuh dengan baik.
5. Pelindung badan (apron)
Untuk melindungi kulit dan organ-organ tubuh pada bagian badan dari percikan
bunga api dan pancaran sinar las yang mempunyai intensitas tinggi maka pada
bagian badan perlu dilindungi sperti halnya pada bagian muka, karena baju las yang
digunakan belum mampu sepenuhnya melindungi kulit dan organ tubuh pada bagian
dada.
6. Sarung tangan
Kontak dengan panas dan listrik sering terjadi yaitu melewati kedua tangan, contoh:
penggantian elektroda atau memegang sebagian dari benda kerja yang memperoleh
panas secara konduksi dari proses pengelasan. Untuk melindungi tangan dari panas
dan listrik maka operator las harus menggunakan sarung tangan, karena mempunyai
sifat mampu menjadi isolator panas dan listrik (mampu menahan panas dan tidak
menghantarkan listrik).
7. Sepatu las
Sepatu las dapat melindungi telapak dan jari-jari kaki kemungkinan tergencet benda
keras, benda panas atau sengatan listrik. Dengan memakai sepatu las bebarti tidak
ada aliran arus listrik dari mesin las ke ground (tanah) melewati tubuh kita, karena
bahan sepatu berfungsi sebagai isolator listrik.

3.2. MASALAH YANG MUNCUL


Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi apabila tidak hati-
hati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi kerja yang salah. Beberapa
risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan (Wiryosumarto dan Okumura,
2004) antara lain :
a. Cahaya dan sinar yang berbahaya
Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat
membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan. Cahaya
tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet
dan sinar inframerah.
- Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap, tetapi
sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang
terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa dan
kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-
akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam
kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada umunya
rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.
- Cahaya tampak
Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan
kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera
menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa
lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara.
- Sinar inframerah
Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini
lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa.
Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas,
yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit
kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan.
b. Arus listrik yang berbahaya
Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya arus
dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya dengan
besar arus adalah sebagai berikut:
- Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak
membahayakan.
- Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan
menimbulkan rasa sakit.
- Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.
- Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga
orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang lain.
- Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.
- Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.

c. Debu dan gas dalam asap las.


Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 m sampai dengan 3 m.
Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan dan
elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah, di dalam debu
asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalam pengelasan busur
listrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung oksida magnesium (MgO).
Gas-gas yang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas karbon monoksida
(CO), karbon dioksida (CO2), ozon (CO3) dan gas nitrogen dioksida (NO2).
d. Bahaya kebakaran.
Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api pengelasan
dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin, gas, cat kertas
dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran juga dapat terjadi
karena kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena hubungan yang
kurang baik, kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran listrik karena isolasi
yang rusak.
e. Bahaya Jatuh.
Pada pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi akan selalu
ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat menimbulkan luka ringan
ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha pencegahannya harus
diperhatikan.

3.3. PEMECAHAN MASALAH


1. Aspek safety manajemen (manajemen keselamatan)
Memiliki Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi
ini, sudah merupakan suatu keharusan untuk sebuah perusahaan dan telah menjadi
peraturan. terutama pada proyek konstruksi. Organisasi Buruh Sedunia (ILO)
menerbitkan panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di
Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika
OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1.
Dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan
memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya
menampilkan perilaku aman dan sehat (Milyandra, 2009).
Oleh sebab itu, perusahaan harus melakukan berbagai cara untuk dapat mewujudkan
terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja. Menurut Abdurrahmat
Fathoni (2006:106) seluruh tenaga kerja harus mendapat pendidikan dan pelatihan serta
bimbingan dalam keselamatan dan kesehatan kerja dengan ketentuan yang dibuat sebagai
berikut :
1. Mengeluarkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja para pegawai.
2. Menerapkan program kesehatan kerja bagi para pegawai.
3. Menerapkan sistem pencegahan kecelakaan kerja pegawai.
4. Membuat prosedur kerja.
5. Membuat petunjuk teknis tentang pelaksanaan kerja termasuk penggunaan sarana
dan prasarananya.

2. Program-program kesehatan dan keselamatan kerja


1. Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif
Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan,
organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan
perilaku yang menguntungkan kesehatan. Promosi kesehatan adalah proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Green dan Ottoson,1998), yangmeliputi:
a. Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
tentang pentingnya penggunaan alat pelindung diri untuk melindungi diri pekerja
dari bahaya yang ditimbulkan akibat lingkungan kerja yang buruk.
b. Pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat (Hygiene & sanitasi).
c. Kegiatan fisik meliputi olahraga dan kebugaran. Olahraga dan peregangan
diperlukan agar pekerja dapat menjaga kondisi kesehatannya, agar tidak terjadi
kelelahan fisik akibat kerja.
d. Konseling berhenti merokok, karena saat observasi pekerja ada yang merokok,
sehingga diberikan konseling berhenti merokok untuk menjaga kesehatan
pekerjanya.
2. Pelayanan Kesehatan Kerja Preventif
Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah
terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari
bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah
untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan
sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan,
kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat pada keselamatan
kesehatan kerja yang meliputi:
a. Pemeriksaan Kesehatan
1) Awal
Pemeriksaan awal adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan)
mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya
sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese
umumpemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a) Anamnese pekerjaan.
b) Penyakit yang pernah diderita.
c) Alergi.
d) Imunisasi yang pernah didapat.
e) Pemeriksaan badan.
2) Berkala
Pemeriksaan berkala adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan
dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko
kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup
pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan
pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3) Khusus
Pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada
khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada
atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk
intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan
paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat
pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.
Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan
bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam
mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan
dan sebagainya.
b. Identifikasi & Pengukuran Potensi Risiko
Sarana identifikasi ini didesain untuk meminimalkan waktu bagi tenaga kerja
terpapar potensi bahaya atau mengurangi jumlah potensi bahaya yang memapari
tenaga kerja. Sebagai contoh:
1) Seseorang bekerja pada tempat dengan intensitas kebisingan yang tinggi
perlu dijadwalkan agar mereka berada pada tempat tersebut untuk waktu yang
tidak lama (sesuai standar batas pemaparan); tenaga kerja yang bekerja di luar
ruangan dihindarkan terpapar sinar matahari di tengah hari secara langsung, dll.
2) Penggunaan Alat pelindung diri seperti: masker, penutup telinga, penutup
mata, sarung tangan untuk menhindari kecelakaan akibat kerja dan untuk
melindungi pekerja dari potensi bahaya yang ditimbulkan.

c. Pengendalian Bahaya
1) Fisik
Faktor fisik yang merupakan hazard kesehatan kerja dapat berupa
kebisingan, getaran, radiasi, dan temperatur ekstrim. Faktor-faktor ini
penting diperhatikan dalam tempat kerja, karena pengaruhnya terhadap
kesehatan pekerja dapat berlangsung dengan segera maupun secara
kumulatif.Noise (kebisingan) dapat diartikan sebagai suara yang tidak
dikehendaki yaitu dalam bentuk gelombang yang disalurkan melalui benda
padat, cair dan gas. Bunyi dapat didengar oleh telinga karena ada
rangsangan pada telinga oleh getaran. Kualitas suara dapat ditentukan oleh
2 faktor yaitu frekuensi dan intensitas suara.Identifikasi kebisingan di
tempat kerja. Kebisingan dapat muncul di tempat kerja karena penggunaan
peralatan produksi yang mengeluarkan suara (seperti mesin-mesin
produksi). Jenis-jenis kebisingan yang dapat ditemukan di tempat kerja
adalah:
a) Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin-
mesin yang beroperasi terus menerus misalnya suara generator.
b) Kebisingan intermitten, yaitu jenis kebisingan yang ditimbulkan oleh
mesin-mesin yang tidak beroperasi secara terus menerus melainkan
terputus-putus.
c) Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin
atau peralatan yang oleh karena penggunaannya terjadi hentakan-hentakan.

Pengaruh kebisingan terhadap karyawan dapat dibagi menjadi 2 golongan


yaitu:
a) Pengaruh terhadap kenyamanan yaitu dapat menimbulkan gangguan
pembicaraan, gangguan konsentrasi berpikir serta dapat menimbulkan stres.
b) Pengaruh terhadap kesehatan yaitu dapat menimbulkan tuli pada
telinga.
2) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat,
cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan
batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang
sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi- tingginya. Posisi
kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
gangguan fisik dan psikologis (stres) dengan keluhan yang paling sering
adalah nyeri pinggang kerja (low back pain), dikarenakan sikap posisi
bekerja yang tidak benar dan bekerjanya terlalu lama pada posisi yang
sama.
3. Pelayanan Kesehatan Kerja Kuratif
Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati karyawan, kelompok yang
menderita penyakit atau masalah kesehatan.
a. Pertolongan pertama pada kasus emergency
Pada pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dirujuk ke pelayanan
kesehatan terdekat, misal Puskesmas.
b. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pekerja yang mengalami sakit dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang agar
kesehatan nya dapat terjaga.
c. Pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun
penyakit akibat kerja, yang diberikan oleh pelayanan kesehatan terdekat.

4. Pelayanan Kesehatan Kerja Rehabilitatif


Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang dirawat
dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit
yang sama.
a. Rehabilitasi medik
b. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya yang
masih ada secara maksimal
c. Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.
Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan oleh perawat dalam aspek kesehatan dan
keselamatan kerja pada bengkel las, yaitu:
Program promosi kesehatan pekerja (workers health promotion) bermanfaat selain
untuk meningkatkan derajat dan kebugaran atau kapasitas kerja, juga dapat mencegah
penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung koroner, stroke, MSDs ( Musculo
Skeletal Disordes ), kanker, penyakit paru obstruksi kronik dan lain-lain. Bahkan
penyakit degeneratif kronik itu kini telah menjadi penyebab kematian nomor satu pekerja
usia prima melebihi kematian yang disebabkan oleh KAK, PAK maupun penyakit
menular (WHO, 1996)
Pada tempat kerja bengkel las yang diamati kemungkinan terdapat beberapa sumber
utama hazard/bahaya potensial yang berhubungan dengan kesehatan pekerja, yaitu
perilaku hidup pekerja dan perilaku kerja, lingkungan kerja, pekerjaan,serta
pengorganisasian pekerja dan budaya kerja akibat manajemen yang belum terlatih
tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sehingga organisasi kerja dan budaya
kerja tidak kondusif bagi K3. Apabila kondisi bahaya potensial dari sumber utama
tersebut dapat diminimalkan, apalagi dieliminasi, maka pekerja dapat lebih leluasa
mewujudkan tanggung jawabnya masing-masing dan untuk melakukan perawatan diri
menuju tingkat kesehatan dan kapasitas kerja yang setinggi-tingginya.
Keselamatan kerja sebelum, sewaktu dan selesai bekerja, yaitu:
a. Sebelum bekerja
Keselamatan kerja yang harus diperhatikan sebelum melaksakan pekerja meliputi :
1. Persiapan dan pemakaian pelengkapan keselamatan kerja untuk si pekerja yakni;
pakaian kerja sepatu kerja, helm, sarung tangan dan lainlain.
2. Pemeriksaan alatalat dan perlengkapan yang digunakan seperti; pemeriksaan kepala
palu, perlengkapan pengaman pada mesinmesin dan lainlain
3. Pemeriksaan terhadap bahan yang akan dipekerjakan seperti pemeriksaan sisisisi
pelat yang tajam.
4. Lingkungan tempat bekerja juga perlu diperhatikan, sebab lingkungan kerja yang
nyaman dapat memberikan motivasi terhadapsi pekerja untuk bekerja untuk bekerja
untuk berja lebih kosenstrasi, sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan kecil terjadi.
b. Sewaktu bekerja
Perhatikan keselamatan kerja sewaktu bekerja perlu mendapat perhatian yang serius,
sebab biasanya kecelakaan yang sering terjadi adalah sewaktu melaksakan pekerjaan.
Usahausaha yang diperlakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya
kecelakaan dapat ditempuh dengan jalan sebagai berikut:
1. Menggunakan peralatan sesuai dengan fungsinya.
2. Jangan cobacoba mengoperasikan mesin yang tidak mengetahui prinsipprinsip kerja
yang benar tehadap
pekerjaanpekerjaan yang dilakukan.
3. Si pekerja harus menguasai pengetahuan keselamatan kerja.
4. Konsentrsi penuh dalam bekerja.
c. Selesai Bekerja

Setelah selesai bekerja keselamatan kerja juga perlu mendapat perhatian. Sebab
akibatakibat yang sering terjadi setelah selesai bekerja ini diantaranya terjadi
kerusakan pada peralatan dan mesinmesin, juga memungkinkan terjadinya
kecelakaan terhadap si pekerja dan lingkungan tempat bekerja. Di samping itu
kelalaian yang sering terjadi adalah lupa mematikan panel kontrol listrik. Hal ini
sangat membahayakan bagi pekerja lainnya yang tidak mengetahui seperti tanpa
sengaja menekan tombol mesin atau terpijaknya kabel arus listrik dan lainya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis kami terhadap penerapan prinsip manajamen K3 di Bengkel Las
Listrik cahaya, maka dapat dikatakan bahwa manajemen K3 disana belum sepenuhnya
diterapkan. Hal ini dapat dilihat dari belum digunakannya APD yang sesuai oleh para
pekerja, rendahnya pengawasan dari pemilik usaha, dan belum terciptanya lingkungan kerja
yang nyaman serta kondusif bekerja. Hambatan-hambatan penerapan prinsip K3 di bengkel
las tersebut dapat terjadi karena pemilik usaha dan pekerja menganggap remeh terhadap
bahaya yang mungkin terjadi dan juga faktor pemberi kerja atau pemilik bengkel yang tidak
memberikan pelatihan dan menyediakan alat pelindungan yang memadai. Tingkat pendidikan
pekerja pun bisa mempengaruhi perilaku pekerja, karena dengan tingkat pendidikan atau
pengetahuan yang rendah, pekerja pada umumnya tidak begitu memahami mengenai prinsip
K3 dan kurang mawas diri dalam melakukan pencegahan untuk dirinya sendiri dari setiap
bahaya yang mungkin terjadi. Dalam usaha penerapan manajemen risiko di bengkel las
tersebut, maka perlu adanya kerjasama antara kedua belah pihak yaitu pekerja dan pemilik
usaha.

4.2 Saran
Berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan untuk upaya perbaikan diantaranya:
A. Bagi Pengusaha
1. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko bahaya di tempat kerja.
2. Memberikan promosi dan edukasi tentang prinsip-prinsip K3 di tempat kerja.
3. Menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan kebutuhan pekerja.
4. Meningkatkan pengawasan dan ketanggapan terhadap manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja untuk seluruh pekerja.
5. Menyediakan lingkungan kerja yang ergonomis untuk seluruh pekerja.
B. Bagi Pekerja
1. Menggunakan APD yang sudah disediakan oleh pengusaha pada setiap a kegiatan
operasional.
2. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya upaya pencegahan risiko bahaya.Menaati
sistem manajamen K3 yang dibentuk oleh pemilik usaha.
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, S. Jusuf. Pusparini, A. 2003. Bunga Rampai HIPERKES&KK. Cetakan I.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Harrington. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja Edisi 3. Jakarta : EGC
Mangkunegara. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jurnal Vol. V. Jakarta.
Sumamur. 1989. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Cetakan Keempat.
Jakarta : CV. Haji Mas Agung.
Sumamur. 1996. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Cetakan XIII. Jakarta : PT.
Toko Gunung Agung.
Simajuntak, Payaman J. 1994. Manajemen Keselamatan Kerja. Jakarta: HIPSMI.
Triwibowo, Cecep & Mitha Erlisya Pusphandani. 2013. Kesehatan Lingkuangan dan K3.
Yogyakarta : Nuha Medika
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai