Disusun oleh:
Kelompok 4 PSIK B 2019
Zahira Khairunnisa 11191040000053
Rosidah Hayati 11191040000057
Rissa Adristi Parahita 11191040000061
Wafda Maulida Azka 11191040000066
Tri Handoyo Hidayat 11191040000070
Anisa Fara Utami 11191040000076
Andra Maulida Fathira Fauziah 11191040000080
Zulfa Miftakhul Jannah 11191040000084
Firsta Hilwa 11191040000088
Ella Rosha Romadhoni 11191040000093
Pintaning Mahardika Putri 11191040000097
Segala puji bagi Allah kami ucapkan atas segala nikmat yang telah Ia
berikan kepada kita semua karena atas nikmat-Nya kita dapat menyelesaikan
tugas makalah Discovery Learning mengenai Aspek Etik dan Legal Proses
Keperawatan.
Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk makalah ini agar lebih baik
lagi. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan mengenai aspek etik
dan legal proses keperawatan.
Tim penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Definisi Aspek Legal Dan Etik....................................................................5
B. Isi Dari Prinsip Legal Etik............................................................................7
C. Masalah Legal Dalam Keperawatan...........................................................11
D. Landasan Aspek Legal Keperawatan..........................................................15
E. Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan................................................19
F. Hak Dan Kewajiban Perawat……………………………………………..20
G. Larangan Perawat Dan Sanksi Bagi Perawat Yang Melanggar……..…...24
H. Legislasi Keperawatan…………………………………………………....28
I. Tanggunga Jawab Hukum Perawat Dalam Praktik Keperawatan………...35
BAB III..................................................................................................................39
PENUTUP..............................................................................................................39
A. KESIMPULAN...........................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
3
6. Apa saja hak dan kewajiban perawat?
7. Apa saja larangan perawat dan sanksi bagi perawat yang melanggar?
C. Tujuan Penulisan
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
baik dan mana yang buruk. Permasalahan yang muncul pada konsep ini
adalah siapakah yang berhak memutuskan mana yang baik dan mana yang
buruk. Definisi lebih luas dari aspek etik adalah system nilai dari
seseorang dan hubungan nilai tersebut dalam menentukan apa yang baik
bagi individu. Maka dari itu, penting bagi perawat untuk memahami
system nilainya sendiri dan kerangka etik yang mendasari penampilan
kerjanya. Nilai personal dari setiap individu yang terlibat dalam perawatan
membentuk aspek etik terpenting dari pemberian pelayanan kesehatan.
Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang
keperawatan .Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya
adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk
melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila
bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila
bekerja secara perorangan atau berkelompok. Kewenangan itu, hanya
diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki
kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan
yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga
berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus
perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus
dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang umum saja
yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala
keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu,
kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau
kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing
Aspek legal didasarkan pada peraturan dan regulasi yang ada pada
masyarakat dan bersifat mengikat pada setiap anggotanya. Hukum pada
suatu negara adalah sesuatu yang dapat diubah oleh badan legislatif.
Hukum memberikan dasar bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan. Hukum yang ada bisa saja sesuai atau bertentangan dari nilai
etik yang di pegang oleh seseorang. Idealnya pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan harus sesuai dengan aspek legal etik.
Namun, tidak menutup kemungkinan pelayanan yang diberikan sudah
6
sesuai dengan aspek legal namun bertentangan dengan aspek etik. Hal ini
terjadi apabila terdapat pertentangan antara aspek legal dan etik. Perawat
harus mampu membedakan aspek legal dan etik dalam kesehariannya
menjalankan seluruh aktivitasnya meskipun beban kerja sangat berat
(Dewi, 2012).
Prinsip etik yang didefinisikan oleh pembukaan Code for Nurses with
Interpretive Statement ( ANA, 1985 ) dalam (Laily, Dayang dkk. 2016) adalah
sebagai berikut:
1. Otonomi (Autonomy)
7
perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut, sehingga keputusan yang
diambil perawat pun yang terbaik bagi pasien dan keluarga. Contoh aplikasi
prinsip Beneficience dalam asuhan keperawatan:
3. Keadilan (Justice)
Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan
prinsip dari justice (Perry and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip
ini adalah dasar dari tindakan keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku
adil pada setiap pasien, artinya setiap pasien berhak mendapatkan tindakan yang
sama. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai
ini direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh aplikasi prinsip justice dalam
asuhan keperawatan :
8
Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan
manusia (pasien), tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson
( 2000 : 113) menjelasakan tentang masalah avoiding killing sama dengan
Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan hidup atau mati yaitu istilah yang
digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau meninggal. Prinsip ini
berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera.
Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan
menyebabkan nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain
berdaya dan melukai perasaaan orang lain. Contoh aplikasi prinsip
nonmaleficience dalam asuhan keperawatan :
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat
beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika
kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan
paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi,
mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya.
Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien
menanyakan berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan
laboratorium, hasil pemeriksaan fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”,
9
bagaimana hasil laboratorium saya suster?’ dan sebagainya. Hal-hal seperti itu
harusnya dijawab perawat dengan benar sebab berkata benar atau jujur adalah
pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu dimanapun
berada.
Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu
juga dipikirkan apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak.
Apabila memungkinkan maka harus dijawab dengan jawaban yang jelas dan
benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan tekanan darah maka harus
dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan sebagainya.
Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk
menerima jawaban yang sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar
misalnya dengan jawaban ; hasil ukur tekanan darahnya baik, laboratoriumnya
baik, kondisi bapak atau ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil ukur tersebut baik
buruknya relatif bagi pasien.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
10
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun yang dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan
lain harus dihindari. Contoh aplikasi prinsip Confidentiality dalam asuhan
keperawatan :
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
Contoh aplikasi prinsip Accountability dalam asuhan keperawatan :
11
Penyerangan dan pemukulan
Fitnah
Jika perawat membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan
orang tersebut, perawat tersebut bersalah karena melakukan fitnah. Hal
ini benar jika anda menyatakan secara verbal atau tertulis.
Pencurian
Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda
terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik
meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan
pasien. Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-
12
anaklah yang paling rentan. Biasanya pemberi layanan atau keluarga yang
bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti
mengapa seseorang menganiaya orang lain yang lemah atau rapuh, tetapi
hal ini terjadi. Beberapa orang merasa puas bisa mengendalikan orang
lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal dari perasaan frustrasi
dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu menjaga keamanan dan
keselamatan pasiennya.
13
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap
tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu :
- Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau
untuk tidak melakukan tindakan tertentu pada pasien tertentu pada
situasi dan kondisi tertentu.
- Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
- Damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan.
- Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan
kewajiban dengan kerugian yang setidaknya.
Malpraktik
Secara harfiah malpraktik terdiri atas kata “mal” yang berarti salah
dan “praktik” yang berarti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktik
berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya
demikian, tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi.Malpraktik juga didefinisikan sebagai kesalahan tindakan
professional yang tidak benar atau kegagalan untuk menerapkan
keterampilan profesional yang tepat. Dalam profesi kesehatan, istilah
malpraktik merujuk pada kelalaian dari seorang dokter atau perawat dalam
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuannya. untuk
mengobati dan merawat pasien. Malpraktik dapat juga diartikan sebagai
tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-
prinsip transparansi atau keterbukaan dalam arti harus menceritakan secara
jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan
kesehatan maupun pelayanan jasa lain yang diberikan. Malpraktik terbagi
14
kedalam tiga jenis, yaitu malpraktik kriminil (pidana), malpraktiksipil
(perdata), malpraktik etik.
- Malpraktik etik
15
D. Landasan Aspek Legal Keperawatan
16
hukum bila benar-benar kompeten dan melaksanakan profesinya sesuai dengan
etika dan standar profesinya. Standar profesi memiliki tiga komponen utama yaitu
standar kompetensi, standar perilaku dan standar pelayanan. Tugas tenaga
kesehatan yang didalamnya termasuk tugas perawat berdasarkan ketentuan Pasal
50 UU No. 23 Tahun 1992 adalah menyelenggarakan atau melakukan kegiatan
kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya masing-
masing. Agar tugas terlaksanakan dengan baik. Pasal 3 PP No. 32 Tahun 1996
menentukan ”setiap tenaga kesehatan wajib memiliki keahlian dan keterampilan
sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya yang dibuktikan dengan ijazah”
Dengan demikian, tugas dan kewenangan tenaga kesehatan/perawat akan
ditentukan berdasarkan ijazah yang dimilikinya.
17
4. Kode Etik Keperawatan
Kode Etik Keperawatan Indonesia terdapat dalam Keputusan Musyawarah
Nasional Persatuan Perawat Nasional Indonesia No. 09/MUNAS
IV/PPNI/1989 tentang pemberlakuan Kode Etik Keperawatan Indonesia
(Kode etik dapat ditinjau dari empat segi, yaitu segi arti, fungsi, isi, dan
bentuk (Koeswadji, 1996).
5. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
94/KEP/M.PAN/11/2001 tentang Jabatan Fungsional Perawat dan Angka
Kreditnya.
Ketentuan Kepmenpan 94/2001 merupakan landasan legalitas perawat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menjalankan jabatan dan
fungsinya di rumah sakit dalam melayani pasien namun tidak mengikat
bagi perawat yang bukan PNS, kecuali apabila perawat tersebut bekerja
pada sarana pelayanan kesehatan yang memberlakukan aturan bagi
perawat yang mengacu pada Kepmenpan 94/2001
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/X1/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat
Kepmenkes 1239/2001 aspek legal atau berisi ketentuan prosedur
registrasi yang harus dilakukan oleh perawat, baik yang akan melakukan
praktik perawat perorangan/kelompok maupun yang tidak berpraktik
(bekerja di sarana pelayanan kesehatan, dengan berstatus sebagai
pegawai).
18
legislatif dan eksekutif. Peran negara dalam mewujudkan tenaga perawat yang
profesional sangat tergantung kepada political will dari pemerintah. Selama ini
peraturan perundang-undangan yang ada belum mengatur keperawatan secara
komprehensif, yang didasarkan pada Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 serta Pasal 16, Pasal 21, dan Pasal 63 UU
Kesehatan yang mengatur mengenai kewajiban negara menyediakan sumber daya
kesehatan yang adil dan merata, penyelenggaraan tenaga kesehatan/keperawatan
yang bermutu, dan keperawatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang ahli. Pasal
21 ayat (3) Undang-Undang Kesehatan memerintahkan bahwa untuk tenaga
kesehatan diatur dengan Undang-Undang.
19
berkelanjutan. Dalam hal ini proses pemberian asuhan keperawatan
sebagai inti dari kegiatan yang dilakukan dan dilanjutkan dengan
pelaksanaan penelitian-penelitian yang menunjang terhadap asuhan
keperawatan, juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikap
yang diperoleh melalui pendidikan dimana hal ini semua bertujuan untuk
keamanaan pemberian asuhan bagi pemberi pelayanan dan juga pasien
selaku penerima asuhan.
Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam
Kepmenkes 1239 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010,
terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan keperawatan.
Adapun kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan aspek
legalisasi keperawatan :
Proses Keperawatan
Tindakan keperawatan
Informed Consent
Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari
klien/pasien perlu ditetapkan dengan jelas apa hak, kewajiban serta
kewenangan perawat agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan
tugasnya serta memberikan suatu kepastian hukum, perlindungan tenaga
perawat. Hak dan kewajiban perawat ditentukan dalam Kepmenkes
1239/2001 dan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor
Y.M.00.03.2.6.956.
Hak-hak perawat:
20
3. Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan
perundangan serta standar profesi dan kode etik profesi.
6. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan atau
keluarganya.
11. Mendapatkan perhargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai
peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
Kewajiban Perawat :
21
3. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati / perjanjian yang telah dibuatnya.
6. Merujuk klien atau pasien kepada perawat lain atau tenaga kesehatan lain
yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik.
(Dewi,2018)
22
Menurut peraturan perundang-undangan nomor 38 tahun 2014 tentang
keperawtan pada BAB IV bagian kelima mengenai hak dan kewajiban
Pasal 35
(1) Dalam melaksanakan Praktik Keperawatan, Perawat mempunyai hak sebagai
berikut:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan pekerjaannya
sesuai dengan Standar Profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional, dan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau
keluarganya;
e. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode
etik, standar pelayanan, Standar Profesi, standar prosedur operasional, atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) Selain menerima imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
Perawat juga berhak mendapatkan imbalan jasa atas pelayanan kesehatan yang
telah diberikan.
Pasal 36
23
(1) Dalam melaksanakan Praktik Keperawatan, Perawat mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a. Menjaga kerahasiaan kesehatan Klien;
b. Memperoleh persetujuan dari Klien atau keluarganya atas tindakan yang
akan diberikan;
c. Melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan
standar pelayanan Keperawatan dan ketentuan peraturan
perundangundangan bagi Perawat yang menjalankan praktik mandiri;
d. Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
Pelayanan Keperawatan, Standar Profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya;
f. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
g. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
h. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain
yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan i. melaksanakan penugasan
khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan harus senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi, Pemerintah
Daerah, atau Pemerintah.
24
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di
bidang upaya
kesehatan perorangan, perawat berwenang (pasal 30, UU 38/2014):
1) Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik
2) Menetapkan diagnosis keperawatan
3) Merencanakan tindakan keperawatan
4) Melaksanakan tindakan keperawatan
5) Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
6) Melakukan rujukan
7) Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi
8) Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter
9) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
10) Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai
dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
25
c) menggerakkan peran serta sumber daya manusia dalam
mengatasi/memenuhi kebutuhan masyarakat
d) melakukan bimbingan dan peran serta masyarakat secara
berkelanjutan.
9) Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat
10) Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat
11) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
12) Mengelola kasus
Mengelola kasus merupakan kegiatan penatalaksanaan klien yang
mencakup kegiatan:
a) pengidentifikasian kebutuhan pelayanan
b) pengoordinasian perencanaan pelayanan
c) pemonitoran pelaksanaan pelayanan
d) pengevaluasian dan modifikasi pelayanan sesuai dengan kondisi.
13) Melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif.
Tindakan ini merupakan bagian dari penyelenggaraan praktik
keperawatan dengan memasukkan atau mengintegrasikan terapi
komplementer dan alternative ke dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
26
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola pelayanan keperawatan,
perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelayanan
keperawatan
c. mengelola kasus.
4. Peneliti Keperawatan
a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika
b. menggunakan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan atas izin
pimpinan
c. menggunakan klien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika
profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
27
b. melakukan tindakan medis di bawah pengawasan atas pelimpahan
wewenang mandat
c. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program pemerintah.
28
H. Legislasi Keperawatan
29
f) Menilai kesalahan dan kelalaian
1. Pemberian lisensi
Pemberian lisensi adalah pemberian izin kepada seseorang yang
memenuhi persyaratan oleh badan pemerintah yang berwenag, sebelum ia
diperkenankan melakukan pekerjaan dan prakteknya yang telah
ditetapkan. Tujuan lisensi ini adalah :
a) Membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik
keperawatan hanya bagi yang kompeten
b) Meyakinkan masyarakat bahwa yang melakukan praktek mempunyai
kompetensi yang diperlukan
2. Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi
lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah.
Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse.
Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang
diterima. Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau
dua tahun.
3. Sertifikasi
Sertifikasi merupakan proses pengabsahan bahwa seorang perawat
telah memenuhi standar minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi
tertentu seperti kesehatan ibu dan anak, pediatric , kesehatan mental,
gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah diterapkan di
30
Amerika Serikat. Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun demikian
tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.
4. Akreditasi
Akreditasi merupakan suatu proses pengukuran dan pemberian
status akreditasi kepada institusi, program atau pelayanan yang dilakukan
oleh organisasi atau badan pemerintah tertentu. Hal-hal yang diukur
meliputi struktur, proses dan kriteria hasil. Pendidikan keperawatan pada
waktu tertentu dilakukan penilaian/pengukuran untuk pendidikan D III
keperawatan dan sekolah perawat kesehatan dikoordinator oleh Pusat
Diknakes sedangkan untuk jenjang S 1 oleh Dikti. Pengukuran rumah sakit
dilakukan dengan suatu sistem akrteditasi rumah sakit yang sampai saat ini
terus dikembangkan
D. Kegunaan Legislasi
1. Memberikan rambu-rambu dalam pelayanan kesehatan yang harus
dipahami oleh pelaku pelayanan profesi kesehatan, agar terhindar dari
pelayanan kesehatan yang bermasalah.
2. Mencapai terwujudnya derajat kesehatan yang optimal yaitu dengan
peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
3. Mendorong tenaga kesehatan untuk menambah, mengasah, dan
memperdalam pengetahuannya dan keterampilan pada bidang
kesehatan, serta mengikuti perkembangan hukum dan aspek
medikolegal dari pelayanan kesehatan.
4. Sebagai alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna
penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan
dan sumber daya.
5. Penjangkau perkembangan makin kompleks yang akan terjadi dalam
kurun waktu mendatang.
6. Pemberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemberi dan
penerima jasa pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan pembinaan
dan pengawasan, sehingga diatur juga bagaimana penyidikan dapat
31
dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah
diatur, mencakup juga sanksi hukum menurut ketentuan pidana dan
perdata.
Fungsi legislasi keperawatan yang lain yaitu :
1. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga
keperawatan.
4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5. Memotivasi pengembangan profesi.
6. Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
E. Mekanisme legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi)
yang diakui, tertuang dalam ijazah dan sertifikat. Registasi meliputi dua
hal kegiatan berikut :
1. Registrasi administrasi; adalah kegiatan mendaftarkan diri yang
dilakukan setiap tahun, berlaku untuk perawat professional dan
vokasional.
2. Registrasi kompetensi; adalah registrasi yang dilakukan setiap 5 tahun
untuk memperoleh pengakuan, mendapatkan kewenangan dalam
melakukan praktik keperawatan, berlaku bagi perawat profesional.
32
F. Tahap-tahap Legislasi Keperawatan
Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap antara lain :
1. Surat Izin Perawat (SIP)
Surat ini diberikan oleh Departemen Kesaehatan kepada
perawat setelah lulus dari pendidikan keperawatan sebagai bukti
tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktek
keperawatan. Registrasi SIP adalah suatu proses dimana perawat harus
(wajib) mendaftarkan diri pada kantor wilayah Departemen Kesehatan
Propinsi untuk mendapat Surat Izin Perawat (SIP) sebagai persyaratan
menjalankan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor
registrasi. Sasarannya adalah semua perawat. Sedangkan yang
berwenang mengeluarkannya adalah Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dimana institusi perawat itu berasal. Bagi perawat yang sudah bekerja
sebelum ditetapkan keputusan ini memperolah SIP dari pejabat kantor
kesehatan kabupaten/kota diwilayah tempat kerja perawat yang
bersangkutan.
Jenis dan waktu registrasi :
Registrasi awal dilakukan setelah yang bersangkutan lulus
pendidikan keperawatan selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan
ini di keluarkan. Registrasi ulang dilakukan setelah 5 tahun sejak
tanggal registrasi sebelumnya, diajukan 6 bulan berakhir berlakunya
SIP.
2. Surat Izin Kerja (SIK)
Surat ini merupakan bukti yang diberikan kepada perawat
untuk melakukan praktek keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan.
Pejabat yang berwenang menerbitkan SIK adalah kantor dinas
kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan melaksanakan
praktek keperawatan.
3. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)
33
Surat ini merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk menjalankan praktek keperawatan secara perorangan
atau kelompok. SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktek
perorangan atau kelompok dimana yang bersangkutan mendapat izin
untuk melakukan praktek perawat. Pejabat yang berwenang
menerbitkan SIPP adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang
bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.
34
m) PP No. 12 Tahun 2002 Tentang Perubahan PP 99 Th 2000
Kenaikan Pangkat PNS
n) PP Nomor 09 Tahun 2003 Tentang Pengangkatan, pemindahan
dan pemberhentian PNS
o) KEPMENPAN No. 138 Tahun 2002 Tentang Penghargaan
Pegawai Negeri Sipil
2. Kewenangan Praktek Keperawatan diatur dalam :
a) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 34
ayat 2 dan 3
b) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
c) UU kesehatan RI No.25 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
d) UU kesehatan RI No.26 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
e) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 33
ayat 2 dan 3
H. Pentingnya Undang-Undang Keperawatan
1. Keperawatan sebagai profesi harus memiliki kompetensi dan
memenuhi standar praktik ,serta memperhatikan kode etik dan moral
profesi.
2. UU keperawatan diperlukan untuk keberfungsian Konsil Keperawatan
sebagai regulator untuk melindungi masyarakat.
35
terjadinya faktur. Sementara apabila fungsi interdependen yang dilanggar
maka perawat akan memikul beban tanggungjawab tersebut bersama-sama
dengan dokter ketua tim dan rumah sakit yang memberikan tugas tersebut.
Contoh kasus, apabila terjadi kesalahan perawat dalam menghitung jumlah
kapas bulat di ruang operasi sesudah operasi yang mengakibatkan
tertinggalnya kapas di dalam perut pasien tidak terdeteksi oleh dokter.
Tanggung jawab perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUH Perdata,
maka dapat dikategorikan ke dalam empat prinsip sebagai berikut:
a. Tanggung jawab langsung berdasarkan Pasal 1365 BW dan Pasal 1366
BW Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang
melakukan kesalahan dalam menjalanka fungsi independennya yang
mengakibatkan kerugian pada pasien maka ia wajib memikul tanggung
jawabnya secara langsung;
b. Tanggung jawab dengan asas respondeat superior atau let's the master
answer maupun khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship
melalui Pasal 1367 BW Dalam hal ini tanggung jawab akan muncul
apabila kesaalahan terjadi dalam menjalankan fungsi interdependen
perawat. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja di bawah
perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama
bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien;
36
c. Tanggung jawab dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354
BW Dalam hal ini konsep tanggung jawab terjadi seketika bagi seorang
perawat yang berada dalam kondisi tertentu harus melakukan
pertolongan darurat di mana tidak ada orang lain yang berkompeten
untuk itu. Perlindungan hukum dalam tindakan zaakwarneming perawat
tersebut tertuang dalam Pasal 20 Kepmenkes tentang Registrasi
Perawat. Perawat justru akan dimintai pertanggungjawaban hukum
apabila tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan dalam Pasal
20 tersebut;
d. Tanggung jawab karena gugatan wanprestasi berdasarkan Pasal 1234
BW Dalam wanprestasi seorang peraawat akan dimintai
pertanggungjawaban apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi, yaitu:
1) Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini
apabila seorang perawat tidak mengerjakan semua tugas sesuai
dengan fungsinya, baik fungsi independen, interdependen maupun
dependen.
2) Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila
kewjiban sesuai fungsi tersebut dilakukan terlambat yang
mengakibatkan kerugian pada pasien. Contoh kasus seorang
perawat yang tidak membuang kantong urine pasien dengan kateter
secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari sekali dengan ditunggu
sampai penuh. Tindakan tersebut megakibatkan pasien mengalami
infeksi saluran urine dari kuman yang berasal dari urine yang tidak
dibuang.
3) Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya;
suatu tugas yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang
perawat yang mengecilkan aliran air infus pasien di malam hari
hanya karena tidak mau terganggu istirahatnya.
4) Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini
apabila seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak
mendapat delegasi dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa
perintah, melakukan infus padahal dirinya belum terlatih. Apabila
37
perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka tanggung
jawab itu akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan.
38
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan adalah tenaga profesi perawat. Perawat merupakan tenaga
profesional yang memiliki body of knowledge yang khusus dan spesifik dan dalam
menjalankan praktik profesinya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat,
sehingga perawat juga sangat terikat oleh atauran-aturan hukum yang mengatur
praktik tenaga kesehatan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, A.I., 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher :
Yogyakarta
40
Robert Prihardjo. 2017. Praktik Keperawatan Profesional : Konsep Dasar Dan
Hukum. Jakarta : EGC
Utami, NW., Uly Agustine & Ros Endah Happy. 2016. Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional. Jakarta: PUSDIKSDMK Kemenkes RI
41