Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH DISCOVERY LEARNING

Aspek Etik dan Legal Proses Keperawatan


Untuk Memenuhi Nilai Modul Fundamental of Nursing 3
Dosen Pengampu : Nia Damiati, S.Kp., M.S.N.

Disusun oleh:
Kelompok 4 PSIK B 2019
Zahira Khairunnisa 11191040000053
Rosidah Hayati 11191040000057
Rissa Adristi Parahita 11191040000061
Wafda Maulida Azka 11191040000066
Tri Handoyo Hidayat 11191040000070
Anisa Fara Utami 11191040000076
Andra Maulida Fathira Fauziah 11191040000080
Zulfa Miftakhul Jannah 11191040000084
Firsta Hilwa 11191040000088
Ella Rosha Romadhoni 11191040000093
Pintaning Mahardika Putri 11191040000097

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SEPTEMBER/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Segala puji bagi Allah kami ucapkan atas segala nikmat yang telah Ia
berikan kepada kita semua karena atas nikmat-Nya kita dapat menyelesaikan
tugas makalah Discovery Learning mengenai Aspek Etik dan Legal Proses
Keperawatan.

Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Discovery


Learning mengenai Aspek Etik dan Legal Proses Keperawatan. Dalam penulisan
makalah ini tim penulis mengalami berbagai hambatan. Akan tetapi, berkat
motivasi dan dukungan dari berbagai pihak tim penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.

Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk makalah ini agar lebih baik
lagi. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan mengenai aspek etik
dan legal proses keperawatan.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Indonesia, 16 September 2020

Tim penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Definisi Aspek Legal Dan Etik....................................................................5
B. Isi Dari Prinsip Legal Etik............................................................................7
C. Masalah Legal Dalam Keperawatan...........................................................11
D. Landasan Aspek Legal Keperawatan..........................................................15
E. Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan................................................19
F. Hak Dan Kewajiban Perawat……………………………………………..20
G. Larangan Perawat Dan Sanksi Bagi Perawat Yang Melanggar……..…...24
H. Legislasi Keperawatan…………………………………………………....28
I. Tanggunga Jawab Hukum Perawat Dalam Praktik Keperawatan………...35
BAB III..................................................................................................................39
PENUTUP..............................................................................................................39
A. KESIMPULAN...........................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada perkembangannya dalam melayani pasien di rumah sakit,


perawat nampaknya belum begitu terpapar dengan pemahaman tentang
aspek hukum kesehatan khususnya yang menyangkut aturan-aturan hukum
yang mengatur praktik keperawatan. Kondisi tersebut bisa dilihat dari hasil
penelitian Hariyati (1999) di rumah sakit Bhakti Yudha Depok,
menyatakan bahwa 64,29 % perawat yang disurvei memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah tentang aspek hukum praktik perawat.
Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak untuk mendapatkan
pelayanan keperawatan yang bermutu, mendorong profesi perawat untuk
lebih meningkatkan kualitas pelayanannya. Perkembangan masyarakat
terhadap pemahaman hukum harus diikuti oleh pemahaman perawat
terhadap konsekuensi hukum dari semua tindakan keperawatan. Perawat
harus menyadari perubahan yang terjadi pada masyarakat saat ini terkait
kesadaran akan hak-haknya. Perawat sebagai salah satu anggota dari
health provider harus mengantisipasi dirinya dengan meningkatkan
pemahaman dan kesadaran tentang aspek-aspek hukum yang berhubungan
dengan jasa pelayanan/praktik keperawatan, demikian juga kesadaran
untuk melakukan tugas sesuai dengan standar profesi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu definisi aspek etik dan legal proses keperawatan?

2. Apa isi dari prinsip legal dan etik?

3. Apa saja masalah legal dalam keperawatan?

4. Bagaimana landasan aspek legal keperawatan?

5. Bagaimana aplikasi aspek legal dalam keperawatan?

3
6. Apa saja hak dan kewajiban perawat?

7. Apa saja larangan perawat dan sanksi bagi perawat yang melanggar?

8. Apa itu legislasi keperawatan?

9. Bagaimana tanggung jawab hukum perawat dalam praktik


keperawatan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari aspek etik dan legal proses


keperawatan
2. Untuk mengetahui isi dari prinsip legal dan etik
3. Untuk mengetahui apa saja masalah legal dalam keperawatan
4. Untuk mengetahui landasan aspek legal keperawatan
5. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi aspek legal dalam keperawatan
6. Untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban perawat
7. Untuk mengetahui apa saja larangan perawat dan sanksi bagi perawat
yang melanggar
8. Untuk mengetahui apa itu legislasi keperawatan
9. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum perawat dalam praktik
keperawatan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Aspek Legal Dan Etik


Keperawatan merupakan suatu profesi yang dituntut untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas dalam bentuk asuhan
keperawatan kepada pasien.Salah satu faktor yang menentukan kualitas
pelayanan tersebut adalah adanya landasan komitmen yang kuat dari
seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan berdasarkan pada
etika, moral dan hukum yang berlaku.Pemahaman yang mendalam tentang
etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang penting dimana
nilai-nilai pasien selalu menjadi dasar pertimbangan dan dihormati.
(Utami, dkk. 2016)
Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos yang artinya
adat, kebiasaaan, perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus
webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik
dan buruk secara moral. Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang
kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di
dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip
yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu Baik dan buruk
Kewajiban dan tanggung jawab (Halim,2013)
Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang adat istiadat, kebiasaan yang baik dan buruk secara
moral serta motif atau dorongan yang mempengaruhi perilaku manusia
dalam berhubungan dengan orang lain yang berdasarkan pada aturan-
aturan serta prinsip yang mengandung tanggung jawab moral. Etika
berhubungan dengan hal yang baik dan tidak baik ,peraturan untuk
perbuatan atau tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah, prinsip
moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral. (Utami, dkk.
2016)
Etik merupakan sekumpulan nilai dan aksi moral. Nilai didasarkan
pada prinsip yang dimiliki oleh perorangan atau kelompok. Aspek etik
berhubungan dengan prinsip dan konsep moral yang mengatur mana yang

5
baik dan mana yang buruk. Permasalahan yang muncul pada konsep ini
adalah siapakah yang berhak memutuskan mana yang baik dan mana yang
buruk. Definisi lebih luas dari aspek etik adalah system nilai dari
seseorang dan hubungan nilai tersebut dalam menentukan apa yang baik
bagi individu. Maka dari itu, penting bagi perawat untuk memahami
system nilainya sendiri dan kerangka etik yang mendasari penampilan
kerjanya. Nilai personal dari setiap individu yang terlibat dalam perawatan
membentuk aspek etik terpenting dari pemberian pelayanan kesehatan.
Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang
keperawatan .Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya
adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk
melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila
bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila
bekerja secara perorangan atau berkelompok. Kewenangan itu, hanya
diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki
kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan
yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga
berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus
perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus
dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang umum saja
yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala
keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu,
kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau
kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing
Aspek legal didasarkan pada peraturan dan regulasi yang ada pada
masyarakat dan bersifat mengikat pada setiap anggotanya. Hukum pada
suatu negara adalah sesuatu yang dapat diubah oleh badan legislatif.
Hukum memberikan dasar bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan. Hukum yang ada bisa saja sesuai atau bertentangan dari nilai
etik yang di pegang oleh seseorang. Idealnya pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan harus sesuai dengan aspek legal etik.
Namun, tidak menutup kemungkinan pelayanan yang diberikan sudah

6
sesuai dengan aspek legal namun bertentangan dengan aspek etik. Hal ini
terjadi apabila terdapat pertentangan antara aspek legal dan etik. Perawat
harus mampu membedakan aspek legal dan etik dalam kesehariannya
menjalankan seluruh aktivitasnya meskipun beban kerja sangat berat
(Dewi, 2012).

B. Isi Dari Prinsip Legal Etik

Prinsip etik yang didefinisikan oleh pembukaan Code for Nurses with
Interpretive Statement ( ANA, 1985 ) dalam (Laily, Dayang dkk. 2016) adalah
sebagai berikut:

1. Otonomi (Autonomy)

Autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini sebagaidasar


perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien,
bahwa pasien adalah seorang yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya.
Perawat harus melibatkan pasien dalam membuat keputusan tentang asuhan
keperawatan yang diberikan pada pasien. Contoh aplikasi prinsip moral otonomi
dalam asuhan keperawatan :

Seorang perawat apabila akan menyuntik harus memberitahu untuk apa


obat tersebut, prinsip otonomi ini dilanggar ketika seorang perawat
tidak menjelaskan suatu tindakan keperawatan yang akan dilakukannya,
tidak menawarkan pilihan misalnya memungkinkan suntikan atau
injeksi bisa dilakukan di pantat kanan atau kiri dan sebagainya. Perawat
dalam hal ini telah bertindak sewenang-wenang pada orang yang lemah.

2. Berbuat Baik (Beneficience)

Prinsip beneficience ini oleh Chiun dan Jacobs (1997) didefinisikan


dengan kata lain doing good yaitu melakukan yang terbaik. Beneficience adalah
melakukan yang terbaik dan tidak merugikan orang lain , tidak membahayakan
pasien . Apabila membahayakan, tetapi menurut pasien hal itu yang terbaik maka

7
perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut, sehingga keputusan yang
diambil perawat pun yang terbaik bagi pasien dan keluarga. Contoh aplikasi
prinsip Beneficience dalam asuhan keperawatan:

Seorang pasien mengalami perdarahan setelah melahirkan, menurut program


terapi pasien tersebut harus diberikan tranfusi darah, tetapi pasien mempunyai
kepercayaan bahwa pemberian tranfusi bertentangan dengan keyakinanya,
dengan demikian perawat mengambil tindakan yang terbaik dalam rangka
penerapan prinsip moral ini yaitu tidak memberikan tranfusi setelah pasien
memberikan pernyataan tertulis tentang penolakanya. Perawat tidak
memberikan tranfusi, padahal hal tersebut membahayakan pasien, dalam hal
ini perawat berusaha berbuat yang terbaik dan menghargai pasien.

3. Keadilan (Justice)
Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan
prinsip dari justice (Perry and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip
ini adalah dasar dari tindakan keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku
adil pada setiap pasien, artinya setiap pasien berhak mendapatkan tindakan yang
sama. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai
ini direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh aplikasi prinsip justice dalam
asuhan keperawatan :

Klien yang dimasukkan dalam unit neurologi setelah mengalami


trauma kepala membutuhkan pengkajian segera dan perhatian
untuk mencegah kerusakan otak yang berhubungan dengan
edema atau hemoragi. Klien lainnya dalam unit yang sama
dalam kondisi yang lebih stabil secara moral dirawat dalam
waktu yang berbeda dan dalam tingkat intensitas yang berbeda.
Kriteria kebutuhan, ditambah dengan prognosis klien adalah
dasar dari triase, yang digunakan oleh perawat.

4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience) atau avoid killing

8
Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan
manusia (pasien), tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson
( 2000 : 113) menjelasakan tentang masalah avoiding killing sama dengan
Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan hidup atau mati yaitu istilah yang
digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau meninggal. Prinsip ini
berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera.
Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan
menyebabkan nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain
berdaya dan melukai perasaaan orang lain. Contoh aplikasi prinsip
nonmaleficience dalam asuhan keperawatan :

Seorang perawat tidak akan dengan sengaja menggunakan jarum


terkontaminasi untuk mengambil darah dari klien di bawah
prinsip nonmaleficience.

5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat
beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika
kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan
paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi,
mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya.
Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien
menanyakan berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan
laboratorium, hasil pemeriksaan fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”,

9
bagaimana hasil laboratorium saya suster?’ dan sebagainya. Hal-hal seperti itu
harusnya dijawab perawat dengan benar sebab berkata benar atau jujur adalah
pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu dimanapun
berada.
Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu
juga dipikirkan apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak.
Apabila memungkinkan maka harus dijawab dengan jawaban yang jelas dan
benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan tekanan darah maka harus
dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan sebagainya.
Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk
menerima jawaban yang sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar
misalnya dengan jawaban ; hasil ukur tekanan darahnya baik, laboratoriumnya
baik, kondisi bapak atau ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil ukur tersebut baik
buruknya relatif bagi pasien.

6. Menepati Janji (Fidelity)


Sebuah profesi mempunyai sumpah dan janji, saat seorang menjadi
perawat berarti siap memikul sumpah dan janji. Hudak dan Gallo (1997 : 108),
menjelaskan bahwa membuat suatu janji atau sumpah merupakan prinsip dari
fidelity atau kesetiaan. Dengan demikian fidelity bisa diartikan dengan setia pada
sumpah dan janji. Chiun dan Jacobs (1997 : 40) menuliskan tentang fidelity sama
dengan keeping promises, yaitu perawat selama bekerja mempunyai niat yang
baik untuk memegang sumpah dan setia pada janji. Contoh aplikasi prinsip
fidelity dalam asuhan keperawatan :

Seorang perawat tidak menceritakan penyakit pasien pada orang


yang tidak berkepentingan, atau media lain baik diagnosa
medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa
keperawatanya (Gangguan pertukaran gas, Defisit nutrisi).
Selain contoh tersebut yang merupakan rahasia pasien adalah
pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal
dan sebagainya

7. Kerahasiaan (Confidentiality)

10
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun yang dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan
lain harus dihindari. Contoh aplikasi prinsip Confidentiality dalam asuhan
keperawatan :

Seorang klien AIDS memilih untuk tidak memberi tahu anggota


keluarganya mengenai kondisi penyakit yang dideritanya. Jika
anggota keluarganya menanggung perawatan klien, perawat
mungkin merasa bahwa mereka memiliki hak untuk diberi tahu.

8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
Contoh aplikasi prinsip Accountability dalam asuhan keperawatan :

Perawat bertanggung jawab terhadap diri sendiri, profesi, klien,


sesama karyawan dan masyarakat. Jika salah memberi dosis obat
kepada klien, perawat tersebut dapat digugat oleh klien yang
menerima obat, oleh dokter yang memberi tugas delegatif, dan
masyarakat yang menuntut kemampuan professional.

C. Masalah Legal Dalam Keperawatan

Menurut Priharjo (1995), beberapa masalah hukum yang sering terjadi di


keperawatan adalah : kecerobohan/Tort : yaitu kesalahan yang melangar
seseorang atau kepunyaan/harta benda seseorang. Tort dapat disengaja atau tidak
disengaja

A. Tort yang disengaja : menipu, melanggar privacy pasien, membuat


dokumentasi yang salah, tidak menerapkan informed consent, menyentuh
pasien tanpa izin.

11
 Penyerangan dan pemukulan

Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh


orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan
berarti secara nyata menyentuh orang lain tanpa izin. Perawatan yang kita
berikan selalu atas izin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien
harus mengetahui dan menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita
lakukan.
 False imprisonment

Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan


pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrain fisik
atau bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja
sama bisa juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan
restrain harus digunakan sesuai dengan perintah dokter
 Pelanggaran privasi

Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya.


Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu
adalah tindakan yang melawan hukum.

 Fitnah
Jika perawat membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan
orang tersebut, perawat tersebut bersalah karena melakukan fitnah. Hal
ini benar jika anda menyatakan secara verbal atau tertulis.
 Pencurian

Mengambil sesuatu yang bukan milik perawat membuat dan apabila


tertangkap perawat akan mendapatkan hukuman. Mengambil barang yang
tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.

 Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda
terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik
meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan
pasien. Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-

12
anaklah yang paling rentan. Biasanya pemberi layanan atau keluarga yang
bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti
mengapa seseorang menganiaya orang lain yang lemah atau rapuh, tetapi
hal ini terjadi. Beberapa orang merasa puas bisa mengendalikan orang
lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal dari perasaan frustrasi
dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu menjaga keamanan dan
keselamatan pasiennya.

B. Tort tidak disengaja


 Kelalaian (Negligence)

Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat


melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain
(Sampurno, 2005). Menurut Amir dan Hanafiah (1998) yang dimaksud
dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau
sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak
akan melakukannya dalam situasi tersebut.Negligence, dapat berupa
Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan)
atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia,
1994). Jenis-jenis kelalaian Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut
sampurno (2005), sebagai berikut:
- Malfeasance yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau
tidak tepat/layak.Misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi
yang memadai/tepat.

- Misfeasance yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat


tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat.Misal: melakukan tindakan
keperawatan dengan menyalahi prosedur.

- Nonfeasance Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang


merupakan kewajibannya. Misalnya Pasien seharusnya dipasang
pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.

13
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap
tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu :
- Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau
untuk tidak melakukan tindakan tertentu pada pasien tertentu pada
situasi dan kondisi tertentu.
- Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
- Damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan.

- Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan
kewajiban dengan kerugian yang setidaknya.

 Malpraktik

Secara harfiah malpraktik terdiri atas kata “mal” yang berarti salah
dan “praktik” yang berarti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktik
berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya
demikian, tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi.Malpraktik juga didefinisikan sebagai kesalahan tindakan
professional yang tidak benar atau kegagalan untuk menerapkan
keterampilan profesional yang tepat. Dalam profesi kesehatan, istilah
malpraktik merujuk pada kelalaian dari seorang dokter atau perawat dalam
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuannya. untuk
mengobati dan merawat pasien. Malpraktik dapat juga diartikan sebagai
tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-
prinsip transparansi atau keterbukaan dalam arti harus menceritakan secara
jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan
kesehatan maupun pelayanan jasa lain yang diberikan. Malpraktik terbagi

14
kedalam tiga jenis, yaitu malpraktik kriminil (pidana), malpraktiksipil
(perdata), malpraktik etik.

- Criminal Malpractice atau Malpraktik kriminal (pidana)

Merupakan kesalahan dalam menjalankan praktek yangberkaitan


dengan pelanggaran UU Hukum “pidana” yaitu seperti: melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasienmenyebabkan pasien
meninggal/luka karena kelalaian; melakukan abortus; melakukan
pelanggaran kesusilaan/kesopanan; membuka rahasia kedokteran
/keperawatan; pemalsuan surat keterangan atau sengaja tidak
memberikan pertolongan pada orang yang dalam keadaan bahaya.
Pertaggung jawaban didepan hukum pada criminal malpraktik adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan
kepada orang lain atau kepada instansi yang memberikan sarana
pelayanan jasa tempatnya bernaung.

- Civil malpractice atau Malpraktik sipil (perdata).

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan malpraktik sipil


apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak melaksanakan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).

- Malpraktik etik

merupakan tidakan keperawatan yang bertentangan dengan etika


keperawatan, sebagaimana yang diatur dalam kode etik keperawatan
yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang
beraku untuk perawat.

 Liability (Liabilitas) adalah pertanggungan jawab yang dimiliki oleh


seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan.
Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai
tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan
tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari
kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal
kecerobohan dan kelalaian.

15
D. Landasan Aspek Legal Keperawatan

Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan.


Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang
memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi
perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat
Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.

Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki


kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan.
Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang
diberikan juga berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan
khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus
dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang umum saja yang
diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang
kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam
arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi
masing-masing.

Di Indonesia salah satu bentuk aturan yang menunjukan adanya hubungan


hukum dengan perawat adalah UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Pasal
1 angka 2 menyebutkan bahwa ”Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Berdasarkan PP
No. 32/1996 Pasal 2 ayat (1) jo, ayat (3) perawat dikatagorikan sebagai tenaga
keperawatan. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, merupakan
UU yang memberikan kesempatan bagi perkembangan profesi keperawatan,
dimana dinyatakan standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun
perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. UU No. 23
tahun 1992 telah mengakui profesi keperawatan, namun dalam praktik profesinya,
profesi keperawatan harus berjuang untuk mendapat pengakuan dari profesi
kesehatan lain, dan juga dari masyarat. Profesi perawat dikatakan akuntabel secara

16
hukum bila benar-benar kompeten dan melaksanakan profesinya sesuai dengan
etika dan standar profesinya. Standar profesi memiliki tiga komponen utama yaitu
standar kompetensi, standar perilaku dan standar pelayanan. Tugas tenaga
kesehatan yang didalamnya termasuk tugas perawat berdasarkan ketentuan Pasal
50 UU No. 23 Tahun 1992 adalah menyelenggarakan atau melakukan kegiatan
kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya masing-
masing. Agar tugas terlaksanakan dengan baik. Pasal 3 PP No. 32 Tahun 1996
menentukan ”setiap tenaga kesehatan wajib memiliki keahlian dan keterampilan
sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya yang dibuktikan dengan ijazah”
Dengan demikian, tugas dan kewenangan tenaga kesehatan/perawat akan
ditentukan berdasarkan ijazah yang dimilikinya.

Profesi perawat memiliki kewajiban untuk mampu memberikan jaminan


pelayanan keperawatan yang profesional kepada masyarakat umum. Kondisi
demikian secara langsung akan menimbulkan adanya konsekuensi hukum dalam
praktik keperawatan. Sehingga dalam praktik profesinya dalam melayani
masyarakat perawat terikat oleh aturan hukum, etika dan moral.

Adapun instrumen normatif bagi perawat dalam upaya menjalankan


pelayanan keperawatan, yaitu :
1. Lafal Sumpah Perawat
2. Standar Profesi Perawat
Pasal 24 ayat (1) PP 23/1996 tentang Tenaga Kesehatan menentukan
bahwa perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang
melakukan tugas sesuai dengan Standar Profesi tenaga kesehatan. Standar
profesi merupakan ukuran kemampuan rata-rata tenaga kesehatan dalam
menjalankan pekerjaannya (Praptianingsih, 2006). Dengan memenuhi
standar profesi dalam melaksanakan tugasnya, perawat terbebas dari
pelanggaran kode etik.
3. Standar Asuhan Keperawatan
Standar Asuhan Keperawatan terdiri dari delapan standar yang harus
dipahami dan dilaksanakan oleh perawat dalam memberikan pelayanan
kesehatan, khsusunya pelayanan keperawatan.

17
4. Kode Etik Keperawatan
Kode Etik Keperawatan Indonesia terdapat dalam Keputusan Musyawarah
Nasional Persatuan Perawat Nasional Indonesia No. 09/MUNAS
IV/PPNI/1989 tentang pemberlakuan Kode Etik Keperawatan Indonesia
(Kode etik dapat ditinjau dari empat segi, yaitu segi arti, fungsi, isi, dan
bentuk (Koeswadji, 1996).
5. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
94/KEP/M.PAN/11/2001 tentang Jabatan Fungsional Perawat dan Angka
Kreditnya.
Ketentuan Kepmenpan 94/2001 merupakan landasan legalitas perawat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menjalankan jabatan dan
fungsinya di rumah sakit dalam melayani pasien namun tidak mengikat
bagi perawat yang bukan PNS, kecuali apabila perawat tersebut bekerja
pada sarana pelayanan kesehatan yang memberlakukan aturan bagi
perawat yang mengacu pada Kepmenpan 94/2001
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/X1/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat
Kepmenkes 1239/2001 aspek legal atau berisi ketentuan prosedur
registrasi yang harus dilakukan oleh perawat, baik yang akan melakukan
praktik perawat perorangan/kelompok maupun yang tidak berpraktik
(bekerja di sarana pelayanan kesehatan, dengan berstatus sebagai
pegawai).

Landasan yuridis terkait dengan pengaturan keperawatan secara


komprehensif dalam bentuk Undang-Undang tersendiri untuk menjamin kepastian
dan perlindungan hukum keperawatan. Kebijakan mengenai keperawatan belum
bersifat komprehensif integral dan masih tersebar pengaturannya dalam beberapa
peraturan pemerintah maupun kebijakan lainnya yang hanya mengatur tentang
tenaga kesehatan, registrasi tenaga kesehatan, dan penyelenggaran ijin praktik
perawat. Regulasi tersebut belum mampu mengawal secara lengkap mengenai
kebijakan, pendidikan, pelatihan, pemanfaatan, jenjang karir, manajemen
keperawatan, dan kelembagaan bagi perawat. Untuk mewujudkan regulasi yang
komprehensif integral diperlukan peran negara melalui kewenangan lembaga

18
legislatif dan eksekutif. Peran negara dalam mewujudkan tenaga perawat yang
profesional sangat tergantung kepada political will dari pemerintah. Selama ini
peraturan perundang-undangan yang ada belum mengatur keperawatan secara
komprehensif, yang didasarkan pada Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 serta Pasal 16, Pasal 21, dan Pasal 63 UU
Kesehatan yang mengatur mengenai kewajiban negara menyediakan sumber daya
kesehatan yang adil dan merata, penyelenggaraan tenaga kesehatan/keperawatan
yang bermutu, dan keperawatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang ahli. Pasal
21 ayat (3) Undang-Undang Kesehatan memerintahkan bahwa untuk tenaga
kesehatan diatur dengan Undang-Undang.

E. Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan


Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek
hukum yang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia,
baik secara perorangan maupun berkelompok, hukum mengatur perilaku
hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, antar
kelompok manusia, maupun antara manusia dengan kelompok manusia.
Hukum dalam interaksi manusia merupakan suatu keniscayaan
(Praptianingsih, S., 2006).
Berhubungan dengan pasal 1 ayat 6 UU no 36/2009 tentang
kesehatan berbunyi: “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.” 
Begitupun dalam pasal 63 ayat 4 UU no 36/2009 berbunyi
“Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang
mana berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu
profesi/tenaga. Kesehatan yang bertugas untuk memberikan pelayanan
kepada pasien yang membutuhkan Pelayanan keperawatan di rumah sakit
meliputi: proses pemberian asuhan keperawatan, penelitian dan pendidikan

19
berkelanjutan. Dalam hal ini proses pemberian asuhan keperawatan
sebagai inti dari kegiatan yang dilakukan dan dilanjutkan dengan
pelaksanaan penelitian-penelitian yang menunjang terhadap asuhan
keperawatan, juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikap
yang diperoleh melalui pendidikan dimana hal ini semua bertujuan untuk
keamanaan pemberian asuhan bagi pemberi pelayanan dan juga pasien
selaku penerima asuhan.
Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam
Kepmenkes 1239 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010,
terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan keperawatan.
Adapun kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan aspek
legalisasi keperawatan :
         Proses Keperawatan
         Tindakan keperawatan
         Informed Consent
Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari
klien/pasien perlu ditetapkan dengan jelas apa hak, kewajiban serta
kewenangan perawat agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan
tugasnya serta memberikan suatu kepastian hukum, perlindungan tenaga
perawat. Hak dan kewajiban perawat ditentukan dalam Kepmenkes
1239/2001 dan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor
Y.M.00.03.2.6.956.

F. Hak Dan Kewajiban Perawat

 Hak-hak perawat:

1. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan


profesinya.

2. Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai latar belakang


pendidikannya.

20
3. Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan
perundangan serta standar profesi dan kode etik profesi.

4. Mendapatkan informasi lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap


pelayanannya.

5. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang


keperawatan/kebidanan/kesehatan secara terus menerus.

6. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan atau
keluarganya.

7. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan


dengan tugasnya.

8. Diikutsertakan dalam penyusunan/penetapan kebijakan pelayanan kesehatan di


rumah sakit

9. Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya


dicemarkan oleh klien/pasien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan lain.

10. Menolak pihak lain yang memberi anjuran/permintaan tertulis untuk


melakukan tindakan yang bertentangan dengan perundang-undangan, standar
profesi dan kode etik profesi.

11. Mendapatkan perhargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai
peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit.

12. Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai dengan bidang


profesinya

 Kewajiban Perawat :

1. Mematuhi semua peraturan RS dengan hubungan hukum antara perawat


dan bidan dengan pihak RS.

2. Mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit

21
3. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati / perjanjian yang telah dibuatnya.

4. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan atau kebidanan sesuai


dengan standar profesi dan batas kewenangannya atau otonomi profesi.

5. Menghormati hak-hak klien atau pasien.

6. Merujuk klien atau pasien kepada perawat lain atau tenaga kesehatan lain
yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik.

7. Memberikan kesempatan kepada klien/pasien agar senantiasa dapat


berhubungan dengan keluarganya dan dapat menjalankan ibadah sesuai
dengan agama atau keyakinannya sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan pelayanan kesehatan.

8. Bekerjasama dengan tenaga medis/tenaga kesehatan lain yang terkait


dalam memberikan pelayanan kesehatan/asuhan kebidanan kepada
klien/pasien.

9. Memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan keperawatan atau


kebidanan kepada klien/pasien dan atau keluarganya sesuai dengan batas
kewenangannya membuat dokumen asuhan keperawatan atau kebidanan
secara akurat dan berkesinambungan.

10. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan atau kebidanan sesuai standar


profesi keperawatan atau kebidanan dan kepuasan kklien/pasien.

11. Mengikuti IPTEK keperawatan atau kebidanan secara terus menerus.

12. Melakukan pertolongan darurat sebagai tugas perikemanusiaan sesuai


dengan batas kewenangannya.

13. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien/pasien


bahkan juga setelah klien/pasien tersebut meninggal, kecuali jika diminta
keterangannya oleh yang berwenang

(Dewi,2018)

22
Menurut peraturan perundang-undangan nomor 38 tahun 2014 tentang
keperawtan pada BAB IV bagian kelima mengenai hak dan kewajiban

Pasal 35
(1) Dalam melaksanakan Praktik Keperawatan, Perawat mempunyai hak sebagai
berikut:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan pekerjaannya
sesuai dengan Standar Profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional, dan ketentuan peraturan perundangundangan;

b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau
keluarganya;

c. melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan kewenangan;

d. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;

e. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode
etik, standar pelayanan, Standar Profesi, standar prosedur operasional, atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar;

g. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan


yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta
nilai-nilai agama;

h. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya; dan

i. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

(2) Selain menerima imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
Perawat juga berhak mendapatkan imbalan jasa atas pelayanan kesehatan yang
telah diberikan.

Pasal 36

23
(1) Dalam melaksanakan Praktik Keperawatan, Perawat mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a. Menjaga kerahasiaan kesehatan Klien;
b. Memperoleh persetujuan dari Klien atau keluarganya atas tindakan yang
akan diberikan;
c. Melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan
standar pelayanan Keperawatan dan ketentuan peraturan
perundangundangan bagi Perawat yang menjalankan praktik mandiri;
d. Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
Pelayanan Keperawatan, Standar Profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya;
f. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
g. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
h. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain
yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan i. melaksanakan penugasan
khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan harus senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi, Pemerintah
Daerah, atau Pemerintah.

G. Larangan Perawat Dan Sanksi Bagi Perawat Yang Melanggar


Dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas
sebagai (pasal 29 UU Keperawatan) :
1. Pemberi Asuhan Keperawatan;

24
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di
bidang upaya
kesehatan perorangan, perawat berwenang (pasal 30, UU 38/2014):
1) Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik
2) Menetapkan diagnosis keperawatan
3) Merencanakan tindakan keperawatan
4) Melaksanakan tindakan keperawatan
5) Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
6) Melakukan rujukan
7) Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi
8) Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter
9) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
10) Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai
dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.

Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di


bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat berwenang:
1) Melakukan pengkajian keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat
keluarga dan kelompok atau masyarakat.
2) Menetapkan permasalahan keperawatan kesehatan masyarakat
3) Membantu penemuan kasus penyakit
4) Merencanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat
5) Melaksanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat
6) Melakukan rujukan kasus
7) Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan kesehatan masyarakat
8) Melakukan pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
mengoptimalkan peran serta masyarakat meliputi:
a) identifikasi sumber daya pendukung
b) meningkatkan kompetensi sumber daya manusia

25
c) menggerakkan peran serta sumber daya manusia dalam
mengatasi/memenuhi kebutuhan masyarakat
d) melakukan bimbingan dan peran serta masyarakat secara
berkelanjutan.
9) Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat
10) Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat
11) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
12) Mengelola kasus
Mengelola kasus merupakan kegiatan penatalaksanaan klien yang
mencakup kegiatan:
a) pengidentifikasian kebutuhan pelayanan
b) pengoordinasian perencanaan pelayanan
c) pemonitoran pelaksanaan pelayanan
d) pengevaluasian dan modifikasi pelayanan sesuai dengan kondisi.
13) Melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif.
Tindakan ini merupakan bagian dari penyelenggaraan praktik
keperawatan dengan memasukkan atau mengintegrasikan terapi
komplementer dan alternative ke dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.

2. Penyuluh dan konselor bagi klien


Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi klien,
perawat berwenang (pasal 31 UU Keperawatan):
a. melakukan pengkajian keperawatan secara holistik di tingkat individu
dan
keluarga serta di tingkatmkelompok masyarakat
c. melakukan pemberdayaan masyarakat
d. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat
e. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat
f. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

3. Pengelola Pelayanan Keperawatan

26
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola pelayanan keperawatan,
perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelayanan
keperawatan
c. mengelola kasus.

4. Peneliti Keperawatan
a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika
b. menggunakan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan atas izin
pimpinan
c. menggunakan klien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika
profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang.


Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang ini hanya
dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi
pelaksanaannya. Pelimpahan wewenang dimaksud dapat dilakukan secara
delegatif atau mandat.
Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu
tindakan medis diberikan oleh tenaga medis kepada perawat dengan
disertai pelimpahan tanggung jawab. Pemberian delegasi ini hanya dapat
diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih yang
memiliki kompetensi yang diperlukan. Pelimpahan wewenang secara
mandat diberikan oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan
sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.

Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang


sebagaimana dimaksud diatas, perawat berwenang:
a. melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas
pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis

27
b. melakukan tindakan medis di bawah pengawasan atas pelimpahan
wewenang mandat
c. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program pemerintah.

6. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.


Tugas ini merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan
pada keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di
suatu wilayah tempat Perawat bertugas. Keadaan ini ditetapkan oleh
kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan setempat. Perawat dalam melaksanakan
tugas pada keadaan keterbatasan tertentu berwenang (pasal 33 UU
Keperawatan):
a. melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat
tenaga medis; Yang dimaksud penyakit umum menurut penjelasan UU
Keperawatan adalah penyakit atau gejala yang ringan dan sering
ditemukan sehari hari dan berdasarkan gejala yang terlihat (simtomatik),
antara lain, sakit kepala, batuk pilek, diare tanpa dehidrasi, kembung,
demam, dan sakit gigi.
b. merujuk klien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan
c. melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak
terdapat tenaga kefarmasian.

Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama,


perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai
dengan kompetensinya (pasal 35 UU Keperawatan). Pertolongan pertama
tersebut bertujuan untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah
kecacatan lebih lanjut, dan merupakan keadaan yang mengancam nyawa
atau kecacatan Klien.
Keadaan darurat ini ditetapkan oleh perawat sesuai dengan hasil
evaluasi berdasarkan keilmuannya. Meskipun demikian, ketentuan lebih
lanjut mengenai keadaan darurat ini akan diatur dengan Peraturan Menteri.

28
H. Legislasi Keperawatan

A. Pengertian Legislasi Praktek Keperawatan


Legislasi praktek keperawatan merupakan ketetapan hukum yang
mengatur hak dan kewajiban seorang perawat dalam melakukan praktek
keperawatan. Legislasi praktek keperawatan di Indonesia diatur melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan tentang registrasi dan praktek perawat.
Legislasi (Registrasi dan Praktek Keperawatan) Keputusan Menteri
Kesehatan No.1239/Menkes/XI/2001, Latar belakang “Perawat sebagai tenaga
profesional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan
keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya sesuai dengan kewenangannya. Untuk itu perlu ketetapan yang
mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang untuk terkait dengan
pekerjaan/profesi.”
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau
penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu
dan kiat dalam praktik keperawatan.
B. Prinsip Dasar Legislasi Praktik Keperawatan
1. Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
2. Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system
keperawatan.
3. Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai
ketetapan
4. Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat

C. Tujuan Legislasi Keperawatan


1. Tujuan Umum : Melindungi masyarakat dan perawat
2. Tujuan Yang lainnya adalah :
a) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
b) Melidungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan
c) Menetapkan standar pelayanan keperawatan
d) Menapis IPTEK keperawatan
e) Menilai boleh tidakya praktik

29
f) Menilai kesalahan dan kelalaian

Kredensial merupakan proses untuk menentukan dan mempertahankan


kompetensi keperawatan. Proses kredensial merupakan salah satu cara profesi
keperawatan mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas persiapan
pendidikan anggotanya. Kredensial meliputi pemberian izin praktik (lisensi),
registrasi (pendaftaran), pemberian sertifikat (sertifikasi) dan akreditasi
( Kozier Erb, 1990). Proses penetapan dan pemeliharaan kompetensi dalam
praktek keperawatan Meliputi :

1. Pemberian lisensi
Pemberian lisensi adalah pemberian izin kepada seseorang yang
memenuhi persyaratan oleh badan pemerintah yang berwenag, sebelum ia
diperkenankan melakukan pekerjaan dan prakteknya yang telah
ditetapkan. Tujuan lisensi ini adalah :
a) Membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik
keperawatan hanya bagi yang kompeten
b) Meyakinkan masyarakat bahwa yang melakukan praktek mempunyai
kompetensi yang diperlukan
2. Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi
lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah.
Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse.
Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang
diterima. Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau
dua tahun.
3. Sertifikasi
Sertifikasi merupakan proses pengabsahan bahwa seorang perawat
telah memenuhi standar minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi
tertentu seperti kesehatan ibu dan anak, pediatric , kesehatan mental,
gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah diterapkan di

30
Amerika Serikat. Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun demikian
tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.
4. Akreditasi
Akreditasi merupakan suatu proses pengukuran dan pemberian
status akreditasi kepada institusi, program atau pelayanan yang dilakukan
oleh organisasi atau badan pemerintah tertentu. Hal-hal yang diukur
meliputi struktur, proses dan kriteria hasil. Pendidikan keperawatan pada
waktu tertentu dilakukan penilaian/pengukuran untuk pendidikan D III
keperawatan dan sekolah perawat kesehatan dikoordinator oleh Pusat
Diknakes sedangkan untuk jenjang S 1 oleh Dikti. Pengukuran rumah sakit
dilakukan dengan suatu sistem akrteditasi rumah sakit yang sampai saat ini
terus dikembangkan

D. Kegunaan Legislasi
1. Memberikan  rambu-rambu dalam pelayanan kesehatan yang harus
dipahami oleh pelaku pelayanan profesi kesehatan, agar terhindar dari
pelayanan kesehatan yang bermasalah.
2. Mencapai terwujudnya derajat kesehatan yang optimal  yaitu  dengan
peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
3. Mendorong tenaga kesehatan untuk menambah, mengasah, dan
memperdalam pengetahuannya dan keterampilan pada bidang
kesehatan, serta mengikuti perkembangan hukum dan aspek
medikolegal dari pelayanan kesehatan.
4. Sebagai alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna
penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan
dan sumber daya.
5. Penjangkau perkembangan makin kompleks yang akan terjadi dalam
kurun waktu mendatang.
6. Pemberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemberi dan
penerima jasa pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan pembinaan
dan pengawasan, sehingga diatur juga bagaimana penyidikan dapat

31
dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah
diatur, mencakup juga sanksi hukum menurut ketentuan pidana dan
perdata.
Fungsi legislasi keperawatan yang lain yaitu :
1. Memberi perlindungan  kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Memelihara  kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga
keperawatan.
4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5. Memotivasi pengembangan profesi.
6. Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
E. Mekanisme legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi)
yang diakui, tertuang dalam ijazah dan sertifikat. Registasi meliputi dua
hal kegiatan berikut :
1. Registrasi administrasi; adalah kegiatan mendaftarkan diri yang
dilakukan setiap tahun, berlaku untuk perawat professional dan
vokasional.
2. Registrasi kompetensi; adalah registrasi yang dilakukan setiap 5 tahun
untuk memperoleh pengakuan, mendapatkan kewenangan dalam
melakukan praktik keperawatan, berlaku bagi perawat profesional.

Perawat yang tidak teregristrasi, secara hukum tidak memiliki


kewenangan dan hak tersebut. Registrasi berlaku untuk semua perawat
profesional yang bermaksud melakukan praktik keperawatan di wilayah
Negara Republik Indonesia, termasuk perawat berijazah luar negeri.
Mekanisme regristasi terdiri dari mekanisme registrasi administratif dan
mekanisme registrasi kompetensi yang dilakukan melalui 2 jalur yaitu :

1. Ujian registrasi nasional


2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku

32
F. Tahap-tahap Legislasi Keperawatan
Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap antara lain :
1. Surat Izin Perawat (SIP)
Surat ini diberikan oleh Departemen Kesaehatan kepada
perawat setelah lulus dari pendidikan keperawatan sebagai bukti
tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktek
keperawatan. Registrasi SIP adalah suatu proses dimana perawat harus
(wajib) mendaftarkan diri pada kantor wilayah Departemen Kesehatan
Propinsi untuk mendapat Surat Izin Perawat (SIP) sebagai persyaratan
menjalankan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor
registrasi. Sasarannya adalah semua perawat. Sedangkan yang
berwenang mengeluarkannya adalah Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dimana institusi perawat itu berasal. Bagi perawat yang sudah bekerja
sebelum ditetapkan keputusan ini memperolah SIP dari pejabat kantor
kesehatan kabupaten/kota diwilayah tempat kerja perawat yang
bersangkutan.
Jenis dan waktu registrasi :
Registrasi awal dilakukan setelah yang bersangkutan lulus
pendidikan keperawatan selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan
ini di keluarkan. Registrasi ulang dilakukan setelah 5 tahun sejak
tanggal registrasi sebelumnya, diajukan 6 bulan berakhir berlakunya
SIP.
2. Surat Izin Kerja (SIK)
Surat ini merupakan bukti yang diberikan kepada perawat
untuk melakukan praktek keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan.
Pejabat yang berwenang menerbitkan SIK adalah kantor dinas
kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan melaksanakan
praktek keperawatan.
3. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)

33
Surat ini merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk menjalankan praktek keperawatan secara perorangan
atau kelompok. SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktek
perorangan atau kelompok dimana yang bersangkutan mendapat izin
untuk melakukan praktek perawat. Pejabat yang berwenang
menerbitkan SIPP adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang
bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.

G. Undang-Undang Legislasi Praktik Keperawatan


1. Aspek legal atau hukum, legal=sah, aspek legal dalam keperawatan
sah, perawat mempunyai hak & tindakan keperawatan yang sesuai
dengan standar yang berlaku perlu ada ketetapan hukum yang
mengatur hak & kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan
tindakannya perawat sebagai tenaga kesehatan diatur dalam:
a) UU No. 23 Tentang Kesehatan
b) PP Nomor 32 Tentang Tenaga Kesehatan
c) Perda Kab. Kudus No. 11 Tahun 2004 Tentang Retribusi
Pelayanan Tenaga Kesehatan
d) SKB MENKES-KABKN NO.733-SKB-VI-2002 NO.10 th 2002
Tentang Jabatan
e) UU No. 43 Th. 1999 Tentang POKOK2 KEPEGAWAIAN
f) PERPRES No. 54 Th. 2007 Tentang Tunjangan Fungsional
Tenaga Kesehatan
g) PERPRES No. 26 Tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan
Struktural
h) PP No. 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat PNS
i) PP No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jab.
Struktural
j) PP No. 13 Tahun 2007 Tentang Penetapan Pensiun Pokok
k) PP No. 43 Tahun 2007 Tentang PHD Menjadi PNS
l) PP No. 099 Tahun 2000 Tentang Kenaikan Pangkat PNS

34
m) PP No. 12 Tahun 2002 Tentang Perubahan PP 99 Th 2000
Kenaikan Pangkat PNS
n) PP Nomor 09 Tahun 2003 Tentang Pengangkatan, pemindahan
dan pemberhentian PNS
o) KEPMENPAN No. 138 Tahun 2002 Tentang Penghargaan
Pegawai Negeri Sipil
2. Kewenangan Praktek Keperawatan diatur dalam :
a) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 34
ayat 2 dan 3
b) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
c) UU kesehatan RI No.25 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
d) UU kesehatan RI No.26 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
e) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 33
ayat 2 dan 3
H. Pentingnya Undang-Undang Keperawatan
1. Keperawatan sebagai profesi harus memiliki kompetensi dan
memenuhi standar praktik ,serta memperhatikan kode etik dan moral
profesi.
2. UU keperawatan diperlukan untuk keberfungsian Konsil Keperawatan
sebagai regulator untuk melindungi masyarakat.

I. Tanggung Jawab Hukum Perawat Dalam Praktik Keperawatan

1. Tanggung Jawab Hukum Administrasi


Bergantung pada bentuk kewenangan yang dimiliki. Pada pelanggaran
kewenangan yang dilakukan oleh perawat itu sendiri dalam menjalankan
fungsi independennya perawat, maka bila terjadi kesalahan dalam asuhan
keperawatan tersebut perawat yang bersangkutan akan memikul beban
pertanggungjawabannya sendiri. Contoh kasus, bila seorang perawat
melakukan kesalahan ketika memandikan pasien bayi yang menyebabkan

35
terjadinya faktur. Sementara apabila fungsi interdependen yang dilanggar
maka perawat akan memikul beban tanggungjawab tersebut bersama-sama
dengan dokter ketua tim dan rumah sakit yang memberikan tugas tersebut.
Contoh kasus, apabila terjadi kesalahan perawat dalam menghitung jumlah
kapas bulat di ruang operasi sesudah operasi yang mengakibatkan
tertinggalnya kapas di dalam perut pasien tidak terdeteksi oleh dokter.

2. Tanggung Jawab Hukum Perdata

Akan bersumber pada perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Namun


kedua batasan pelanggaran hukum tersebut tetap tidak akan lepas dari
pelaksanaan fungsi perawat. Tindakan perawat dapat dikatakan sebagai
perbuatan melawan hukum apabila terpenuhinya unsur-unsur yang tertuang
dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yakni adanya kerugian nyata yang diderita
sebagai akibat langsung dari perbuatan tersebut. Sementara tanggung jawab
dalam kategori wanprestasi apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi
dalam Pasal 1234 KUH Perdata.

3. Tanggung Jawab Hukum Pidana

Tanggung jawab perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUH Perdata,
maka dapat dikategorikan ke dalam empat prinsip sebagai berikut:
a. Tanggung jawab langsung berdasarkan Pasal 1365 BW dan Pasal 1366
BW Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang
melakukan kesalahan dalam menjalanka fungsi independennya yang
mengakibatkan kerugian pada pasien maka ia wajib memikul tanggung
jawabnya secara langsung;
b. Tanggung jawab dengan asas respondeat superior atau let's the master
answer maupun khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship
melalui Pasal 1367 BW Dalam hal ini tanggung jawab akan muncul
apabila kesaalahan terjadi dalam menjalankan fungsi interdependen
perawat. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja di bawah
perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama
bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien;

36
c. Tanggung jawab dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354
BW Dalam hal ini konsep tanggung jawab terjadi seketika bagi seorang
perawat yang berada dalam kondisi tertentu harus melakukan
pertolongan darurat di mana tidak ada orang lain yang berkompeten
untuk itu. Perlindungan hukum dalam tindakan zaakwarneming perawat
tersebut tertuang dalam Pasal 20 Kepmenkes tentang Registrasi
Perawat. Perawat justru akan dimintai pertanggungjawaban hukum
apabila tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan dalam Pasal
20 tersebut;
d. Tanggung jawab karena gugatan wanprestasi berdasarkan Pasal 1234
BW Dalam wanprestasi seorang peraawat akan dimintai
pertanggungjawaban apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi, yaitu:
1) Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini
apabila seorang perawat tidak mengerjakan semua tugas sesuai
dengan fungsinya, baik fungsi independen, interdependen maupun
dependen.
2) Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila
kewjiban sesuai fungsi tersebut dilakukan terlambat yang
mengakibatkan kerugian pada pasien. Contoh kasus seorang
perawat yang tidak membuang kantong urine pasien dengan kateter
secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari sekali dengan ditunggu
sampai penuh. Tindakan tersebut megakibatkan pasien mengalami
infeksi saluran urine dari kuman yang berasal dari urine yang tidak
dibuang.
3) Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya;
suatu tugas yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang
perawat yang mengecilkan aliran air infus pasien di malam hari
hanya karena tidak mau terganggu istirahatnya.
4) Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini
apabila seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak
mendapat delegasi dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa
perintah, melakukan infus padahal dirinya belum terlatih. Apabila

37
perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka tanggung
jawab itu akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan.

Sementara dari aspek tanggung jawab secara hukum pidana


seorang perawat baru dapat dimintai pertanggungjawaban apabila
terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
a. Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum; dalam hal ini
apabila perawat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan yang tertuang dalam Pasal 15 Kepmenkes.
b. Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang
memahami konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan
secara kemampuan, telah mendapat pelatihan dan pendidikan
untuk itu. Artinya seorang perawat yang menyadari bahwa
tindakannya dapat merugikan pasien.
c. Adanya kesalahan (schuld) berupa kesengajaan (dolus) atau
karena kealpaan (culpa). Kesalahan disini bergantung pada niat
(sengaja) atau hanya karena lalai. Apabila tindakan tersebut
dilakukan karena niat dan ada unsur kesengajaan, maka perawat
yang bersangkutan dapat dijerat sebagai pelaku tindak pidana.
Sebagai contoh seorang perawat yang dengan sadar dan sengaja
memberikan suntikan mematikan kepada pasien yang sudah
terminal (disebut dengan tindakan euthanasia aktif).
d. Tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal
ini tidak ada alasan pemaaf seperti tidak adanya aturan yang
mengijinkannya melakukan suat tindakan, ataupun tidak ada
alasan pembenar seperti resiko yang melekat dalam tindakan
yang dilakukan. Misalnya resiko terjadinya odem (bengkak)
sesudah jarum infus dicabut. Atau adanya rasa tidak nyaman
bagi pasien yang menjalani kateter.

38
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan adalah tenaga profesi perawat. Perawat merupakan tenaga
profesional yang memiliki body of knowledge yang khusus dan spesifik dan dalam
menjalankan praktik profesinya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat,
sehingga perawat juga sangat terikat oleh atauran-aturan hukum yang mengatur
praktik tenaga kesehatan.

Aspek hukum praktik keperawatan merupakan perangkat hukum atau


aturan-aturan hukum yang secara khusus menentukan hal-hal yang seharusnya
dilakukan atau larangan perbuatan sesuatu bagi profesi perawat dalam
menjalankan profesinya. Aspek hukum yang terkait langsung dengan praktik
keperawatan diantaranya adalah UU 23/1992 tentang kesehatan; PP 32/1996
tentang tenaga kesehatan; Kep.Men.Pan/II/2001 tentang jabatan fungsional
perawat dan angka kreditnya; Kep.Men.Kes 1239/XI/2001 tentang registrasi dan
praktik perawat; Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.
Y.M.00.03.2.6.956 tentang hak dan kewajiban perawat. Sampai saat ini profesi
keperawatan di Indonesia belum memiliki aturan hukum khusus tentang praktik
perawat setingkat Undang-Undang.

39
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, A.I., 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher :
Yogyakarta

Dewi, Sofia Rhosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta :


Deepublish.

Halim, U. 2013. Aspek Legal Keperawatan Pada Asuhan Profesi Keperawatan.


EGC. Jakarta.
KEMENKES.GO.ID
Kusnanto. 2014. Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :
EGC
Laily, Dayang dkk. 2016. Modul Diklat PKB Guru SMK Paket Keahlian
Keperawatan Grade E. Depok: P4TK Bispar
Menkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010. Diakses melalui
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK%20No.
%20HK.02.02-148%20ttg%20izin%20Dan%20penyelenggaraan%20praktik
%20perawat.pdf pada tanggal 16 September 2020 pukul 17.38 WIB
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.
Praptiningsih, Sri. 2006. Kedududkan Hukum perawat Dalam Upaya Pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Rahadian, Said. 2016. Penerapan Undang-Undang Keperawatan Terhadap
Perlindungan Hukum Profesi Perawat. Kementerian Riset dan Teknologi
Republik Indonesia. Vol. 1 No. 1.
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1288125&val=17275&title=Penerapan%20Undang-Undang
%20Keperawatan%20terhadap%20Perlindungan%20Hukum%20Profesi
%20Perawat

40
Robert Prihardjo. 2017. Praktik Keperawatan Profesional : Konsep Dasar Dan
Hukum. Jakarta : EGC

Setiani, Baiq. 2018. Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal


Pemenuhan Kewajiban Dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan.
Diakses dari journals.stikim.ac.id/index.php/jiiki/article/view/154/145 pada
tanggal 16 September 2020 pukul 16.15 WIB.
Sudrajat, Diwa Agus. 2013. Aspek Hukum Praktik Keperawatan. STIKES
Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
https://www.stikesayani.ac.id/publikasi/e-
journal/filesx/2009/200908/200908-002.pdf

Utami, NW., Uly Agustine & Ros Endah Happy. 2016. Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional. Jakarta: PUSDIKSDMK Kemenkes RI

41

Anda mungkin juga menyukai