kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek
peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah
sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan
tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit.
Instalasi gawat darurat sebagai salah satu pelayanan di rumah sakit
merupakan
pelayanan
yang
berkesinambungan
dalam
perawatan
dan
pelayanan, pelayanan tersebut mencakup pelayanan pra rumah sakit dan rumah
sakit. Pelayanan pra rumah sakit atau pelayanan sebelum pasien masuk ke
rumah sakit, yaitu tindakan yang mencakup dukungan, instruksi, perawatan serta
tindakan yang di berikan kepada pasien sampai pasien diserahkan ke rumah
sakit. Pelayanan rumah sakit yaitu semua aspek perawatan dan tindakan yang
diberikan oleh petugas gawat darurat termasuk pemindahan pasien (dirujuk,
dirawat inap, atau dipulangkan), tanggapan dan tindakan atas bencana massal
serta keadaan darurat dalam masyarakat lainnya seperti bencana alam dan
mempersiapkan dukungan medik untuk pelayanan gawat darurat terpadu.
Petugas yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat beresiko tinggi terpajan
patogen seperti HIV dan hepatitis B dan C.
Permasalahan yang ada di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Daerah Abdul Rivai Berau Kalimantan Timur adalah belum maksimalnya
pelaksanaan program pelaksanaan kesehatan dan keselamatan. Penggunaan
alat pelindung diri yang kurang disiplin. Tidak berjalannya manajemen risiko,
terlihat tidak adanya pelaporan karena mereka menganggap kejadian seperti ini
bisa ditanganin dan diobati sendiri tanpa melaporkan kebagian keselamatan dan
kesehatan kerja. Pemeriksaan secara kesehatan berkala hanya dilakukan pada
saat pra pekerjaan dan unit kerja yang berisiko karena memerlukan dana yang
cukup besar sehingga jarang dilakukan.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penerapan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang
ada di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Rivai Berau
Kalimantan Timur ?
C. KAJIAN TEORI
C.1
kesehatan
para
pekerja/buruh
dengan
cara
pencegahan
Tabel
1.Hazard di Lingkungan Rumah Sakit
4) Risiko
Menurut Kalloru 1996 risiko dikategorikan menjadi lima,yaitu :
a. Risiko Keselamatan,memiliki ciri probabilitas rendah,
tingkat
Masyarakat,memiliki
ciri
presepsi
aman,
antara
lain
lemahnya
pengawasan,tidak
adanya
alat,material
atau
lingkunagan
yang
tidak
aman
dan
pertengahan pekerjaan.
Standar Kerja. Hal ini dapat dituliskan dalam SOP yang harus
dilaksanakan pada setiap unit pekerjaan. SOP berisi tentang proses
terpadu
seluruh
pekerja
rumah
sakit,
pasien,
Kesehatan
dan
(SOP) K3RS
Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
Pelayanan kesehatan kerja
Pelayanan keselamatan kerja
Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat,
cair, gas
(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahaya
(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat
(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan
kegiatan K3
(12) Review program tahunan
c) Kebijakan pelaksanaan K3
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar,
modal, dan teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki
dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat
kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3. Oleh
sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut :
(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit
(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan
Kepmenkes Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 di Rumah Sakit
(3) Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran
rumah sakit
(4) Membudayakan perilaku k3 di rumah sakit
(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masingmasing unit kerja di rumah sakit
(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit
2) Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan
berbagai komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah
sakit sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan
masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).
a) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan
kerja seperti tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun
2009 dan peraturan Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi RI
No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
7
terhadap pekerja
Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
Member
rekomendasi/masukan
mengenai
perencanaan,
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya
terkait keselamatan/keamanan
(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(9) Pembinaan
dan
pengawasan
Manajemen
Sistem
(10) Membuat
evaluasi,
pencatatan,
dan
pelaporan
kegiatan
rekanan,
harga,
pelayanan,
persyaratan
K3
dan
10
mendokumentasikan
hasil-hasil
pelaksanaan
kegiatan
K3;
dengan
K3
serta
upaya
a. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS,
pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan
lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman
masyarakat sekitarnya.
b. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur
organisasi,
perencanaan,
pelaksanaan,
prosedur,
sumber
daya,
dan
12
Kebijakan dan komitmen K3: Tempat kerja yang aman dan sehat
Penanggung jawab K3: Sistem K3 hanya dapat dikelola secara efektif jika
ada tanggungjawab yang rinci, teridentifikasi dan ditugaskan kepada orang yang
mewakili manajemen dengan jabatan supervisor. Tanggungjawab tersebut yang
ditugaskan kepada setiap jabatan harus sesuai dengan kewenangan jabatannya.
Karyawan juga memiliki tanggungjawab dalam pengelolaan tempat kerja yang
aman dan sehat. Hal ini harus termuat dalam uraian tugas.
13
3.
tempat kerja jika mereka akan berpartisipasi untuk menjaga standar K3 yang
tinggi. Mereka juga membutuhkan pengetahuan tentang bagaimana cara
melakukan pekerjaan mereka secara aman. Pelatihan tentang K3 menjadi hal
yang penting saat orang datang ke tempat kerja untuk pertama kalinya. Pada
tahapan itu mereka tidak terbiasa dengan sistem dan bahaya-bahaya yang dapat
mereka hadapi.
5.
Indikator kinerja dan sasaran K3: Sasaran perlu ditetapkan bagi sistem
14
dan terencana dari tempat kerja adalah esensial untuk memastikan bahwa
pengendalian risiko efektif dan bahwa tidak ada bahaya baru yang timbul.
Pengecekan mencakup inspeksi tempat, pemeliharaan pabrik dan peralatan dan
pengujian lingkungan kerja. Tindakan korektif harus diidentifikasi, dicatat dan
diterapkan untuk memelihara suatu lingkungan kerja yang aman.
10.
dan keselamatan bertujuan untuk mencegah orang cedera atau menjadi sakit
waktu bekerja, kejadian kecelakaan masih mungkin terjadi. Harus ada prosedur
tersedia untuk melaporkan dan meneyelidiki kejadian dan mencegahnya untuk
berulang. Prosedur diperlukan dalam kasus timbulnya kecelakaan besar terlibat,
sebagai contoh, kebakaran, tumpahan bahan kimia atau perilaku berbahaya.
11.
cedera atau sakit waktu bekerja harus didukung untuk membantu mereka
kembali bekerja secepat mungkin. Mungkin perlu tahapan untuk kembali bekerja
yang melibatkan orang dengan jam kerja terbatas, atau melaksanakan pekerjaan
yang kurang mencapai target sampai mereka dapat kembali bertugas penuh.
12.
dokumen penting. Dokumen-dokumen ini harus dijaga untuk menjadi dasar untuk
membandingkan kinerja sistem dan memberikan bukti bahwa kegiatan-kegiatan
sistem dilaksanakan sebagai direncanakan.
13.
keselamatan perlu ditinjau ulang secara regular untuk memastikan bahwa sistem
telah bekerja dengan sempurna dan bahwa standar-standar kesehatan dan
keselamatan yang memuaskan tetap terpelihara. Sistem harus ditinjau ulang
terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
14.
secara periodik untuk menguji seberapa baik sistem telah dibangun dan
seberapa baik sistem tersebut memenuhi standar operasi. Dapat dilakukan
15
kedua bentuk audit, audit internal dan eksternal. Audit eksternal dapat
memberikan pengecekan yang independent tentang pengoperasian sistem.
15.
Struktur Organisasi K3 di RS
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 tahun
suatu
pendekatan
yang
menyeluruh
untuk
mengatur
16
Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit
K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS. Keanggotaan:
a. Unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran
direksi RS. Akan sangat efektif bila ada yang berlatarbelakang pendidikan K3.
b. Unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris dan
anggota. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris
serta anggota.
c. Ketua unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen
tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung
direktur RS.
d. Sedang sekretaris unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional
K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3 (berlatarbelakang pendidikan K3).
C.4
darah
tidak
menghilangkan
atau
mengurangi
kebutuhan
untuk
rencana
pengendalian
pajanan
tuberkulosis
akibat
kerja
yang
17
cairan tubuh. Pengusaha harus menjaga agar mereka secara teratur mendapat
informasi dari kemajuan dalam pengembangan dan ketersediaan vaksin baru.
C.5
Manajemen Risiko
Proses keseluruhan dari manajemen risiko mencakup langkah-langkah
identifikasi potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko. Upayaupaya pengendalian harus dilaksanakan sesuai hirarkinya, berdasarkan
efektifitasnya dalam mengeliminasi risiko, mencegah pajanan atau mencegah
kesakitan. Semua aspek manajemen risiko akan lebih efektif dengan keterlibatan
pekerja sektor kesehatan.
1. Identifikasi Potensi Bahaya
Manajemen risiko dimulai dengan identifikasi keadaan, kegiatan dan tugastugas dalam tempat kerja yang mungkin menyebabkan pekerja sektor kesehatan
berisiko
terpajan
HIV
dan
infeksi
melalui
darah
lainnya
atau
infeksi
tugas
berisiko
tinggi;
mengevaluasi
pelaporan
dan
prosedur
2. Penilaian Risiko
Segera setelah suatu potensi bahaya di-identifikasi, harus dilakukan
penilaian risiko untuk mengevaluasi tingkat dan asal risiko pekerja terpajan
terhadap darah atau cairan tubuh dan menentukan upaya yang diperlukan untuk
mengeliminasi potensi bahaya atau meminimalisisr faktor-faktor risiko.
Penilaian risiko harus mencakup pertimbangan terhadap:
(a) cara penularan HIV dan patogen melalui darah lainnya di tempat kerja;
(b) jenis dan frekuensi pajanan terhadap darah dan cairan tubuh, jumlah darah
atau cairan tubuh, semua kemungkinan jalur dan jalur yang paling mungkin untuk
penularan, jenis cairan tubuh yang ditemukan, dan analisa dari pajanan multipel;
(c) faktor-faktor yang menunjang pajanan dan rekurensinya seperti tata ruang
tempat kerja, cara kerja dan kebersihannya, tersedianya alat pelindung diri dan
penggunaannya;
(d) Pengetahuan dan pelatihan pengusaha, supervisor dan pekerja mengenai
HIV dan infeksi melalui darah lainnya dan cara kerja aman;
(e) Apakah setiap peralatan yang digunakan kelihatannya meningkatkan atau
menurunkan risiko pajanan;
(f) Upaya pengendalian yang ada dan kebutuhan untuk upaya-upaya baru.
3. Pengendalian risiko
Tujuan pengendalian risiko adalah mengikuti hirarki pengendalian, dan
memilih cara yang paling efektif dalam urutan prioritas untuk ke-efektifannya
dalam meminimalisasi pajanan terhadap darah dan cairan tubuh. Hirarki tersebut
adalah:
(a) Eliminasi: Upaya yang paling efektif adalah membuang secara sempurna
potensi bahaya dari tempat kerja.
benda tajam dan jarum dan mengeliminasi semua suntikan yang tidak perlu dan
menggantinya dengan pengobatan oral dengan efek yang sama.
(b) Substitusi: Dimana eliminasi tidak mungkin, pengusaha harus mengganti cara
kerja dengan cara lain yang menimbulkan risiko lebih kecil. Contohnya adalah
mengganti dengan bahan kimia yang lebih kurang beracun untuk disinfektan,
seperti asam parasetat bagi glutaraldehida.
(c) Pengendalian rekayasa: Pengendalian ini mengisolasi atau membuang
potensi bahaya dari tempat kerja. Dapat mencakup penggunaan mekanisme,
metoda dan peralatan yang tepat untuk mencegah pajanan pekerja. Upaya yang
19
20
21
terluka;berbagai sarung tangan dengan berbagai ukuran,steril dan nonsteril,mereka harus dipakai bilamana pekerja sektor kesehatan diduga akan
kontak dengan darah atau cairan tubuh atau menangani sesuatu yang
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh;pelindung pernafasan yang
tepat, termasuk masker celemek plastik, gaun kedap air, pelindung mata,
masker tahan cairan, overal dan overboot bagi pekerja yang mungkin
terpercik atau tersemprot darah dalam pekerjaan mereka.
dan
program
pengendalian
infeksi.
Rumah
sakit
harus
memastikan bahwa sarana cuci tangan tersedia pada tempat yang ditandai
dengan jelas dalam tempat kerja. Sarana cuci tangan harus dilengkapi dengan
pasokan air yang cukup, sabun dan handuk sekali pakai. Dimana tidak mungkin
menggunakan air mengalir, cara alternatif untuk cuci tangan harus disediakan,
seperti alkohol 70% untuk pengoles tangan. Pekerja harus mencuci tangan
mereka pada awal dan akhir setiap shift, sebelum dan sesudah merawat pasien,
sebelum dan sesudah makan, minum, merokok dan pergi ke kamar kecil, dan
22
Unsur-unsur yang
23
24
25
D. PEMBAHASAN
26
ini
para
petugas
tidak
melaporkan
kebagian
kesehatan
dan
Ketidakdisiplinan
petugas
Instalasi
Gawat
Darurat
terhadap
penggunaan alat pelindung diri disebabkan karena faktor kebiasaan petugas dan
kurangnya pemahaman akan risiko penyakit yang didapat akibat pajanan
penyakit,seperti Hepatitis C dan D,HIV/AIDS,dan Tuberculosis. Di Instalasi
27
termasuk
mekanisme
untuk
perawatan
segera,
konseling
dan
28
menurut
dibandingkan
dengan
keperluan
hasil
guna
menilai
pemeriksaan
kondisi
kesehatan
kesehatan
sebelumnya
dan
untuk
penyesuaian
seseorang
dengan
pekerjaannya,
yang
sangat
dari bahaya infeksi dan kecelakaan kerja akibat dari pekerjaan itu sendiri. Setiap
petugas pasti pernah mengalami kecelakaan kerja baik kecelakaan yang ringan
ataupun yang besar. Untuk menghindari kecelakan kerja tersebut petugas harus
mengikuti prosedur yang ada,antara lain ; penggunaan APD, pelaksanaan SOP,
pemeliharaan dan kaliberasi alat-alat secara berkala, pemeriksaan kesehatan
secara berkala, pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran. Sedangkan,untuk
Instalasi gawat darurat di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Rivai Berau
Kalimantan Timur untuk pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja dilakukan
beberapa kegiatan antara lain :
1. Kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan SOP
2. Alat kesehatan yang diperiksa secara rutin dan di cek kondisi masing-masing,
dan juga sudah dilaksanakan program pengecekan suhu, kelembaban,
29
b.
c.
30
setiap
hari
dalam
hal
pengumpulan
data
untuk
surveilans
E. KESIMPULAN
31
F. SARAN
32
RS
secara
tanggung
jawab
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2011, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2. Anonim, 2013, Workplace health and safety standards. Health Safety and
Wellbeing Partnership Group.
33
Lampiran 1.
34
Lampiran 2.
35
Lampiran 3.
36
37