Anda di halaman 1dari 20

PENYAKIT AKIBAT KERJA

DI RUMAH SAKIT KEPADA PERAWAT

Nama : Sariat Sandoria

NIM : SKP2202074P

Mata Kuliah : Kesehatan Keselamatan Kerja

STIKES MITRA ADIGUNA PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2022


BAB 1
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal penting yang harus
diterapkan di semua tempat kerja, baik pada sektor formal maupun sektor
informal. Terlebih bagi tempat kerja yang memiliki risiko atau bahaya yang
tinggi, serta dapat menimbulkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.
keselamatan dan kesehatan kerja seharusnya diterapkan pada semua pihak yang
terlibat dalam proses kerja, mulai dari tingkat manager sampai dengan karyawan
biasa. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa
setiap tenaga kerja memiliki hak untuk mendapat perlindungan bagi
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
menyatakan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Karena
merupakan suatu institusi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan, maka
rumah sakit juga termasuk dalam kategori tempat kerja. Isi dalam pasal 23
undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap
tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja. Berdasarkan pernyataan
tersebut, maka rumah sakit sebagai salah satu tempat kerja juga wajib untuk
menyelenggarakan kesehatan kerja bagi para pekerjanya agar terhindar dari
potensi bahaya yang ada di rumah sakit. Frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan
semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan
pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi
beban, bukan kebutuhan.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja rumah sakit yang selanjutnya disingkat
K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pelaksanaan sistem manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di Rumah sakit dan Fasilitas medis
lainnya adalah bagian dari manajemen rumah sakit secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan aktifitas proses kerja dirumah
sakit, Sehingga dapat menciptakan keadaan Rumah sakit yang aman, sehat, dan
bebas dari kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja bagi sumber daya
rumah sakit, Pasien Pendamping pasien pengunjung maupun lingkungan Rumah
Sakit. Kecelakaan Kerja juga menimbulkan kerugian materi bagi pekerja dan
intansi pemerintah, serta dapat mengganggu produktifitas kerja karyawan Rumah
sakit tersebut (Peraturan Menteri Kesehatan No PER 66/MEN/2016).
Rumah Sakit sebagai industri jasa yang berbentuk upaya pelayanan kesehatan
yang bersifat sosioekonomi, yaitu suatu usaha yang walau bersifat sosial namun
diusahakan agar bisa memperoleh surplus dengan cara pengelolaan yang
profesional. Rumah Sakit salahsatu institusi yang sifatnya kompleks dan memiliki
sifat organisasi yang majemuk, maka perlu pola manajemen yang jelas dan
modern untuk setiap unit kerja atau bidang kerja. Salah satunya pada bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Potensi bahaya yang terdapat di Rumah Sakit
lebih besar risikonya untuk petugasnya bila dibandingkan dengan tenaga kerja
pada umumnya. Tenaga kerja Rumah Sakit lebih rentan terkena risiko bahaya,
kemungkinan keseleo, cidera, infeksi dan penyakit yang berasal dari parasit,
dermatitis, hepatitis dan lain-lain. Melihat terus berkembangnya Rumah Sakit saat
ini, fasilitas pendukung medis pun semakin berkembang sehingga potensi bahaya
dan permasalahannya pun semakin kompleks sehingga perlu adanya proteksi bagi
petugas kesehatan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan saat melakukan
aktivitas pekerjaan. Potensi bahaya yang timbul di Rumah Sakit selain penyakit-
penyakit infeksi juga ada potensi bahaya lainnya yang dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi Rumah Sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan
yang berhubungan dengan instalasi listrik dan sumber-sumber cidera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan
ergonomi. Keputusan Menteri Kesehatan No.432 Tahun 2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 di Rumah Sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit mempunyai
banyak potensi bahaya yang mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di Rumah Sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan
Rumah Sakit. Sedangkan di dalam Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, khususnya pasal 164, 165 dan 166 dijelaskan bahwa pengelola tempat
kerja / pengusaha wajib menjamin keselamatan dan kesehatan pekerjanya melalui
upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Berdasarkan pasal
diatas maka pengelola Rumah Sakit harus menjamin Keselamatan dan Kesehatan
baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar
dari berbagai potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit
dituntut untuk melaksanakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah
Sakit dapat dihindari.
Perawat merupakan salah satu tenaga medis yang memberikan pelayanan
kesehatan dan perlu mendapatkan perhatian pada kesehatan dan keselamatan kerja
perawat, terlebih setiap harinya bertemu langsung dengan pasien dan bahaya-
bahaya yang ada dirumah sakit. Setiap proses pelayanan kesehatan di rumah sakit,
ada beberapa faktor penting pendukung pelayanan yang saling berkaitan satu
dengan yang lain. Diantaranya meliputi pasien, tenaga kerja, mesin, lingkungan
kerja, cara melakukan pekerjaan serta proses pelayanan kesehatan itu sendiri.
Kecelakaan kerja yang tinggi di setiap bidang pekerjaan disebabkan oleh
multifaktor. Salah satu penyebab kecelakaan kerja yaitu tidak diterapkannya
analisa potensi bahaya dan penilaian risiko terhadap bahaya-bahaya yang ada
sehingga tidak terdapat pencegahan yang memadai terhadap bahaya yang
kemungkinan dapat terjadi di perusahaan (Dualembang, 2017). Bahaya Fisik
merupakan faktor di dalam tempat kerja yang memengaruhi proses kerja dan
dapat merugikan. Bahaya fisik yang ditemukan seperti permukaan lantai licin
berada diruangan grooming yang dapat membuat petugas terpeleset,
tergores/tertusuk jarum suntik, kabel listrik berserakan sehingga berisiko terhadap
petugas untuk tersandung dan kesetrum. Kebijakan K3RS adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya
manusia di rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja di rumah sakit. Jika kebijakan keselamatan pasien di pelayanan
kesehatan dirancang maka kegiatan untuk melindungi keselamatan pasien dapat
terlaksana. Dengan membuat suatu kegiatan kepada seluruh tim kesehatan untuk
membudidayakan kebijakan yang dibuat dengan sebaik-baiknya agar rumah sakit
dapat menajdi fasilitas pelayanan kesehatan yang aman.

II. Tujuan Umum


Untuk menganalisis penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

III. Tujuan Khusus


1. Untuk mengevaluasi komponen proses dari penerapan K3 di RS yang meliputi
manajemen risiko, keselamatan dan keamanan rumah sakit, pelayanan
kesehatan kerja, pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengelolaan
sarana, pengelolaan peralatan medis, pencegahan dan pengendalian kebakaran,
dan kesiapsiagaan bencana.
2. Untuk mengevaluasi output dari penerapan K3 di RS yaitu terlaksananya
penerapan K3 yang baik di RS sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku

IV. Manfaat
1. Menambah pengetahuan dalam mempersiapkan manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit.
2. Sarana untuk mengetahui bagaimana penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS) yang baik dan
benar di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian Hazard dan Hazard Fisik Bahaya


(hazard) adalah faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu (bisa pada barang
ataupun suatu kegiatan maupun kondisi), misalnya pestisida yang ada pada sayuran
ataupun panas yang keluar dari mesin pesawat. Bahaya ini akan tetap menjadi
bahaya tanpa menimbulkan dampak/ konsekuensi ataupun berkembang menjadi
accident bila tidak ada kontak (exposure) dengan manusia. Sebagai contoh, panas
yang keluar dari mesin pesawat tidak akan menimbulkan kecelakaan jika kita tidak
menyentuhnya.
Proses kontak antara bahaya dengan manusia ini dapat terjadi melalui tiga
mekanisme, yaitu:
1. Manusia yang menghampiri bahaya
2. Bahaya yang menghampiri manusia melalui proses alamiah.
3. Manusia dan bahaya saling menghampiri.
Hazard fisik adalah potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar
kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan
kurang memadai, getaran, radiasi.

II. Jenis – Jenis Hazard fisik


1. Suhu Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan :
a) Chilblain terjadi karena bekerja ditempat yang cukup dingin dalam waktu yang cukup
lama.
b) Frosbite terjadi akibat suhu yang sangat rendah dibawah titik beku.
c) Heat carmp dialami dalam linkungan suhu yang tinggi sebagai akibat bertambahnya
keringat yang disertai hilangnya Na dari tubuh, yang selanjutnya hanya diberi air saja
tanpa diberi tambahan Na yang hilang.
d) Heat exhaustion terjadi karena cuaca yang sangat panas dan orang yang belum
teraklimatisasi.
e) Heat stroke terjadi pada orang yang melakukan pekerjaan berat didalam lingkungan
yang panas dan belum teraklimitasi.
f) Trenchfoot terjadi karena terendam dalam air dingin yang cukup lama.
2. Tekanan
a) Tekanan udara rendah gangguan yang timbul berupa kurangnya oksigen didalam udara
pernafasan.
b) Tekanan udara tinggi penyakit yang timbul disebut Caisson yang disebabkan bebasnya
nitrogen dalam jaringan pada waktu dekompresi.
3. Getaran
Getaran / Vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh objek dengan getaran isolasi
misalnya mesin, peralatan kerja yang bergetar dan memajani pekerjaan melalui transmisi.
Penyakit yang dapat ditimbulkan akibat getaran :
a) Sistem peredaran darah, misalnya kesemutan pada jaringan tangan dan kadang-kadang
ujung jari memucat yang disertai rasa nyeri.
b) Sistem tulang sendi dan otot gangguan ostevartikuler terutama pada tulang karpal,
sendi siku.
c) Sistem saraf yaitu kelainan saraf sensoris yang menimbulkan kesemutan.
4. Pencahayaan
Cahaya merupakan sumber yang memancarakan energi sebagai dari energi diubah menjadi
cahaya tampak. Penyebaran cahaya dari sumber cahaya tergantung pada kontruksi kulit
pelindung yang digunakan. Penerangan kurang dapat menyebabkan kesilauan yang
memudahkan terjadinya kecelakaan. Dampak dari pencahayaan mengeluh kelelahan mata
(iritasi / conjungtivitis), rangkap, sakit kepala, ketajaman penglihatan terganggu, serta
akomodasi dan konvergasi menurun.
5. Radiasi
Radiasi adalah suatu energi yang memiliki kemampuan untuk menembus suatu objek,
termasuk tubuh manusia. Ada dua jenis radiasi:
a) Radiasi pergion jika radiasi mempunyai kemampuan untuk melepas elektron dari
orbitalnya pada sistem atom dan membentuk suatu iyon. Misalnya sinar X, sinar Gama
dan sinar kosmis.
b) Radiasi non pergion adalah radiasi yang tanpa ada pelepasan elektron yang tergantung
pada panjang gelombang. Misalnya sinar ultraviolet, sinar yang bisa dilihat (sinar laser),
dan sinar dengan gelombang pendek.
Efek yang ditimbulkan dari radiasi yaitu :
a) Efek somatik yaitu efek yang pasti terjadi akibat penyinaran radiasi pergion, efek terjadi
dalam suatu priode waktu, tergantung pada dosis radiasi yang ditimbulkan.
b) Efek somatic-stokastik, efek ini sangat sulit dideteksi apakah diakibatkan oleh radiasi/yang
lain karena dampak yang terkena beberapa saat. Contohnya adalah terjadi leukemia.
c) Efek genetik yaitu disebabkan oleh radiasi pada seseorang dan menggangu sistem
ragenerasi.
d) Radiasi sinar inframerah dapat menyebabkan katarak pada lensa, sumbernya dapat berasal
dari cairan pijar logam dan pijar kaos.
e) Radiasi sinar ultra violet dapat menyebabkan konjungtivitas fhoto elektrika.
f) Radiasi sinar Ro/Radioaktip dapat menyebabkan penyakit sumsum darah, kelainan kulit
dan inpotensi.
Pengendalian terhadap bahaya radiasi untuk petugas dan penderita :
a) Petugas : melengkapi pakaian kerja/perlindungan dari radiasi dengan kacamata timah dan
baju apron dan pelindung leher dari apron.
b) Penderita : diberi pembatas leher dan sudut hamburan serta pemilihan tegangan tabung.

Iv Metode

Metode yang saya gunakan dalam membuat kajian ini adalah metode literasi.
Saya membaca berbagai literature maupun referensi dari jurnal, buku, koran,
majalah maupun buku elektronik. Dengan metode literature ini saya dapat
mengetahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK)
dan kecelakaan akibat kerja (KAK) yang terjadi pada perawat di rumah sakit.
Selain itu saya juga dapat mengetahui penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan
dari PAK dan KAK.

1. Hasil

Dari literature yang saya baca saya dapat mengetahui bahwa setiap tenaga
kerja memiliki hak untuk mendapat perlindungan bagi keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional. Saya juga mengetahui bahwa tempat yang paling berisiko
adalah rumah sakit. Disana perawat juga mempunyai risiko tinggi terjadinya
penyakit akibat kerja (PAK) karena perawat merupakan pelayanan keperawatan
yang dimana paling sering melakukan kontak dengan pasien yang dapat
menularkan penyakit.

Selain penyakit-penyakit infeksi risiko dapat juga ditimbulkan dari faktor


lingkungan kerja. seperti kecelakaan (meliputi kejadian ledakan, kebakaran,
kecelakaan yang diakibatkan adanya masalah pada instalasi listrik, serta faktor-
faktor yang dapat menimbulkan cidera lainnya), radiasi, paparan bahan kimia
beracun dan berbahaya, gasgas anastesi, gangguan terkait psikis dan ergonomi.
Semua K3 sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi
tanggung jawab bersama, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan
dan pekerja agar terhindar dari Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit
Akibat Kerja (PAK).

Sebagai perawat selain memberi asuhan keperawatan perawat juga harus sadar
akan perannya sebagai kunci dalam penerapan K3 yang dimana untuk
menghindari penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK).
Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Untuk memenuhi hal
tersebut perawat juga haruslah mempunyai pengetahuan tentang k3, PAK, KAK
dan risiko yang dihadapinya.

Karena itu perawat harus menjadi perawat professional yang mampu dan
mempunyai pengetahuan dan kreativitas. Dengan tercapainya hal ini dapat
meningkatkan efesiensi kesehatan serta rumah sakit.

Karena Kecelakaan kerja pada perawat dianggap sebagai suatu masalah serius
karena mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan
secara global Kecelakaan tersebut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
produktivitas kerja perawat. Produktivitas kerja yang rendah pada akhirnya
berdampak terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit.
2. Pembahasan
Kesehatan kerja merupakan suatu unsur kesehatan yang berkaitan dengan
lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Sedangkan, keselamatan
kerja merupakan suatu sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
yang dapat menimbulkan kerugian berupa luka atau cidera, cacat atau kematian,
kerugianharta benda, kerusakan peralatan atau mesin dan kerusakan lingkungan
secara luas.
Kecelakaan adalah kejadian tidak terduga yang disebabkan oleh tindakan tidak
aman dan kondisi tidak aman (Heinrich, 1930). Sebagian besar (85%) kecelakaan
disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Tindakan tidak
aman (unsafe action) adalah tindakan yang dapat membahayakan pekerja itu
sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan yang
dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti tidak memakai APD, tidak mengikuti
prosedur kerja, tidak mengikuti peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak
hati-hati, dimana dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1 (satu) kali
kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan hari kerja. Ancaman kecelakaan kerja
di tempat kerja di negara berkembang seperti Indonesia masih sangat tinggi.
Hasil laporan National Safety Council tahun 1988 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit 41% lebih besar dari pekerja industri
lainnya. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores, luka bakar dan penyakit infeksi lainnya. Laporan lainnya di Israel angka
prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16,8%) dibandingkan pekerja
industri lainnya. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah mengalami low
back pain (Sholihah, 2013). Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) merupakan suatu usaha untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari
berbagai risiko kecelakaan dan bahaya, baik fisik, mental maupun emosional
terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Disamping itu,
keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan dapat menciptakan kenyamanan kerja
dan keselamatan kerja yang tinggi. Berdasarkan peraturan pemerintah Republik
Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja (SMK3) pada lampiran 1 pedoman penerapan SMK3 wajib
melaksanakan perencanaan K3 yang didalamnya berisi identifikasi potensi
bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. I
dentifikasi Bahaya (Hazards Identification), Penilaian Risiko (Risk Assessment)
dan Pengendalian Risiko (Risk Control) atau yang disingkat HIRARC merupakan
suatu elemen pokok dalam sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya. Keseluruhan
proses dari HIRARC yang disebut juga dengan manajemen risiko (risk
management), kemudian akan menghasilkan dokumen HIRARC yang sangat
berguna untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, satu
pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160
pekerja didunia mengalami penyakit akibat kerja (PAK). Diperkirakan 2,3 juta
pekerja meninggal setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(PAK). Lebih dari 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja dan 313 juta
pekerja mengalami kecelakaan tidak fatal per tahunnya. Menurut Undang-undang
No. 44 Tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Dari pengertian tersebut, rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan
diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan,
pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat
pendidikan, pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat penelitian,
pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan. Selain dituntut mempu
memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut
harus melaksanakan dan mengembangkan program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit (K3RS) seperti yang tercantum dalam buku Standar
Pelayanan Rumah Sakit dan terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah Sakit.
Bekerja di rumah sakit dapat menimbulkan risiko tertular penyakit dari pasien.
Potensi bahaya di RS, selain penyakitpenyakit infeksi juga ada potensi
bahayabahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi
listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang
berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi.Semua potensi
bahaya tersebut diatas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS (Teguh,
2008).
Risiko ini tidak hanya berpotensi bagi tenaga medis saja, namun juga terhadap
tenaga non medis seperti petugas kebersihan. Karyawan rumah sakit terdiri dari
tenaga medis dan tenaga non medis. Tenaga medis yaitu dokter, perawat, dan
bidan sedangkan tenaga non medis yaitu petugas laundry, petugas kebersihan,
petugas penyiapan makanan atau gizi, apoteker, Pemeriksa laboratorium, dan
petugas radiologi (Wichaksana, 2002). Dilihat dari jenis pekerjaan yang ada di
rumah sakit, dapat dikatakan tenaga medis merupakan karyawan yang rentan
terkena penyakit akibat kerja, karena mereka selalu melakukan kontak dengan
pasien yang sakit setiap hari.
Karyawan terkhusus perawat sebagai aset penting rumah sakit harus dijaga
dan dibina agar selalu dalam kondisi yang sehat dan bebas dari pengaruh negatif
yang disebabkan oleh bahaya di tempat kerja. Berdasarkan tempat kerja karyawan
terbagi menjadi 4 zona risiko yaitu zona risiko rendah, zona risiko sedang, zona
risiko tinggi dan zona risiko sangat tinggi. Zona risiko tinggi yaitu karyawan yang
bekerja pada bagian ruangan operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi,
ruang rawat gawat darurat, ruang bersalin dan ruang patologi. Perawat adalah
tenaga kesehatan yang paling besar jumlahnya dan paling lama kontak dengan
pasien, sehingga sangat berisiko dengan pekerjaannya, namun banyak perawat
tidak menyadari terhadap risiko yang mengancam dirinya, melupakan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Data WHO (2004): Dari 35 juta pekerja
kesehatan bahwa 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0.9 juta
terpajan virus HBC dan 170.000 terpajan virus HIV/ AIDS).
Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi HIV 4: 1000. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk jarum
suntik yang terkontaminasi HBV 27–37: 100. Penelitian terhadap perawat ruang
rawat inap penyakit dalam di RSUD Siti Fatimah Sumatera Selatan, dalam satu
tahun terakhir perawat mengalami kecelakaan kerja (tertusuk jarum) tertinggi 14
kali (Diana, 2013). Beberapa komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit,
perawat adalah salah satu tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi dengan
pasien yang intensitasnya paling tinggi dibandingkan komponen lainnya. Perawat
sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (40-
60%) dan dimana pelayanan keperawatan yang diberikan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran kunci dalam mewujudkan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Rumah Sakit (Depkes, 2007).
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal
165 : pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga
kerja. Berdasarkan pasal tersebut maka pengelola tempat kerja di Rumah Sakit
mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya
adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit
harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia
layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di
Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan
menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.
Penyakit akibat kerja di rumah sakit dapat menyerang semua tenaga kerja baik
medis maupun non medis (Anies, 2005). Sehingga sasaran utama K3RS adalah
tenaga medis, tenaga non medis, pasien, pengunjung / pengantar pasien, serta
masyarakat sekitar Rumah Sakit. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain:
Golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut
di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan
terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual juga
berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan. Faktor
risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai berikut:
1. Golongan fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan
Non-induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite,
trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata.
Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan
2. Golongan kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
3. Golongan Infeksi
a. Anthrax
b. Brucell
c. HIV/AIDS

4. Golongan fisiologis Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap


badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat
mengakibatkan kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan
fisik pada tubuh pekerja.

5. Golongan mental Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau
keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan. Menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER01/MEN/1981 dan
Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31 jenis penyakit akibat kerja yaitu
sebagai berikut:
1) Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan
jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis
yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
3) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan.
5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik
6) Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang
beracun.
7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang
beracun.
8) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang
beracun.
9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang
beracun.
11) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12) Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13) Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang
beracun.
14) Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
15) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
17) Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21) Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida
atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.
22) Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
24) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
lebih.
25) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengion.
26) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi
atau biologik.
27) Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu dari zat
tersebut.
28) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
30) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi
atau kelembaban udara tinggi.
31) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
3. Penutup

Kesimpulan

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di
tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok
dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan
individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.

Saran
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien harus
memahami risikonya dan menerapkan k3 dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi
penyakibat akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK). Sebab pelayanan
keperawatan memegang kunci dalam upaya penerapan k3.

Daftar Pustaka

Azizah, N., Setiawan., & Gerry, S. (2018). Hubungan Antara Pengawasan, Prosedur
KERJA Dan
Kondisi Fisik Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit
Permata Bunda Medan Tahun 2017. Jurnal JUMANTIK, 3(2), 125-134.
I, S. M. I., Joko, W., & Erlisa, C. (2015). Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat
Berdasarkan Tindakan
Tidak Aman. Jurnal Care, 3(2), 10-11.
Indragiri, S., & Triesda, Y. (2018). Manajemen Risiko K3 Menggunakan Hazard
Identification Risk
Assessment And Risk Control (HIRARC). Jurnal Kesehatan, 9(1), 39-52.
Mantiri, E. Z. R. A., Odi, R. P., & Sylvia, M. (2020). Faktor Psikologi Dan Perilaku
Dengan Penerapan
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Indonesian Journal of
Public Health
and Community Medicine, 1(3), 20-25.
Octavia, W. R., Diana, N., & Ernita, S. (2018). Penerapan Pelayanan Kesehatan Dan
Keselamatan
Kerja Pada Perawat IGD Rumah Sakit Umum DR. Wahidin Husodo Mojokerto Tahun
2017. Gema
Kesehatan Lingkungan, 16(1), 101-107.
Putri, S., Santoso., & Endang, P. R. (2018). Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja
Terhadap Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat Rumah Sakit. Jurnal Endurance, 3(2), 271-
273.
Salawati, L. (2015). Penyakit Akibat Kerja Dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 15(2),
91-94.
Salmawati, L., Muh, R., & Muh, R. N. (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian
Kecelakaan Kerja Pada Perawat Di Ruang IGD RSU Anutapura Kota Palu. Jurnal
Kesehatan
Masyarakat, 10(2), 106-110.
Sandewa, S., & Ardian, A. (2014). Hubungan Perilaku Dengan Resiko Kecelakaan Kerja
Pada
Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis,
5(4), 500-501.
Simamora, R. H. (2017). A strengthening of role of health cadres in BTA-Positive
Tuberculosis (TB)
case invention through education with module development and video approaches in
Medan Padang
bulan Comunity Health Center, North Sumatera Indonesia. International Journal of
Applied
Engineering Research, 12(20), 10026-10035.
Simamora, R. H., & Saragih, E. (2019). Penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat:
Perawatan
penderita asam urat dengan media audiovisual. JPPM (Jurnal Pendidikan dan
Pemberdayaan
Masyarakat), 6(1), 24-31.
Yuantar, C. M., & Hafizhatun, N. (2018). Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pada
Petugas Kebersihan di Rumah Sakit. Health Journal, 5(3), 107-109.
Yunita, A. R., Ayun, S., & Eka, Y. F. (2016). Analisis Faktor-Faktor Kebijakan Dalam
Implementasi
Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) Di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Sumatera Selatan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 4(2), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai