Anda di halaman 1dari 57

ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

PADA PETUGAS INSTALASI RAWAT DARURAT DI RS IBNU SINA

1. Pendahuluan
Kesehatan

adalah

faktor

yang

sangat

penting

bagi

peningkatan

produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang
baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula.
Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima.
Kesehatan kerja adalah ilmu dan profesi yang mempelajari keterkaitan
antara kesehatan dan pekerjaan. Kesehatan yang kurang baik akan dapat
mengganggu produktivitas pekerjaan, dan pekerjaan dapat pula menimbulkan
terganggunya kesehatan. Karena peliknya permasalahan bidang ini tidak dapat
ditangani oleh satu pihak saja. Bidang ini harus ditangani oleh berbagai disiplin
ilmu, seperti: higene industri, kedokteran kerja, ergonomi, sosial, hukum,
psikologi dan lain-lain.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tujuan utama dari program
kesehatan kerja dalam upaya perlindungan terhadap tenaga kerja. Perlindungan
kesehatan terhadap pekerja antara lain dengan menghindari timbulnya penyakit
akibat kerja. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap pekerja
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja.
Unit Gawat Darurat (UGD) termasuk

tempat kerja dengan berbagai

macam ancaman bahaya, yang dapat memberikan efek yang buruk bagi kesehatan.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengetahui gambaran tentang pelaksanaan

program K3 pada petugas Instalasi Rawat Darurat dengan menggunakan Walk


through survey. Walk through survey atau survey jalan sepintas merupakan teknik
utama yang penting untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya di
lingkungan kerja yang dapat memberikan efek atau gangguan pada kesehatan
pekerja yang terpajan. Walk Through survey adalah survei untuk mendapatkan
informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif
singkat sehingga

diperlukan upaya pengumpulan data untuk kepentingan

penilaian secara umum dan analisa sederhana.

2. Tujuan
2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum survei ini adalah untuk mengetahui aspek Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) pada petugas Instalasi Rawat Darurat di RS Ibnu Sina
2.2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami petugas Instalasi
Rawat Darurat
b) Untuk mengetahui tentang keluhan atau penyakit yang dialami yang
berhubungan dengan pekerjaan pada petugas Instalasi Rawat Darurat di
RS Ibnu Sina
c) Untuk mengetahui tentang Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan
petugas Instalasi Rawat Darurat di RS Ibnu Sina.
d) Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan di Instalasi Rawat
Darurat di RS Ibnu Sina.
e) Untuk mengetahui tentang ketersediaan obat P3K di ruang Instalasi
Gawat Darurat
f) Untuk mengetahui keluhan/penyakit yang dialami berhubungan dengan
pekerjaan petugas di Instalasi Gawat Darurat
g) Untuk mengetahui konstruksi bangunan yang aman bagi petugas
Instalasi Gawat Darurat
h) Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian kebakaran

3. Landasan Teori
3.1. Faktor Hazard dan Keluhan Yang Dialami dan Keluhan/ Penyakit
yang Dialami yang Berhubungan dengan Pekerjaan pada Petugas
Instalasi Rawat Darurat

Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakitpenyakit infeksi


juga ada potensi bahayabahaya lain yang mempengaruhi situasi
dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumbersumber

cedera

lainnya),

radiasi,

bahanbahan

kimia

yang

berbahaya, gasgas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi.


Semua potensipotensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi
kehidupan para karyawan di rumah sakit, para pasien maupn para
pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. (Kepmenkes,
2007)
Hasil

laporan

National

Safety

Council

(NSC)

tahun

1988

menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar


dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah
tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka
bakar, penyakit infeksi dan lainlain. Sejumlah kasus dilaporkan
mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains
52%,

contusion,

crushing,

bruising:11%,

cuts,

laceration,

punctures:10,8%, fractures 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal


burns:2%;

scratches,

abrasions:

1,9%,

infection:1,3%;

dermatitis:1,2% dan lainlain 12,4% (US Department of Laboratorium


Statistic, 1983).
3

Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat


beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni
hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal
dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita)

serta

nyeri

tulang

belakang

dan

pergeseran

diskus

intervertebrae.

Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS


meliputi: (Kepmenkes, 2007)
NO

Bahaya
Potensial
Fisik:
Bising
Getaran

Debu

Panas

Lokasi
IPSRS, laundry, dapur,
CSSD, Gedung genset
boiler, IPAL
Ruang mesinmesin dan
peralatan yang
menghasilkan getaran
(ruang gigi dll)
Genset, bengkel kerja,
laboratorium gigi, gudang
rekam medis, incenerator.
CSSD, dapur, laundry,
incinerator, boiler.

Radiasi

XRay, OK
yang
menggunakan carm, ruang
fisioterapi, unit gigi.

Kimia:
disinfektan
Cytotoxics

Semua area

Ethylene oxide
Formaldehyde

Farmasi, tempat
pembuangan limbah,
bangsal
Kamar operasi
Laboratorium, kamar
mayat, gudang farmasi.

Pekerjaan yang paling


beresiko
Karyawan yang
bekerja
dilokasi tersebut
Perawat, cleaning
dll.

service

Petugas sanitasi, teknisi gigi,


petugas
IPS dan rekam
medis.
Pekerja dapur,
pekerja
laundry, petugas sanitasi dan
IPRS.
Ahli radiologi, radiotherapist
dan
radiographer,
ahli
fisioterapi Dan
petugas
rontgen gigi
Petugas kebersihan, perawat
Pekerja farmasi, perawat,
petugas pengumpul sampah.
Dokter, perawat.
Petugas
kamar
mayat,
petugas laboratorium dan
farmasi.
Petugas/dokter gigi, dokter
bedah, perawat..

Methyl:
Methacrylate,
Hg (amalgam)
Solvents

Ruang pemeriksaan gigi.

Laboratorium, bengkel
kerja, semua area di RS

Teknisi, petugas
laboratorium, petugas
pembersih.
Dokter
gigi,
perawat,

Gasgas anestesi

Ruang operasi gigi, OK,


ruang pemulihan (RR).

dokter
bedah, dokter/perawat

Biologik:
AIDS, Hepatitis
B dan Non A
Non B
Cytomegalovirus
Rubella
Tuberculosis

Ergonomik:
Pekerjaan yang
dilakukan secara
manual
Postur yang
salah dalam
melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang
berulang

Psikososial:
Sering kontak
dengan pasien,
kerja bergilir,
kerja berlebih,
ancaman secara
Fisik

IGD, kamar operasi, ruang


pemeriksaan gigi,
laboratorium, laundry.

anestesi.
Dokter, dokter gigi, perawat,
petugas laboratorium,
petugas sanitasi dan laundry.

Ruang kebidana , ruang


anak.
Ruang ibu dan anak
Bangsal, laboratorium,
ruang isolasi.
Area pasien dan tempat
penyimpanan barang
(gudang).

Perawat, dokter yang bekerja


dibagian ibu dan anak.
Dokter dan perawat.
Perawat, petugas
laboratorium, fisioterapis.
Petugas yang menangani
pasien dan barang..

Semua area

Semua Karyawan

Semua area

Dokter gigi, petugas


pembersih, fisioterapis,
sopir, operator computer,
yang berhubungan dengan
pekerjaan juru tulis.
Semua karyawan

Semua area

Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk


mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya oleh karena itu
K3 rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit
lebih efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah Manajemen K3 dirumah sakit
baik bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit. Tujuan dari diterapkannya
Sistem Manajemen K3 ini pada rumah sakit menurut Peraturan Menkes adalah
terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan rumah sakit.(Kepmenkes, 2007)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit merupakan upaya untuk
6

memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para


pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi. Manajemen K3 di rumah sakit adalah suatu proses kegiatan yang
dimulai

dengan

tahap

perencanaan,

pengorganisasian,

pelaksanaan

dan

pengendalian yang bertujuan untuk memberdayakan K3 dirumah sakit.

3.2. Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang
digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Alat Pelindung Diri (APD) perlu sebelumnya dipilih secara hati-hati agar dapat
memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan, (BPP Semester V, 2008) yaitu
-

Alat

Pelindung

Diri

(APD)

harus

dapat

memberikan

perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau


bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
-

Berat alatnya hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut


tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.

Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.

Bentuknya harus cukup menarik.

Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.

Alat

tidak

menimbulkan

bahaya-bahaya

tambahan

bagi

pemakainya, yang dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau


karena salah dalam penggunaanya.
-

Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.

Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan presepsi sensoris


pemakainya.

Suku

cadangnya

mudah

didapat

guna

mempermudah

pemeliharaannya.
3.3. Kotak (obat) Pertolongan Pertama Kecelakaan (P3K)
Kotak (obat) pertolongan pertama kecelakaan (P3K) seharusnya wajib
dimiliki di setiap tempat pekerjaan. Hal ini sangat bermanfaat dalam keadaan
darurat ataupun kecelakaan.Tujuan dari P3K adalah untuk menyelamatkan
nyawa atau mencegah kematian, mencegah cacat yang lebih berat dan
menunjang penyembuhan.

3.4. Upaya K3 Lainnya


Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan kecelakaan melalui penerapan
kesehatan dan keselamatan kerja
a) Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara
lain:

UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas


kesehatan dan non kesehatan

UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.

Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan


pembuangan limbah dll.

b) Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative


control) antara lain :
8

Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non


medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan

Pengaturan jam kerja, lembur dan shift

Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk


masing-masing

instalasi

dan

melakukan

pengawasan

terhadap

pelaksanaannya

Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama


untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan
(boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar
prosedur tersebut dilaksanakan

Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja


dan mengupayakan pencegahannya.

c) Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :

Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja

Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas
kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)

Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

d) Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)


Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat
tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu
sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka
penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini
diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja
secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini
dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:

Pemeriksaan Awal

Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon /


pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut
ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
-

Anamnese umum

Anamnese pekerjaan

Penyakit yang pernah diderita

Alrergi

Imunisasi yang pernah didapat

Pemeriksaan badan

Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan tertentu:

Tuberkulin test

Psikotest

Pemeriksaan Berkala

Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak


waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan
ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang
dihadapi dalam pekerjaan.

Pemeriksaan Khusus

Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu


pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan
yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan
10

pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan, dalam


hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi
panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif
dan preventif.
3.5 Konstruksi
Komponen dan bahan bangunan.
Sebagai bagian dari Rumah Sakit, beberapa komponen bangunan yang ada di
Ruang Gawat Darurat memerlukan beberapa persyaratan, antara lain :
1) Lantai
-

Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.

Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan tidak berpori, seperti vinyl yang
rata atau keramik dengan nat yang rapat sehingga debu dari kotoran-kotoran
tidak mengumpul, mudah dibersihkan, tidak mudah terbakar.

Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung (hospital plint), agar


memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.

2) Langit-langit
Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan
debu/kotoran.
3) Pintu.
-

Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing
dengan lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90 cm, dilengkapi
dengan kaca jendela pengintai (observation glass).
-

Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm.

4) Jendela.
-

Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah pemeliharaannya,


dan cukup rapat.

Bukaan jendela harus dapat mengoptimalkan terjadinya pertukaran udara dari


dalam ruangan ke luar ruangan.
-

Untuk bangunan rawat inap yang berlantai banyak/bertingkat, bentuk


jendela tidak boleh memungkinkan dilewati pasien untuk meloncat.

11

5) Sistem ventilasi.
-

Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan Ruang rawat inap


harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai
dengan fungsinya.

Bangunan Ruangrawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada


pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk
kepentingan ventilasi alami.

Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat


memenuhi syarat.

Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan


prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan ruang rawat inap.

Pada ruang perawatan pasien dan koridor di ruang rawat inap, minimal 4
(empat) kali pertukaran udara per jam, untuk ruang perawatan isolasi infeksius,
minimal 6 (enam) kali pertukaran udara per jam.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan


pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan ruang
rawat inap mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara Pada
Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.

6) Sistem pencahayaan.
-

Bangunan Ruang rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau


pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

Bangunan Ruang rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan


alami.

Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan Ruang


rawat inap dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang rawat
inap.

Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang


dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang rawat inap dengan

12

mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak


menimbulkan efek silau atau pantulan.
-

Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus


dipasang pada bangunan Ruang rawat inap dengan fungsi tertentu, serta dapat
bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup
untuk evakuasi yang aman.

Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

Disarankan menggunakan lampu-lampu yang dipasang dibenamkan pada


plafon (recessed) karena tidak mengumpulkan debu.
-

Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

3.6 Pencegahan dan pengendalian kebakaran


Sarana proteksi aktif
Sistem proteksi aktif yaitu proteksi yang dilakukan pada bangunan terhadap
bahaya kebakaran dengan menggunakan system perlindungan secara langsung
atau sarana aktif peralatan pemadaman api seperti halnya APAR, hidran,
springkler, alarm, alat deteksi, dan peralatan pemadaman lainnya.
1) APAR ( Alat Pemadam Api Ringan )
Menurut

peraturan

menteri

tenaga

kerja

dan

transmigrasi

No

PER.04/MEN/1980 APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu
orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
APAR direferensikan oleh pemerintah melalui permenaker no. 04/Men/1980.
Dengan ciri ciri dapat dioperasikan oleh satu orang, untuk pemadaman pada saat
kebakaran dan hanya pada sebatas volume api kecil dan tidak lebih dari 3 menit
untuk bahan cair dan gas, dan tidak lebih dari 10 menit untuk bahan padat
( Muhaimin, 2004 ) atau APAR digunakan untuk pemadaman kebakaran pada
tahap dini bukan pada saat api sudah besar. Untuk penempatan APAR seperti
yang sudah diatur dalam perda DKI nomor 8 tahun 2008 mempunyai syarat
syarat sebagai berikut
1. APAR harus selalu dalam keadaan siap pakai
2. APAR harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan

13

3.

Diletakkan ditempat yang mudah dilihat dan dijangkau

2) Hidran halaman
Hidran yang terletak di luar bangunan dimana instalasi dan peralatannya
disediakan dan dipasang di lingkungan bangunan tersebut. Menurut kepmen PU
no.10 tahun 2000 persyaratan hydrant yaitu : Letak hydrant mudah dilihat dan
dijangkau , Hydrant dalam kondisi siap pakai , Terdapat petunjuk penggunaan
pada hydrant
3) Sprinkler
Sprinkler merupakan suatu alat yang dapat memancarkan sejumlah air
bertekanan secara otomatis dan merata ke semua arah. Menurut Depnaker (1987)
penggunaan system sprinkler sebagai sarana proteksi kebakaran dapat menjamin
95% berhasil karena pancaran air akan bekerja otomatis tepat pada sasaran api
pada saat awal kebakaran.
Menurut kepmen PU no. 10 tahun 2000 persyaratan sprinkler yaitu :
Pada cabang pipa system sprinkler perlantai harus dilengkapi dengan katup aliran
air yang dihubungkan dengan system deteksi alarm, bangunan rumah sakit lebih
dari 2 lantai harus memasang sprinkler otomatis, dan jarak maksimum antara
sprinkler 4.6 m
4) Detektor
Detektor adalah alat yang fungsinya mendeteksi secara dini adanya suatu
kebakaran awal yang terdiri antara lain :
a. Detektor asap ( smoke detector )
Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi partikel partikel asap, baik yang
nampak maupun tidak tampak
b. Detektor panas ( Heat detector )
Alat ini bekerja berdasarkan pengaruh panas, yaitu dengan pendeteksian suhu
tingi atau kenaikan suhu abnormal. Berdasarkan temperatur yang diukur, detektor
panas terdiri atas 3 jenis, antara lain :
-

Fixed Temperature Detector : detektor bekerja apabila temperatur naik


mencapai suatu batas tertentu

14

Rate of Rise Detector : detektor bekerja bila kenaikan suhu dengan cepat
dalam waktu yang singkat

Combination of Fixed Temperature Detector and Rate of Rise detector :


detektor bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur dan batas
temperatur maksimum yang ditetapkan.

5) Alarm kebakaran
Menurut Permenaker No. 2/Men/1983, alarm kebakaran adalah komponen
dari system yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang
dapat berupa :
a) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (
audible alarm). Alarm audio harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
-

Mempunyai bunyi serta irama yang khas hingga mudah dikenal sebagai alarm
kebakaran.

Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500 1000 Hz dengan
tingkat kekerasan suara minimal 65 dB. Untuk ruangan dengan tingkat
kebisingan normal yang tingi, tingkat kekerasan alarm audio minimal 5 Db
lebih tinggi dari kebisingan normal.

Untuk ruangan dengan kemungkinan dipergunakan untuk ruang tidur tingkat


kekerasan alarm audio minimal 75 dB

Irama alarm audio mempunyai sifat yang tidak menimbulkan kepanikan.

b) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap oleh
pandangan mata secara jelas ( visible alarm ).
-

Alarm visual harus dipasang pada ruangan khusus, seperti tempat perawatan
orang tuli dan sejenisnya.

Pada semua lokasi panel kontrol dan panel bantu harus terpasang alarm
kebakaran.

Semua bagian dalam ruangan bangunan harus dapat dijangkau oleh isyarat
alarm kebakaran dengan tingkat kekerasan bunyi alarm yang khusus untuk
ruangan tersebut.

Alarm kebakaran harus dipasang untuk ruangan khusus dimana suara suara
dari luar tidak dapat terdengar.

15

Sarana alarm luar harus dipasang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
pula sebagai penuntun arah masuk bagi anggota pemadam kebakaran dari luar.
6) Titik panggil manual

Titik panggil manual adalah suatu alat yang bekerjanya secara manual untuk
mengaktifkan isyarat adanya kebakaran yang dapat berupa :
a. Titik panggil manual secara tuas ( full down )
b. Titik manual secara tombol tekan ( push buttom )
Panel indicator kebakaran
Panel alarm kebakaran adalah suatu komponen dari sistem deteksi dan alarm
kebakaran yang fungsinya untuk mengendalikan bekerjanya sistem dan terletak di
ruang operator. Panel indikator kebakaran dapat terdiri dari satu panel kontrol
utama, atau satu panel kontrol dengan satu atau beberapa panel bantu.
Ketentuan panel kontrol :
a. Panel control harus menunjukkan asal lokasi kebakaran.
b. Panel control harus mampu mengendalikan kerja detektor dan alarm kebakaran
serta komponennya secara keseluruhan.
c. Panel control harus dilengkapi dengan peralatan peralatan, sehingga operator
dapat mengetahui kondisi instalasi baik pada saat normal maupun pada saat
gangguan.

4. Metodologi Penelitian
4.1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
1. Kamera digital, untuk mengambil gambar kegiatan
2. Check List (Lampiran), sebagai bahan untuk mengontrol tindakan
yang akan dilakukan, yaitu dengan melihat, mengecek, dan mendata
berdasarkan check list.
4.2. Cara

16

Survei

ini menggunakan cara walk through survey atau survei jalan

sepintas untuk mengetahui ada tidaknya faktor fisik, faktor kimia, faktor
biologi, faktor ergonomi dan faktor psikososial. Dalam survey ini yang
dilakukan adalah mengamati aspek K3 pada petugas Instalasi Rawat Darurat,
mengisi checklist, klarifikasi semua informasi yang telah diperoleh dengan
menjelaskan potensi bahaya yang ditemukan, laporan hasil pengamatan,
evaluasi dan berikan saran-saran atau rekomendasi untuk perbaikan.

4.3. Lokasi Survei


Lokasi survei adalah di Instalasi Rawat Darurat di RS Ibnu Sina
4.4. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan yaitu 29 Februari 2016 sampai 4 Maret 2016 dengan
agenda sebagai berikut.

Tanggal
29 Februari 2016

Kegiatan
- Pengarahan kegiatan
- Pembuatan Proposal

1 Maret 2016

- Koreksi dan pembuatan proposal

2 Maret 2016

- Walk Trough Survey

3 Maret 2016

- Walk Trough Survey dan pembuatan laporan

4 Maret 2016

- Presentasi hasil survey

17

4.5. Alur Pelayanan di Instalasi Rawat Darurat RS IBNU SINA

1 . P e n e rim a a n p a s ie n
(R e g is tra s i)
2 . T ria s e

3 . T in d a k a n a w a l
(B e d a h /N o n B e d a h )

4 . O b s e r v a s i p a s ie n

5 . P a s ie n P u la n g J ik a k e a d a a n
m e m b a ik / ra w a t in a p jik a p a s ie n
m e m e rlu k a n p e ra w a ta n la n ju t

Checklist Walk Through Survey pada Petugas Evakuasi Instalasi Rawat


Darurat

1) Registrasi
No

Perkara
.
Faktor Hazard

Ya

Tidak Ket

a. Faktor fisik

18

Pencahayaan ;

Apakah ada pencahayaan cukup terang


Apakah warna cahaya lampu yang sesuai
Apakah warna dinding ruangan yang terang

2
3
4
5

Apakah ada sumber bising?


Apakah ada sumber getaran?
Apakah ada sumber radiasi ?
Apakah ada sumber listrik dengan kekuatan

tinggi ?
b. Faktor kimia
i.
ii.
iii.

Desinfektan
Cytotoxic
Gas-gas anestesi

c. Faktor biologi
i

Bakteri

ii.

Virus

iii.

Jamur

iv.

Parasit

d. Faktor ergonomis
i.
Pekerjaan yang dilakukan secara manual
ii.
Postur saat bekerja berdiri dan duduk
iii. Pekerjaan yang berulang
e. Faktor Psikososial
i.
Sering kontak dengan pasien
ii.
Kerja bergilir
iii. Kerja berlebih
iv. Ancaman secara fisik
Keluhan /penyakit yang dialami
i.
Sistem Pernafasan
ii.
Sistem Pencernaan
iii.. Sistem Reproduksi
iv. Sistem saraf
v.
Orthopedi
vii. Sistem Indera

19

vii Sistem Kardiologi


Alat pelindung diri

Tutup kepala

Kacamata

Masker

4.

Celemek

5.

Handscoen

.6.

Sepatu

Ketersediaan dan kelengkapan kotak obat P3K

Upaya lain perusahaan tentang K3

Memiliki

pengetahuan

dan

pernah

mendapat

penyuluhan
Tidak memiliki pengetahuan dan pernah mendapat

penyuluhan
Konstruksi bangunan
Lantai

Langit-langit

Pintu dan jendela

Ventilasi
Kebakaran

Pencegahan dan pengendalian


7) APAR

8) Detector
9) alarm kebakaran

10) Hydran

11) Sprinkler

20

21

Checklist Walk Through Survey pada Petugas Evakuasi Instalasi Rawat


Darurat

2) Triase
No

Perkara
.
Faktor Hazard

Ya

Tidak Ket

e. Faktor fisik
1

Pencahayaan ;

Apakah ada pencahayaan cukup terang


Apakah warna cahaya lampu yang sesuai
Apakah warna dinding ruangan yang terang

2
3
4
5

Apakah ada sumber bising?


Apakah ada sumber getaran?
Apakah ada sumber radiasi ?
Apakah ada sumber listrik dengan kekuatan

tinggi ?
f. Faktor kimia
i.
ii.
iii.

Desinfektan
Cytotoxic
Gas-gas anestesi

g. Faktor biologi
i

Bakteri

ii.

Virus

iii.

Jamur

iv.

Parasit

h. Faktor ergonomis
i.
ii.

Pekerjaan yang dilakukan secara manual


Postur saat bekerja berdiri dan duduk

22

iii. Pekerjaan yang berulang


e. Faktor Psikososial
i.
Sering kontak dengan pasien
ii.
Kerja bergilir
iii. Kerja berlebih
iv. Ancaman secara fisik
Keluhan /penyakit yang dialami
i.
Sistem Pernafasan
ii.
Sistem Pencernaan
iii.. Sistem Reproduksi
iv. Sistem saraf
v.
Orthopedi
vii. Sistem Indera
vii Sistem Kardiologi
Alat pelindung diri

Tutup kepala

Kacamata

Masker

4.

Celemek

5.

Handscoen

.6.

Sepatu

Ketersediaan dan kelengkapan kotak obat P3K

Upaya lain perusahaan tentang K3

Memiliki

pengetahuan

dan

pernah

mendapat

penyuluhan
Tidak memiliki pengetahuan dan pernah mendapat

penyuluhan
Konstruksi bangunan
Lantai

Langit-langit

Pintu dan jendela

Ventilasi
Kebakaran

Pencegahan dan pengendalian

23

12) APAR

13) Detector

14) alarm kebakaran

15) Hydran

16) Sprinkler

24

Checklist Walk Through Survey pada Petugas Evakuasi Instalasi Rawat


Darurat

3) Tindakan awal
No

Perkara
.
Faktor Hazard

Ya

Tidak Ket

i. Faktor fisik
1

Pencahayaan ;

Apakah ada pencahayaan cukup terang


Apakah warna cahaya lampu yang sesuai
Apakah warna dinding ruangan yang terang

2
3
4
5

Apakah ada sumber bising?


Apakah ada sumber getaran?
Apakah ada sumber radiasi ?
Apakah ada sumber listrik dengan kekuatan

tinggi ?
j. Faktor kimia
i.
ii.
iii.

Desinfektan
Cytotoxic
Gas-gas anestesi

k. Faktor biologi
i

Bakteri

ii.

Virus

iii.

Jamur

iv.

Parasit

l. Faktor ergonomis
i.
ii.

Pekerjaan yang dilakukan secara manual


Postur saat bekerja berdiri dan duduk

25

iii. Pekerjaan yang berulang


e. Faktor Psikososial
i.
Sering kontak dengan pasien
ii.
Kerja bergilir
iii. Kerja berlebih
iv. Ancaman secara fisik
Keluhan /penyakit yang dialami
i.
Sistem Pernafasan
ii.
Sistem Pencernaan
iii.. Sistem Reproduksi
iv. Sistem saraf
v.
Orthopedi
vii. Sistem Indera
vii Sistem Kardiologi
Alat pelindung diri

Tutup kepala

Kacamata

Masker

4.

Celemek

5.

Handscoen

.6.

Sepatu

Ketersediaan dan kelengkapan kotak obat P3K

Upaya lain perusahaan tentang K3

Memiliki

pengetahuan

dan

pernah

mendapat

penyuluhan
Tidak memiliki pengetahuan dan pernah mendapat

penyuluhan
Konstruksi bangunan
Lantai

Langit-langit

Pintu dan jendela

Ventilasi
Kebakaran

Pencegahan dan pengendalian

26

17) APAR

18) Detector

19) alarm kebakaran

20) Hydran

21) Sprinkler

27

Checklist Walk Through Survey pada Petugas Evakuasi Instalasi Rawat


Darurat

4) Observasi pasien
No

Perkara
.
Faktor Hazard

Ya

Tidak Ket

m. Faktor fisik
1

Pencahayaan ;

Apakah ada pencahayaan cukup terang


Apakah warna cahaya lampu yang sesuai
Apakah warna dinding ruangan yang terang

2
3
4
5

Apakah ada sumber bising?


Apakah ada sumber getaran?
Apakah ada sumber radiasi ?
Apakah ada sumber listrik dengan kekuatan

tinggi ?
n. Faktor kimia
i.
ii.
iii.

Desinfektan
Cytotoxic
Gas-gas anestesi

o. Faktor biologi
i

Bakteri

ii.

Virus

iii.

Jamur

iv.

Parasit

p. Faktor ergonomis
i.
ii.

Pekerjaan yang dilakukan secara manual


Postur saat bekerja berdiri dan duduk

28

iii. Pekerjaan yang berulang


e. Faktor Psikososial
i.
Sering kontak dengan pasien
ii.
Kerja bergilir
iii. Kerja berlebih
iv. Ancaman secara fisik
Keluhan /penyakit yang dialami
i.
Sistem Pernafasan
ii.
Sistem Pencernaan
iii.. Sistem Reproduksi
iv. Sistem saraf
v.
Orthopedi
vii. Sistem Indera
vii Sistem Kardiologi
Alat pelindung diri

Tutup kepala

Kacamata

Masker

4.

Celemek

5.

Handscoen

.6.

Sepatu

Ketersediaan dan kelengkapan kotak obat P3K

Upaya lain perusahaan tentang K3

Memiliki

pengetahuan

dan

pernah

mendapat

penyuluhan
Tidak memiliki pengetahuan dan pernah mendapat

penyuluhan
Konstruksi bangunan
Lantai

Langit-langit

Pintu dan jendela

Ventilasi
Kebakaran

Pencegahan dan pengendalian

29

22) APAR

23) Detector

24) alarm kebakaran

25) Hydran

26) Sprinkler

30

Checklist Walk Through Survey pada Petugas Evakuasi Instalasi Rawat


Darurat

5) Melakukan registrasi keluar/registrasi rawat inap


No

Perkara
.
Faktor Hazard

Ya

Tidak Ket

q. Faktor fisik
1

Pencahayaan ;

Apakah ada pencahayaan cukup terang


Apakah warna cahaya lampu yang sesuai
Apakah warna dinding ruangan yang terang

2
3
4
5

Apakah ada sumber bising?


Apakah ada sumber getaran?
Apakah ada sumber radiasi ?
Apakah ada sumber listrik dengan kekuatan

tinggi ?
r. Faktor kimia
i.
ii.
iii.

Desinfektan
Cytotoxic
Gas-gas anestesi

s. Faktor biologi
i

Bakteri

ii.

Virus

iii.

Jamur

iv.

Parasit

t. Faktor ergonomis
i.
ii.

Pekerjaan yang dilakukan secara manual


Postur saat bekerja berdiri dan duduk

31

iii. Pekerjaan yang berulang


e. Faktor Psikososial
i.
Sering kontak dengan pasien
ii.
Kerja bergilir
iii. Kerja berlebih
iv. Ancaman secara fisik
Keluhan /penyakit yang dialami
i.
Sistem Pernafasan
ii.
Sistem Pencernaan
iii.. Sistem Reproduksi
iv. Sistem saraf
v.
Orthopedi
vii. Sistem Indera
vii Sistem Kardiologi
Alat pelindung diri

Tutup kepala

Kacamata

Masker

4.

Celemek

5.

Handscoen

.6.

Sepatu

Ketersediaan dan kelengkapan kotak obat P3K

Upaya lain perusahaan tentang K3

Memiliki

pengetahuan

dan

pernah

mendapat

penyuluhan
Tidak memiliki pengetahuan dan pernah mendapat

penyuluhan
Konstruksi bangunan
Lantai

Langit-langit

Pintu dan jendela

Ventilasi
Kebakaran

Pencegahan dan pengendalian

32

27) APAR

28) Detector

29) alarm kebakaran

30) Hydran

31) Sprinkler

33

5. HASIL PENELITIAN

5.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit


Rumah sakit IBNU SINA berada dibawah naungan Yayasan
Badan Wakaf UMI (YBW - UMI) dimana sebelumnya bernama
rumah sakit "45" yang didirikan pada tanggal 5 Oktober 1988,
dibawah naungan Yayasan Andi Sose. Peralihan rumah sakit ini
dilakukan

pada

tanggal

16

Juni

2003,

ditandai

dengan

penandatanganan berita acara yang dilakukan oleh Ketua


Yayasan Andi Sose H.A Andi Sose dan Ketua Yayasan Badan
Wakaf UMI (YBW - UMI) Prof. DR. H. Abdurahman A. Basalamah.
Rumah sakit IBNU SINA YBW - UMI dioperasikan kembali
berdasarkan surat izin penyelenggaraan Rumah Sakit dari
Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan cq. Kepala Dinas Kesehatan
dengan surat Nomor : 6703A/DK-VI/PTS-TK/2/IX/2003 tanggal 23
September 2003, tentang pemberian izin penyelenggaraan
Rumah sakit IBNU SINA YBW - UMI. Peresmian pengoperasian
dilakukan tanggal 17 Mei 2004. Kini Rumah Sakit IBNU SINA YBW
- UMI telah mendapat izin penyelenggaraan Rumah Sakit dari
Menteri Kesehatan R.I nomor : YM.02.04.3.5.4187 tanggal 26
September 2005.

5.2. Visi:
Menjadi rumah sakit pendidikan dengan pelayanan yang
Islami, unggul dan terkemuka di Indonesia.

34

5.3. Misi:
1. Melaksanakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan
unggul yang

menjunjung tinggi moral dan etika (Misi

pelayanan kesehatan).
2. Melaksanakan
dan

mengembangkan

kedokteran dan profesional

pendidikan

kesehatan lainnya (Misi

pendidikan).
3. Melangsungkan pelayanan dakwah dan bimbingan spiritual
kepada penderita

dan pengelola rumah sakit (Misi

dakwah).
4. Mengupayakan perolehan finansial dari berbagai kegiatan
rumah sakit. (Misi finansial).
5. Meningkatkan kesejahteraan pegawai (Misi kesejahteraan).

5.4. Struktur Organisasi:


1. Direktur Utama
2. Wakil direktur pelayanan medis
3. Wakil direktur Administrasi, umum,

pendidikan

dan

pengembangan
4. Wakil direktur Keuangan, sarana, dan kemitraan Rumah
sakit IBNU SINA YBW - UMI juga memiliki dewan pembina
yang terdiri atas Ketua, Wakil ketua, Sekretaris, dan
anggota.

5.5. Bidang kesehatan


1. Pelayanan medis yang disiapkan oleh Rumah Sakit IBNU
SINA meliputi:
a. Pelayanan
b. Pelayanan
c. Pelayanan
d. Pelayanan
e. Pelayanan

Penyakit Dalam
Bedah
Kesehatan Anak
Obstetri dan Gynekologi
Bedah Saraf

35

f. Pelayanan Penyakit Saraf


g. Pelayanan THT
h. Pelayanan Mata
i. Pelayanan endoskop
j. Pelayanan Kardiologi
k. Pelayanan orthpedi dan traumatology
l. Pelayanan urologi
m. Pelayanan Gigi dan Mulut
n. Pelayanan Kesehatan Jiwa
o. Pelayanan Paru-paru
p. Pelayanan Rehabilitas Medik
2. Bidang keperawatan, seperti:
a. Rawat Jalan
b. Rawat Inap
c. Rawat Operasi
d. Unit Gawat Darurat
e. Unit Pelayanan Umum (ICU, ICCU, dan PICU)
f. Kamar Bersalin

5.6. Bidang Pendidikan


Rumah sakit IBNU SINA juga berfungsi sebagai rumah sakit
pendidikan

dimana

pada

tahun

2005,

mahasiswa

yang

melakukan Co-Asisten adalah mahasiswa FK UNHAS dan UMI


sebanyak 68 orang, disamping berbagai lembaga pendidikan
tinggi negeri dan swasta, yang menjadikan RS IBNU SINA sebagai
tempat praktek/magang.
Rumah sakit IBNU SINA memiliki sumber daya manusia
sebanyak 333 personil dari berbagai jenis tenaga, yaitu :
-

Tenaga medis dengan dokter spesialis berjumlah 130 orang,

dokter umum sebanyak 11 orang, dan dokter gigi 5 orang.


Keperawatan dengan jumlah tetap sebanyak 66 orang dan

yang magang sebanyak 43 orang.


Para medis non keperawatan sebanyak 10 orang. Kefarmasian
11 orang. Kesehatan masyarakat 1 orang. Tenaga Gizi 1 orang.

36

Keterapian Fisik 3 orang. Keteknisian 6 orang. Non keteknisian


45 orang.
Rumah Sakit IBNU SINA Makassar memberikan pelayanan
kesehatan

kepada

pasien

peserta

ASKES,

JPS,

dan

juga

melakukan Kerjasama dengan beberapa perusahaan.

5.7. Hasil Walk Through Survey


Berikut ini adalah hasil pemantauan dan identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja
tenaga medis dan non medis di Rumah Sakit Ibnu Sina.
Pemantauan dan idenifikasi ini dilakukan dengan metode walk
through survey dengan menggunakan check list dan wawancara.

5.7.1.

Aspek-aspek K3 pada Instalasi Rawat Darurat

RS IBNU SINA
Ada beberapa tahapan yang dilakukan di perawatan
Rumah Sakit Ibnu Sina yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Melakukan evakuasi pada pasien baru


Triase
Melakukan tindakan awal (Bedah/Non Bedah)
Observasi pasien
Jika keadaan membaik,pasien pulang , rawat inap jika pasien
memerlukan perawatan lebih lanjut

5.7.1.1. Evakuasi Pasien Baru

37

Pada tahap ini, pasien yang baru masuk dilakukan evakuasi


oleh petugas kesehatan..Pada tahap ini, ada 2-3 orang petugas
yang melakukan tindakan ini.
a. Tinjauan Faktor Fisik
-

Pencahayaan pada ruangan penerimaan dikatakan cukup baik


dimana sumber cahaya sesuai dengan luas ruangan,selain itu
juga didukung dengan dinding dan warna langit-langit yang
terang, di ruangan ini juga bisa dijumpai jendela yang cukup
besar, sehingga pada siang hari cahaya matahari mampu
memberikan

cahaya

yang

cukup

dan

merata.

Untuk

kelistrikan masih dalam kondisi baik, tidak ditemukan stop


-

kontak yang rusak.


Tidak terdapat sumber kebisingan yang dapat menganggu
kenyamanan pasien dan petugas kesehatan
b. Tinjauan faktor Ergonomi

38

Terdapat

brankar/kursi

roda

fasilitas

yang

yang

menunjang

memudahkan

petugas

berupa
dalam

melakukan kerjanya.
Pada melakukan evakuasi posisi petugas dalam

keadaan

berdiri

dan

mengevakuasi

pasien

tergantung

keadaan pasien
-

Petugas sudah pernah mengikuti pelatihan


tentang tata cara evakuasi yang benar.
c.Tinjauan faktor psikososial

Terdapat interaksi yang baik antara sesama rekan kerja.


Sehingga pekerja dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Tidak terdapat beban mental dalam pekerjaan karena terjalin


hubungan yang baik antara sesama petugas.
d. Tinjauan faktor kimia
Tidak ditemukan faktor kimia yang dapat menyebabkan
hazard petugas evakuasi paisen
e. Tinjauan faktor biologi

Petugas menggunakan alat pelindung diri ketika berinteraksi


dengan pasien, petugas tiidak beresiko terinfeksi dari pasien
pada saat berinteraksi dengan pasien.

Ada cairan pembersih tangan atau wastafel di ruangan


penerimaan sehingga tidak beresiko terhadap penularan
bakteri melalui kontak dengan pasien.

39

5.7.1.2. Triase
Pada tahap ini, sebelum pasien mendapat tindakan awal
dilakukan pemilahan pasien(Bedah/Non Bedah/Resusitasi) yang
baru masuk berdasarkan kondisi pasien. Pada tahap ini, hanya
ada 1 orang petugas( Dokter Triase) yang melakukan tindakan
ini.
a. Tinjauan Faktor Fisik
-

Iklim kerja ruang perawatan secara kuantitas baik, di mana


suhu udara nyaman dan sirkulasi udara juga memenuhi
syarat, ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk sirkulasi udara
berupa Air condition(AC) pada langit-langit yang berfungsi

dengan baik.
Pencahayaan pada ruangan perawatan dikatakan cukup baik
dimana sumber cahaya sesuai dengan luas ruangan, selain
itu juga didukung dengan dinding dan warna langit-langit
yang terang, di ruangan ini juga bisa dijumpai jendela yang
cukup besar, sehingga pada siang hari cahaya matahari
mampu memberikan cahaya yang cukup dan merata. Untuk
kelistrikan masih dalam kondisi baik, tidak ditemukan stop

kontak yang rusak.


Tidak terdapat sumber kebisingan yang dapat menganggu
kenyamanan pasien dan petugas kesehatan

b. Tinjauan faktor Ergonomi


-

Terdapat

fasilitas

yang

menunjang

kerjanya

petugas

kesehatan dalam memilah pasien sehingga pekerjaan dapat


dilakukan dengan baik dan aman. Fasilitas tersebut berupa

40

meja, kursi dan APD (Handscoen). Sehingga petugas tidak


terlalu lama berdiri dan dirinya terlindung dari penularan
kuman penyakit.
c. Tinjauan faktor psikososial
-

Terdapat interaksi yang baik antara sesama rekan kerja.


Sehingga pekerja dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Tidak terdapat beban mental dalam pekerjaan karena


terjalin hubungan yang baik antara sesama petugas.

d. Tinjauan faktor kimia


e. Tidak ditemukan faktor kimia yang dapat menyebabkan
hazard petugas diruang triase
f. Tinjauan faktor biologi
-

Petugas tidak menggunakan alat pelindung diri ketika


berinteraksi dengan pasien, petugas beresiko terinfeksi dari
pasien pada saat berinteraksi dengan pasien.

Adanya cairan pembersih tangan atau wastafel di ruangan


administrasi sehingga tidak beresiko terhadap menularnya
bakteri melalui kontak dengan pasien.

5.7.1.3. Memberikan tindakan medis awal


Pada tahap ini, pasien yang baru masuk diantar ke ruangan
bedah/non bedah/resusitasi oleh petugas kesehatan. Pada tahap
ini, hanya ada 1 orang dokter jaga dan 1 orang perawat yang
melakukan tindakan ini.

41

a. Tinjauan Faktor Fisik


- Iklim kerja ruang perawatan secara kuantitas baik, di mana
suhu udara nyaman dan sirkulasi udara juga memenuhi
syarat, ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk sirkulasi udara
berupa Air condition(AC) pada langit-langit yang berfungsi
-

dengan baik.
Pencahayaan pada ruangan perawatan dikatakan cukup baik
dimana sumber cahaya sesuai dengan luas ruangan, selain
itu juga didukung dengan dinding dan warna langit-langit
yang terang, di ruangan ini juga bisa dijumpai jendela yang
cukup besar, sehingga pada siang hari cahaya matahari
mampu memberikan cahaya yang cukup dan merata. Untuk
kelistrikan masih dalam kondisi baik, tidak ditemukan stop

kontak yang rusak.


Tidak terdapat sumber kebisingan yang dapat menganggu
kenyamanan pasien dan petugas kesehatan

b. Tinjauan faktor Ergonomi


-

Terdapat

fasilitas

yang

menunjang

kerjanya

petugas

kesehatan sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan baik


dan aman. Fasilitas tersebut APD (Handscoen). Sehingga
petugas terlindung dari penularan kuman penyakit.
c. Tinjauan faktor psikososial
-

Terdapat interaksi yang baik antara sesama rekan kerja.


Sehingga pekerja dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Tidak terdapat beban mental dalam pekerjaan karena


terjalin hubungan yang baik antara sesama petugas.

42

d. Tinjauan faktor kimia


-

Ditemukan faktor kimia yang dapat menyebabkan hazard


petugas diruang perawatan seperti alkohol, betadine dan
larutan peroksida namun karena petugas sadar akan adanya
bahaya yang dapat ditimbulkan dari bahan kimia tersebut
sehingga menggunakan APD yang sesuai.

e. Tinjauan faktor biologi


-

Petugas menggunakan alat pelindung diri ketika berinteraksi


dengan pasien, petugas tidak beresiko terinfeksi dari pasien
pada saat berinteraksi dengan pasien.

Adanya cairan pembersih tangan atau wastafel di ruangan


administrasi sehingga petugas kesehatan tidak beresiko
terhadap menularnya bakteri melalui kontak dengan pasien.

5.7.1.4. Melakukan observasi pada pasien

43

Pada tahap ini, setelah pasien mendapatkan tindakan medis


awal maka petugas mengobservasi pasien selama 8 jam berada
di ruangan observasi bedah/non bedah maka petugas kesehatan
akan melakukan pemeriksaan tanda vital pada pasien tersebut.
Pada tahap ini, ada 2 orang petugas yang melakukan tindakan
ini.
a. Tinjauan Faktor Fisik
- Iklim kerja ruang perawatan secara kuantitas baik, di mana
suhu udara nyaman dan sirkulasi udara juga memenuhi
syarat, ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk sirkulasi udara
berupa Air condition(AC) pada langit-langit yang berfungsi
-

dengan baik.
Pencahayaan pada ruangan perawatan dikatakan cukup baik
dimana sumber cahaya sesuai dengan luas ruangan, selain
itu juga didukung dengan dinding dan warna langit-langit
yang terang, di ruangan ini juga bisa dijumpai jendela yang
cukup besar, sehingga pada siang hari cahaya matahari
mampu memberikan cahaya yang cukup dan merata. Untuk

44

kelistrikan masih dalam kondisi baik, tidak ditemukan stop


-

kontak yang rusak.


Tidak terdapat sumber kebisingan yang dapat menganggu
kenyamanan pasien dan petugas kesehatan

b. Tinjauan faktor Ergonomi


-

Terdapat

fasilitas

yang

menunjang

kerjanya

petugas

kesehatan dalam pemeriksaan tanda vital pasien baru


sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan aman.
Fasilitas tersebut berupa meja, kursi dan APD (Handscoen).
Sehingga petugas tidak terlalu lama berdiri dan dirinya
terlindung dari penularan kuman penyakit.
c. Tinjauan faktor psikososial
-

Terdapat interaksi yang baik antara sesama rekan kerja.


Sehingga pekerja dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Tidak terdapat beban mental dalam pekerjaan karena


terjalin hubungan yang baik antara sesama petugas.

d. Tinjauan faktor kimia


-

Ditemukan faktor kimia yang dapat menyebabkan hazard


petugas diruang perawatan seperti alkohol, betadine dan
larutan peroksida namun karena petugas sadar akan adanya
bahaya yang dapat ditimbulkan dari bahan kimia tersebut
sehingga menggunakan APD yang sesuai.

e. Tinjauan faktor biologi

45

Petugas menggunakan alat pelindung diri ketika berinteraksi


dengan pasien, petugas tidak beresiko terinfeksi dari pasien
pada saat berinteraksi dengan pasien.

Adanya cairan pembersih tangan atau wastafel di ruangan


administrasi

sehingga

petugas

kesehatantidakberesiko

terhadap menularnya bakteri melalui kontak dengan pasien.

5.7.1.5. Melakukan registrasi keluar/registrasi rawat


inap

Pada

tahap

ini,

setelah

pasien

diobservasi,dilihat

jika

keadaan membaik, pasien bisa pulang namun jika kondisi pasien


memerlukan perawatan lebih lanjut pasien di rawat inap. Pada
tahap ini, hanya ada 1 orang petugas yang melakukan tindakan
ini.
a. Tinjauan Faktor Fisik
- Iklim kerja ruang perawatan secara kuantitas baik, di mana
suhu udara nyaman dan sirkulasi udara juga memenuhi
syarat, ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk sirkulasi udara
46

berupa Air condition(AC) pada langit-langit yang berfungsi


-

dengan baik.
Pencahayaan pada ruangan perawatan dikatakan cukup baik
dimana sumber cahaya sesuai dengan luas ruangan, selain
itu juga didukung dengan dinding dan warna langit-langit
yang terang, di ruangan ini juga bisa dijumpai jendela yang
cukup besar, sehingga pada siang hari cahaya matahari
mampu memberikan cahaya yang cukup dan merata. Untuk
kelistrikan masih dalam kondisi baik, tidak ditemukan stop

kontak yang rusak.


Tidak terdapat sumber kebisingan yang dapat menganggu
kenyamanan pasien dan petugas kesehatan

b. Tinjauan faktor Ergonomi


-

Terdapat
kesehatan

fasilitas
dalam

yang

menunjang

pemeriksaan

kerjanya

kesehatan

petugas

pasien

baru

sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan aman.


Fasilitas tersebut berupa meja, kursi dan APD (Handscoen).
Sehingga petugas tidak terlalu lama berdiri dan dirinya
terlindung dari penularan kuman penyakit.
c. Tinjauan faktor psikososial
-

Terdapat interaksi yang baik antara sesama rekan kerja.


Sehingga pekerja dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Tidak terdapat beban mental dalam pekerjaan karena


terjalin hubungan yang baik antara sesama petugas.

d. Tinjauan faktor kimia

47

Ditemukan faktor kimia yang dapat menyebabkan hazard


petugas diruang perawatan seperti alkohol, betadine dan
larutan peroksida namun karena petugas sadar akan adanya
bahaya yang dapat ditimbulkan dari bahan kimia tersebut
sehingga menggunakan APD yang sesuai.

e. Tinjauan faktor biologi


-

Petugas menggunakan alat pelindung diri ketika berinteraksi


dengan pasien, petugas tidak beresiko terinfeksi dari pasien
pada saat berinteraksi dengan pasien.

Adanya cairan pembersih tangan atau wastafel di ruangan


administrasi

sehingga

petugas

kesehatantidakberesiko

terhadap menularnya bakteri melalui kontak dengan pasien


.
5.7.2.

Keluhan/ penyakit yang dialami

5.7.3.

Alat Pelindung diri

Alat

Pelindung

Diri

(APD)

adalah

seperangkat

alat

keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi


seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya
pemaparan

potensi

bahaya

lingkungan

kerja

terhadap

kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Hal yang sama yang


dilakukan Petugas kesehatan di Instalasi Rawat Darurat saat
melakukan

evakuasi,

triase,

tindakan

awal,

observasi

menggunakan alat pelindung diri berupa tutup kepala, masker,


sarung tangan atau handscoen, celemek, kacamata, dan sepatu.

48

Hal ini dilakukan dengan tujuan sebagai proteksi dari bahayabahaya potensial yang ada di Instalasi Rawat Darurat.

5.7.4.
Kotak

Ketersediaan dan kelengkapan obat P3K


(obat)

pertolongan

pertama

kecelakaan

(P3K)

seharusnya wajib dimiliki di setiap tempat pekerjaan, sama


halnya

di

Instalasi

rawat

darurat

disedikan

beberapat

kelengkapan obat-obat baik obat-obat emergency maupun


obat-obatan yang penting. Hal ini sangat bermanfaat dalam
keadaan darurat ataupun kecelakaan.

5.7.5.

Upaya lain tengang K3

5.7.6.

Konstruksi bangunan

Konstruksi bangunan di Instalasi Rawat Darurat sesuai dengan


standar
Lantai: Lantainya kuat dan rata, tidak berongga.
Langit-langit. Langit-langitnya rapat dan kuat, tidak rontok dan
tidak menghasilkan debu/kotoran.
Pintu
Pintu masuk ke IRD terdiri dari pintu ganda, masing-masing
dengan lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90
cm, dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation
glass).

49

Sistem ventilasi.
Bangunan Ruang IRD mempunyai ventilasi alami dan/atau
ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan fungsinya.
Sistem pencahayaan.
Bangunan

IRD

mempunyai

pencahayaan

alami

dan/atau

pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai


dengan fungsinya.

5.7.7.

Sistem Proteksi kebakaran

Sistem proteksi aktif yaitu proteksi yang dilakukan pada


bangunan terhadap bahaya kebakaran dengan menggunakan
system perlindungan secara langsung atau sarana aktif
peralatan pemadaman api seperti halnya

APAR, hidran,

springkler, alarm, alat deteksi, dan peralatan pemadaman


lainnya. Di Instalasi Rawat Darurat hanya terdapat APAR
sebagai pengendalian kebakaran.

5.8. Pembahasan
Keselamatan dan kesehatan kerja harus sesuai dengan
Undang-undang No.1 Tahun 1970 yang mana sebagai aturan
pelaksanaan dari Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yang
menyangkut norma perlindungan tenaga kerja, khususnya yang
berkaitan dengan hiperkes antara lain :
a. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi
mental dan kemampuan fisik dan tenaga kerja yang akan

50

diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat


pekerjaannya yang akan diberikan kepadanya.
b. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya secara berkala pada dokter
yang ditunjuk oleh pengusaha dan ditunjuk oleh direktur.
c. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan.
d. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul
dalam tempat kerja.
e. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja tentang semua pengamanan alat pelindung diri
yang diharuskan dalam tempat kerjanya.
f. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja tentang alat pelindung diri bagi tenaga kerja
yang bersangkutan.
g. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja tentang cara-cara pelindung diri bagi yang
bersangkutan.

Dalam
kesehatan

Undang-Undang
kerja

telah

No.

dijelaskan

23

Tahun

bahwa

1992

tentang

kesehatan

kerja

diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat


tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya
sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Untuk itu
setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja,
dan ini juga telah diatur dalam pasal tersebut.Adapun faktor
resiko yaitu faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor fisiologi
(ergonomi) dan faktor mental-psikologis terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja tenaga kerja.

51

1 Pemeliharaan Ruang Bangunan


a Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan
sore hari.
b Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan
setelah pembenahan/merapi-kan tempat tidur pasien, jam
makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan
sewaktu-waktu bilamana diperlukan.
c Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu
harus dihindari.
d Harus
menggunakan

cara

pembersihan

dengan

perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan


bahan antiseptik yang tepat.
e
Pada
masing-masing
ruang
f

supaya

disediakan

perlengkapan pel tersendiri.


Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2
(dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor

atau cat sudah pudar


g Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada
dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan
antiseptik.

2 Pencahayaan
a Lingkungan rumah sakit, baik dalam maupun luar ruangan
harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup
b

berdasarkan fungsinya.
Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun
untuk

menyimpan

barang/peralatan

penerangan.
c Ruang pasien/bangsal

harus

perlu

disediakan

diberikan

penerangan

umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan


saklar dekat pintu masuk, sekitar individu ditempatkan

52

pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan


berisik.
3 Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
a Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus harus
mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan
sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan
sesuai buku petunjuk sehingga dapat menghasilkan suhu,
aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan
karyawan.

Untuk

rumah

sakit

yang

menggunakan

pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan cooling


tower-nya

agar

tidak

menjadi

perindukan

bakteri

legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara


harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.
b Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara
mekanis, dan exhaustfan hendaknya diletakkan pada
ujung sistem ventilasi.
c Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1
(satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5
m3/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah
2 (dua) sampai dengan 12 kali.
d Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang
individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal
7,50

meter

dari

exhauster

atau

perlengkapan

pembakaran.
e Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
f Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
g Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi,
perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust
dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust
fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.
h Suplai udara di atas lantai.
i Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap
ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara
kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang.

53

Ventilasi

ruang-ruang

sensitif

hendaknya

dilengkapi

dengan saringan 2 beds. Saringan I dipasang di bagian


penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30 % dan
saringan

II

mempelajari

(filter

bakteri)

dipasang

sistem

ventilasi

sentral

90%.
dalam

Untuk
gedung

hendaknya mempelajari khusus central air conditioning


sistem.
k Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem
silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara
l

tidak terhalang.
Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya
lebih

tinggi

dibandingkan

ruang-ruang

lain

dan

menggunakan cara mekanis (air conditioner)


m Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan
atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum
2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari
langit-langit.
n Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang
(indoor) 1 (satu) kali sebulan harus disinfeksi dengan
menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin glikol), atau
disaring dengan elektron presipitator atau menggunakan
penyinaran ultra violet.
o Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali
setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan
parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas).
4 Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
a Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa
sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana
tenang terhindar dari kebisingan.
b Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan
sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain
dengan cara :

54

1 Pada

sumber

Penyekatan,

bising

di

pemindahan,

rumah

sakit

peredaman.

pemeliharaan

mesin-mesin

yang menjadi sumber bising.


2 Pada
sumber bising dari

luar

rumah

sakit

penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon


(freen belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah
(bukit buatan).
5 Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
a Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih
1 Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
2 Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari
3 Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat
kegiatan

yang

berkesinambungan.
4 Distribusi air minum

membutuhkan
dan

air

secara

bersih

disetiap

ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan


yang mengalir dengan tekanan positif.
5 Persyaratan penyehatan air termasuk

kualitas

air

minum dan kualitas air bersih sebagaimana tercantum


dalam Bagian III tentang Penyehatan Air.
b Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi
1 Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam
keadaan bersih.
2 Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak
licin, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
3 Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban,
peturasan

dan

tempat

cuci

tangan)tersendiri.

Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan


harus tersedia kamar mandi.
4 Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi
dilengkapi dengan penahan bau (water seal).
5 Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan
langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang
khusus lainnya.

55

6 Lubang

penghawaan

harus

berhubungan

langsung

dengan udara luar.


7 Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan
wanit, unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan
toilet pengunjung.
8 Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah
dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk
pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk
1 20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 30
pengunjung pria.
9 Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk
memelihara kebersihan.
10 Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air
yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.

5.9.

Kesimpulan

Kesimpulan Berdasarkan penilaian Walk Through Survey


dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 Secara umum factor hazard yang dialami yaitu ;
Faktor Fisik
Tidak terdapat hazard factor fisik yang mengganggu jalannya
aktivitas di Instalasi Rawat Darurat RS Ibnu Sina
Faktor Kimia
Tidak terdapat hazard factor kimia yang mengganggu
jalannya aktivitas di Instalasi Rawat Darurat RS Ibnu Sina
Faktor Biologi
Terdapat hazard factor biologi yang dapat mengganggu
jalannya aktivitas di Instalasi Rawat Darurat RS Ibnu Sina,
yaitu tingginya resiko penularan penyakit dari pasien ke pe
tugas
Faktor Ergonomi
Tidak terdapat hazard factor ergonomic yang mengganggu
jalannya aktivitas di Instalasi Rawat Darurat RS Ibnu Sina

56

Faktor Psikososial
Tidak terdapat hazard factor psikosial yang mengganggu
jalannya aktivitas di Instalasi Rawat Darurat RS Ibnu Sina
2 Tidak terdapat keluhan/penyakit yang dialami berhubungan
dengan pekerjaan pada petugas Instalasi Rawat Darurat RS
Ibnu Sina
3 Alat pelindung diri yang digunakan oleh petugas Instalasi
Rawat Darurat RS Ibnu Sina yaitu masker dan handschoen
4 Terdapat upaya K3 lainnya yang dijalankan di Instalasi Rawat
Darurat

RS

Ibnu

Sina

yaitu

berupa

pelatihan

tentang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja.


5 Tersedianya obat P3K di ruang instalasi rawat darurat
6 Konstruksi bangunan yang aman bagi petugas Instalasi Gawat
Darurat
7 Adanya sistem proteksi dan pengendalian di Istalasi Rawat
darurat

5.10.

Saran

Diharapkan agar pengurus organsasi/ unit K3 mengevaluasi


masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan
lingkungan kerja di jalan raya khususnya untuk polisi lalu lintas
jalan

sehingga

setiap

petugas

dapat

bekerja

optimal.Dan

sebaiknya setiap perawat diberikan pengetahuan mengenai


kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja yang sesuai dengan
faktor risiko dari lingkungan kerja mereka.

57

Anda mungkin juga menyukai