Anda di halaman 1dari 36

1.

SINDROM NEFROTIK
1.1.

Pengertian

Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang


ditandai

dengan

edema

anasarka,

proteinuria

massif

3,5

g/hari,

hipoalbuminemua < 3,5 g /dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal
atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang
berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang
terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan
tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi
ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat
berkembang menjadi kronik.

1.2.

Epidemiologi

Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada
usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki ; perempuan= 2:1 sedangkan pada masa remaja dan
dewasa rasio ini berkisar 1:1.2 Penelitian di Selandia Baru menemukan insidens
sindrom nefrotik hampir 20 per 1 juta kasus pada anak-anak berusia dibawah 15
tahun. Pada populasi tertentu, seperti di Finlandia atau Mennonite, sindrom
nefrotik kongenital dapat terjadi pada 1/10.000 atau 1/500 kelahiran. Berdasarkan
ISKDC 84.5% dari semua anak dengan sindrom nefrotik primer mempunyai
gambaran histologik sindrom nefrotik kelainan minimal, 9.5% glomerulosklerosis
fokal, 2.5% mesangial, 3.5% nefropati membranosa atau penyebab lainnya.

Sebagian besar kasus sindrom nefrotik muncul karena disebabkan oleh


penyakit ginjal primer. Nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal
segmental (FSGS) merupakan jenis yang ditemukan pada sepertiga dari seluruh
kasus SN primer (idiopatik).3
Namun, FSGS merupakan penyebab tersering dari SN yang diketahui
terjadi pada usia remaja. Penyakit kelainan minimal dan nefropati IgA terjadi pada
sekitar 25% kasus SN idiopatik. Kondisi lain, seperti glomerulonefritis
membranoproliferatif jarang terjadi. FSGS tercatat ada pada sekitar 3,3% penyakit
ginjal tahap akhir (ESRD). Di sisi lain, penyebab terbanyak dari kasus SN
sekunder yakni diabetes mellitus.3

1.3.

Etiologi

a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kasusnya dan terdiri atas sindrom nefrotik
idiopatik (SNI) atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan
gambaran dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi1,3-5 :
1. GN lesi minimal (GNLM);
2. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSF);
3. GN membranosa (GNMN);
4. GN Membranoproliferatif (GNMP);
5. GN proliferatif lain.1,3-5
b. Penyebab Sekunder
1. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra,

skistosoma
2. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma (paru, payudara,

kolon), multiple myeloma, karsinoma ginjal


3. Jaringan penghubung : Systemic Lupus Erytematous (SLE), Reumatoid

artritis, Mixed Connective Tissue Disease (MCTD)


4. Metabolik : Diabetes melitus, amiloidosis
5. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid,
kaptopril, heroin

6. Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom

nefrotik yang sensitif terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan
minimal, tidak perlu biopsi), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya
bukan kelainan minimal dan memerlukan biopsy. 1,3-5

2. LAPORAN KASUS

2.1.

Identitas Pasien

Nama

: Tn. H

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

: Jln.AP Petterani IV

Nomor RM

: 697198

Ruang Rawat : Lontara 1 AB K3IIIB5


Tanggal MRS : 25 Januari 2015

2.2.

Anamnesis

KU: Bengkak pada seluruh badan


AT: Pasien datang dengan keluhan bengkak pada seluruh badan yang dialami
sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 1 bulan terakhir. Pada mulanya
bengkak terjadi pada kedua kaki, dan perlahan bengkak juga terjadi pada
bagian perut dan wajah. Riwayat luka pada kaki kanan sejak 1 bulan disertai
nanah. Batuk tidak ada, sesak tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat demam
ada, kadang-kadang. Nyeri ulu hati ada. BAB biasa. BAK lancar.
RPS: Riwayat DM dalam keluarga adalah ayah. Riwayat DM diketahui sejak
muda, saat pasien duduk di bangku SMA. GDS pernah mencapai > 400,
tidak berobat teratur.
Riwayat sakit ginjal (-). Riwayat Hipertensi tidak diketahui. Riwayat sakit
jantung (-).
Riwayat diopname tgl 15/01/2015 di RSWS dengan keluhan yang sama
selama 1 minggu. Riwayat diopname di RS Ibnu Sina 2 bulan lalu.
Riwayat kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol sejak 15 tahun lalu.

2.3. Pemeriksaan Fisik


SP : Sakit sedang/Gizi Cukup/Composmentis
4

T : 120/70 mmHg

P : 20x/menit

N : 96 x/menit, reguler

S : 36,90

TB : 167 cm
BB : 65 kg
IMT : 21,37 kg/m2 (normal)
Kepala

: konjungtiva pucat (+), sklera ikterus (-) sianosis (-)

Leher

: MT (-), NT (-), Pembesaran KGB (-)


DVS R+1 cmH2O

Thorax

:
Inspeksi

simetris, ikut gerak napas

Palpasi

MT (-), NT (-), vokal fremitus kanan=kiri

Perkusi

sonor kanan=kiri

Auskultasi

BP vesikuler

BT : Rh

Jantung

-/-

Wh

-/-

-/-

-/-

-/

-/

Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal


Batas atas jantung ICS II kiri
Batas kanan jantung terletak pada linea sternalis kanan
Batas kiri jantung relatif terletak pada ICS V-VI linea
medioclavicularis kiri

Auskultasi

: BJ I/II murni, regular, bising (-)

Abdomen :
I

: Cembung, ikut gerak napas

A : Peristaltik (+) kesan normal


P : Massa Tumor (-), Ascites (+), hepar/lien tidak teraba
P : Timpani (+)
Extremitas : Regio cruris dextra tampak edema, abses ada, pus ada teraba hangat
dibandingkan cruris sinistra

2.4. Pemeriksaan Lab


Hasil
Tanggal : 15-01-2015

Nilai Rujukan

Satuan

4,00-10,00

103/uL

WBC

: 12.420

RBC

: 2,11

4-6

106/uL

HGB

: 5,5

12-16

gr/dL

HCT

: 16,5

37-48

MCV

: 78,2

80-97

m3

MCH

: 26,1

26,5-33,5

pg

MCHC : 33,3

31,5-35

PLT

150-400

103/uL

%NEU : 8,43%

4-10

103/uL

%LYM : 2,45%

52-75

%MONO: 1,31%

20-40

103/uL

: 0,18%

2-8

103/uL

%BAS : 0,05 %

1-3

103/uL

Negatif

gr/dL

GDP : 461

110

gr/dL

GD2PP : 559

140

gr/dL

HbA1c : 12,5

4-6

Kolesterol Total : 116

200

Mg/dL

Kolesterol HDL 29

>55

Mg/dL

Kolesterol LDL : 75

< 130

Mg/dL

73

Mg/dL

Nilai Rujukan

Satuan

%EOS

: 699

Urinalisa (15-01-2015)
Protein esbach : 0,7
D-dimer : 0,71

Fraksi Lipid (15-01-2015)

Trigliserida : 63
Tanggal 16 01 2015

Darah Rutin
RBC

: 4,26

4,00-6,00

103/uL

HGB

: 11,7

12-16

106/uL

HCT

: 37,9

37-48

gr/dL

MCV

: 89,0

80-97

MCH

: 27,5

26,5-33,5

m3

MCHC : 30,9

31,5-35

pg

PLT

: 510

150-400

103/uL

WBC

: 19,180

4-10

103/uL

%NEU : 16,22

52-75

103/uL

%LYM : 1,58

20-40

%MON : 1,29

2-8

103/uL

%EOS

1-3

103/uL

0-0,1

103/uL

110

Mg/dL

GD2PP : 559

< 200

Mg/dL

HBA1c : 12,5

4-6%

Ureum : 40

10-50

Mg/dL

Kreatinin : 0,90

<1,1

Mg/dL

Natrium : 119

136-145

mmol/L

Kalium 4,1

3,5-5,1

mmol/L

Klorida : 91

97-111

mmol/L

: 0,07

%BAS : 0,02
Diabetes
GDP : 461

Ginjal

Penanda Jantung
D-Dimer : 0,71
Elektrolit :

Pemeriksaan Urine Rutin

Warna

: kuning muda

pH

: 5,5

BJ

:1.015

Protein

:+++/300

Glukosa

:+++/500

Bilirubin

:negative

Blood

:++/80

Sedimen leukosit

:2

Sedimen eritrosit

: 20

Sedimen epitel sel :2


KESAN :

Proteinuria,Glukosauria

Tanggal 25-1-2015
Darah Rutin
4,00-6,00

103/uL

: 7,4

12-16

106/uL

HCT

37-48

gr/dL

MCV

80-97

MCH

26,5-33,5

m3

MCHC :

31,5-35

pg

PLT

: 395

150-400

WBC

: 8,4

4-10

103/uL

%NEU :

52-75

103/uL

%LYM :

20-40

%MON :

2-8

103/uL

%EOS

1-3

103/uL

%BAS :

0-0,1

103/uL

PT : 11,2

10-14

Detik

APTT : 27,1

22-28

Detik

RBC

HGB

INR : 0,91

GDS : 329

140

mg/dL

Natrium : 124

136-145

mmol/L

Kalium : 3,8

3,5-5,1

mmol/L

Klorida : 93

97-111

mmol/L

Ureum : 40

10-50

Mg/dL

Kreatinin : 0,70

<1,1

Mg/dL

GOT : 10

<38

u/L

GPT : 10

<41

u/L

Prot TOT : 3,4

6,6-8,7

gr/dL

Albumin : 1,7

3,5-5,5

gr/dL

Globulin : 1,7

1,5-5

gr/dL

Elektrolit :

Ginjal

As Urat : 5,2

LED I/II : 44/85


Pemeriksaan Urine Rutin
Warna

: kuning keruh

pH

: 5,5

BJ

Protein

:+++/300

Glukosa

:+++/500

Bilirubin

Blood

Sedimen leukosit

: negatif

Sedimen eritrosit

Sedimen epitel sel :


Tanggal 28-1-2015

Urinalisa
Protein esbach : 4 gr vol 300cc

Negatif

gr/dL

(0,13 gr/dL)
Fraksi Lipid (28-02-2015)
Kolesterol Total : 151

200

Mg/dL

Kolesterol HDL 40

>55

Mg/dL

< 130

Mg/dL

73

Mg/dL

Ureum : 40

10-50

Mg/dL

Kreatinin : 0,90

<1,1

Mg/dL

Natrium : 127

136-145

mmol/L

Kalium : 3,8

3,5-5,1

mmol/L

Klorida : 94

97-111

mmol/L

Kolesterol LDL : 110


Trigliserida : 73
Ginjal

Elektrolit :

2.5.

Modalitas

Foto Thoraks AP (15 Januari 2015)


o Corakan bronchovaskular dalam batas normal
o Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
o Cor : CTI dalam batas normal
o Sinus dan diafragma kanan berselubung, sinus dan diafragma kiri baik
o Tulang tulang intak
KESAN : Susp. Efusi Pleura Dextra
USG Abdomen (15 Januari 2015)
Hasil :
o Hepar : Ukuran membesar, Echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi bile
duct intra / ekstra hepatic. Tidak tampak SOL.
o GB : Dinding kesan sedikit menebal. Mukosa reguler. Tidak tampak Echo batu atau mass.

o Pankreas : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi ductus
pancreaticus.
o Lien : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal.
o Kedua ginjal : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal.Tidak tampak dilatasi PCS
o VU : Dinding menebal dan irreguler, tidak tampak echo batu
o Tampak Echo cairan bebas dalam cavum pleura kiri dan intraperitoneum
Kesan :
-

Hepatomegali

Susp.Cholecystitis

Cystitis

Efusi Pleura kiri dan ascites

2.6.

Diagnosis Sementara

Sindrom Nefrotik Sekunder ec Diabetes Mellitus

2.7.

Penatalaksanaan Awal

-Furosemide 40 mg/8j/iv
-Levemir 0-0-10 IU/SC
-Novorapid 6-6-6 IU/SC
-Ceftriaxone 1 gr/12j/iv
-Metronidazol 0,5 gr/8j/iv
-PRC 2 bag

2.8.

Rencana Pemeriksaan

Foto Pedis AP/Lateral


Echo Doppler ext inferior
Cek : DR, PT, APTT, SGOT/SGPT, ureum, creatinin, HBA1c, urinalisa, profil lipid
Konsul Endokrin metabolik
Konsul Ginjal Hipertensi
Konsul subdivisi GEH
Koreksi albumin

2.9. Catatan Perjalanan Penyakit

TANGGAL
15 januari 2015

PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari I

INSTRUKSI DOKTER
R/

S: bengkak pada seluruh badan yang Batasi asupan cairan


T: 130/90

dialami sejak 1 bulan yang lalu. Injeksi Lasix 40 mg/24 jam /

mmHg

Pada mulanya bengkak terjadi pada intravena

N: 80x/menit,

regio wajah, kemudian kedua kaki,

reguler

dan bengkak pada bagian perut. Injeksi Ceftriaxone / 24 jam /

P: 20x/menit

Pasien juga mengeluhkan adanya intravena

S: 36,80

luka bisul pada lipatan paha yang


dialami

sejak

minggu

sebelumnya. Demam kadang


kadang, sesak tidak ada, batuk tidak
ada, mual dan muntah tidak ada,
BAB lancar warna feces normal,
dan BAK lancar warnah urin
kuning keruh.
RPS:
Riwayat penyakit ginjal tidak ada
Riwayat Diabetes melitus sejak muda,
diketahui saat pasien duduk di
bangku

SMA.

Pasien

sering

dijumpai GDS antara 400 600


mg/dl. Tidak berobat teratur. 1
bulan yang lalu dirawat di RS Ibnu
Sina dan diberikan insulin 14 IU/8
jam/SC.
Riwayat Diabetes melitus dalam
keluarga (+) ayah pasien.
Riwayat Hipertensi tidak diketahui
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat kebiasaan :
Mengkonsumsi alkohol dan perokok ( + )

sejak 15 tahun yang lalu


Objektif :
SS/GC/CM
Kepala

: konjungtiva pucat (+), sklera

ikterus (-) sianosis (-)


Leher

: MT (-), NT (-)
DVS R+1 cmH2O

Thorax

:
Inspeksi

simetris, ikut gerak napas


Palpasi

MT (-), NT (-), vokal fremitus


kanan = kiri
Perkusi

sonor kanan = kiri


Auskultasi

BP vesikuler
BT : Rh -/- , Wh -/Jantung

Inspeksi

: Ictus Cordis tidak

tampak
Palpasi

: Ictus Cordis tidak

teraba
Perkusi

Pekak,

batas

jantung

kesan

normal. Batas atas jantung ICS-2


kiri. Batas kanan jantung relatif
terletak

pada

linea

sternalis

kanan. Batas kiri jantung relatif


terletak pada ICS V-VI linea
medioclavicularis kiri.
Auskultasi

:BJ

regular, bising (-)

I/II

murni,

Abdomen :
I

: Cembung, ikut gerak napas

A : Peristaltik (+) kesan normal


P : Massa Tumor (-), Ascites
(+), hepar/lien tidak teraba
P : timpani (+)
Extremitas : edema pretibial dan dorsum
pedis dextra et sinistra
Assasement:
-Sindrom Nefrotik sekunder ec Diabetes
melitus
-Hipoalbuminemia
-Hiperkolesteromia

TANGGAL
25 Januari 2015

PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari I

INSTRUKSI DOKTER

S: Datang dengan keluhan bengkak pada -Furosemide 40 mg/8j/iv


T: 120/70mmHg

seluruh tubuh yang dialami sejak -Levemir 0-0-10 IU/SC

N: 96 x/menit,

2 bulan yang lalu dan memberat 1 -Novorapid 6-6-6 IU/SC

reguler

bulan

P: 20 x/menit

bengkak terjadi pada kedua kaki, -Metronidazol 0,5 gr/8j/iv

terakhir.

Pada

mulanya -Ceftriaxone 1 gr/12j/iv

S: 36,90 C

dan perlahan bengkak juga terjadi -PRC 2 bag


bagian perut dan wajah. Riwayat Plan
luka pada kaki kanan sejak 1 bulan -Echo Doppler ext inferior
disertai nanah. Batuk tidak ada, -Foto pedis
sesak tidak ada. Demam tidak ada. -Koreksi albumin
Riwayat

demam

ada,

kadang- -Konsul subdivisi GEH

kadang. Nyeri ulu hati ada. BAB


biasa. BAK lancar.
Riwayat

DM

dalam

keluarga

adalah ayah. Riwayat DM sejak


muda, saat pasien duduk di bangku
SMA. GDS pernah mencapai >
400, tidak berobat teratur.
Riwayat sakit ginjal (-). Riwayat
Hipertensi tidak diketahui. Riwayat
sakit jantung (-).
Riwayat diopname tgl 15/01/2015
di RSWS dengan keluhan yang
sama selama 1 minggu. Riwayat
diopname di RS Ibnu Sina 2
bulan lalu.
Riwayat kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol sejak 15 tahun
lalu.

Objektif :
SS/GC/CM
Kepala

: konjungtiva pucat (+), sklera

ikterus (-) sianosis (-)


Leher

: MT (-), NT (-)

DVS R+2 cmH2O


Pembesaran KGB (-)


Thorax

:
Inspeksi

simetris, ikut gerak napas


Palpasi

MT (-), NT (-), vokal fremitus


kanan = kiri
Perkusi

sonor kanan = kiri


Auskultasi

BP vesikuler kesan melemah di


basal paru kanan
BT : Rh -/- , Wh -/Jantung

Inspeksi

: Ictus Cordis tidak

tampak
Palpasi

: Ictus Cordis tidak

teraba
Perkusi

Pekak,

batas

jantung

kesan

normal. Batas atas jantung ICS-2


kiri. Batas kanan jantung relatif
terletak

pada

linea

sternalis

kanan. Batas kiri jantung relatif


terletak pada ICS V-VI linea
medioclavicularis kiri.
Auskultasi

:BJ

I/II

murni,

regular, bising (-)


Abdomen :
I

: Cembung, ikut gerak napas

A : Peristaltik (+) kesan normal


P : Massa Tumor (-), Ascites

(+), hepar/lien tidak teraba


P : timpani (+)
Extremitas :
Regio cruris dextra tampak edema,
abses ada, pus ada teraba hangat
dibanding kan cruris sinistra
Assasement:
-Sindrom Nefrotik sekunder ec Diabetes
melitus
-Diabetes type 2 non obese
-Hipoalbuminemia
-selulitis kruris dextra dd DVT
TANGGAL
26 Januari 2015

PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari II
S: datang dengan keluhan bengkak pada

T: 120/70mmHg

seluruh tubuh yang dialami sejak

N: 96 x/menit,

2 bulan yang lalu dan memberat 1

reguler

bulan

P: 20 x/menit

bengkak terjadi pada kedua kaki,

S: 36,90 C

dan perlahan bengkak juga terjadi

terakhir.

Pada

mulanya

bagian perut dan wajah. Riwayat


luka pada kaki kanan sejak 1 bulan
disertai nanah. Batuk tidak ada,
sesak tidak ada. Demam tidak ada.
Riwayat demam ada. Nyeri ulu hati
ada. BAB biasa. BAK lancar.
Riwayat hipertensi ada. Riwayat
diabetes ada dgn GDS > 400.
Riwayat diopname tgl 15/01/2015
dengan keluhan yang sama selama
1 minggu.

INSTRUKSI DOKTER

Objektif :
SS/GC/CM
Kepala

: konjungtiva pucat (+), sklera

ikterus (-) sianosis (-)


Leher

: MT (-), NT (-)

DVS R+2 cmH2O


Pembesaran KGB (-), edema palpebra
Thorax

:
Inspeksi

simetris, ikut gerak napas


Palpasi

MT (-), NT (-), vokal fremitus


kanan = kiri
Perkusi

sonor kanan = kiri


Auskultasi

BP vesikuler kesan melemah di


basal paru kanan
BT : Rh -/- , Wh -/Jantung

Inspeksi

Ictus

Cordis

Ictus

Cordis

jantung

kesan

tidak tampak
Palpasi
tidak teraba
Perkusi

Pekak,

batas

normal. Batas atas jantung ICS-2


kiri. Batas kanan jantung relatif
terletak

pada

linea

sternalis

kanan. Batas kiri jantung relatif

terletak pada ICS V-VI linea


medioclavicularis kiri.
Auskultasi

:BJ

I/II

murni,

regular, bising (-)


Abdomen :
I

: Cembung, ikut gerak napas

A : Peristaltik (+) kesan normal


P : Massa Tumor (-), Ascites
(+), hepar/lien tidak teraba
P : timpani (+)
Extremitas :
Regio cruris dextra tampak edema,
abses ada, pus ada teraba hangat
dibanding kan cruris sinistra
Daftar Masalah :
1. Sindrom Nefrotik Sekunder
2. Diabetes type 2 non obese
3. Hipoalbuminemia
4. Selulitis kruris dextra dd DVT
5. Anemia
Pengkajian
1 Sindrom Nefrotik Sekunder
Ditegagkan atas dasar anamnesis pasien -Furosemide 40 mg/8j/iv
akan keluhan bengkak seluruh tubuh -Lapor subdivisi GH
sejak 2 bulan terakhir.

-Metilprednisolone

Riwayat DM tidak terkoreksi

1 gr/hari/iv (bila tidak ada

Hasil lab GDS 329

kontraindikasi)

Protein Esbach 0,7 gr/dL

-Regulasi GDS
-Balance Cairan
-Restriksi cairan

2 Hipoalbuminemia
Ditegakkan atas dasar anamnesis pasien -Albumin 25% 100cc/hari
mengeluh bengkak pada seluruh tubuh.

-Vip albumin 2 cap/8j/oral

Albumin : 1,7 gr/dL


3 DM Type II
Ditegakkan atas dasar anamnesis riwayat -Levemir 0-0-10 IU/SC
DM lama tidak terkendali dgn GDS 329 -Novorapid 6-6-6 IU/SC
mg/dL
4 Selulitis dd/ DVT cruris dextra
Ditegakkan atas dasar adanya bengkak -Ceftriaxone 1 gr/12j/iv
pada kaki kanan disertai luka dan -Metronidazol 0,5 gr/8j/iv
keluarnya nanah berwarna putih

-Kultur pus
-Rawat luka/hari

5 Anemia
Ditegakkan

atas

dasar

pasien -PRC 1 bag/hari dgn target

mengeluhkan merasa lemas serta riwayat Hb : 10 gr/dL


perdarahan di daerah cruris dextra yang
luka. Konjungtiva pucat ada.Hb : 7,4

TANGGAL
27 Januari 2015

PERJALANAN PENYAKIT
Daftar Masalah :

INSTRUKSI DOKTER

1. Sindrom Nefrotik Sekunder


T: 140/70mmHg

2. Diabetes type 2 non obese

N: 99 x/menit,

3. Hipoalbuminemia

reguler

4. Selulitis kruris dextra dd DVT

P: 24 x/menit

5. Anemia

S: 37,30 C
Pengkajian
1 Sindrom Nefrotik Sekunder
S : Bengkak seluruh tubuh.
O : Edema palpebra, ascites, serta edema

-Furosemide 40 mg/8j/iv

pre tibial dan dorsum pedis bilateral


Riwayat DM tidak terkoreksi
Hasil lab GDS 329
Protein Esbach 0,7 gr/dL
Ur/Kr : 28/0,9
2 Hipoalbuminemia
S : Bengkak pada seluruh tubuh.

-Albumin 25% 100cc/hari/iv

O : Edema palpebra, ascites, serta edema


pre tibial dan dorsum pedis bilateral
Albumin : 1,7 gr/dL
3 DM Type II
S : poliuri-polidipsi-polifagi???

-Diet DM

O:

-Levemir 0-0-10 IU/SC

GDS : 300 mg/dL

-Novorapid 6-6-6 IU/SC

GDP : 461 mg/dL

-Cek profil lipid

GD2PP : 559 mg/dL

-GDS Pre meal

HbA1c : 12,5

4 Selulitis dd/ DVT cruris dextra


S : Bengkak pada kaki kanan

-Ceftriaxone 2 gr/24j/iv

O : Luka dan keluarnya nanah berwarna -Metronidazol 0,5 gr/8j/iv


putih

-Ciprofloxacin 200 mg/12j/iv


-Kultur pus
-Rawat luka/hari
-USG doppler

5 Anemia penyakit kronik


S : pasien merasa lemas serta riwayat -PRC 1 bag/hari dgn target
perdarahan di daerah cruris dextra yang Hb : 10 gr/dL
luka.
O : Konjungtiva pucat ada. Hb : 7,4 Premedikasi :

gr/dL

-Lasix loop/iv
-Dipenhidramin 1 amp/im

TANGGAL
28 Januari 2015

PERJALANAN PENYAKIT
Daftar Masalah :

INSTRUKSI DOKTER

1. Sindrom Nefrotik Sekunder


T:

140/90 2. Diabetes type 2 non obese

mmHg

3. Hipoalbuminemia

N: 88 x/menit,

4. Selulitis kruris dextra

reguler

5. Suspek DVT kruris dextra

P: 24 x/menit

6. Anemia

S:

36,50 C

7. Dyspepsia
Pengkajian
1 Sindrom Nefrotik Sekunder
S : Bengkak seluruh tubuh.

-Furosemide 40 mg/8j/iv

O : Edema palpebra, ascites, serta edema


pre tibial dan dorsum pedis bilateral
Riwayat DM tidak terkoreksi
Hasil lab GDS 329
Protein Esbach 0,7 gr/dL
Ur/Kr : 28/0,9
2 Hipoalbuminemia
S : Bengkak pada seluruh tubuh.

-Kontrol albumin hari ini

O : Edema palpebra, ascites, serta edema -Albumin 25% 1 botol/hari


pre tibial dan dorsum pedis bilateral
Albumin : 1,7 gr/dL
3 DM Type II
S : poliuri-polidipsi-polifagi???

-Diet DM

O:

-Levemir 0-0-10 IU/SC

GDS Pagi : mg/dL

-Novorapid 6-6-6 IU/SC

GDS Siang : 183 mg/dL

-Cek profil lipid

HbA1c : 12,5 %

-GDS Pre meal

4 Selulitis dd/ DVT cruris dextra


S : Bengkak pada kaki kanan

-Ceftriaxone 2 gr/24j/iv

O : Luka dan keluarnya nanah berwarna -Metronidazol 0,5 gr/8j/iv


putih

-Ciprofloxacin 200 mg/12j/iv


-Rawat luka/hari

5 Suspek DVT kruris dextra

-Tunggu hasil USG doppler

S : Bengkak pada kaki


O : edema kruris kanan lebih besar
dibandingkan kiri

6 Anemia penyakit kronik

-PRC 1 bag/hari dgn target

S : pasien merasa lemas serta riwayat Hb : 10 gr/dL


perdarahan di daerah cruris dextra yang
luka.

Premedikasi :

O : Konjungtiva pucat ada. Hb : 7,4 gr/dL

-Lasix loop/iv
-Dipenhidramin 1 amp/im

7 Dyspepsia
S : Nyeri ulu hati, ada mual, ada muntah

-Omeprazole 40 mg/12j/iv
-Ondansetron 8 mg/8j/iv

O : peristaltik ada kesan normal

TANGGAL
29 Januari 2015

PERJALANAN PENYAKIT
Daftar Masalah :
1. Sindrom Nefrotik Sekunder

INSTRUKSI DOKTER

T:200/100mmHg

2. Hipoalbuminemia

N: 88 x/menit,

3. Diabetes type 2 non obese

reguler

4. Selulitis kruris dextra

P: 24 x/menit

5. Anemia susp penyakit kronik

S: 36,5 0 C

6. Dyspepsia
7. Efusi Pleura
Pengkajian
1 Sindrom Nefrotik Sekunder
S : Bengkak seluruh tubuh

-Furosemide 6 ampul dalam

O : Edema palpebra, ascites, serta edema Nacl 0,9% 100cc habis dalam
pre tibial dan dorsum pedis bilateral. 6 jam
Edema mulai berkurang.
Riwayat DM tidak terkoreksi
Hasil lab GDS 329
Protein Esbach 0,7 gr/dL
Protein Urin +++(3)
Ur/Kr : 28/0,9
2 Hipoalbuminemia
S : Bengkak pada seluruh tubuh.

-Albumin 25% 100cc/hari/iv

O : Edema palpebra, ascites, serta edema -Kontrol albumin hari ini


pre tibial dan dorsum pedis bilateral. -Balance cairan
Edema berkurang.

-Konsul Gizi Klinik

Albumin : 1,7 gr/dL


3 DM Type II
S : lemas, poliuri-polidipsi-polifagi???

-Diet DM

O:

-Levemir 0-0-12 IU/SC

GDS Pagi : 156 mg/dL

-Novorapid 8-8-8 IU/SC

GDS Siang : 278 mg/dL

-GDS Pre meal

HbA1c : 12,5 %
4 Selulitis

S : Nyeri pada kaki kanan

-Ceftriaxone 2 gr/24j/iv

O : keluarnya pus berwarna putih di -Metronidazol 0,5 gr/8j/iv


regio poplitea media, edema, hiperemis -Ciprofloxacin 200 mg/12j/iv
berkurang

-Rawat luka/hari
-Tunggu

kultur

pus

dan

sensivitas
5 Susp Anemia Penyakit Kronik
S : pasien merasa lemas serta riwayat -PRC 1 bag/hari dgn target
perdarahan di daerah cruris dextra yang Hb : 10 gr/dL
luka.

Premedikasi :

O : Konjungtiva pucat ada. Hb : 7,4 -Lasix loop/iv


gr/dL

-Dipenhidramin 1 amp/im

MCV 91, MCHC 30

-Kontrol Hb 6 jam post


transfusi

6 Dyspepsia
S : Nyeri ulu hati, muntah berkurang
O : peristaltik ada kesan normal

-Omeprazole 40 mg/12j/iv
-Ondansetron 8 mg/8j/iv

7. Efusi Pleura
S : Sesak kadang-kadang
O : BP vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/CXR : efusi pleura

-Atasi penyakit dasar

3. PEMBAHASAN LAPORAN KASUS


3.1.

Pembahasan

Bengkak seluruh badan yang dialami sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 1 bulan
terakhir. Pada mulanya bengkak terjadi pada kedua kaki, dan perlahan bengkak juga terjadi
pada bagian perut dan wajah. Riwayat luka pada kaki kanan sejak 1 bulan disertai nanah.
Batuk tidak ada, sesak tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat demam ada, kadang-kadang.
Nyeri ulu hati ada. BAB biasa. BAK lancar.
Riwayat DM dalam keluarga adalah ayah. Riwayat DM diketahui sejak muda, saat pasien
duduk di bangku SMA. GDS pernah mencapai > 400, tidak berobat teratur. Riwayat sakit
ginjal (-). Riwayat Hipertensi tidak diketahui. Riwayat sakit jantung (-).Riwayat diopname tgl
15/01/2015 di RSWS dengan keluhan yang sama selama 1 minggu. Riwayat diopname di RS
Ibnu Sina 2 bulan lalu. Riwayat kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol sejak 15 tahun
lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema palpebra, asites serta edema pada
extremitas. Adanya edema generalisata pada pasien ini bisa mengarahkan diagnosa pada
berbagai kemungkinan misalnya sindrom nefrotik, GGA oliguria, gagal jantung kongestif,
dan sirosis hepatis. Berdasarkan hasil laboratorium darah tanggal 25-01-2015 didapatkan
albumin 1,7 g/dL. Hasil pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +++/300. Pemeriksaan
protein Esbach diperoleh hasil 4 gram dalam 300 cc. Karena hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini memenuhi kriteria diagnosis sindrom nefrotik
yaitu adanya edema anasarka, proteinuria masif (3.5 g/hari), dan hipoalbuminemia (<3,5
gr/dL), maka diagnosis pasien ini diarahkan pada sindrom nefrotik.
Diagnosis
Diagnosis SN didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria diagnostik sindrom nefrotik meliputi: 1
1. Proteinuria massif >3-3.5 g/24 jam atau rasio protein:kreatinin urin spot >300-350
mg/mmol.
2. Serum albumin <2,5 gr/dl.
3. Manifestasi klinis edema perifer.
4. Hiperlipidemia (kolesterol total >10 mmol/l) sering menyertai.
Proteinuria pada pasien ini disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas
kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein
yaitu berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada sindrom nefrotik, kedua mekanisme penghalang tersebut terganggu sehingga
protein dapat lolos pada saat proses filtrasi glomerulus.
Hipoalbuminemia pada pasien ini disebabkan oleh proteinuria masif yang
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat
katabolisme albumin oleh tubulus proximal. Hipoalbuminemia juga dapat menyebabkan
peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan edema serta efusi
pleura oleh karena terjadi penurunan tekanan koloid osmotik vaskular pleura.
Edema pada SN dapat dijelaskan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor kunci terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser

dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan
onkotik dan bergesernya cairan plasma, terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme ini akan memperbaiki
volume intravaskuler tetapi juga akan memperberat edema karena kadar albumin yang tidak
mampu menjaga cairan intravaskuler.1,5
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama.Retensi
natrium menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler sehingga terjadi edema. Penurunan
laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan terus mengaktivasi system RAA untuk
meretensi natrium dan air oleh ginjal sehingga edema semakin berlanjut.1,5
Hiperlipidemia biasanya juga terjadi disebabkan oleh meningkatnya LDL (Low
Density Lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Mekanisme hiperlipidemia
pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya
katabolisme, namun pada pasien ini didapatkan nilai kolestrol dalam batas normal namun dari
hasil pemeriksaan lab cenderung meningkat. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh terapi
albumin yang telah diberikan sejak pasien diopname.

Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi
sebagai akibat efek samping steroid. Hipertensi pada kasus ini dapat juga berdiri sendiri tanpa
berhubungan dengan sindrom nefrotik.

Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, seluler, dan gangguan sistem
komplemen. Hal ini bisa berhubungan dengan penyakit SN yang diderita.
Pengobatan pada SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol
edema dan mengobati komplikasi. Pada praktek sehari-hari, intake protein yang
direkomendasikan untuk penderita sindrom nefrotik yaitu 0,8-1 g/kg/hari, dengan anjuran
asupan protein berasal dari protein nabati dan protein dari ikan. Regimen penggunaan
kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada orang dewasa adalah
prednison/metilprednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 8 minggu diikuti 1
mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya. Sampai
90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu namun 50% pasien akan
mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan. Untuk terapi suportif/simtomatik
ACE inhibitor diindikasikan untuk mengurangi proteinuria, pada edema sedang atau edema
persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari. Pemberian
spironolakton dapat ditambahkan dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.
Komplikasi sindrom nefrotik yang bisa terjadi yaitu keseimbangan nitrogen menjadi
negatif, tromboemboli, kekurangan vitamin D, infeksi serta gangguan fungsi ginjal.
Keseimbangan nitrogen merupakan salah satu komplikasi SN yang terjadi oleh karena
proteinuria yang masif. Tromboemboli bisa terjadi karena adanya peningkatan koagulasi
intravaskular, kelainan ini disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas berbagai faktor
koagulasi intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup komplek
meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis.
Kekurangan vitamin D juga merupakan komplikasi SN. Vitamin D yang terikat
protein akan diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma.
Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan gangguan sistem
komplemen. Pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui
berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan
timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab gagal
ginjal akut adalah terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus
ginjal.

3.2. Penatalaksanaan
Tidak ada guideline dan penelitian terbaru tentang tata laksana sindrom nefrotik pada
remaja.
Nutrisi dan Cairan
Pasien harus membatasi intake natrium pada kisaran 3 gr per hari, dan mungkin butuh
restriksi intake cairan (<1,5 liter per hari). 3
Diuretik
Diuretik merupakan terapi medis utama, namun tidak ada bukti tentang rekomendasi
pemilihan obat maupun dosisnya. Berdasarkan pendapat yang disepakati saat ini, diuresis
ditargetkan pada penurunan berat badan 0,5-1 kg per hari untuk menghindari gagal ginjal
akut atau gangguan keseimbangan elektrolit. Obat-obatan Loop diuretic seperti furosemid
(Lasix) atau bumetanide saat ini paling banyak digunakan. Dosis besar (80-120 mg
furosemid) seringkali dibutuhkan, dan obat-obatan ini secara tipikal harus diberikan secara
intravena karena daya absorpsi yang kurang secara oral terhadap obat-obatan tersebut dapat
menyebabkan edema intestinum. Kadar albumin serum yang rendah juga membatasi
efektivitas obat-obat diuretic dan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Diuretik thiazid,
potassium-sparing diuretic, atau metolazone (Zaroxolyn) dapat berguna sebagai terapi
adjuvant atau penyerta diuretik.3
ACE Inhibitors
Angitensin-converting enzyme (ACE) inhibitors telah diketahui dapat menurunkan
proteinuria dan mengurangi risiko progresifitas yang mengarah ke penyakit ginjal pada
pasien dengan sindrom nefrotik. Suatu penelitian menemukan bahwa tidak ada peningkatan
respon ketika terapi kortikosteroid dikombinasikan dengan terapi ACE inhibitors. Dosis yang
direkomendasikan pun masih belum ada, namun dosis enalapril (Vasotec) 2,5-20 mg per hari
banyak digunakan. Pasien-pasien dengan sindrom nefrotik sebaiknya diterapi dengan ACE
inhibitiors untuk mengurangi proteinuria yang terjadi dengan memengaruhi tekanan darah.3
Albumin
Albumin intravena telah diusulkan untuk menangani diuresis yang terjadi karena edema
dapat disebabkan oleh hipoalbuminemia. Namun, tidak ada bukti penelitian yang
mengindikasikan keuntungan dari terapi dengan albumin, dan pada keadaan yang tidak
diharapkan seperti hipertensi dan edema pulmonum, jelas membatasi terapi albumin.3
Kortikosteroid

Terapi dengan kortikosteroid masih kontroversial dalam manajemen sindrom nefrotik


pada orang dewasa. Terapi ini tidak memiliki keuntungan, namun direkomendasikan pada
beberapa pasien yang tidak berespon terhadap terapi konservatif. Terapi pada anak dengan
sindrom nefrotik berbeda, dan hal tersebut lebih memperlihatkan bahwa anak berespon baik
terhadap terapi kortikosteroid. Secara klasik, penyakit kelainan minimal berespon lebih baik
terhadap kortikosteroid dibanding glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), dan hal ini
ditemukan pada anak dengan sindrom nefrotik primer.3
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang
memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid. Pengobatan dengan kortikosteroid
dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.3,5
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada
orang dewasa adalah prednison/metilprednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 8
minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan
berikutnya. Sekitar 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu,
namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.3,5
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi
parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam),
albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang.
Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350
mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris
tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan
kortikosteroid.3,5
Lipid-lowering treatment
Beberapa bukti penelitian memperlihatkan peningkatan risiko aterosklerosis atau
infark miokard pada pasien SN, yang mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar lipid
serum. Namun, peranan terapi pada peningkatan lipid serum masih belum diketahui.
Pemilihan untuk memulai terapi dengan penurun lipid pada pasien SN dapat digunakan jika
tidak menimbulkan kerugian.3

3.2.

Komplikasi

1. Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan
peritonitis. Pada orang dewasa, infeksi yang sering terjadi adalah infeksi gram negatif. 5

2. Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi
sebagai akibat efek samping steroid.5
3. Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan
tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan
kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri
abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 1520 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan. 5
4. Tromboemboli
Risiko

untuk

mengalami

tromboemboli

disebabkan

oleh

karena

keadaan

hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan


hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain
faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi
antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat
pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III <
70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan
dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah
terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap
4 jam secara intravena. 5
5. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan
asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida,
fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan
kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh
karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar
untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga
menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal
pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak.
Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler
pada anak penderita SN masih belum jelas. Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid
seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih
diperdebatkan. 5

3.3.

Prognosis

Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik yang mendapatkan terapi secara umum baik, dan
tergantung pada penyebab, usia, dan respon terhadap terapi. Pada anak dengan SN biasanya
memiliki prognosis baik. Pada anak dengan usia <5 tahun memiliki prognosis buruk dan pada
orang dewasa dengan usia >30 tahun juga lebih memiliki risiko gagal ginjal

DAFTAR PUSTAKA
1. Hull RP., Goldsmith DJ., Nephrotic syndrome in adults. BMJ, 2008;336:1185-9
2. Handayani I., Rusli B., Hardjoeno, Profile of cholesterol and albumin concentration
and urine sediment based on nephritic syndrome children. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory, 2007;13(2):49-52.
3. Kodner C., Nephrotic syndrome in adults: diagnosis and management. American
Family Physician, 2009;80(10):1129-1134.
4. Davin JC., Rutjes NW., Nephrotic syndrome in children: From bench to treatment.
International Journal of Nephrology, 2011;1-6.
5. Prodjosudjadi W., Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed VI.
2006;999-1003

Anda mungkin juga menyukai