SINDROM NEFROTIK
1.1.
Pengertian
dengan
edema
anasarka,
proteinuria
massif
3,5
g/hari,
hipoalbuminemua < 3,5 g /dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal
atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang
berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang
terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan
tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi
ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat
berkembang menjadi kronik.
1.2.
Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada
usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki ; perempuan= 2:1 sedangkan pada masa remaja dan
dewasa rasio ini berkisar 1:1.2 Penelitian di Selandia Baru menemukan insidens
sindrom nefrotik hampir 20 per 1 juta kasus pada anak-anak berusia dibawah 15
tahun. Pada populasi tertentu, seperti di Finlandia atau Mennonite, sindrom
nefrotik kongenital dapat terjadi pada 1/10.000 atau 1/500 kelahiran. Berdasarkan
ISKDC 84.5% dari semua anak dengan sindrom nefrotik primer mempunyai
gambaran histologik sindrom nefrotik kelainan minimal, 9.5% glomerulosklerosis
fokal, 2.5% mesangial, 3.5% nefropati membranosa atau penyebab lainnya.
1.3.
Etiologi
a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kasusnya dan terdiri atas sindrom nefrotik
idiopatik (SNI) atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan
gambaran dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi1,3-5 :
1. GN lesi minimal (GNLM);
2. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSF);
3. GN membranosa (GNMN);
4. GN Membranoproliferatif (GNMP);
5. GN proliferatif lain.1,3-5
b. Penyebab Sekunder
1. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra,
skistosoma
2. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma (paru, payudara,
nefrotik yang sensitif terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan
minimal, tidak perlu biopsi), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya
bukan kelainan minimal dan memerlukan biopsy. 1,3-5
2. LAPORAN KASUS
2.1.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. H
Umur
: 35 tahun
: Jln.AP Petterani IV
Nomor RM
: 697198
2.2.
Anamnesis
T : 120/70 mmHg
P : 20x/menit
N : 96 x/menit, reguler
S : 36,90
TB : 167 cm
BB : 65 kg
IMT : 21,37 kg/m2 (normal)
Kepala
Leher
Thorax
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
sonor kanan=kiri
Auskultasi
BP vesikuler
BT : Rh
Jantung
-/-
Wh
-/-
-/-
-/-
-/
-/
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
I
Nilai Rujukan
Satuan
4,00-10,00
103/uL
WBC
: 12.420
RBC
: 2,11
4-6
106/uL
HGB
: 5,5
12-16
gr/dL
HCT
: 16,5
37-48
MCV
: 78,2
80-97
m3
MCH
: 26,1
26,5-33,5
pg
MCHC : 33,3
31,5-35
PLT
150-400
103/uL
%NEU : 8,43%
4-10
103/uL
%LYM : 2,45%
52-75
%MONO: 1,31%
20-40
103/uL
: 0,18%
2-8
103/uL
%BAS : 0,05 %
1-3
103/uL
Negatif
gr/dL
GDP : 461
110
gr/dL
GD2PP : 559
140
gr/dL
HbA1c : 12,5
4-6
200
Mg/dL
Kolesterol HDL 29
>55
Mg/dL
Kolesterol LDL : 75
< 130
Mg/dL
73
Mg/dL
Nilai Rujukan
Satuan
%EOS
: 699
Urinalisa (15-01-2015)
Protein esbach : 0,7
D-dimer : 0,71
Trigliserida : 63
Tanggal 16 01 2015
Darah Rutin
RBC
: 4,26
4,00-6,00
103/uL
HGB
: 11,7
12-16
106/uL
HCT
: 37,9
37-48
gr/dL
MCV
: 89,0
80-97
MCH
: 27,5
26,5-33,5
m3
MCHC : 30,9
31,5-35
pg
PLT
: 510
150-400
103/uL
WBC
: 19,180
4-10
103/uL
%NEU : 16,22
52-75
103/uL
%LYM : 1,58
20-40
%MON : 1,29
2-8
103/uL
%EOS
1-3
103/uL
0-0,1
103/uL
110
Mg/dL
GD2PP : 559
< 200
Mg/dL
HBA1c : 12,5
4-6%
Ureum : 40
10-50
Mg/dL
Kreatinin : 0,90
<1,1
Mg/dL
Natrium : 119
136-145
mmol/L
Kalium 4,1
3,5-5,1
mmol/L
Klorida : 91
97-111
mmol/L
: 0,07
%BAS : 0,02
Diabetes
GDP : 461
Ginjal
Penanda Jantung
D-Dimer : 0,71
Elektrolit :
Warna
: kuning muda
pH
: 5,5
BJ
:1.015
Protein
:+++/300
Glukosa
:+++/500
Bilirubin
:negative
Blood
:++/80
Sedimen leukosit
:2
Sedimen eritrosit
: 20
Proteinuria,Glukosauria
Tanggal 25-1-2015
Darah Rutin
4,00-6,00
103/uL
: 7,4
12-16
106/uL
HCT
37-48
gr/dL
MCV
80-97
MCH
26,5-33,5
m3
MCHC :
31,5-35
pg
PLT
: 395
150-400
WBC
: 8,4
4-10
103/uL
%NEU :
52-75
103/uL
%LYM :
20-40
%MON :
2-8
103/uL
%EOS
1-3
103/uL
%BAS :
0-0,1
103/uL
PT : 11,2
10-14
Detik
APTT : 27,1
22-28
Detik
RBC
HGB
INR : 0,91
GDS : 329
140
mg/dL
Natrium : 124
136-145
mmol/L
Kalium : 3,8
3,5-5,1
mmol/L
Klorida : 93
97-111
mmol/L
Ureum : 40
10-50
Mg/dL
Kreatinin : 0,70
<1,1
Mg/dL
GOT : 10
<38
u/L
GPT : 10
<41
u/L
6,6-8,7
gr/dL
Albumin : 1,7
3,5-5,5
gr/dL
Globulin : 1,7
1,5-5
gr/dL
Elektrolit :
Ginjal
As Urat : 5,2
: kuning keruh
pH
: 5,5
BJ
Protein
:+++/300
Glukosa
:+++/500
Bilirubin
Blood
Sedimen leukosit
: negatif
Sedimen eritrosit
Urinalisa
Protein esbach : 4 gr vol 300cc
Negatif
gr/dL
(0,13 gr/dL)
Fraksi Lipid (28-02-2015)
Kolesterol Total : 151
200
Mg/dL
Kolesterol HDL 40
>55
Mg/dL
< 130
Mg/dL
73
Mg/dL
Ureum : 40
10-50
Mg/dL
Kreatinin : 0,90
<1,1
Mg/dL
Natrium : 127
136-145
mmol/L
Kalium : 3,8
3,5-5,1
mmol/L
Klorida : 94
97-111
mmol/L
Elektrolit :
2.5.
Modalitas
o Pankreas : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi ductus
pancreaticus.
o Lien : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal.
o Kedua ginjal : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal.Tidak tampak dilatasi PCS
o VU : Dinding menebal dan irreguler, tidak tampak echo batu
o Tampak Echo cairan bebas dalam cavum pleura kiri dan intraperitoneum
Kesan :
-
Hepatomegali
Susp.Cholecystitis
Cystitis
2.6.
Diagnosis Sementara
2.7.
Penatalaksanaan Awal
-Furosemide 40 mg/8j/iv
-Levemir 0-0-10 IU/SC
-Novorapid 6-6-6 IU/SC
-Ceftriaxone 1 gr/12j/iv
-Metronidazol 0,5 gr/8j/iv
-PRC 2 bag
2.8.
Rencana Pemeriksaan
TANGGAL
15 januari 2015
PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari I
INSTRUKSI DOKTER
R/
mmHg
N: 80x/menit,
reguler
P: 20x/menit
S: 36,80
sejak
minggu
SMA.
Pasien
sering
: MT (-), NT (-)
DVS R+1 cmH2O
Thorax
:
Inspeksi
BP vesikuler
BT : Rh -/- , Wh -/Jantung
Inspeksi
tampak
Palpasi
teraba
Perkusi
Pekak,
batas
jantung
kesan
pada
linea
sternalis
:BJ
I/II
murni,
Abdomen :
I
TANGGAL
25 Januari 2015
PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari I
INSTRUKSI DOKTER
N: 96 x/menit,
reguler
bulan
P: 20 x/menit
terakhir.
Pada
S: 36,90 C
demam
ada,
DM
dalam
keluarga
Objektif :
SS/GC/CM
Kepala
: MT (-), NT (-)
Thorax
:
Inspeksi
Inspeksi
tampak
Palpasi
teraba
Perkusi
Pekak,
batas
jantung
kesan
pada
linea
sternalis
:BJ
I/II
murni,
PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari II
S: datang dengan keluhan bengkak pada
T: 120/70mmHg
N: 96 x/menit,
reguler
bulan
P: 20 x/menit
S: 36,90 C
terakhir.
Pada
mulanya
INSTRUKSI DOKTER
Objektif :
SS/GC/CM
Kepala
: MT (-), NT (-)
:
Inspeksi
Inspeksi
Ictus
Cordis
Ictus
Cordis
jantung
kesan
tidak tampak
Palpasi
tidak teraba
Perkusi
Pekak,
batas
pada
linea
sternalis
:BJ
I/II
murni,
-Metilprednisolone
kontraindikasi)
-Regulasi GDS
-Balance Cairan
-Restriksi cairan
2 Hipoalbuminemia
Ditegakkan atas dasar anamnesis pasien -Albumin 25% 100cc/hari
mengeluh bengkak pada seluruh tubuh.
-Kultur pus
-Rawat luka/hari
5 Anemia
Ditegakkan
atas
dasar
TANGGAL
27 Januari 2015
PERJALANAN PENYAKIT
Daftar Masalah :
INSTRUKSI DOKTER
N: 99 x/menit,
3. Hipoalbuminemia
reguler
P: 24 x/menit
5. Anemia
S: 37,30 C
Pengkajian
1 Sindrom Nefrotik Sekunder
S : Bengkak seluruh tubuh.
O : Edema palpebra, ascites, serta edema
-Furosemide 40 mg/8j/iv
-Diet DM
O:
HbA1c : 12,5
-Ceftriaxone 2 gr/24j/iv
gr/dL
-Lasix loop/iv
-Dipenhidramin 1 amp/im
TANGGAL
28 Januari 2015
PERJALANAN PENYAKIT
Daftar Masalah :
INSTRUKSI DOKTER
mmHg
3. Hipoalbuminemia
N: 88 x/menit,
reguler
P: 24 x/menit
6. Anemia
S:
36,50 C
7. Dyspepsia
Pengkajian
1 Sindrom Nefrotik Sekunder
S : Bengkak seluruh tubuh.
-Furosemide 40 mg/8j/iv
-Diet DM
O:
HbA1c : 12,5 %
-Ceftriaxone 2 gr/24j/iv
Premedikasi :
-Lasix loop/iv
-Dipenhidramin 1 amp/im
7 Dyspepsia
S : Nyeri ulu hati, ada mual, ada muntah
-Omeprazole 40 mg/12j/iv
-Ondansetron 8 mg/8j/iv
TANGGAL
29 Januari 2015
PERJALANAN PENYAKIT
Daftar Masalah :
1. Sindrom Nefrotik Sekunder
INSTRUKSI DOKTER
T:200/100mmHg
2. Hipoalbuminemia
N: 88 x/menit,
reguler
P: 24 x/menit
S: 36,5 0 C
6. Dyspepsia
7. Efusi Pleura
Pengkajian
1 Sindrom Nefrotik Sekunder
S : Bengkak seluruh tubuh
O : Edema palpebra, ascites, serta edema Nacl 0,9% 100cc habis dalam
pre tibial dan dorsum pedis bilateral. 6 jam
Edema mulai berkurang.
Riwayat DM tidak terkoreksi
Hasil lab GDS 329
Protein Esbach 0,7 gr/dL
Protein Urin +++(3)
Ur/Kr : 28/0,9
2 Hipoalbuminemia
S : Bengkak pada seluruh tubuh.
-Diet DM
O:
HbA1c : 12,5 %
4 Selulitis
-Ceftriaxone 2 gr/24j/iv
-Rawat luka/hari
-Tunggu
kultur
pus
dan
sensivitas
5 Susp Anemia Penyakit Kronik
S : pasien merasa lemas serta riwayat -PRC 1 bag/hari dgn target
perdarahan di daerah cruris dextra yang Hb : 10 gr/dL
luka.
Premedikasi :
-Dipenhidramin 1 amp/im
6 Dyspepsia
S : Nyeri ulu hati, muntah berkurang
O : peristaltik ada kesan normal
-Omeprazole 40 mg/12j/iv
-Ondansetron 8 mg/8j/iv
7. Efusi Pleura
S : Sesak kadang-kadang
O : BP vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/CXR : efusi pleura
Pembahasan
Bengkak seluruh badan yang dialami sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 1 bulan
terakhir. Pada mulanya bengkak terjadi pada kedua kaki, dan perlahan bengkak juga terjadi
pada bagian perut dan wajah. Riwayat luka pada kaki kanan sejak 1 bulan disertai nanah.
Batuk tidak ada, sesak tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat demam ada, kadang-kadang.
Nyeri ulu hati ada. BAB biasa. BAK lancar.
Riwayat DM dalam keluarga adalah ayah. Riwayat DM diketahui sejak muda, saat pasien
duduk di bangku SMA. GDS pernah mencapai > 400, tidak berobat teratur. Riwayat sakit
ginjal (-). Riwayat Hipertensi tidak diketahui. Riwayat sakit jantung (-).Riwayat diopname tgl
15/01/2015 di RSWS dengan keluhan yang sama selama 1 minggu. Riwayat diopname di RS
Ibnu Sina 2 bulan lalu. Riwayat kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol sejak 15 tahun
lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema palpebra, asites serta edema pada
extremitas. Adanya edema generalisata pada pasien ini bisa mengarahkan diagnosa pada
berbagai kemungkinan misalnya sindrom nefrotik, GGA oliguria, gagal jantung kongestif,
dan sirosis hepatis. Berdasarkan hasil laboratorium darah tanggal 25-01-2015 didapatkan
albumin 1,7 g/dL. Hasil pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +++/300. Pemeriksaan
protein Esbach diperoleh hasil 4 gram dalam 300 cc. Karena hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini memenuhi kriteria diagnosis sindrom nefrotik
yaitu adanya edema anasarka, proteinuria masif (3.5 g/hari), dan hipoalbuminemia (<3,5
gr/dL), maka diagnosis pasien ini diarahkan pada sindrom nefrotik.
Diagnosis
Diagnosis SN didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria diagnostik sindrom nefrotik meliputi: 1
1. Proteinuria massif >3-3.5 g/24 jam atau rasio protein:kreatinin urin spot >300-350
mg/mmol.
2. Serum albumin <2,5 gr/dl.
3. Manifestasi klinis edema perifer.
4. Hiperlipidemia (kolesterol total >10 mmol/l) sering menyertai.
Proteinuria pada pasien ini disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas
kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein
yaitu berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada sindrom nefrotik, kedua mekanisme penghalang tersebut terganggu sehingga
protein dapat lolos pada saat proses filtrasi glomerulus.
Hipoalbuminemia pada pasien ini disebabkan oleh proteinuria masif yang
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat
katabolisme albumin oleh tubulus proximal. Hipoalbuminemia juga dapat menyebabkan
peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan edema serta efusi
pleura oleh karena terjadi penurunan tekanan koloid osmotik vaskular pleura.
Edema pada SN dapat dijelaskan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor kunci terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser
dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan
onkotik dan bergesernya cairan plasma, terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme ini akan memperbaiki
volume intravaskuler tetapi juga akan memperberat edema karena kadar albumin yang tidak
mampu menjaga cairan intravaskuler.1,5
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama.Retensi
natrium menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler sehingga terjadi edema. Penurunan
laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan terus mengaktivasi system RAA untuk
meretensi natrium dan air oleh ginjal sehingga edema semakin berlanjut.1,5
Hiperlipidemia biasanya juga terjadi disebabkan oleh meningkatnya LDL (Low
Density Lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Mekanisme hiperlipidemia
pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya
katabolisme, namun pada pasien ini didapatkan nilai kolestrol dalam batas normal namun dari
hasil pemeriksaan lab cenderung meningkat. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh terapi
albumin yang telah diberikan sejak pasien diopname.
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi
sebagai akibat efek samping steroid. Hipertensi pada kasus ini dapat juga berdiri sendiri tanpa
berhubungan dengan sindrom nefrotik.
Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, seluler, dan gangguan sistem
komplemen. Hal ini bisa berhubungan dengan penyakit SN yang diderita.
Pengobatan pada SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol
edema dan mengobati komplikasi. Pada praktek sehari-hari, intake protein yang
direkomendasikan untuk penderita sindrom nefrotik yaitu 0,8-1 g/kg/hari, dengan anjuran
asupan protein berasal dari protein nabati dan protein dari ikan. Regimen penggunaan
kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada orang dewasa adalah
prednison/metilprednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 8 minggu diikuti 1
mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya. Sampai
90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu namun 50% pasien akan
mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan. Untuk terapi suportif/simtomatik
ACE inhibitor diindikasikan untuk mengurangi proteinuria, pada edema sedang atau edema
persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari. Pemberian
spironolakton dapat ditambahkan dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.
Komplikasi sindrom nefrotik yang bisa terjadi yaitu keseimbangan nitrogen menjadi
negatif, tromboemboli, kekurangan vitamin D, infeksi serta gangguan fungsi ginjal.
Keseimbangan nitrogen merupakan salah satu komplikasi SN yang terjadi oleh karena
proteinuria yang masif. Tromboemboli bisa terjadi karena adanya peningkatan koagulasi
intravaskular, kelainan ini disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas berbagai faktor
koagulasi intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup komplek
meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis.
Kekurangan vitamin D juga merupakan komplikasi SN. Vitamin D yang terikat
protein akan diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma.
Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan gangguan sistem
komplemen. Pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui
berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan
timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab gagal
ginjal akut adalah terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus
ginjal.
3.2. Penatalaksanaan
Tidak ada guideline dan penelitian terbaru tentang tata laksana sindrom nefrotik pada
remaja.
Nutrisi dan Cairan
Pasien harus membatasi intake natrium pada kisaran 3 gr per hari, dan mungkin butuh
restriksi intake cairan (<1,5 liter per hari). 3
Diuretik
Diuretik merupakan terapi medis utama, namun tidak ada bukti tentang rekomendasi
pemilihan obat maupun dosisnya. Berdasarkan pendapat yang disepakati saat ini, diuresis
ditargetkan pada penurunan berat badan 0,5-1 kg per hari untuk menghindari gagal ginjal
akut atau gangguan keseimbangan elektrolit. Obat-obatan Loop diuretic seperti furosemid
(Lasix) atau bumetanide saat ini paling banyak digunakan. Dosis besar (80-120 mg
furosemid) seringkali dibutuhkan, dan obat-obatan ini secara tipikal harus diberikan secara
intravena karena daya absorpsi yang kurang secara oral terhadap obat-obatan tersebut dapat
menyebabkan edema intestinum. Kadar albumin serum yang rendah juga membatasi
efektivitas obat-obat diuretic dan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Diuretik thiazid,
potassium-sparing diuretic, atau metolazone (Zaroxolyn) dapat berguna sebagai terapi
adjuvant atau penyerta diuretik.3
ACE Inhibitors
Angitensin-converting enzyme (ACE) inhibitors telah diketahui dapat menurunkan
proteinuria dan mengurangi risiko progresifitas yang mengarah ke penyakit ginjal pada
pasien dengan sindrom nefrotik. Suatu penelitian menemukan bahwa tidak ada peningkatan
respon ketika terapi kortikosteroid dikombinasikan dengan terapi ACE inhibitors. Dosis yang
direkomendasikan pun masih belum ada, namun dosis enalapril (Vasotec) 2,5-20 mg per hari
banyak digunakan. Pasien-pasien dengan sindrom nefrotik sebaiknya diterapi dengan ACE
inhibitiors untuk mengurangi proteinuria yang terjadi dengan memengaruhi tekanan darah.3
Albumin
Albumin intravena telah diusulkan untuk menangani diuresis yang terjadi karena edema
dapat disebabkan oleh hipoalbuminemia. Namun, tidak ada bukti penelitian yang
mengindikasikan keuntungan dari terapi dengan albumin, dan pada keadaan yang tidak
diharapkan seperti hipertensi dan edema pulmonum, jelas membatasi terapi albumin.3
Kortikosteroid
3.2.
Komplikasi
1. Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan
peritonitis. Pada orang dewasa, infeksi yang sering terjadi adalah infeksi gram negatif. 5
2. Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi
sebagai akibat efek samping steroid.5
3. Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan
tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan
kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri
abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 1520 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan. 5
4. Tromboemboli
Risiko
untuk
mengalami
tromboemboli
disebabkan
oleh
karena
keadaan
3.3.
Prognosis
Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik yang mendapatkan terapi secara umum baik, dan
tergantung pada penyebab, usia, dan respon terhadap terapi. Pada anak dengan SN biasanya
memiliki prognosis baik. Pada anak dengan usia <5 tahun memiliki prognosis buruk dan pada
orang dewasa dengan usia >30 tahun juga lebih memiliki risiko gagal ginjal
DAFTAR PUSTAKA
1. Hull RP., Goldsmith DJ., Nephrotic syndrome in adults. BMJ, 2008;336:1185-9
2. Handayani I., Rusli B., Hardjoeno, Profile of cholesterol and albumin concentration
and urine sediment based on nephritic syndrome children. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory, 2007;13(2):49-52.
3. Kodner C., Nephrotic syndrome in adults: diagnosis and management. American
Family Physician, 2009;80(10):1129-1134.
4. Davin JC., Rutjes NW., Nephrotic syndrome in children: From bench to treatment.
International Journal of Nephrology, 2011;1-6.
5. Prodjosudjadi W., Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed VI.
2006;999-1003