Anda di halaman 1dari 18

HEMATOM INTRASEREBRAL TRAUMATIK

I.

PENDAHULUAN

Hematom intraserebral adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang terjadi
pada jaringan otak biasanya akibat robeknya pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Deteksi darah fokal yang biasanya diakibatkan oleh cedera regangan atau robekan rotasional
terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak atau kadang karena cedera
penetrans, keadaan inilah yang di kenal dengan sebutan hematom intraserebral
pascatraumatik. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa
sentimeter dan dapat terjadi pada 2-16% kasus cedera. 1,2
Hematom intraserebral sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan
biasanya perdarahan dalam kortex serebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada
lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya
berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari
kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.
Keadaan ini bisa menimbulkan menifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang
terkena. 3
II.

INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI


Di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak usia 15-44

tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhan. Di negara berkembang
seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan frekuensinya
cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh
1

kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan
rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan
kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun, dengan usia rata-rata sekitar tiga puluh
tahun, dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun
penyebab yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan
jatuh (terutama pada kelompok usia anak- anak ). 4
III.

ETIOLOGI

Perdarahan yang terjadi pada memar otak dapat membesar menjadi hematom
intraserebral. Kelainan ini sering ditemukan pada penderita trauma kepala. Lebih dari 50%
penderita dengan hematon intraserebral disertai hematom epidural atau hematom subdural.
Paling banyak terjadi di lobus frontalis atau temporalis, atau tidak jarang ditemukan multiple,
walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan serebellum. Hematom
intraserebral dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi
membentuk perdarahan intraserebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan
neurologis lebih lanjut.5,6
IV.

ANATOMI OTAK

A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose
conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

Gambar 1. Lapisan Kranium(dikutip dari kepustakaan 7)

B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu :
fossa anterior tempat lobus frontalis, fossa media tempat temporalis dan fossa posterior
ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

C. Menings
Selaput menings menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat
fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat
pada selaput arakhnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdura) yang terletak antara duramater dan arakhnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningeal terletak
antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur
dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fossa temporalis (fossa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut
4

spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3. Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi
oleh piamater.
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar
14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.

Gambar 2. Lobus-lobus Otak(dikutip dari kepustakaan 7)

Fissura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori
tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan
pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi
ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka
rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan
sekitar 500 ml CSS per hari.
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi
fossa kranii posterior).

G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi.
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan
tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis.7
V.

PATOFISIOLOGI
Pada hematom intraserebral, terjadinya perdarahan dalam parenkim yang terjadi

rata-rata 16% dari cedera kepala. Biasanya terjadi pada lobus frontal dan temporal yang
mengakibatkan ruptur pembuluh darah intraserebral dapat terjadi saat cedera. Akibat
robekan hematom intraserebral atau hematom intraserebellar akan terjadi perdarahan
subaraknoid. 13
Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat
langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding
arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma. Ini sering terjadi pada arteri
karotis interna pada tempat masuknya di dasar tengkorak. Aneurisma arteri karotis interna
ini suatu saat akan pecah dan timbul fistula karotika kavernosa. Aneurisma pasca
traumatik ini bisa terdapat di semua arteri, dan potensial untuk nantinya menimbulkan
perdarahan subaraknoid. Robekan langsung pembuluh darah akibat gaya geseran antar
jaringan di otak sewaktu trauma akan menyebabkan perdarah subaraknoid, maupun
intraserebral. 17

Ada kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid dan


perdarahan intraserebral atau kombinasi kedua-keduanya. Tempat yang paling sering dari
aneurysma berry adalah belahan anterior dari cicle of willis pada sambungan antara arteri
karotis interna dan arteri kommunikant posterior. Aneurysma multiple ditemukan pada
banyak orang. Ruptur aneurysma terjadi bila timbul lubang pada aneurysma, perdarahan
menyebar dengan cepat, menimbulkan perubahan-perubahan setempat dan iritasi pada
pembuluh-pembuluh otak. Perdarahan biasanya sukar berhenti karena pembentukan
sumbatan oleh fimbra trombosit dan oleh himpitan jaringan. Setelah 3 minggu darah
mulai diresorpsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius 7 atau 10 hari setelah
perdarahan yang pertama. Ruptur dari pembuluh dapat berakibat terhentinya aliran darah
ke daerah tertentu, timbul iskemi fokal dan infark jaringan otak. Tambahan pula bahwa
keluarnya darah yang mendadak bisa menimbulkan gegar otak dan hilang kesadaran.
Juga menimbulkan peningkatan tekanan cairan serebrospinal dan menimbulkan
pergeseran otak. Perdarahan yang masuk ke dalam jaringan otak dapat menimbulkan
kerusakan pada otak akibat otak terbelah sepanjang jaring serabut. Tambahan lagi
perdarahan dapat mengisi sistem ventrikel atau hematom yang merusak jaringan otak. 8
Darah itu sendiri bisa merupakan bahan yang merusak dan bila terjadi hemolis,
darah mengiritasi pembuluh darah, menings, dan otak. Darah dan bahan vasoaktif yang
dilepas mendorong spasmus arteri, yang berakibat menurunkan perfusi serebral. Spasmus
arteri atau vasospasmus biasanya terjadi 4 sampai 10 hari setelah perdarahan dan
menyebabkan konstriksi arteri otak. Vasospasmus merupakan komplikasi yang serius,
bisa berakibat terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemi otak dan infark. 8

Gambar 3; hematoma intraserebral (dikutip dari kepustakaan 9)

Doktrin Monroe-Kellie adalah konsep sederhana yang menerangkan pengertian


dinamik TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu tetap karena
sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah
sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak
(V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl). Vic = V br+ V csf +
V bl . 7,18
Tekanan Perfusi Serebral Adalah selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan tekanan
intarkranial (ICP). Pada seseorang yang dalam kondisi normal, aliran darah otak akan
bersifat konstan selama MAP berkisar 50-150mmhg. Hal ini dapat terjadi akibat adannya
autoregulasi dari arteriol yang akan mengalami vasokonstriksi atau vasodilatasi dalam
upaya menjaga agar aliran darah ke otak berlangsung konstan. 7
VI.

GAMBARAN KLINIS
Pada suatu hematom intraserebral kita lihat seorang penderita yang setelah

mengalami suatu trauma kapitis, memperlihatkan gejala-gejala seperti hemiplegi,


papiledem serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, artreiografi
9

karotis dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral
serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal dan dengan CT
scan dapat memperlihatkan hematom itu dengan baik.10
Gejala yang sering tampak dari hematom intraserebral yaitu, penurunan
kesadaran, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom, pola pernapasaan dapat
secara progresif menjadi abnormal, respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal,
timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial, perubahan perilaku
kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau
secara lambat, serta nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intrakranial. 11
Klinis penderita pada hematom intraserebral tidak begitu khas dan sering (30%50%) tetap sadar, mirip dengan hematom ekstra aksial lainnya. Manifestasi klinis pada
puncaknya tampak setelah 2-4 hari pascacedera, namun dengan adanya scan computer
tomografi otak diagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat. 4
VII.

DIAGNOSIS
Secara umum, diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
Pada anamnesis perlu diketahui bagaimana mekanisme dan penyebab terjadinya
trauma, waktu terjadinya trauma, gejala-gejala yang berlanjut apakah penderita sering

10

minum minuman beralkohol, menggunakan obat sejenis antikoagulan, dan riwayat


penyakit seperti diabetes dan epilepsi atau cedera sebelumnya. 15
Pada anamnesis didapatkan adanya trauma kapitis. Keluhan bisa timbul langsung
setelah terjadi atau jauh setelah mengalami trauma kapitis. Masa tanpa keluhan itu
dinamakan latent interval dan bisa berlangsung berminggu-minggu, berbulanbulan
bahkan sampai bisa lebih dari 2 tahun. Namun demikian, latent interval bukan berarti
bahwa penderita sama sekali bebas dari keluhan. 12
Pemeriksaan Fisis:
Pada pemeriksaan fisis, beberapa hal yang perlu diobservasi yaitu fungsi-fungsi
vital dimana tekanan darah perlu diperiksa sesering mungkin dan dimonitor secara
berkelanjutan, kesadaran dapat di nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS), gejala
neurologik, antara lain gejala vegetative: mual, muntah, pucat, (dalam hal ini harus
dibedakan dengan pucat akibat perdarahan). Data-data pemeriksaan awal ini penting
sebagai dasar observasi selanjutnya.. Tanda-tanda trauma di kepala, hematoma sekitar
mata dan hematoma di belakang telinga, darah dari orifisium-orifisium di kepala. Adanya
tanda-tanda trauma di tempat lain, bila terdapat pemburukan prognosisnya. 9,12,15
Pemeriksaan status neurologik dengan menilai GCS (Glasgow Coma Scale), yaitu
suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan
neurologis yang terjadi. Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (16), respon verbal (1-5) dan buka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15.
Berdasarkan beratnya cedera kepala dikelompokkam menjadi:

11

1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera


kepala berat.
2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan,
3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

7,9

Pemeriksaan GCS sangat membantu untuk menentukan ada tidaknya defisit fokal
neurologik atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menunjang diagnosis dari suatu hematom intraserebral dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu:
a. CT-Scan kepala;
Pada pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek dan potensi
cedera intrakranial lainnya. Pada hematom intraserebral lokasi yang paling sering terkena
adalah pada daerah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi
benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup). Densitas darah yang homogen

(hiperdens) hal ini merupakan indikasi dilakukan operasi dan terdapat pula diameter lebih
dari 3 cm serta adanya pergeseran garis tengah. 2,7
Pemeriksaan lainnya yaitu dengan scan resonansi magnet (MRI) cenderung lebih
bermakna dalam membedakan jenis hematom.

12

Fig. 5.8 Traumatic frontal intracerebral haematomas


resulting from contre-coup injury.
Gambar 3: CT SCAN hematom Intraserebral (dikutip dari kepustakaan 14)

b. Arterioangiografi;
Indikasi angiografi dilakukan pada pasien trauma kepala akut bila CT scan tidak
tersedia. Bila tersedia angiografi kadang-kadang diindikasikan misalnya bila ada efek
massa yang tampak pada CT scan namun tidak ada hematoma yang tampak (diagnosis
diferensialnya adalah hematom isodens dan pembengkakan parenkimal akut), bila cedera
vaskuler di duga atau bila temuan CT scan tidak sesuai dengan status neurologik pasien.12
VIII.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan

untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta
memperbaiki

keadaan

umum

seoptimal

mungkin

sehingga

dapat

membantu

penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada
13

tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Prinsip
penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan
survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita
cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting
untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. 7
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi
rawat antara lain:
1. Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)
2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
3. Penurunan tingkat kesadaran
4. Nyeri kepala sedang hingga berat
5. Intoksikasi alkohol atau obat
6. Fraktura tengkorak
7. Kebocoran CSS, othore atau rhinore
8. Cedera penyerta yang jelas
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan
10. CT scan abnormal. 7
Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan
suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat
berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid,
barbiturat dan antikonvulsan.

14

Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan


pembedahan. Indikasi pembedahan pada penderita cedera kepala yaitu bila hematom
intrakranial >30 ml, midline shift >5 mm, fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur
tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan
membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan
definitif. 8,11

Gambar 4; tindakan operasi pada henatom intraserebral (dikutip dari kepustakaan 16)

IX.

PROGNOSIS
Trauma kepala yang terjadi, bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa

mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan bisa berpengaruh pada
pemulihan fungsi otak yang dipengaruhi oleh beratnya cedera yang terjadi, usia, lamanya
penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena.
Pada hematoma intraserebral kira-kira sekitar 50 % pasien dapat sembuh dari
episode awal, tapi 50 % lagi akan terus mengalami perdarahan ulang bila tidak diobati.

15

Hemoragi ulangan akan terjadi dalam 2 minggu dan bahaya maut bias mengancam setiap
episode perdarahan.8

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Listiono, LD. Cedera Kepala. Dalam : Ilmu Bedah Saraf. Edisi Ketiga. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. 1998. h. 164-9.
2. Johnkarto. Cedera Kepala. Available at:www.blogger.com. Accessed on Desember 2009.
3. Anonimous. Kepala. Dalam : Ilmu Bedah Saraf. Edisi Ketiga. PT Buku Kedokteran
Aesculapius. Makassar. h. 426-47
4. Admin. Perdarahan Intrakaranial. Available at:www.seputarkedokteran.com. Accessed
on Desember 2009.
5. Sjamsuhidajat, R. Sistem Saraf. Dalam : Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1998. h. 817-21.
6. Anonimous. Cedera Kepala. Available at:www.google.com. Accessed on Januari 2010.
7. Israr YA, Christopher A.P, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Cedera Kepala dan
Fraktur Kruris. Available at:www.files-of-drsmed.tk. Accessed on Desember,2009.
8. Ajats M. Intracerebral Hematoma. Available at:www.clockline.com. Accessed on
Desember 2009.
9. Angelfire. Cedera Kepala Traumatika. Available at:www.google.com. Accessed on
Januari 2010.
10. Ngoerah, IGN. Trauma Pada Susunan Saraf. Dalam : Dasar-dasar Ilmu Bedah Saraf.
Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. 1996. h. 312
11. Danang. Intra Cerebral Hematom. Available at:www.masdanang.com. Accessed on
Desember 2009.
12. Japardi I. Cedera Kepala Pada Anak. Penerbit Fakultas Kedokteran Bagian Bedah
USU. Sumatera Utara. 1992. h. 1-6
13. Anonimous. Trauma Kepala. Available at:www.camp26.com. Accessed on Desember
2009.
14. Kaye H.K.Traumatic Intracranial Haematomas. Dalam : Essential Neurosurgery.
Edisi Ketiga. Penerbit. Blackwell Publishing. Australia.2005. h. 56-63
15. Leksmono PR, Hafid A, Sajid M. Cedera Otak dan Dasar-Dasar Pengelolaannya.
Dalam : Cermin Dunia Kedokteran. Penerbit Fakultas Kedokteran Bagian Bedah
Universitas Airlangga. 1984. h. 32-7
17

16.

Annonimous. Intracerebral Hematoma Secondary to Coumadin Anticoagulation.

Available at:www.smartinagebase.com. Accessed on Desember 2009.


17. Leksmono PR, Ilafidz A, Sajid D. Cedera Otak dan Dasar-dasar Pengelolaannya.
Available at:www.portalkalbe.com Accessed on Desember,2009.
18. Annonimous.. Cedera Kepala. Dalam : Advanced Trauma Life Support. Edisi
Keenam. American College of Surgeons. Amerika. 1997. h. 195-236.

18

Anda mungkin juga menyukai